Malam yang dingin, sedingin hati seorang wanita yang nampak murung. Dia adalah Moza, wanita dengan seribu pikat.
“Moza, pergilah ke kamar nomor delapan puluh delapan. Di sana ada pria yang harus kamu urus.”
Moza menatap tak suka pada wanita berpenampilan glamor nan elegant di depannya itu, ia ingin menolak. Akan tetapi selama ini ia tak bisa berkata tidak. Madam Antony bagai memiliki sesuatu yang bisa mengendalikan tubuh dan pikirannya.
Wanita itu telah memungut Moza dari jalanan sejak kecil, menjadikan anak gelandangan itu menjadi pujaan bagi seluruh pria. Moza si gadis pemikat para pria yang sedang kesepian dan mencari hiburan di luar sana.
Malam ini, sesuai titah Madam Antony yang bagai perintah raja. Moza harus pergi ke sebuah kamar, di mana di sana ada seorang pria yang sedang menunggu dirinya. Menunggu kedatangan sang gadis pemikat yang di bicarakan di seluruh kota.
Dunia hitam selalu menyebut-nyebut namanya. Moza bagai mutiara di dalam lumpur. Di tempat yang paling hina namun sangat berharga.
Hotel Shila
Langkahnya nampak enggan, padahal ini mungkin malam keseribu lebih harus ia lewati seperti ini. Tapi entah mengapa. Moza merasa perasaanya tak tenang.
Tok tok tok
Ketika tiba di depan pintu kamar nomor delapan puluh delapan, hatinya mendadak kelimpungan. Ia malas menjamu tamu malam ini. Entah mengapa, ia merasa lelah dengan semua yang ia jalani bertahun-tahun.
Lama pintu ia ketuk, namun tak terbuka. Yakin bahwa tidak ada orag di dalam sana, Moza pun memilih pergi. Meninggalkan tempat itu. Akan tetapi, ketika dia baru masuk lift. Seorang pria terhuyung-huyung ikut bersamanya.
Dari aromanya yang menyengat, pasti orang itu habis minum banyak.
“Pencet tombol lift untukku!” titahnya dengan suara serak.
“Lantai berapa?” Moza mengamati gerak-gerik pria tersebut. Dilihatnya dengan saksama, mungkin usianya baru 35 tahunan, dan dari penampilan. Sepertinya orang itu executive muda yang sukses.
“Antar aku ke kamar seratus lima belas.” Ucapnya sambil menyandarkan tubuh ke dinding lift. Sepertinya ia tak bisa menahan beban tubuhnya sendiri.
“Apa kau tak apa?” Moza mencoba bertanya, barangkali pria itu kenapa-kenapa.
“Urus urusanu sendiri!” Pria bernama Sinaga yang sering disapa Naga tersebut bersikap dingin pada Moza yang mengajaknya bicara.
Naga mengendurkan dasinya, ia merasa gerah dan tubuhnya terbakar. Ia rasa tak hanya minuman yang ia minum. Sepertinya seseorang sengaja membuatnya merasa seperti terbakar. Bergejolak, sangat tidak nyaman.
Saat pintu lift terbuka, Naga akan keluar. Namun begitu menatap Moza yang sedari tadi tak ia pandang dengan jelas karena kesadaran yang kurang lengkap.
Kini, Naga seolah terpikat. Atau mungkin karena pengaruh sesuatu yang diberikan padanya. Dengan paksa, ia menarik lengan Moza untuk ikut dengannya.
“Lepaskan! Apa maumu? Tolong lepaskan!” Teriak Moza yang panik karena aksi Naga yang menyeretnya ke dalam sebuah kamar.
“Bantu aku, bantu aku untuk melepaskan masalah ini!”
Naga langsung melepas dasinya dengan paksa, hingga ia merasa sedikit tercekik dibuatnya. Selanjutnya, pria tersebut melepas jas dan membuka kancing bajunya. Membuat Moza yang menatapnya bergidik ngeri.
“Apa yang kamu lakukan?” Moza mendorong tubuh Naga yang kala itu menyudutkan dirinya. Hingga Moza tak bisa lagi melangkah ke mana-mana.
“Tolong aku!” suara Naga terdengar berat dan menuntut.
Seperti cacing kepanasan, Naga mengeliat tak karuan. Tubuhnya terasa panas, rasa terbakar karena sesuatu yang sengaja dimasukkan ke dalam tubuhnya.
Moza memang bukan perempuan suci, tapi ia tidak mau diperlakukan seperti ini. Bila seperti ini, jatuhnya adalah pemaksaan. Dan harga dirinya sangat terhina.
Ya, meskipun harga diri Moza sudah hilang sejak gadis itu mengenal dunia yang penuh kegelapan ini.
PLAKKK
Moza menampar pria itu, agar Naga tersadar dari aksi gilanya. Ia tak mau diperlakukan bagai budak oleh pria yang bahkan tak ia kenal namanya itu.
“Kamu berani menamparku?” sorot matanya menajam ketika seorang wanita asing dengan berani menampar pipinya. Melihat pendar mata yang menyalak marah. Hati Moza jadi menciut.
Bila semula Naga minta ditolong, kini ia terlihat memerintah. Memaksa kehendaknya dengan paksa. Naga mencengkram kedua pundak Moza dengan keras. Menatap tajam tanpa ampun.
“Berani kamu menampar saya!” salaknya marah. Kemudian mendorong Moza ke atas ranjang.
BUKKK
Suara tubuh Moza yang terjatuh di atas ranjang ukurang king size tersebut. Ini bukan pertama kali, tapi mengapa ia sangat ketakutan sekali. Oh no! Moza panik bukan main saat Naga mulai mendekatkan diri padanya.
Ingin kabur, moza berusaha bangkit dari ranjang. Sayang, Naga langsung menangkapnya. Membuat perhitungan karena sudah berani menampar pipinya. Sekalian, sebagai pelampiasan akan gejolak tubuhnya yang terasa terbakar.
Pagi hari di dalam kamar hotel Shila kamar nomor seratus lima belas.
Terlihat seorang pria masih terlelap. Sedangkan wanita di dekatnya, matanya sembab. Mungkin semalam ia menangis tanpa jeda.
Perlakuan Naga padanya semalam, tidak akan bisa ia lupakan. Ini adalah penghinaan yang sangat sangat besar.
Kini ia hanya menatap langit-langit kamar dengan tatapan kosong, menghirup satu oksigen yang sama dengan pria asing yang tak dikenal. Membuat ia merasa sesak dan tertekan.
Saat pria di sampingnya mulai bergerak, menandakan sudah bangun. Moza pura-pura memejamkan mata. Ternyata Naga kembali tertidur, sesaat kemudian. Moza berusaha bangun dengan diam-diam tanpa menimbulkan suara.
Ia ingin kabur sebelum pria asing itu bangun, dengan cepat Moza memakai pakaiannya kembali. Saat memakai baju, matanya melirik Naga dengan tatapan penuh kebencian.
KRINGGGG
Ponsel Naga berbunyi sangat nyaring, membuat pria yang semula lelap itu langsung menerjap. “Di mana ini?” gumamya ketika melihat ruangan yang tampak asing.
Ia memegangi kepalanya yang terasa amat pusing, dilihatnya seprai yang berantakan. Naga mencoba mengingat-ingat apa saja yang terjadi semalam.
Samar-samar kejadian semalam muncul dalam ingatannya, sebuah siluet wanita muncul dalam benaknya.
Naga lupa, lupa apa yang terjadi semalam. Karena ponsel terus bergetar, ia pun mengangat ponsel tersebut.
“Mas!”
Sapa wanita di balik telpon.
“Hem ...!”
“Kamu di mana? Sudah pagi kenapa ngak pulang?”
Naga yang pusing, karena semalam. Ia hanya menjawab sekenanya, otaknya belum bisa diajak kompromi untuk saat ini.
“Iya, aku akan segera pulang.”
Naga merasa aneh, mengapa ia tidur tak memakai baju? Saat itu juga kejadian semalam muncul sedikit demi sedikit.
“Sial!” rutuknya ketika mampu mengingat apa yang terjadi tadi malam.
Naga pun langsung bergegas turun dan memakai pakaiannya kembali. Mencuci muka dan bersiap meninggalkan kamar tersebut. Kamar yang nantinya akan menjadi sebab dari akar perkara permasalahan hidupnya.
Kamar di mana ia akan merasa terikat oleh pesona Moza yang tak bisa ditolak.
Saat akan menutup pintu, matanya teralih pada benda yang jatuh di atas lantai. Ia mengamati sejenak. Lalu memungut sebuah anting-anting yang telah tertinggal itu. Bersambung.
IG : Sept_September2020
Baca juga novel Sept yang lain
Dinikahi Milyader
suami Satu Malam
Dipaksa Menikah
Wanita Pilihan CEO
Dea I love you
Kanina Yang Ternoda
cinta yang terbelah
menikahi pria dewasa
Pernikahan Tanpa rasa
The Lost Mafia Boy
Menikahi pria Cacat
suamiku Pria Tulen
dokter Asha and KOMPOL Bimasena
crazy Rich
selengkapnya kalian bisa klik profile Sept
Terima kasih
Naga meraih satu buah anting yang terjatuh di lantai, itu pasti milik wanita yang semalam bersamanya. “Sial!” ia mengusap wajahnya dengan kasar, kemudian memasukkan anting itu ke dalam dompet warna hitam miliknya.
Selama berjalan menuju parkir di basment, wajahnya nampak berpikir keras. Pria itu kembali mengingat-ingat, apa saja yang ia lakukan semalam. Begitu sampai di depan mobilnya, perlahan ia membuka pintu. Terdiam sesaat, sekelibat bayangan wanita asing muncul dalam benaknya.
“Sial!” rutuknya berkali-kali. Ia merasa sudah melakukan kesalahan yang fatal. Bagaimana bila wanita itu di kemudian hari datang dan menuntut yang bukan-bukan? Kesal campur marah, saat masuk mobil dan duduk di balik kemudi. Ia mencengkram setir bundar tersebut.
Pasti ini ulah Citra, sorot matanya tajam ketika mengingat sosok perempuan yang bersamanya semalam sebelum ia ke hotel. Sebenarnya, semalam adalah acara jamuan makan malam bersama klien. Hanya saja, saat waktunya keluar. Naga ingat betul, Citra memberikannya minum.
Setelah itu tubuhnya bereaksi, apalagi sebelumnya memang di jamuan mereka pesta minum. Hanya tidak banyak, karena harus segera pulang. Di hotel yang sama tempatnya menginap. Sepertinya Citra sedang menjebaknya.
Tapi wanita asing itu? Apa suruhan Citra? Naga bertanya-tanya dalam hati. Wanita licik, sekretaris papanya itu memang sangat ingin menyingkirkan dirinya di perusahaan. Sejak ada affair dengan orang tua Sinaga, perempuan itu memang berlagak. Kini, Naga yakin. Semalam Citra sudah mulai main-main.
Pria itu meskipun mengemudi, tapi fokusnya tak kepada aspal hitam di jalan. Ia akan membalas sekretaris papanya itu. Hingga tidak terasa kini ia sampai di depan sebuah hunian mewah dengan pagar bercorak emas yang menjulang tinggi.
Kediaman Sinaga, pria tiga puluh lima tahun itu merupakan pewaris dari Sanrio Group. Rumahnya sangat mewah, terdiri dari tiga lantai dan dari luar pagar terlihat mencolok dari pada rumah yang lainnya. Mereka adalah keluarga konglomerat, pembisnis handal. Para kaum elit dengan jabatan yang tak tanggung-tanggung.
Akan tetapi, jangan tanyakan kehidupan keluarga mereka. Kaya harta juga kaya skandal. Tuan Taka yang merupakan pemilik dan pendiri Sanrio Group, sekaligus Papa dari Sinaga. Merupakan pria dengan banyak skandal.
Berkali-kali ia kepergok papparazi di sebuah klab malam dengan para gadis-gadis bayaran. Meski tak lagi muda, namun kehidupan Tuan Taka penuh dengan di kelilingi para wanita-wanita muda yang gila harta. Citra salah satunya, sekretaris yang tak tahu diri.
Wanita itu sepertinya yang membuat Naga sampai begini, pulang ke rumah dengan keadaan sangat kacau balau.
Begitu mobil di depan gerbang, satpam rumah langsung membuka pintu untuk Naga. Pria itu berhenti di halaman dan langsung masuk ke dalam.
“Siera!” panggilnya kepada istri yang baru ia nikahi setahun yang lalu. Tentunya bukan pernikahan karena cinta. Hanya pernikahan bisnis, guna mengembangan kedua bisnis keluarga.
“Dari mana saja!” tanya Siera yang penasara.
“Ada sesuatu yang ku urus.” Meskipun tak begitu saling mencintai, mereka akan hidup berdampingan seolah keluarga yang harmonis. Sama-sama bertahan pada pernikahan atas dasar perjodohan.
Setelah bertemu Siera, Naga langsung ke kamarnya. Pria itu bergegas masuk ke kamar mandi. Ketika tubuhnya sempurna diguyur air dari shower, ia merasakan perih di sekitar punggungnya. Naga berbalik, menatap kaca di belakangnya. Matanya terbelalak, menatap goresan yang masih terlihat baru.
Naga memejamkan mata sejenak, ingatannya kembali pada peristiwa semalam. “Sial!” kembali ia merutuk. Naga teringat dengan apa yang ia lakukan semalam. Makin penasaran lah ia pada wanita yang meninggalkan goresan kuku di belakang punggungnya itu.
Cukup lama ia hanya beridiri di depan cermin, memikirkan banyak hal. Siapa wanita itu? Wajahnya bahkan ia tak ingat, tapi bila bertemu lagi. Mungkin Naga akan ingat.
Sepanjang hari Naga hanya diam di dalam ruang kerja di dalam kediamannya. Kepalanya masih pusing, enggan rasanya berangkat ke kantor.
Tok tok tok
“Masuk!” ucapnya yang sudah menduga itu pasti Siera.
“Ada apa?” Baru masuk Siera sudah tahu ada sesuatu yang salah dengan suaminya.
“Tidak, hanya lelah.”
Siera hanya mangut-mangut, kemudian keluar lagi. Meningalkan Naga yang sepertinya ingin sendiri.
Di tempat yang berbeda, di sebuah apartemen mewah di tengah kota. Moza terlihat kucel, ia masih di atas ranjang.
SREKKK
Madam Antony menarik kain selimut yang menutupi tubuh Moza. “Moza ... mau sampai kapan kamu ngebo?” cibir Madam.
“Moza ngantuk, Madam!”
“Ish ... apa yang kamu lakukan semalam? Untung tamu kita tak jadi datang. Ia cancel karena ada masalah mendesak. Lalu, semalam kamu ke mana?” Madam penasaran. Moza baginya adalah tambang emas, namun juga bagai anak. Hanya saja ia terlalu keras pada Moza. Sehingga lebih mirip penyihir dari pada ibu peri bagi Moza yang tak punya arah dan tujuan dalam hidup yang keras ini.
“Ayolah Madam, Moza mau tidur lagi!” Moza langsung merebut selimut itu dan kembali meringkuk. Tubuhnya terasa amat lelah. Pria asing semalam benar-benar membuatnya kehilangan semua. Tidak ada tenaga yang tersisa untuk hari ini.
“Kamu bersama siapa semalam?” Madam Antony masih penasaran.
“Bolehkah Moza tidur?” rengek Moza yang benar-benar kurang tidur.
“Ish!” Kesal Madam pun memilih meninggalkan Moza, membiarkan anak pencetak uangnya itu untuk tidur kembali. Mengumpulkan tenaga, untuk ia pekerjakan besok lagi. Mengaet pria-pria kaya di luar sana.
Beberapa hari kemudian, di sebuah swalayan tepi jalan. Sore itu langit sudah berwarna senja merata, Naga memarkir mobilnya di depan sebuah swalan. Ia ingin membeli benda yang bisa mengepul, karena akhir-akhir ini ia merasa setres. Galau banyak pikiran setelah peristiwa malam itu.
Dari luar, Moza berniat masuk. Wanita dua puluh lima tahun itu ingin membeli sesuatu, sebuah kopi kemasan untuk mengusir rasa kantuk.
Keduanya tak sengaja mengantri bersebelahan di depan kasir, sama-sama tak menyadari kehadiran masing-masing. Sampai ketika Naga membayar, mengulurkan kartu untuk transaksi. Dan mengucapkan terima kasih saat kartu sudah dikembalikan padanya.
“Terima kasih!”
Naga berbalik, Moza langsung memalingkan wajahnya. Ia hapal dengan suara pria itu. Dan ciri-cirinya juga sekilas nampak sama.
“Astaga!” pekiknya.
Kerika Naga berjalan melewatinya, tiba-tiba Naga merasakan sesuatu yang aneh. Aroma parfum itu, meski nampak samar dalam ingatan. Tapi panca indra yang lain masih mengingatnya.
Moza yang merasa pria asing itu berhenti melangkah dan sepertinya sedang menatap ke arahnya. Langsung mengeluarkan dompet buru-buru untuk membayar.
Begitu berbalik, ia merasa lega. Karena pria asing itu sudah tidak ada lagi. Moza pun bisa bernapas lagi, dengan santai ia membuka pintu swalayan itu.
Settt
Sebuah tangan langsung menyambar lengannya.
“Siapa kamu?” ucap pemilik tangan, ia menatap tajam pada Moza yang kala itu langsung terperajat. Bersambung.
Ini adalah awal mimpi buruk bagi wanita tersebut. Kekacauan akan segera dimulai.
"Lepaskan!" ujar Moza dengan kesal.
Karena banyak orang di sekitar sana, terpaksa Naga melepaskan tangan wanita tersebut.
"Kita butuh bicara empat mata."
"Tidak ada yang perlu kita bicarakan, kita tidak memiliki hubungan apa-apa. Tolong jangan ganggu aku!" Moza memilih meninggalkan Naga yang masih berdiri di tempat.
Naga mengamati daerah sekitar, terlihat ramai. Tidak ingin memancing keributan. Ia pun langsung menuju mobil. Mengikuti ke mana mobil yang ditumpangi Moza pergi.
Moza sendiri tidak tahu, bahwa pria asing itu kini sedang mengikuti dirinya. Ia hanya terus mengemudi menuju apartemen miliknya.
Sampai di basement, ia memarkir mobilnya. Moza begitu buru-buru menuju lift. Ia ingin segera ke kamarnya, baru juga akan menekan tombol close pada lift. Tiba-tiba seorang pria langsung menyerobot masuk.
Mata Moza terbelalak saat mengetahui siapa pria yang kini satu lift dengan dirinya.
"Apa yang kamu lakukan?" pekik Moza menatap panik karena ternyata Naga mengikuti dirinya sampai ke apartment.
"Kau penguntit!" tuduh Moza yang tak terima diikuti.
"Penguntit?"
Naga menghela napas panjang, apa-apaan ini. Ia dikatakan penguntit? Pewaris Sanrio Group dikatakan penguntit? Hello! Dia adalah salah satu putra pemilik perusahaan terkemuka di negara ini. Mengapa ia dituduh penguntit? Tidak terima, Naga mencengkram kedua bahu Moza.
"Katakan! Siapa yang menyuruhmu?"
Naga salah paham, ia mengira Moza adalah suruhan Citra. Wanita yang kini jadi sekretaris papanya. Sekretaris sekaligus wanita yang terlihat affairs dengan pemilik Sanrio Group tersebut.
"Jangan gila!" Moza berusaha melepas cengkraman tangan Naga.
"Berapa dia membayarmu?" sorot mata Naga tajam, penuh selidik dan menuduh.
"Apa maksudumu? Lepaskan!"
Tiba-tiba pintu terbuka, kesempatan. Moza langsung lari dan kabur. Dua orang itu kejar-kejaran bak anak kecil.
"Jangan ikuti aku!" teriak Moza.
"Katakan siapa yang menyuruhmu!" teriak Naga sembari menyusul Moza yang terus berlari.
Ketika sudah sampai jalan buntu, Moza tak berkutik. Kini ia terdesak, tak bisa lari kemana-mana lagi.
"Mau lari ke mana lagi?" Keduanya mengambil napas dalam-dalam, ngos-ngosan setelah kejar-kejaran.
"Tolong, jangan mengusikku. Aku bahkan tak mengenali dirimu!" pinta Moza yang sudah terjepit keadaan.
"Cih!" Naga mendesis.
"Siapa yang menyuruhmu ke kamar hotelku?" sambung Naga dengan pertanyaan yang sama.
"Menyuruh?"
Mata Moza menatap nanar, ia tak percaya dengan apa yang didengar. Malam itu tidak ada yang menyuruhnya. Naga justru menyeretnya dengan paksa. Memperlakukan dirinya bagai sebuah barang.
Geram, kini ia menatap benci pada pria yang berdiri tegap di depannya itu.
"Jangan berbelit-belit, aku sangat hafal jenis wanita sepertimu!" cibir Naga.
"Jenis wanita? Memangnya aku wanita jenis apa?" Tantang Moza.
"Wanita murahan!" jawab Naga dengan lantang.
PLAKKKK
Ini adalah tamparan kedua, saat pipinya terasa sangat panas. Itu mengingatnya pada tamparan beberapa waktu silam.
Lama kelamaan Naga mulai teringat, semua rentetan kejadian. Mulai dari ia yang berjalan terhuyung-huyung. Mulai dari ia menarik tangan Moza dengan paksa. Sampai akhirnya, ia memaksa Moza untuk melayani dirinya yang sudah sangat terbakar.
"Sial!" pekiknya mengingat semua kejadian demi kejadian. Yang sudah ia lalui malam itu. Ia kemudian perlahan mengingat semuanya. Bagaimana caranya memperlakukan Moza dengan kasar dan penuh pemaksaan. Hingga terjawab sudah, sampai bagaimana ia mendapat goresan demi goresan di punggungnya.
"Tinggalkan tempat ini, banyak CCTV yang terpasang. Apa kamu ingin aku laporkan ke kepolisian? Hem?" Salak Moza dengan geram.
Naga lantas tersenyum remeh, karena merasa ini tak bagus. Naga memilih meninggalkan Moza.
Setelah kepergian Naga, Moza akhirnya merasa lega. Ia pun langsung masuk ke apartemen miliknya.
Bersandar pada sofa wanra lemon yang empuk tersebut. Mimpi apa semalam sampai bisa ketemu dengan orang itu? Moza mengusap wajahnya kasar. Benci pada pria pemaksa itu. Masih ingat dengan kejadian beberapa waktu lalu.
Ia kini hanya mampu memendam benci dan kesal secara bersamaan.
Sementara Naga, ia kini menatap tajam pada jalan di depannya. Mobilnya melaju dengan cepat, terlalu banyak pikiran dan pertanyaan yang berkecamuk di dalam kepalanya.
"Siapa dia?" batinnya.
Beberapa hari kemudian. Hari berganti hari, Naga mulai sedikit melupakan wanita yang pernah terlibat dengannya itu.
Namun, sepertinya takdir memang ingin mempertemukan mereka berdua. Di sebuah pesta perjamuan makan malam di sebuah hotel bintang lima di tengah kota.
Keduanya kembali tanpa sengaja berjumpa, tepat di sebuah lobby hotel tersebut.
Terlihat Moza yang akan masuk dengan seorang pria. Dilihat dari tampilan, seperti orang penting dan cukup kaya. Bahkan , Naga sepertinya familiar dengan pria yang bersama Moza tersebut.
Penasaran, Naga mengikuti dua orang itu. Hingga ia lupa tujuannya ke tempat ini.
Sampai di depan kamar hotel, Naga hanya bisa menatap nanar pada dua orang itu. Dilihatnya, mereka berdua masuk dan entah apa yang mereka lakukan.
Tidak tahu mengapa, Naga merasa terganggu dengan pemandangan yang cukup mengusik itu.
"Ada apa denganku? Dia bukan siapa-siapa!" batinnya. Namun matanya masih menatap ke pintu kamar hotel tersebut.
Tidak ingin memikirkan hal gila seperti ini, Naga pun berbalik. Ia melangkah menjauhi tempat yang mungkin akan jadi medan tempurnya.
Bibirnya melengkung, mengulas senyum dingin. Wanita itu mungkin hanya wanita penghibur, pikirnya.
Naga lantas berjalan terus, mencoba mengusir pikiran-pikiran yang terus mengusik.
BUKKK
Saat ia sedang berjalan keluar dari lorong kamar hotel tersebut, tiba-tiba ada yang menabrak dirinya.
Wanita itu terlihat berantakan, rambutnya kusut acak-acakan. Bajunya sobek, seperti dibuka dengan paksa. Sudut bibirnya mengeluarkan darah. Sepertinya ia habis mengalami kekerasan.
Moza menatap ke dalam mata Naga, seolah mengisyaratkan minta perlindungan. Di belakang Moza, sosok pria yang semula masuk bersama Moza. Menatap tak suka pada Naga.
Tubuh Moza bergetar, lidahnya keluh. Tak bisa lagi ia bicara. Moza seolah mendadak bisu, apa yang menimpanya barusan? Sepertinya membuat wanita itu shock.
Tahu bahwa wanita asing itu butuh bantuan, Naga langsung menarik tangan Moza ke belakang tubuhnya.
"Dia milikku sekarang! Pergilah ... sebelum aku laporkan ke pihak berwajib. Atau anda ingin langsung kita visum?" ucap Naga dengan tenang.
Tidak mau mempertaruhkan namanya, pria itu dengan geram meninggalkan Moza. Ia kesal, namun harus tahan. Sebab bila sampai ke media, maka namanya akan rusak.
Beberapa saat kemudian.
Keduanya sama-sama duduk di lobby, namun Moza sudah mengenakan jas hitam yang semula dikenakan Naga.
Pria tersebut merasa kasihan pada Moza, melihat kondisi Moza yang seperti ini.
"Mengapa dia menyakitimu?"
Suasana mendadak hening.
"Ini pekerjaanku!"
Naga tertegun sejenak.
"Pekerjaan?" Naga tak habis pikir, pekerjaan apa itu yang merendahkan martabat perempuan.
"Bila hanya menahan sakit, tidakkah memilih pekerjaan lain?"
"Tidak bisa, pekerjaan ini sudah mengikatku."
Naga tersenyum getir mendengar jawaban Moza.
"Wanita secantikmu, pasti bisa mencari pekerjaan lainnya."
"Ya ... cantik ... mereka mengatakan aku cantik. Kemudian perlahan mencekik leherku ... memukul dan menyerang bagai singa lapar!" ujar Moza dengan sarkas.
Naga langsung menelan ludah. Ia jadi tersindir. Bersambung.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!