...***...
"Nona Liz, bagaimana ini? Peran anda tergeser oleh Maya, dia adalah keponakan dari sutradara kita." Kata seorang gadis berambut pendek itu, wajahnya terlihat panik. Dia adalah Nana.
"Tenangkan dirimu oke? Kalau begitu, kita keluar dari film itu, tidak ada susahnya bukan?" Sahut gadis itu dengan santai, beserta senyuman di wajahnya, dia adalah Firlizy.
"Nona tidak marah? Nona berusaha keras untuk mendapatkan peran ini loh? Tapi dia, hanya karna keponakan sutradara mendapatkan peran itu dengan mudah?" Nana masih kesal, apalagi di tambah dengan ekspresi nonanya yang selalu tersenyum.
"Tidak masalah bukan? Bukan kah hal ini sudah biasa? Orang dalam loh," Sahut Liz masih dengan senyumannya.
Nana menghela nafasnya.
Manisnya..., wajah nona Liz, bukan hanya wajahnya yang cantik dan menarik, tapi sifatnya sangat penyayang dan lemah lembut.
"Hadeh bagaimana bisa orang sebaik anda menerima nasib buruk,"
"Tidak apa-apa bukan. Menambah pengalaman, oh ya dimana Vasa?"
"Mbak Vasa bilang pergi ke kampung halamannya tapi ini sudah seminggu semenjak kepergiannya, tapi kenapa dia belum kembali." gumam Nana.
"Apa Vasa tidak menghubungi? Menelpon misalnya?"
Nana menggeleng yakin.
Tiba-tiba ada yang memencet bel rumah mereka. Keduanya saling bertatapan lalu keluar untuk melihatnya.
Liz bisa melihat beberapa orang pria berjaket hitam.
"Kami di sini untuk menagih hutang mu, kau berjanji untuk membayarnya hari ini." Kata salah satu pria itu.
Liz menaikkan sebelah alisnya. "Aku? Berhutang? Pada kalian? Sejak kapan? Perasaan ga ada deh?"
Pria itu meminta sebuah berkas kepada temannya. "Satu minggu yang lalu, kau menyuruh manajermu Vasa untuk meminjam uang pada bos kami senilai 15 M, beserta bunga yang tertera."
"Maaf ya, tapi yang berutang dia, bukan aku. Tagih pada Vasa, jangan pada ku." Sahut Liz enteng.
"Tapi di sini jelas terletak tanda tangan anda, nona Firlizy."
Liz dan Nana mendekatkan pandangan mereka pada berkas itu. Benar saja, ada tanda tangan Liz di sana.
Nana ingat, waktu itu Vasa pernah memaksa Liz untuk tanda tangan sebuah kontrak. "Jadi kontrak yang Vasa maksud itu palsu? Dia meminta tanda tangan nona untuk pinjaman ini?"
Liz menghela napasnya. "Baiklah, aku akan membayar segalanya besok pagi. Beri aku waktu, soalnya ini dadakan. Aku tidak tau manajer ku menipu ku."
Tampak beberapa pria itu sedang berdiskusi. "Baiklah, kami setuju, besok pagi kami akan datang lagi, dan semua uangnya harus ada."
Liz hanya tersenyum manis, dan mereka segera pergi.
"Nona Liz, bagaimana ini? Bagaimana bisa anda membayar semua ini, bahkan peran penting anda sudah tergeser." Kata Nana khawatir, itu jelas terlihat dari wajahnya.
"Kalau begitu, aku minta maaf Nana. Tapi aku harus memecat mu, aku tidak bisa lagi memperkerjakan kamu. Kamu bisa pergi sekarang, soal hutang ini, biar aku yang tanggung. Dan oh ya, ini gaji terakhir mu, dan ini bonus yang mampu aku bayar." Liz memberikan sebuah amplop pada Nana.
Nana menatap Liz penuh haru, dia bahkan hampir menangis. "Tidak Nona, Nana tau nona Liz sedang butuh uang itu. Jadi Nona tidak perlu membayar gaji Nana, bahkan Nana akan bekerja untuk membantu melunasi hutang itu, ah ya Nana juga masih punya tabungan gaji selama ini, Nana akan memberikannya pada nona meskipun tidak seberapa tapi i--"
Liz tersentak halus, dia menutup mulut Nana dengan jari telunjuknya. "Ambil ini, simpan, dan pulang, cari pekerjaan baru. Aku masih bisa melunasi ini, aku punya tabungan. Jadi pulang lah Nana." Liz menutup pintu rumahnya dan segera masuk.
Nana hanya diam mematung di depan rumah Liz.
Vasa!! Kau jahat sekali, bagaimana mungkin kau bisa mengkhianati Nona Liz! Padahal dia begitu baik pada kita! Dia bahkan tidak perhitungan! Aku..., akan membantu Nona Liz bagaimanapun caranya.
...***...
Liz duduk di depan Televisi yang masih menyala itu, beritanya memunculkan informasi tentang posisi Liz yang di ganti oleh keponakan sutradara itu.
Liz mengambil ponselnya. "Jadi Vasa? Apa kau sudah jauh? Uangnya sudah kau sumbangan bukan?"
"Aku di kampung halaman kita, aku tidak akan membuat sekolah gratis kalau sampai kau belum melunasi hutangnya. Uang ini jaga-jaga kalau kau gagal menjebak pria busuk itu, Devan. Bagaimanapun juga, kau tidak boleh masuk penjara." sahut perempuan di sebrang telepon sana. Ya seperti yang Liz sebutkan, dia adalah Vasa, mantan manajer Liz.
"Tenang saja, aku akan baik-baik saja. Thanks." Liz mematikan ponselnya. Ternyata ini memang adalah rencananya.
"Aku jadi kasihan pada Nana, dia pasti sangat khawatir. Dia tidak tau, apa permainan yang Nona Liznya ini mainkan. Aku lah yang meminta Vasa untuk berhutang dengan rentenir, sebanyak itu. Tapi Nana ya?" Liz tersenyum hangat. "Aku tidak akan melupakan mu, dan ketulusan hati mu, Nana."
Tidak menerima gaji, dan dia bahkan ingin memberiku tabungannya? Maaf Nana, aku harus memainkan drama ini, demi bisa balas dendam, kepada ... mereka.
Liz mengambil sebuah bingkau foto, terdapat foto tiga oranh disana,
"Kau Lathifa Kanneira, kau Arfenik Arkasa dan yang paling utama balas dendam ku, adalah kau Tara Mahendra. Aku akan balas dendam dengan kalian, melalui dia, putra kesayangan kalian. CEO hebat, Devan Arkasa."
Liz menatap Tivinya, entah bagaimana dia tau bahwa Televisi sedang menayangkan berita Devan dan kesuksesannya membesarkan Arkasa group di kancah internasional.
"Akan ku buat kau jatuh cinta padaku, cinta yang akan menyiksa mu, seperti cinta yang menyiksa mama Deyna! Bukan hanya dengan hati, kau akan mencintai ku dengan jiwa. Hingga aku bisa menghancurkan hati mu, dan jiwa mu akan tergoncang, kau akan menderita seumur hidup mu. Dengan begitu, tiga orang ini akan merasakan penderitaan yang mama Deyna rasakan!" Tanpa Liz sadari, air matanya sudah menetes. Perih sekali mengingat bagaimana penderitaan Deyna selama ini.
Tring!!!!
Ponsel Liz berbunyi, gadis itu mengangkatnya.
"Hotel Xever, kamar 53, kesana lah, Devan sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja." Kata orang itu dari sebrang sana.
"Ah terima kasih, kau memang bisa diandalkan." Sahut Liz begitu senang.
"Apa kau yakin? Kau sedang menghancurkan karir yang kau bangun susah payah loh? "
"Tidak masalah, semua akan aku lakukan demi balas dendam ini."
Terdengar helaan napas dari sebrang telepon sana. "Good luck for you. Aku tutup dulu, sangat bahaya."
Liz tertawa bahagia. Dia bangkit berdiri, tanpa persiapan langsung menuju tempat yang dikatakan orang itu.
Devan Arkasa, hari-hari penderitaan mu akan segera di mulai. Dan Tara, kau akan melihat putra kesayangan mu jadi gila.
...***...
...Yang nanya kisah Tara Deyna? Engga ada ya, adanya Liz sama Devan. Soal Shiren? Bulan depan oke ^^...
Disarankan liat Novel My Crazy Boss lebih dulu
...***...
Liz berjalan menyusuri lorong itu sendirian, menurut informasi yang dia punya saat ini Devan sedang tidak sadarkan diri di dalam kamar itu.
Kamar 53? Ini kan?
Liz menatap nomor pintu itu. Dia kembali ingat sudah di beritahu nomor pin kamar itu.
Liz masuk, kamar itu sangat gelap. Dia berjalan mendekat ke kasur. Benar saja, sudah ada Devan yang tergeletak tak sadarkan diri. Liz mendekatinya, gadis itu bisa melihat wajah Devan yang begitu tampan, alisnya tebal, hidungnya mancung, dia adalah satu contoh bentuk indah yang Tuhan ciptakan.
Seperti rumor, begitu tampan dan menawan. Tapi..., aku tidak perduli, itu tak kan menggoyahkan aku untuk menghancurkan mu. Devan Arkasa. Ya ya ya mari kita lihat bagaimana aku mendapatkan hati CEO ini.
...***...
Pagi hari sudah tiba, matahari sudah naik dan memancarkan cahayanya. Devan perlahan membuka matanya, dia melihat ada seseorang di dalam pelukannya, seorang gadis yang bahkan tidak ia kenal.
Devan menatap gadis yang tengah tertidur pulas itu, fokusnya ada pada bibir tipis merona dan wajah mulus itu. Tangan Devan tergerak untuk menyentuh wajah itu. Devan tidak pernah melihat gadis ini tapi harus diakui dia terpesona pada pandangan ini.
Liz sebenarnya sudah bangun, namun dia berpura-pura tidur. Dia bahkan memiringkan badannya, menyembunyikan wajahnya di dada bidang Devan.
Devan melihat ponselnya, sudah banyak panggilan masuk dari Anna, sekretarisnya. Tapi Devan tidak memperdulikannya, dia melanjutkan tidurnya.
Hingga dua jam sudah berlalu, Devan merasa ada yang menyentuh wajahnya dengan jari telunjuk, ya itu adalah ulah Liz.
Perlahan Devan membuka matanya. Dia menatap Liz yang saat ini memasang wajah sendu, patut dikasihani.
"Sekarang apa? Bagaimana cara mu bertanggung jawab?" Kata Liz memainkan jari-jarinya.
Devan duduk bersandar, dia menatap datar Liz. Alisnya sedikit terangkat. "Bukan kah kau yang menginginkan ini? Kau yang menerobos masuk?"
"It-itu karna aku mabuk, aku tidak sadar kalau salah kamar. Ja-jadi aku...," Wajah Liz merona, entah bagaimana dia bisa akting sebagus itu, ah iya juga, dia adalah artis loh.
"Kalau begitu, itu bukan kesalahan ku, itu salah mu sendiri." Sahut Devan datar. "Sekarang, keluar dari kamar ku."
Liz sudah meneteskan air matanya, dia menangis tersedu. "Bagaimana mungkin ada orang sejahat kau. Kita tadi mala--"
"Tidak usah mengada-ngada, kau bukan gadis pertama yang mencoba menjebakku. Ada banyak sebelum kau, jadi berikan foto itu."
Liz diam. "Foto apa? Aku tidak mengada-ngada." Kekeuh Liz dengan kebohongannya.
Devan menarik tubuh Liz kedekapannya, tangan Devan menarik kepala Liz untuk lebih dekat dengan wajahnya. "Kau pikir aku bodoh? Aku tidak tidur semalam. Dan aku tau, semua yang kau lakukan, kita tidak melakukan apapun."
Liz menghentikan tangisannya, dia Menatap Devan tanpa berkedip dengan jarak seperti itu. "Lalu kenapa? Aku punya fotonya, aku bisa menyebarkan foto-foto ini jika aku mau. Harga diri ku? Aku tidak perduli, tapi harga diri mu?" Liz terrsenyum manis.
"Apa yang kau inginkan? Aku menikahi mu, dan memberimu status?"
Liz menghentikan tangisannya, dia menerbitkan senyuman ular itu. "Tenang saja, aku tidak akan menyebarkannya, juga tidak akan meminta mu menikahi ku, aku hanya mau kau memberikan uang 15 M, murah bukan?"
Bukannya marah, Devan malah tersenyum miring. "Hanya segitu? Murah sekali? Sebegitu murah kah harga diri mu?"
Liz menjauhkan dirinya dari Devan. "Ya ya baiklah Tuan muda, aku memang murahan, jadi berikan aku 15 M itu, maka aku akan menghapus fotonya dan aku bisa pergi, kita bisa berpura-pura seperti orang yang tidak di kenal?"
"Perampokan secara halus?" Devan masih kelihatan tenang.
"Baiklah, aku akan ganti kalau aku sudah punya uangnya. Aku adalah Firlizy seorang artis, meski lama, tapi tak kan seumur hidup, aku bisa menggantinya."
"Tidak mau. Aku tidak mau memberikan uangnya."
"Kalau begitu aku akan menyebarkan fotonya." Liz mencoba bangkit berdiri, pergi dari sana, namun lagi-lagi Devan menghentikannya.
"Kau pikir sedang berhadapan dengan siapa? Aku? Devan Arkasa. Artis rendahan seperti mu ingin bermain-main dengan ku?" Devan mencengkram tangan Liz kuat, mungkin itu sudah meninggalkan bekas disana.
"Ampun ampun ampun deh, duh duh duh, sakit bangettt. Aww sakitt itu tangan atau apa sih. Iya iya deh aku ngaku, kita ga lakuin apa-apa, aku cuma ambil foto. Tapi aku mohon, pinjam uang 15 M atau rentenir itu akan menghancurkan hidup ku." Liz menyatukan kedua tangannya, dia memohon kepada Devan. Dia memasang wajah memelas andalannya.
Devan menaikkan sebelah alisnya.
"Aku bakal lakuin apapun oke? Asal uang itu adaaa, aku ga mau masuk penjara, karir ku bisa hancur nanti. Ayolah aku mohonn..., "
"Aku tidak butuh kau."
"Meskipun sekarang kau ga butuh, kedepannya pasti butuh. Ibarat..., payung! Ya payung! Aku ibarat payung, kau ga butuh saat cuaca biasa, tapi saat hujan atau panas kau butuh untuk berjalan kan?" Rayu Liz menampilkan wajah termanis yang dia punya.
"Sayangnya aku naik mobil, tidak butuh payung."
Liz menghela napasnya. Dia menghapus semua foto-foto yang dia ambil kemarin malam. "Aku sudah menghapusnya, maafkan aku, dan aku permisi." Liz merapikan pakaiannya dia bersiap pergi begitu saja.
Saat sudah sampai di pintu, Liz menoleh ke belakang, Devan masih duduk memandangi ponselnya, tanpa mempedulikan Liz.
"Ahh bahkan mengucapkan selamat tinggal aja enggak, padahal kita udah tidur bareng satu malaman loh, walau emang ga ngelakuin apa-apa sih." Liz melanjutkan jalannya, dia meninggalkan ruangan itu.
Seriusan? Gagal? Cara ini ga mempan ke dia? Apa harusnya aku memang melakukan sesuatu kemarin malam? Dan bukan berpura-pura? Aku pikir bisa mengancam nya hanya dengan foto.
"Dia orang yang sangat dingin, keras kepala, seolah tidak memiliki hati, akan sangat sulit mendapatkan hatinya."
Liz mengingat kata-kata informannya.
Meskipun saat ini gagal, aku tidak boleh menyerah. Bagaimana pun juga, balas dendam ini harus berjalan. Aku akan berjuang sekuat tenaga. Tidak akan ku biarkan kalian bahagia, di atas penderitaan Mama Deyna! Sabar Liz, pikirkan cara lain.
...***...
Di dalam kamarnya Devan masih menatap pintu itu. Dia menghubungi seseorang di ponselnya.
"Cari tau, tentang seorang artis bernama Firlizy."
Devan langsung mematikan ponselnya setelah menurunkan titahnya.
Hanya berpura-pura ya? Bermodalkan beberapa foto? Menjebak ku demi uang? Bukan demi pernikahan atau nama baik keluarga? Murni karna uang?
Devan ingat sengat jelas. Banyak sekali gadis-gadis suruhan yang mencoba menjebak nya, tapi mereka benar-benar ingin melakukan hubungan intim itu dengan Devan, lalu menginginkan nama baik keluarga dan status.
Tidak butuh pernikahan dan status? Cuma butuh uang? Mengakui murahan demi uang?
Devan tersenyum miring.
*Aku menemukan mainan baru yang menarik, sudah cukup bosan juga hanya berkelut masalah bisnis. Dan ya?
Wajah polos berhati busuk itu, dia mengingatkan ku akan gadis ular menjijikan dulu*.
...***...
"Nona Firlizy Defana, dia adalah artis yang lumayan terkenal, dengan sikapnya yang baik, penuh kelembutan dan wajah polosnya, dia di sukai banyak orang. Tapi baru-baru ini perannya di gantikan oleh seorang pendatang baru yang memiliki latar belakang, dia adalah keponakan sutradaranya. Buka hanya itu tuan, saya juga mengetahui Nona Firlizy dikhianati oleh manajernya sendiri, dia berhutang kepada rentenir sebanyak 15 M dengan bunga nya, atas nama nona Firlizy." Kata pria itu mengatakan data yang sudah di cari.
Devan memutar kursinya, dia menatap asisten paling setianya. "Heh? Polos ya? Penuh kelembutan?" Devan mengingat kejadian tadi pagi, dia ingat wajah Liz yang polos ya hanya wajahnya, bukan hatinya, dan Devan tau itu. "Bagaimana orang tua nya? Apa tidak ingin turun tangan?"
"Nona Firlizy yatim piatu Tuan, Ayahnya meninggal sejak dia dalam kandungan, dan ibunya meninggal beberapa tahun yang lalu karna kangker. Dia tidak memiliki sanak saudara lain, dia sebatang kara."
Devan diam sesaat, dia menimang-nimang keputusannya.
Tiba-tiba sekretarisnya Anna masuk, dia membawa informasi yang sangat tidak enak untuk di dengar.
"Tuan muda, ini adalah undangan makan malam dari Nona Grisha. Dia mengundang anda untuk makan malam bersama." Kata Anna memberikan sebuah surat berwarna pink, yang indah itu.
"Zaman sudah maju, tapi dia masih menggunakan cara ini? Cih menggelikan." Devan membuka suratnya, isinya adalah kata-kata manis menjijikan beserta acara makan malam untuk bulan depan saat kepulangannya dari Prancis.
"Apa saya perlu memundurkan jadwal anda tuan?" Tanya Anna.
"Tidak perlu, acaranya bulan depan. Kau kembali lah bekerja." kata Devan datar. Anna segera kembali ke tempatnya, menyisahkan Devan dan Vin, asistennya.
"Vin, bakar ini, ini terlalu menjijikan untuk ada di dunia ini." Devan memberikannya pada Vin, Vin langsung membakarnya di tempat, di depan mata Devan demi kepuasan tuan mudanya itu.
"Mantan ya? Ngajak balikan? Melalui makan malam? Cih, dia lupa bagaimana cara dia meninggalkan ku dulu." Devan tersenyum kecut. Dia ingat kembali masa lalunya, dimana dia dan Grisha sudah berpacaran sejak Kuliah karna Grisha adalah gadis yang baik dan polos menurut Devan, wajah dan sikapnya yang kalem dan penuh kelembutan meluluhkan hati Devan. Namun sayang Grisha meninggalkan Devan demi Reno, pria yang jauh lebih kaya pada saat itu, dari Devan.
Tidak! Itu karna Devan tidak memberi tahu bahwa dia adalah putra keluarga Arkasa!
"Setelah tau anda putra dan pewaris Arkasa Group? Dia ingin kembali pada anda? Demi uang, status dan keteneranan. Saya harap anda tidak perlu datang lagi." Saran Vin, Vin adalah orang yang sudah mengikuti Devan sejak SMA jadi tentu Vin tau semua cerita menjijikan itu.
"Uang ya? Haha. Aku tidak setuju Vin, aku akan datang dan memberinya sedikit pelajaran, Bagaimana jadinya jika perempuan yang sama-sama memiliki wajah polos, dan juga menyukai uang di pertemukan? Menarik bukan? Aku akan menikahi Firlizy,"
Vin menatap Devan tidak percaya.
"Hanya untuk beberapa bulan sebelum aku bosan pada keduanya, aku juga akan membuang Firlizy itu. Lagipula, aku butuh dia untuk di tampilkan di depan Mama Thifa, sebelum Mama dan Alreya menjodohkan ku dengan semua gadis yang katanya polos."
"Baiklah, saya akan menjemput Nona Firlizy, mempersiapkan segalanya."
Mantan yang tidak tau diri mencoba meraih puncak? Ada juga gadis murahan yang gila uang mencoba meraih puncak? Cih, kalian benar-benar menggelikan, sangat rendahan. Hanya karna uang dan status, kalian rela menjual diri kalian?
...***...
Apa ini sebuah keberuntungan? Dia memanggil ku lagi? Untuk di beri uang? Atau dia ingin mengancam ku? Devan ini cukup sulit di tebak, aku harus hati-hati.
Batin Liz berjalan di lorong hotel yang sama, namun bedanya ada Vin yang saat ini berada di sebelahnya.
"Silahkan, sebelah sini nona Fir--"
"Panggil aja Liz," potong Liz cepat. Vin membukakan pintunya, sudah ada Devan yang duduk di sofa dengan beberapa botol anggur merah di depannya.
"Hai lagi Tuan muda, apa anda berubah pikiran? Terngiang-ngiang akan wajah ku yang polos ini?" sapa Liz dengan penuh senyuman, dia duduk di depan Devan.
Devan tersenyum miring. "Jangan membuat ku ragu akan keputusan ku ini, aku jadi tidak bisa membedakan antara diri mu dan jaalaang?"
Liz tidak marah, dia malah senyuman semakin manis. "Jadi? Apa keputusan anda yang harus membuat saya mengubah sikap?"
"Aku akan memberi mu 15 M, dengan syarat ka--"
"Tidak perlu panjang-panjang, asal mendapat 15 M itu, saya bisa lakukan apapun." Liz memgambil berkasnya, dia langsung menanda tanganinya, bahkan belum membacanya.
"Ternyata kau semurahan itu? Sikap mu tak sepolos wajah mu?"
"Ya mau bagaimana lagi, aku tidak bisa jual mahal karna aku memang membutuhkan uang." Liz mengedikkan bahunya santai.
"Vin." kata Devan singkat.
"Baiklah, karena nona Firlizy ti--"
"Liz, panggil aku Liz, Firlizy terlalu tidak enak di dengar." Liz memotong ucapan Vin.
"Panggil dia Firlizy." Kata Devan tak mau kalah.
Vin tentu akan mendengarkan titah tuan mudanya bukan? "Isi kesepakatannya adalah, Nona Firlizy Defana akan di beri uang 15 M dengan syarat menikah dengan Tuan Devan Arkasa, serta Nona Firlizy Defana harus menerima bahwa hubungan mereka di rahasiakan, tidak ada status yang akan diberikan."
Devan tersenyum senang.
"Ok, tidak masalah, status tidak ada tidak masalah, uang nomor satu. Jadi hanya itu kan? Menikah dengannya? Aku setuju."
"Setidaknya naikkan harga diri mu sedikit, kau akan menjadi istri ku, istri CEO terkenal Devan Arkasa. "
Ketukan pintu berbunyi, ternyata itu adalah pelayan hotel yang mengantar makanan. Dia menyajikannya di meja, namun matanya tak lepas dari Liz yang kelihatan cantik sekali. Dia wanita, tapi dia juga sangat menyukai Liz.
Bukhh,
Hingga membuat sup itu tumpah di baju Liz. "Ma-maafkan aku, a--"
"Eh ma-maaf, harusnya aku membantu mu tadi. Maafkan aku," Liz menatap pelayan wanita itu sedih.
Pelayan wanita itu menatap Liz kagum, dia sangat tersentuh. Dia hanya pelayan kecil, tapi Liz yang artis malah minta maaf bahkan itu bukan karna kesalahannya.
"Tidak masalah, kau bisa keluar sekarang. Tidak akan ada yang marah, dan oh ya, ini tip untuk mu." Liz memberikan uang pada gadis itu, memberikan senyuman hangat yang mampu menenangkan.
Pelayan itu sangat senang, sangking senangnya dia tidak mampu berbicara dan hanya menunduk keluar.
"Ayolah Tuan CEO, aku adalah artis. Berakting adalah bagian dari kehidupan ku, soal sikap ku? Kau tidak perlu cemas, aku bisa mengontrolnya."
Devan tersenyum senang. Matanya penuh gairah semangat,
Mainan yang bagus.
...***...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!