Langkah kakinya tertahan ketika sebuah kardus di tangannya terjatuh. Tangannya tak sanggup mengangkat kardus itu sehingga membuatnya terjatuh ke lantai.
PRANK!!
Medina seorang gadis cantik dengan kulit putih dan tinggi 160 cm harus menghadapi kesialan berulang kali. Setiap bekerja di manapun, Ia tidak akan bertahan lama.
Gawat! Apa yang harus aku lakukan? Medina terlihat kebingungan.
Setumpuk kardus berisi minuman botol pecah berserakan di lantai. Medina yang panik langsung ke belakang mengambil peralatan kebersihan.
Salahnya dia tak menaruh papan peringatan di lantai. Padahal suasana toko sedang sangat ramai.
Suasana menjadi sangat gaduh ketika seseorang menginjak pecahan beling.
"Aduh, kakiku berdarah! sakitnya," teriak seorang pelanggan toko histeris. Kepala toko langsung menghampirinya dan meminta maaf.
Gara-gara Medina ia harus dimarahi pelanggan yang terkena pecahan beling.
Melihat itu kepala toko langsung emosi kepada seluruh bawahannya.
"Apa apaan ini semua! Siapa yang melakukan semua ini?" teriak kepala toko marah.
Kepala toko mengumpulkan seluruh karyawan. Begitu pula Medina yang sedang di belakang mendengar teriakan kepala toko langsung berlari menuju area kerjanya. Medina mengatur nafasnya yang masih menggebu akibat berlari.
Medina merasa bersalah terdiam sambil menutup mukanya dengan satu tangan.
"Ma-maafkan aku, Pak! Aku yang bersalah," ucap Medina merasa bersalah.
Kata itu yang menjadi andalannya saat ini.
"Kamu kira dengan kata maaf bisa mengobati kakiku yang berdarah, Hah!" omel seorang ibu pelanggan toko mendatangi Medina, "Kalau kerja yang bener! Dasar wanita ceroboh," tambahnya lagi.
Ah sial! Kenapa bisa begini sih? batin Medina dalam hati.
Dia mengakui kalau dia yang bersalah.
"Medina! Mulai sekarang kamu sudah tidak bisa bekerja di tempat ini lagi! Kesalahan kamu bukan hanya sekali, kemarin kamu menumpahkan saus, Kemarin lagi salah memberikan barang ke pelanggan lain, entah besok apa lagi kesalahan kamu, Hah!" omel kepala toko marah besar.
Medina terdiam sambil menundukkan kepalanya.
"Ta-tapi pak jangan pecat aku! Aku masih butuh pekerjaan ini, Pak! Untuk biaya adikku dan aku mohon maaf ini yang terakhir kali pak saya membuat kesalahan. Aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi." Medina memohon sambil bersimpuh.
"Tidak bisa! Ini gaji kamu yg terakhir. Dan cepat pergi dari sini!" umpat kepala toko memberikan lembaran uang ke Medina. Kemudian ia mendorongnya keluar.
"Pak.. pak beri kesempatanku sekali lagi,"
Sekuat apapun tenaganya, pelayan toko itu telah mendorongnya keluar dan membuatnya terjatuh di luar.
Begitu memalukan! Kenapa nasibku sial sekali! gerutu Medina.
Medina meratapi uang yang berserakan di badannya. Kalau tak butuh uang ia tidak akan memungutinya satu-satu.
"Tunggu," ucap kepala toko, "Kembalikan seragamnya" tambahnya.
"Hah," Medina mendengus kesal, "Besok aku akan mengembalikannya," tambahnya.
"Tidak bisa! Sekarang! Besok kamu tidak akan kembali kesini," ucap kepala toko.
Untung saja ia masih memakai baju dalaman lagi. Ia lalu membuka kancing baju seragamnya di luar.
Brak!
Medina melempar seragam itu tepat kemuka kepala toko.
"Dasar mesum, bisa-bisanya menyuruhku melepas bajuku diluar," ucap Medina, "Dengar ya... Aku bersyukur berhenti kerja di tempat ini. Dasar kepala toko mesum!" umpat Medina sekali lagi.
"Pergi!" kepala toko begitu marah dan mengusir Medina.
Ceroboh mungkin itu yang menggambarkan sikap buruk seorang Medina. Entah berapa kali dia keluar masuk kerjaan gara gara sikap kurang teliti nya. Terkadang dia selalu berusaha introspeksi terhadap kesalahannya, tapi entah mengapa sepertinya dia memang selalu bernasib sial.
***
"Bu, aku pulang." Medina membuka pintu.
"Kok kamu pulang cepat sekali? Jangan-jangan kamu dipecat lagi ya?" suara seorang ibu mengagetkan Medina dari belakang.
Dia adalah Bu Sari ibu angkatnya.
"Ibu, ngagetin saja!" sahut Medina. Ia berfikir bagaimana caranya menjelaskan kepada ibu angkatnya.
Bu sari adalah ibu angkat Medina. sejak Medina berumur 5 tahun, Bu Sari mengangkat Medina dengan tujuan sebagai anak pancingan lantaran Bu Sari dan Pak Joko sudah sepuluh tahun belum memiliki momongan.
Hari-hari dilalui Medina dengan sangat indah semenjak diangkat anak oleh Bu Sari. Medina yang waktu itu tidak mengenal orang tua karena dari bayi hidup di panti asuhan lantaran orang tuanya sudah meninggal.
Medina sangat beruntung dan dimanjakan seperti anak tunggal.
Tapi kebahagiaan itu meredup ketika medina berumur sepuluh tahun. Bu Sari positif mengandung dan melahirkan bayi kembar bernama Niko dan Niki.
Sebenarnya Pak Joko dan Bu Sari tidak membedakan Medina dengan anak kandungnya, tetapi karena kesibukan mengurus anak kembarnya sering kali mereka mengabaikan Medina.
Medina yang baru pulang kerja langsung menuju meja makan karena perutnya yang sudah keroncongan. Dilahapnya habis masakan ibunya.
"Memang tidak ada yang lebih nikmat dari masakan ibu," gumamnya sambil melahap makanan yang ada di meja.
Tak berapa lama acara makan nya terhenti karena mendengar ibunya menangis di kamar.
Dia tahu apa yang terjadi ibunya pasti sedang memikirkan adiknya. Niko yang sedang di rumah sakit karena kecelakaan motor.
"Bu, bagaimana kondisi Niko sekarang?" Medina bertanya sambil mengelus punggung ibunya yang sedang menangis.
" Kondisinya parah nak, dia harus segera di operasi. Sedangkan uang dari mana nak, sementara kalau Niko tidak segera di operasi kemungkinan kondisinya semakin buruk, " sambil sesenggukan Bu Sari menceritakan kondisi anaknya.
"Aku tidak tahu harus menjual apa lagi, semua barang kita sudah habis untuk biaya berobat bapakmu," sambungnya lagi.
Lima menit kemudian,
Krekkk..
Pintu ruang depan dibuka dari luar.
"Buk, ibu..." Pak Joko datang sambil tergesa-gesa.
"Ada kabar baik bu," ucap Pak Joko lagi.
"Bu, Aku sudah dapat pinjaman uang buat operasi Niko, Bu!" ucap Pak Joko.
Bu Sari berhenti menangis karena ada harapan baik untuk anaknya.
"Tapi bu-" Ucapan Pak Joko terpotong.
"Tapi apa pak?" tanya Bu Sari.
"Aku dapat pinjaman dari Tuan Bram. Berapapun yang kita pinjam Tuan Bram akan memberinya asal ada jaminannya, Bu!" ucapan Pak Joko terhenti sambil menatap Medina yang sedang berada di sebelah istrinya.
"Nak, maukah kamu menolong orang tuamu ini," mohon Pak Joko kepada Medina.
"Minta tolong apa Pak? " tanya Medina penasaran.
"Menikahlah dengan Firo anak Tuan Bram. Karena hanya kamulah yang bisa sebagai jaminan hutang untuk biaya adikmu, Nak! Hanya kamu satu-satunya jalan keluarnya nak," ucap Pak Joko sambil meneteskan air mata sembari memohon kepada Medina.
"Tak mungkin aku menikahkan Firo dengan Niki karena Niki masi SMA," bujuknya sekali lagi.
Mata Medina membulat sempurna.
"Apa!"
Praaaang...
Gelas disebelahnya terjatuh tak sengaja tersenggol tangan Medina karena kaget mendengar ucapan Pak Joko.
Saat itu juga kakinya lemas. Bibirnya berhenti berucap membayangkan siapa yang akan dinikahinya.
Yah dia Firo, semua orang tahu kalau dia memiliki gangguan jiwa. Medina pernah bertemu sekali ketika mengantarkan makanan kepada bapaknya. Pertemuan itu cukup menakutkan karena waktu itu Firo melemparinya dengan batu.
###
Terima kasih sudah berkenan membaca novel ini.
Tinggalkan jejak like dan komentar kalian ya..
Sebagai bentuk penyemangat author dalam berkarya.
Sebagai ucapan Terima kasih, Author do'akan semoga kalian semua selalu diberikan kesehatan. Amiin.
Medina diam seribu bahasa. Tak dapat berkata apapun. Perang di batinnya berkecamuk antara menerima atau tidak dengan perjodohan ini.
"huwa..hu...huuu.. Apa yang harus aku lakukan Tuhan!"
Belum sempet Medina berucap ibunya kembali menangis histeris. Ia tidak tega melihat ibunya yang bersedih.
"Ibu... " sambil memegangi tangan ibunya
"Aku akan melakukan apapun untuk kesembuhan Niko, Aku bersedia menikah dengan Firo"
Medina tak sanggup melihat ibunya menangis. dia ikut menangis di pelukan ibunya.
"Apa kamu yakin?" tanya ibunya lagi, "Kalau tidak yakin tidak usah, Nak!" ujar Bu Sari.
"Tidak ada cara lain, Aku akan menerima perjodohan ini," sahut Medina.
Mungkin ini sebagai tanda Terima kasih aku terhadap keluarga ini. Batin Medina.
"Terimakasih, Nak!" Sambil memeluk erat anaknya.
***
Sebelum pulang ke rumah,
Air mata menggenangi netra Pak Joko. Sambil menangis dia menghampiri mantan tuannya.
"Tuan..tolong bantu aku,Tuan"
Kali ini Pak Joko sampai bersimpuh di kaki Tuan Bram.
"Ada perlu apa kamu kesini, Joko? "
Tuan Bram kaget sambil mengangkat bahu Pak Joko agar berdiri.
"Pinjamkan aku uang, Tuan! Anakku terkapar di rumah sakit. Dia harus segera di operasi."
Tuan Bram berpindah posisi di kursi favoritnya untuk duduk.
"Hutang kamu yang kemarin saja belum kamu bayar!" ujar Tuan Bram sambil menyeruput kopi hitam favoritnya.
Pak Joko kembali memohon, "Tolong saya, Tuan! Setelah ini aku akan mencicil hutangnya Tuan. Aku janji!"
Pak Joko tahu seberapa banyak hutang kepada Tuan Bram. Kalau sudah dihitung sudah ratusan juta hutang kepada tuannya. Tapi Pak Joko tak punya jalan lain untuk kesembuhan anak lelaki satu-satunya, Dia terpaksa harus berhutang lagi kepada Tuan Bram, Orang terkaya di tempatnya.
Bramantyo
Pengusaha sukses di kota X. Memiliki banyak hotel dan resort di beberapa kota. Beliau termasuk orang ketiga terkaya di kota itu.
Pembawaannya yang tegas tapi memiliki kelembutan hati. Membuat dia disegani oleh bawahannya.
Tuan Bram, Sapaannya. Memiliki tiga orang anak dari kedua istrinya.
Syerli adalah anak bawaan dari istri pertamanya Nyonya Stella dan mempunyai satu orang putera bernama Shaka.
Pernikahannya dengan nyonya Stella adalah perjodohan yang dilakukan oleh kakeknya.
Tuan Bram memiliki kekasih bernama, Fira. Sebelum menikah dengan nyonya Stella.
Karena cintanya dengan, Fira. Diam-diam tanpa sepengetahuan keluarganya Tuan Bram menikahi Fira dan memiliki satu anak bernama "Firo".
Peristiwa menjadi gempar setelah Tuan Bram membawa Fira dan anaknya, Firo. Yang waktu itu masih berumur lima tahun ke rumah. Rumah menjadi kisruh, Nyonya Stella sempat shock dan memusuhi Fira.
Ditambah lagi ibunya Tuan Bram saat itu sangat menerima Fira dan anak nya. Hal itu membuat perasaan iri di hati Nyonya Stella semakin menjadi.
Hari-hari dilalui Fira dan anaknya seperti di neraka. dia mendapatkan perlakuan kasar dari nyonya Stella dan anaknya Syerli. Di depan Tuan Bram mereka selalu berlaku baik, Tapi tidak dibelakangnya.
Saat usia Firo berumur 10 Tahun Fira meninggal dunia. Saat itu Firo seperti terguncang jiwanya dan tidak menerima kepergian Fira yang tiba-tiba meninggal karena penyakit jantung. Firo tak menerima nasibnya. Jiwanya terganggu, Mentalnya terguncang. Firo benar-benar sangat terpukul.
Terkadang Firo berteriak kencang dan melempar piring yang berisi makanan untuknya. Bahkan melempar gelas dan barang di dekatnya, Membuat seisi rumah tak sanggup menanganinya.
"Aku tidak mau memakan makanan ini!" teriak Firo sangat kencang.
Keadaan itu membuat Tuan Bram menutup Firo dari lingkungan luar. Tuan Bram tidak mau anaknya dibawah ke rumah sakit jiwa. Akhirnya dia terpaksa mengurung anaknya di rumah karena takut mencelakai orang di sekelilingnya.
***
"Tuan.. aku mohon sekali ini, Tuan!"
Pak Joko kembali memohon menyadarkan lamunan Tuan Bram saat melihat puteranya, Firo.
Tuan Bram berfikir sekali lagi sambil sesekali melihat Firo yang diam mematung di taman rumahnya.
"Baiklah, Tapi ada satu syaratnya. Aku akan memberikan uang untuk penyembuhan anakmu dan aku akan melunasi semua hutangmu," ucap Tuan Bram "Syaratnya aku ingin, Salah satu anakmu menikahi, Firo. Anakku" sambungnya lagi.
"Apa?"
Pak Joko diam mematung mendengar pernyataan Tuan Bram.
Apa yang harus aku lakukan? Pak Joko berfikir keras.
Sebuah telepon dari rumah sakit menghubunginya. Pak Joko lalu mengangkat telepon itu.
Pak Joko tertunduk lemas ketika mendengar kabar dari pihak rumah sakit. Kondisi anaknya bertambah buruk dan harus segera di operasi.
Pak Joko terduduk lemas.
"Baiklah, Tuan. Aku akan memenuhi syaratnya. Tapi aku akan menemui putriku dulu," ucap Pak Joko.
Setelah itu ia berpamitan pulang ke rumahnya.
Tuan Bram tersenyum mendengar jawaban Pak Joko.
Yang dipikiran Pak Joko saat ini adalah kesembuhan putera satu-satunya. Sambil terburu-buru dia pergi meninggalkan Tuan Bram.
***
Saat ini usia Firo menginjak 26 thn. Mungkin dibandingkan dari sebelumnya kondisi Firo tampak lebih baik dan terkendali.
Tuan Bram menoleh sambil tersenyum ke arah Firo.
Firo yang dari tadi terdiam membalas senyuman ayahnya. Entah apa yang dipikirkan pemuda itu dalam diamnya.
"Sudah saatnya kamu harus sembuh, Firo"
batin Tuan Bram dalam hatinya.
Firo yang dari tadi duduk tidak jauh dari ayahnya. bergegas pergi meninggalkan tempat duduknya
.
"Tuan muda ini makan siangnya" ucap seorang pembantu menyodorkan piring berisi makanan kepada Firo.
PRAAAANNKK...
Suara piring dilempar ke lantai. Firo membanting piring dihadapannya.
"AKU TAK BUTUH MAKANAN INI, PERGI KAMU!!! "
Operasi berjalan lancar, kondisi Niko sudah berangsur membaik, Tetapi masih memerlukan perawatan untuk memulihkan kesehatannya di rumah sakit.
Semua biaya ditanggung Tuan Bram, tentunya sudah ada kesepakatan antara Pak Joko, Medina dan Tuan Bram.
Siang itu Tuan Bram menyambangi rumah Pak Joko bersama asistenya untuk menagih janji.
Kedatangan Tuan Bram antara lain membahas masalah pernikahan Firo dan Medina.
"Jadi bagaimana Pak Joko? Apa sudah ditentukan tanggalnya?"
Tuan Bram memulai pembicaraan duduk di depan Pak Joko.
Semua yang ada di ruangan itu menjadi hening. Bu Sari duduk di sebelah Pak Joko.
Medina yang dari tadi di dapur keluar untuk menghidangkan minuman untuk mereka.
"Jadi kamu yang mau dijodohkan dengan, Firo. Anakku. Siapa namamu?" tanya tuan Bram ramah.
"Namaku Medina, Tuan" sahut Medina.
Walaupun hatinya sangat gusar, Medina masih bisa menjawab sambil tersenyum sopan.
Aku yakin kamu anak baik, Cocok untuk anakku, batin tuan Bram .
"Sebelum pernikahan ada baiknya Anda membaca perjanjian sebelum nikah dulu, Nona"
Asisten Tuan Bram menyodorkan surat perjanjian sebelum menikah kepada Medina.
Medina lalu duduk di samping orang tuanya.
Tanpa pikir panjang Medina menerima surat itu dan membacanya.
Semua Poin dibaca teliti, rata-rata isinya mencakup kegiatan Firo dari bangun pagi sampai tidur. dan disitu tertulis jelas tugas Medina hanya melayani Firo.
Untuk bagian ini Medina masih menerimanya toh anggap saja dia dinikahkan untuk dijadikan pembantu, pikirnya dalam hati.
Di bagian akhir surat perjanjian mata Medina membulat sempurna membaca perjanjian terakhir.
Pihak kedua dilarang meninggalkan Firo sebelum memiliki keturunan dengan Firo.
Apabila pihak kedua melanggar, Maka diwajibkan membayar ganti rugi dua kali lipat dari hutangnya.
3.Pihak kedua dilarang memiliki hubungan dengan pria manapun sebelum kontrak berakhir.
Pihak kedua yang dimaksud adalah Medina, Sebagai calon istri Firo.
Medina mengambil nafas berat. Rasanya ingin berlari tapi tak bisa.
Perjanjian macam apa ini!. Batin Medina sambil meremas baju yang dia pakai.
Bu Sari yang melihat ekspresi Medina langsung menggenggam tangan Medina.
"Maafkan ibu sama bapak nak! kalau kamu keberatan, Batalkan saja perjodohannya," ucap Bu Sari, "Biar ibu cari jalan lain untuk membayar hutangnya,"
Bu Sari merangkul Medina menenangkannya.
Tuan Bram cepat menyenggol tangan Asistennya memberi kode.
"Tidak bisa, Pak! Kalau bapak ingin membatalkan perjodohannya, Bapak harus membayar semua hutangnya dalam waktu tiga hari ini, Kalau tidak bisa kami tetap menjodohkan anak bapak," ucap asisten Tuan Bram tegas.
Mustahil dalam waktu 3 hari mereka bisa membayar hutang yang hampir 500jt jumlahnya. Membayangkannya saja sudah pusing mau cari dimana.
Apalagi Dengan kondisi Pak Joko yang sering sakit. Medina sangat menyadarinya, Ditambah sekarang posisinya sedang tidak bekerja.
Tanpa pikir panjang Medina menandatangani surat perjanjian itu. Ia sudah tidak peduli dengan nasibnya nanti.
Tanpa sadar bulir air matanya jatuh ke pipinya yang mulus.
Ini semua aku lakukan demi orang tuaku, Entahlah mungkin ini sudah nasibku. Batin Medina dalam hati.
Pak Joko yang tak tega melihat anaknya Mendekati sambil mengelus kepala anaknya, "Terima kasih nak atas pengorbanan ya,"
***
Di rumah Tuan Bram,
"Nak, dua hari lagi kamu akan menikah. Lihatlah calon istrimu," Tuan Bram menyodorkan foto medina kepada Firo.
Firo melihat foto yang diberikan ayahnya. Baru pertama kali melihat tampak senyum mengembang di bibirnya.
"Apa kamu suka?" tanya Tuan Bram lagi.
Firo kembali tersenyum, Melihat itu Tuan Bram sudah tahu jawabannya.
Hanya tuan Bram dan Bi Inah yang bisa diajak bicara tenang dengan Firo.
Setelah itu Tuan Bram berlalu pergi dari kamar anaknya.
Sebelum membicarakan pernikahan anaknya ,sudah jauh hari tuan Bram menemui dokter psikiater Firo.
Dia sudah berkonsultasi apakah anaknya bisa menikah dengan tenang saat acara pernikahannya nanti.
Karena takut anaknya akan mengamuk seperti biasanya.
"Dok, Apa ada cara untuk menyembuhkan Firo, Anakku?" tanya tuan Bram kepada dokter yang menangani Firo.
"Tuan, Sepertinya Firo membutuhkan pasangan untuk kesembuhannya, sepertinya dia membutuhkan teman untuk bertukar pikiran," ucap dokter itu, "Tidak ada salahnya bila Firo mempunyai teman hidup. Barang kali itu bisa menjadi terapi kesembuhan Firo," tambahnya.
Ucapan dokter Firo selalu terngiang ditelinga Tuan Bram. Sejak saat itu dia memutuskan mencari pendamping untuk putranya.
Dia ingin memiliki cucu, sebagai penerusnya.
***
"Tuan muda ini makanannya saya taruh dikamar ya," ujar Bi Inah lembut.
"Terimakasih, Bi" ucap Firo pada Bi Inah asisten pribadinya.
Bi Inah adalah pembantu Tuan Bram dari kecil. dia sangat berdedikasi kepada Fira ibunya Firo.
Bi Inah sangat berhutang budi kepada Fira yang telah menyelamatkan anaknya dengan mendonorkan kornea matanya kepada anak semata wayangnya. Namun Firo tidak mengetahuinya.
Bi Inah dengan setulus hati merawat Firo semenjak kepergian ibunya.
Ketika Firo diganggu oleh Nyonya Stella. Bi Inah selalu pasang badan menggantikan posisi Fira. Ny.Stella selalu berbuat kasar kepada Firo.
Bahkan Firo tidak memakan makanan apapun selain Bi Inah yang membuatnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!