NovelToon NovelToon

Shattered

Bab 1.

Rintikan hujan terus membasahi jalanan, Hazel menatap kearah jendela cafe sambil meminum secangkir coklat panas. Gadis berambut panjang itu menatap sendu tanpa bosan menatap jalan itu. Setelah menghabiskan cokelat panas favoritnya ia pun berjalan keluar cafe. Sambil memakai jaket hitam dengan tudung yang menutupi kepalanya, ia berlari kecil menuju tempat kerjanya yang tak jauh dari cafe.

"Wow, kau hampir telat Zel."seru Delia—sahabat Hazel sekaligus rekan kerjanya. Hazel hanya memberikan senyuman dan duduk ditempatnya.

"Berkas apa ini?" tanya Hazel melihat berkas yang terletak di meja kerjanya. Hazel langsung membuka berkas itu.

"Kasus baru, klien meminta kita untuk memenjarakan pelakunya." jelas Delia.

"Kasian sekali bocah ini," Hazel membaca berkas kasus yang dipegangnya. Kasus tabrak lari yang menyebabkan anak laki-laki berusia tujuh tahun tewas ditempat.

"Tulah, aku geram dengan pelakunya yang tak tau diri itu!" gerutu Delia.

"Maksudmu?"

"Pelaku itu tidak ingin dipenjara, dia juga membawa pengacaranya, Hazel kita harus menang dalam kasus ini!" serunya menggebu-gebu.

"Ya itu harus." ucap Hazel sambil fokus mempelajari kasus barunya ini. Tiba-tiba sekretaris atasannya memanggil Hazel.

"Nona Hazel, anda dipanggil pak Edzhar." ucap Zayn langsung pergi setelah memberitahu Hazel. Hazel hanya mengangguk pelan.

"Astaga sekretaris itu dingin sekali," gerutu Delia melihat Zayn yang terkenal dengan irit bicara, tidak mudah didekati oleh siapa pun. Hazel hanya mengangkat bahu tidak peduli, ia pun bergegas berjalan keluar ruangannya.

"Tolong pelajari lagi ya kasus itu, aku mau bertarung diatas," Hazel berdiri dari tempatnya sambil merapikan pakaiannya.

"Hah? Bertarung?" tanya Delia mengernyit bingung dengan ucapan Hazel.

"Cih, masa kau tidak tau...biasalah si raja Simba." gemas Hazel berjalan keluar ruangan.

Beberapa detik kemudian Delia baru paham, tergelak baru menyadari ucapan abstrud sahabatnya. Hazel menggeleng-geleng kepala melihat tingkah Delia.

"Hahaha semangat!" ledek Delia menatap kepergian Hazel yang sudah menutup pintu ruangan. Delia tahu gadis itu pasti mendengar ledekannya dari luar. Hazel berjalan kearah lift menuju ruangan atasannya. Sampai di sana Hazel terdiam di depan pintu sambil mengumpulkan energi untuk berdebat dengan atasannya itu.

Hanya Hazel yang berani berdebat dengan atasannya yang selalu marah tidak jelas. Pengacara lain tidak ada yang berani berkutik didepan atasannya, lebih baik mereka tidak berurusan dengan atasannya.

Hazel menghela napas dan mengetuk pintu

"Permisi pak,"

"Apa kamu tau ini sudah jam berapa?!" cerocos pria itu duduk di kursi kebesarannya menatap tajam kearah Hazel yang terlambat lima menit menemuinya.

"Maaf pak, saya ada sedikit urusan tadi." jawab Hazel pelan.

Edzhar menghela napas pelan lalu menghempas berkas yang dipegangnya tadi di atas mejanya.

"Saya ingin kamu mempelajari kasus ini!" titahnya menatap kearah Hazel.

"Saya Pak?" tanya Hazel menunjuk dirinya sendiri.

"Coba kamu liat sekeliling kamu, ada orang nggak selain kamu hah??" kesalnya sambil melonggarkan dasi yang ia kenakan.

"Ada pak, selain saya kan ada bapak disini." ucapnya polos menatap atasannya.

Bagai singa yang ingin menerkam mangsanya, Edzhar menatap dingin kearah Hazel. "Apa kamu mau dipecat?! Tidak usah berdebat panjang hari ini...saya udah stres tambah liat kamu makin naik tensi saya!!" gerutu Edzhar sambil memijat kepalanya.

Hazel hanya terkekeh lalu dengan segera ia mengambil berkas yang ada di atas meja Edzhar, tertegun dengan berkas yang dipegangnya.

"Pak bukannya ini kasusnya ditutup, kenapa bapak meminta saya mempelajari ini?" tanya Hazel.

"Lakukan saja apa yang saya minta, nanti kamu paham sendiri." ucap Edzhar berdiri dan menatap jendela besar ruangannya. Hazel kembali memperhatikan lagi berkas yang dipegangnya. Hazel tertarik dengan kasus ini, ia kemudian melihat foto-foto bukti pembunuhan yang tertera di berkas itu.

Aneh. Pikir Hazel setelah melihat bukti-bukti itu, ia melirik sekilas kearah atasannya yang masih setia menatap kearah luar. Hazel menutup berkas itu lalu berjalan kearah atasannya.

"Pak, di mana pelaku itu?" tanya Hazel.

Edzhar berbalik badan, sambil menghela napas,

"Tidak tau, seharusnya dia sudah keluar sekarang," lirih Edzhar kembali menatap luar.

Hazel tertegun tidak biasanya atasannya ini berbicara selemah itu. Hazel yakin ada hubungan Edzhar dengan Muaz, si pelaku pembunuhan lima tahun yang lalu.

"Kalau begitu saya permisi," pamit Hazel sambil membawa berkas, lalu berjalan keluar ruangan. Hazel berjalan cepat menuju ruangannya, tanpa sengaja ia mendorong keras pintu ruangan kerjanya.

Braak.

Delia yang mendengar itu langsung terkejut, ia menoleh kearah Hazel. "Hei, kau bikin jantungku keluar dari tempatnya!" gerutu Delia, namun gadis itu tetap baik dengan sabar ia menutup pintu ruangan.

"Oh maaf, aku tidak sengaja." sahutnya Hazel sambil menyusun kertas-kertas yang berantakan di mejanya, lalu meletakkan berkas itu disana.

"Berkas apa ini?" tanya Delia menghampiri Hazel.

"Berkas pembunuhan lima tahun yang lalu, Pak Edzhar suruh aku buka kasusnya lagi," jawab Hazel.

"Wow nggak biasanya Pak Edzhar membuka kasus," ucap Delia.

Hazel hanya diam, lalu ia kembali membuka berkas itu. Membaca secara detail kasus pembunuhan pria tampan yang membunuh kedua orang tua pria itu sendiri.

"OMG ganteng banget!!" pekik Delia langsung merampas foto dari tangan Hazel.

"Ya ampun sayang sekali ganteng-ganteng pembunuh, parahnya dia tega amat bunuh orangtuanya," lanjutnya lagi, lalu Delia melirik kearah foto-foto yang lain.

"Ooo ini yaa berita yg viral lima tahun tuh," gumam Delia.

"Pernah viral?" tanya Hazel yang tidak tahu mengenai berita heboh itu.

"Ya ampun Zel, berita ini sering dibicarakan waktu kita di kampus, masa kamu ngak dengar apa-apa berita ini sih," Delia langsung mengeluarkan ponselnya lalu menunjukkan berita lima tahun yang sempat viral di media sosialnya pada Hazel.

"Hehehe aku ngak terlalu peduli sih soal itu." cengirnya tanpa sengaja melirik berkas kasus baru yang baru mereka dapat tadi pagi.

"Del sudah dapat titik temunya?" tanya Hazel lagi.

"Udah, yang itu biar aja aku yang urus. kamu urus aja kasus abang ganteng ini, aku yakin ada alasan pak Edzhar suruh kamu buka kasus ini lagi." seru Delia.

Hazel mengangguk, ia pun kembali membaca skenario kasus pembunuhan itu. Hingga berjam-jam ia mempelajari kasus itu.

Sementara itu ditempat lain, pria yang baru saja keluar dari penjara menatap kosong kearah langit. Muaz menghela napas berat, lalu ditatapnya jam tangan yang sudah usang yang dikenakannya sekarang. Muaz berjalan melewati taman, namun ia kembali mendengar kata 'pembunuh' yang masih melekat dalam dirinya. Orang-orang disekitar taman terlihat takut, bahkan ada yang tergesa-gesa lari menjauhi Muaz. Walaupun begitu, Muaz tidak lagi peduli dengan ucapan mereka. Ia pun membiarkan orang-orang itu mencapnya sebagai pembunuh.

Muaz berjalan gontai tak tau arah. Lima tahun didalam jeruji besi, ia sudah banyak melihat perubahan dari kotanya. Tanpa terasa ia malah salah jalan, tiga orang preman berbadan besar menghadang jalannya.

"Wah...wah...ini si pembunuh yang terkenal itu?" ucap salah satu dari mereka. Muaz hanya diam menatap dingin kearah mereka.

"Minggir," ucap Muaz dingin sambil menggeser mereka, namun siapa sangka preman itu kembali menarik tangan Muaz dan membuat Muaz jatuh.

"Hahahaha, dasar lemah...katanya pembunuh tapi ini apa, cuih menyedihkan!" ledek mereka lagi.

Muaz berdiri lagi, menatap mereka dengan tatapan yang sulit diartikan. Salah satu dari mereka mencoba menarik tas yang dipegang Muaz. Tanpa basa-basi Muaz melintirkan tangan preman itu, dan menendang kuat preman itu. Seketika kedua preman yang tergelak tadi diam, melihat teman mereka, langsung menghajar Muaz.

Namun sayangnya mereka kalah cepat, Muaz langsung mematahkan kaki salah satu dari mereka, membuat mereka saling beradu dan jatuh bersamaan. Muaz langsung berjalan melewati ketiga preman yang tersungkur tadi. Tanpa memperdulikan rintihan ketiga preman itu.

Bab 2.

Muaz berhenti disebuah rumah kecil yang tak berpenghuni itu. Tanpa berpikir panjang ia masuk kedalam rumah yang tidak terkunci. Ia terlihat lelah dan butuh tempat berteduh. Sedangkan ia tidak memiliki uang setelah keluar dari penjara.

Muaz masuk kedalam rumah yang penuh debu dan kotor itu. Ia membersihkan sedikit barang yang menghalang jalannya. Ia pun mengibas sedikit sofa yang lusuh itu sebagai tempat istirahatnya malam ini. Setelah selesai ia langsung merebahkan dirinya diatas sofa.

Berjam-jam membaringkan dirinya tidak membuat mata memejam untuk tidur. Ia terus mencari posisi nyamannya namun tetap tidak bisa tidur. Muaz menghela napas pelan keluar dari rumah, tanpa sengaja matanya melihat pohon mangga. Merasa lapar Muaz memanjat pohon itu sambil mengambil beberapa petik buah mangga. Setelah itu ia langsung mengupas dengan menggigit mangga tersebut. Air matanya turun membasahi pipinya sambil menikmati mangga. Dimalam yang dingin sesenggukan memakan mangga dengan cepat. Perasaannya kini kacau sedih, takut, sesak bercampur menjadi satu. Masa lalunya masih terus menggerogotinya, semakin ia ingin lupakan semakin sesak ia rasakan.

Lima tahun dipenjara bukanlah hal yang mudah untuk Muaz, sering mendapat siksaan dan rudungan dari narapidana lain. Muaz yang sudah muak ia pun melatih dirinya menjadi lebih kuat sampai tidak ada yang berani berkutik melawannya. Muaz menjadi sosok pria yang dingin dan sangat ditakuti narapidana lainnya. Bahkan narapidana yang dulu sering menyiksanya kini menjadi budaknya selama dipenjara.

Setelah puas meratapi dirinya, ia langsung masuk kedalam rumah dan terlelap di sofa yang lusuh itu.

Sementara disisi lain, gadis yang baru saja pulang dari tempat kerjanya harus menarik napas berat menatap rumah mewahnya.

"Selamat malam nona," sapa Tina—asisten rumah Hazel.

"Tolong buatkan aku teh ya, Tin," seru Hazel langsung berjalan menaiki anak tangga. "Dimana orangtuaku, Tin?" tanyanya berhenti ditangga.

"Belum pulang non, sepertinya mereka lembur." ucap Hana pelan. Hazel hanya mengangguk pasrah langsung menuju kamarnya.

Hazel langsung merebahkan dirinya di kasur sambil menatap langit kamarnya. Teringat dengan berkas itu Hazel langsung bangkit dari tidurnya berjalan kearah kamar mandi untuk membersihkan dirinya dan membuka berkas itu diatas kasur.

Ia buka satu persatu foto-foto bukti, lalu ia tempelkan di dinding kamarnya. Setelah semua foto ia tempelkan, ia lihat satu persatu foto-foto itu. Lima puluh foto yang menjadi bukti kuat tersangka dihukum penjara.

"Semua foto-foto ini kuat mengarah ke pelaku, tapi ada yang aneh." gumamnya sambil berpikir memandang semua foto itu.

Tok...tok.

Hazel langsung melirik kearah pintu, "Masuk."

"Maaf non, ini tehnya." ucap Tina langsung meletakkan teh milik Hazel di atas nakas.

"Terimakasih Tina." ucap Hazel.

"Sama-sama non, saya permisi." pamit Tina langsung menutup pintu kamar Hazel. Hazel kembali fokus menatap foto-foto itu. Lalu melirik skenario kasus yang sempat ia tandai tadi dikantornya.

"Muaz Edmon Bark,diumurnya yang dua puluh dua tahun membunuh kedua orang tuanya, ckckck ya ampun...berarti sekarang umurnya dua puluh tujuh bukan?" gumamnya lagi.

"Kenapa dia melakukan itu? Kalau bukan masalah ekonomi berarti masalah pribadi kayaknya," gumam Hazel sambil menempel sticky note nya disamping foto-foto itu. Senyum lebar di wajah cantiknya yang semakin menarik dengan kasus Muaz.

"Wow semakin kesini semakin menarik, kalau mau selesai teka-teki kasus ini, aku harus temui pelakunya itu!" tekadnya dengan semangat namun senyuman itu pudar saat mendengar keributan dari luar kamarnya. Hazel tahu kedua orang tuanya baru saja pulang. Hazel berjalan kearah pintu sedikit membuka pintu sambil mengintip kedua orang tua berdebat didepan kamar mereka.

"Papi, bagaimana nih masa saham kita turun dua puluh persen!" gerutu Tresya—Maminya Hazel.

"Astaga mami, kan dah Papi bilang tadi nanti Papi carikan solusinya," jelas Evran—Papinya Hazel.

"Mami ngak mau tau, Papi harus carikan solusinya cepat!" tegas mami langsung masuk kedalam kamarnya. Evran langsung menyusul istrinya dikamar.

"Astaga, mereka masalah uang ributnya selangit!" gerutu Hazel menatap pintu kamar orang tuanya yang sudah tertutup rapat.

Hazel anak tunggal dari pasangan suami istri yang hanya sibuk mementingkan pekerjaan mereka dibanding anaknya sendiri. Dari kecil Hazel selalu berusaha mendapatkan perhatian kedua orang tuanya, namun orang tuanya tidak memperdulikan sama sekali. Setelah bertahun-tahun Hazel mencari perhatian orang tuanya dengan memenangkan beberapa perlombaan, bahkan lulus di universitas ternama tidak sekalipun dilirik oleh mereka. Sampai akhirnya ia pun tidak peduli lagi mendapat perhatian mereka, ia kini fokus untuk membahagiakan dirinya sendiri.

Hazel bertekad mencari uang murni dari keringatnya sendiri, tanpa campur tangan kedua orang tuanya. Diam-diam ia bekerja sampingan sambil kuliah. Setelah terkumpul tabungannya, ia pun diam-diam juga membeli apartemen untuk jaga-jaga jika terjadi sesuatu padanya.

"Huft, kasus Muaz lebih menarik dari kehidupanku." ia kembali masuk kedalam kamarnya. Ia langsung merebahkan dirinya dan terlelap.

Esok paginya Hazel langsung bersiap-siap mencari keberadaan Muaz yang ia yakini masa hukuman pria itu sudah habis. Dengan memakai kemeja biru dipadu celana jeans tak lupa memakai sneakers putih. Hazel langsung menguncir satu rambutnya menatap cermin.

"Sempurna." bangganya menatap dirinya di cermin. Hazel langsung keluar kamarnya dan menuruni tangga. Ia dapat melihat kedua orang tuanya sudah duduk di meja makan sambil memegang ponselnya masing-masing. Hazel duduk di tempatnya lalu mengambil beberapa sendok nasi goreng kedalam piringnya.

Sudah menjadi kebiasaan keluarga Hazel makan sambil memegang ponsel mereka, kecuali Hazel. ia fokus dengan cepat menghabiskan sarapannya.

"Mi, Pi Hazel berangkat dulu." pamit Hazel, hanya dianggukan keduanya. Hazel berjalan kearah luar rumah menuju bagasi rumahnya.

"Selamat pagi nona, apa ada yang bisa saya bantu?" tanya Emin—supir pribadi orang tua Hazel.

"Selamat pagi Pak. Tidak ada, saya mau pergi keluar." ucap Hazel menuju mobilnya.

"Baik Non, kalau begitu saya permisi." pamit Emin, Hazel mengangguk pelan lalu masuk kedalam mobilnya.

Tujuan pertama Hazel adalah menuju kantor polisi dimana Muaz dipenjara. Sampai di sana Hazel langsung menanyai keberadaan Muaz setelah lepas dari penjara. Setelah mendapat info itu Hazel langsung melajukan mobilnya menuju kediaman Muaz.

Sesampai disana, ia menggerutu kesal tidak menemukan siapa-siapa di rumah besar itu.

Cih, kemana dia?? Gerutu Hazel melihat sekeliling kompleks yang terlihat sepi. Hazel yakin penduduk di sana pada pindah semua setelah insiden dirumah besar ini. Hazel masuk kedalam mobilnya, keberuntungan berpihak padanya. Ia melihat laki-laki tinggi yang putih itu berjalan kearah rumah yang tadi dilihat Hazel. Laki-laki itu yang tak lain adalah Muaz sendiri.

Muaz berjalan sambil menatap kosong kearah rumahnya yang masih dikelilingi garis polisi. Muaz dapat melihat dengan jelas ingatan yang masih melekat di memorinya.

Apa benar dia seorang pembunuh? Tanya Hazel dalam hati tak percaya melihat raut wajah Muaz. Wajah yang menatap kosong kearah rumah mewah itu. Hazel semakin penasaran, ia pun memutuskan mengikuti Muaz seharian sebelum menemui pria itu secara langsung.

Hazel memarkirkan mobilnya dan mengikuti Muaz. Sambil memakai jaket hitam dan maskernya ia berjalan membututi Muaz. Hingga sore Hazel tetap mengikuti Muaz. Ia baru menyadari sudah melewati jalan ini sembilan kali. Hazel berhenti lalu menatap punggung Muaz yang kian makin menjauh berjalan.

Apa dia menyadari keberadaanku? Gumam Hazel, lalu ia mendongak ke depan terkejut tidak melihat Muaz didepannya. Tanpa ia sadari Muaz berdiri dibelakangnya.

Deg.

"Siapa kau?" tanya pria itu dengan tatapan dingin kearah Hazel, Hazel langsung berbalik badan dan terdiam menatap Muaz yang kini ada didepan matanya.

Bab 3.

Hazel membeku menatap pria didepannya ini, bukan takut melainkan kagum menatap makhluk ciptaan Tuhan didepannya ini. Sejenak lupa dengan latar belakang pria ini. Muaz mengernyit bingung menatap gadis didepannya ini diam. Beberapa detik kemudian ia paham, mungkin gadis ini takut melihatnya. Muaz menghela napas lalu berjalan mendahului gadis itu.

Hazel langsung tersadar dari lamunannya, ia pun langsung berjalan menyesuaikan langkah kakinya dengan Muaz. Muaz langsung berhenti dan menatap tajam kearah gadis disampingnya ini.

"Mau apa kau?!" tanya Muaz ketus.

Hazel tersenyum dibalik maskernya, ia menatap pria didepannya lagi.

"Perkenalkan namaku Hazel Blaire," seru Hazel sambil mengulurkan tangannya pada Muaz. Muaz hanya memandangnya dingin seolah tidak suka keberadaannya disini. Hazel menghela napas dan membuka maskernya.

"Bisa kita bicara sebentar? Tapi nggak disini," ajak Hazel pelan berharap Muaz mau ikut bersamanya.

"Untuk apa? Kau ada urusan apa denganku huh?!" ketus Muaz.

Hazel menghela napas."Aku seorang pengacara, dan tujuanku di sini ingin membuka kembali kasus mu," jelasnya.

Muaz yang mendengar penjelasan gadis didepannya dengan cepat mencengkram kerah kemeja Hazel. "Kau jangan pernah berani mengganggu urusanku, jangan pernah membuka kasus itu lagi!" menatap Hazel dengan tatapan mematikan.

Hazel terkejut dengan tindakan Muaz, ia langsung tersenyum seringai. "Aku akan tetap buka kasus itu, walaupun kau melarangnya."

Muaz tertegun dengan keberanian gadis ini yang tidak takut sama sekali dengannya, apalagi di tempat sepi seperti ini.

"Apa keuntungannya kalau kau membuka kasus ku?" tanya Muaz yang masih mencengkram kerah kemeja Hazel, ia harus tau alasan gadis ini.

Hazel menepis kuat tangan Muaz yang mencengkram kemejanya. "Aku belum tau, tapi kasus itu ada yang janggal bagiku," jelas Hazel.

"Apa maksudmu?" tanya Muaz penasaran.

"Ada beberapa barang bukti tidak sesuai dengan skenario dalam kasusnya, apalagi saksi tidak ada ditempat, jadi menurutku ada beberapa bukti yang lain hilang," jelas Hazel lagi.

"Cukup, jika kau tidak tau apa-apa jangan pernah menyentuh kasus ku!" kesal Muaz, ia sudah muak dengan hal yang menyangkut pembahasan itu. Muaz langsung berjalan mendahului gadis itu. Hazel menatap punggung pria tampan itu sambil tersenyum.

"Semakin menarik, akan aku gali lebih dalam kasus mu Muaz Edmon Bark!" melirik jam tangannya.

"Huft...aku harus pulang," saat Hazel berbalik ia melihat dua orang pemabuk berjalan kearahnya. Sambil memutar bola matanya, ia menggulung lengan kemejanya keatas, ancang-ancang mau menghajar mereka. Kedua pria preman itu tersenyum seringai menatap Hazel seperti mangsa bagi mereka.

Sial, aku nggak akan menang lawan mereka berdua. gerutu Hazel dalam hati.

Hazel langsung melempar botol didekatnya tepat mengenai salah satu kepala preman itu dan berlari kencang kearah yang berlawanan dengan tempat mobilnya berada. Kedua preman itu juga berlari mengejarnya, Hazel semakin mempercepat larinya berharap keluar menemukan jalan besar. Antara panik dan bingung Hazel terus berlari tanpa tau arah membuatnya tanpa sengaja tersandung akar pohon. Hazel terjatuh, lalu ia berusaha menahan sakit kakinya merangkak bersembunyi di balik pohon mangga itu. Berharap kedua preman tadi tidak menemukannya disini.

"Dimana gadis itu?!" tanya salah satu preman itu sambil melihat sekeliling mereka.

"Sudahlah, kita cari mangsa yang lain aja, kali ini harus dapat!" kata preman yang satu lagi. Kedua preman itu pergi dari tempat itu. Hazel menghela napas lega, sambil memegang kakinya mulai membiru ia bersandar di pohon sambil menatap keatas.

Hazel mengerjap matanya berkali-kali melihat seseorang berada di atas pohon yang ia sandarkan tadi. Cukup lama ia baru menyadari jika memang ada orang diatas sana.

"Muaz?!"

Muaz menatap Hazel dari atas pohon, lalu melirik kearah kaki kanan Hazel yang terlihat memar pada kaki gadis itu. Muaz langsung turun dan tanpa permisi mengangkat Hazel. Hazel terkejut dan memberontak meminta pria itu menurunkannya.

"Diam atau ku lempar kau!" ancamnya lalu berjalan kedalam rumahnya, menurunkan Hazel di atas sofa Muaz. Ia langsung mengambil air dan kain lalu membawa kearah Hazel.

"Tuh, obati lebam kau dulu!" Seru Muaz meletakkan air dan kain itu dimeja. Hazel melihat sekeliling ruangan itu, terlihat lusuh dan kotor.

"Kau kesini pakai apa?" tanya Muaz pada Hazel.

"Apa?"

"Huft, kau kesini gunakan apa? Mobil, motor atau apa?" tanya Muaz kesal dengan gadis disampingnya itu.

"Oh, aku pakai mobil. Memangnya kenapa?" tanya Hazel penasaran.

"Mana kunci mobilmu?" tanya Muaz mengacuhkan pertanyaan Hazel.

"Untuk apa?" tanya Hazel mengernyit bingung.

"Biar aku bawa kesini, kau harus pulang." ucapnya lalu merampas jaket Hazel dan mengambil kunci mobil didalamnya.

"Hei, bagaimana kau tau kunci itu ada disana??" terkejut dengan tindakan Muaz yang tahu keberadaan kuncinya.

Gila bagaimana dia bisa tau? Gumam Hazel dalam hati.

Muaz tidak menghiraukan Hazel, tinggallah Hazel sendirian dirumah itu. Hazel langsung membasahi kain dengan air dan mengusap pada luka lebamnya.

"Ugh." Hazel meringis sambil mengusap lebamnya dengan kain basah.

Kenapa dia tinggal disini? Dan ini rumah siapa? Pikir Hazel heran melihat sekeliling ruangan itu. Terdengar suara deruman mobil didepan rumah itu. Hazel tertatih-tatih mengintip dibalik jendela.

Wow dia cepat juga. Gumam Hazel kagum mengamati dibalik jendela. Tidak menyangka jika orang yang ingin ia selidiki malah memakirkan mobilnya. Sungguh lucu takdir ini.

"Sedang apa kau di sana?" tanya Muaz mendapati Hazel berdiri didekat jendela.

"Aku sedang berdiri, apa kau tidak lihat?" jawab Hazel dengan ketus ia pun dengan tertatih-tatih berjalan kearah sofa.

"Pulanglah!" usir Muaz menatap tajam kearah Hazel

Ya tuhan ini manusia ada hati nggak sih? Masa orang cedera gini disuruh pulang sendiri. Gerutu Hazel menatap Muaz.

"Kau mau aku lempar keluar atau jalan sendiri?" ancamnya sambil membuka pintu lebar. Hazel berdecak kesal menyambar jaketnya lalu berjalan pelan keluar rumah. Muaz hanya diam melihat Hazel berjalan kearah mobilnya. Namun gadis itu berbalik badan menatap Muaz.

"Terimakasih." ucapnya pelan lalu masuk kedalam mobilnya. Muaz tidak menjawab gadis itu, setelah memastikan gadis itu sudah masuk kedalam mobil barulah ia menutup pintu rumahnya.

Hazel yang melihat itu kesal sendiri, melirik sekali lagi kearah rumah lusuh itu barulah ia menancap gas meninggalkan kompleks itu. Di tengah perjalanan Hazel merasa lapar. Tentu saja lapar bagaimana tidak Hazel membututi Muaz seharian dan ditambah lagi kesialan yang dialaminya sekarang. Hazel melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul sembilan malam. Ia pun dengan cepat pulang ke rumah.

Hazel terlihat bingung, rumahnya kini tampak ramai. banyak mobil mewah terparkir dihalaman rumahnya.

"Pak, apa ada acara didalam?" tanya Hazel pada satpam rumahnya.

"Iya Non, acara kolega Nyonya sama Tuan besar Non." jelas satpam itu. Hazel menghela napas.

"Ya sudah, bilang sama mereka saya nginap di rumah Delia yaa." ucap Hazel dari dalam mobilnya.

"Baik non." jawab satpam itu.

Hazel langsung memundurkan mobil dari halaman rumahnya, ia pun langsung menancap gas kerumah Delia. Hazel langsung memberi pesan kepada Delia jika ia menginap dirumah sahabatnya.

Kedatangan Hazel disambut Delia didepan pagar. Hazel langsung memarkirkan mobilnya di bagasi rumah Delia.

"Hei, kenapa kamu nggak masuk kerja hari ini Zel?" tanya Delia sambil membuka pintu rumahnya.

"Aku lagi selidiki kasus itu," ucap Hazel pelan sambil berjalan pelan mengikuti Delia.

"Ooo kasus abang ganteng yaa...gimana dah ada perkembangan?" tanya Delia penasaran.

"Belum ada," jawab Hazel berjalan pelan masuk kedalam rumah. Delia yang heran melihat cara jalan Hazel. Baginya hari ini sungguh melelahkan.

"Hazel, kenapa kakimu?" tanya Delia sambil membantu Hazel duduk disofa.

"Aku jatuh abis dikejar preman," jawab Hazel pelan.

"Astaga, kau ini abis dari mana sih?" tanya Delia melihat penampilan Hazel berantakan.

"Kan udah ku bilang, abis dikejar preman," gemas Hazel menatap Delia. Delia hanya menyengir sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal.

"Del aku lapar," ucap Hazel dengan polos.

"Kuy ke dapur, lagian orang tuaku lagi keluar kota, jadi tinggal kita bebas disini." jelas Delia.

Hazel menatap langit rumah Delia. Mengingat lagi kesialannya selama satu hari ini. Hazel mengetik sesuatu di ponselnya. Sedikit demi sedikit mulai terkuak kasusnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!