Siapa yang melahirkan ku, siapa ayah ku. Di mana mereka berada, apa tidak sedikitpun rasa rindu yang mereka sisa kan untuk ku ?.
Mengapa tidak mencari ku ?
Apa mereka melupakan ku ?
Pertanyaan itu timbul sejak aku masi kecil, namun tidak satu pun jawaban yang ku dapatkan.
Aku Seira Azahra nama yang di berikan keluarga angkat ku. Aku lahir di Tembesi kecamatan Sagulung, Kota Batam, berdarah Aceh, namun aku tumbuh besar di sebuah dusun kecil di Pulau Flores.
Aku menaiki angkutan umum menuju rumah teman ku, dengan membawa beberapa barang yang aku butuhkan.
Aku berniat meninggalkan rumah kedua orang tua angkat ku, karena di sana bagai neraka. Aku merasa tidak di inginkan. Mereka memperlakukanku seperti seorang babu.
Sangat berbeda dengan keluarga angkat ku di Flores. Nenek dan kakek sangat menyayangi ku. Begitu juga dengan kakak dari ibu angkat ku, juga anak anaknya.
Aku teringat akan Maira Azahra anak dari kakaknya ibu angkat ku.
Maira suda menikah dua tahun lalu dengan Erik Cristian Soares, seorang Polisi berdarah campuran Flores dan Timur Leste.
Aku merasa hidup Maira sangat beruntung. Walaupun tidak punya Ayah, Maira mempunyai ayah tiri dan keluarga yang sangat menyayangi nya, di tambah lagi suaminya sangat mencintainya. Dalam hati aku sangat iri dengan hidupnya. Mengapa takdir kami tidak sama padahal kami di besarkan bersama sama, oleh kakek dan nenek kami.
Aku meraih ponsel ku, ku cari nama Maira yang aku simpan di sana dengan nama Kak Maira,
kami seumuran, aku lebih senang memanggilnya Kakak karena telah menikah terlebih dahulu.
"Kak, aku mau pulang aja lah ke Flores, di sini aku tidak pernah di perlakukan dengan baik."
"Ya baik lah, lebih baik kamu bantu aku di cafe, dari pada di situ, kamu bahkan tidak pernah mengirim uang gaji mu untuk nenek. Ingat kamu yang besarin kamu itu nenek. Mereka yang mengatasnamakan orang tua mu tidak peduli sedikit pun dengan mu. Pulang lah aku akan mengirim ongkos pulang mu."
Begitu lah jawaban dari Maira, aku sangat senang, karena akhirnya aku bisa pulang ke kampung.
Angkot yang membawa ku tiba di depan rumah sahabat ku.
"Ayo Seira masuk."
Ajak Ami sahabat ku asal Bandung.
Aku pun masuk menuju kamar Ami dan beristirahat sejenak.
Aku merasa sedikit aneh dengan badan ku, ***** makan ku bertambah, dan suda tiga bulan aku belum sama sekali mendapat tamu bulanan.
"Apa aku hamil."
Pikirku dalam hati. Aku sangat takut, namun aku tidak berani berbicara kepada siapa pun. Aku memilih menyimpannya sendiri.
Sehari aku di tempat Ami, aku kembali di jemput paksa oleh kedua Paman ku, adik dari Ibu angkat ku.
Paman Reza dan Paman Tomy. Aku merasa takut untuk pulang ke tempat paman ku. Walaupun mereka memperlakukan aku dengan baik.
"Aku harus cari cara agar bisa pulang ke Flores."
Sesampainya di rumah paman Reza, aku langsung istrahat di kamar, setelah bertemu Nenek ku yang baru tiba dua hari lalu dari Flores.
"Seira apa kau sedang sakit, aku melihat mu sangat pucat." Tanya Bibi Farah istri Paman Reza kepada ku.
"Tidak bibi." jawab ku sedikit gugup.
"Bibi akan meminta nenek memeriksa mu." Lalu bergegas keluar meninggalkan ku sendiri.
"Kamu hamil??." Tanya nenek seraya memanggil bibi dan paman ku.
Aku terus menyangkal dengan berbagai macam alibi. Aku berdalih nenek ku mungkin salah mengecek keadaan ku, tidak mungkin aku hamil.
Aku tau nenek ku adalah seorang Bidan, merangkap sebagai tukang pijat, beliau biasa memijat ibu hamil, melalui tangannya beliau bisa tau usia berapa kandungan ku.
Pagi harinya aku di antar Bibi ku ke sebuah Klinik untuk membuktikan kebenaran tentang kehamilan ku.
Setelah mengetahui hasilnya bibi ku hanya diam, dan segera mengajak ku pulang.
"Duduk Seira, aku akan memanggilkan semua keluarga, untuk melihat hasil pemeriksaan mu.
Jantung ku terus berdenyut kencang, aku merasa sangat takut, mulai gelisah. Aku benar benar pasrah akan keadaan ini. Ya Allah selamatkan aku , teriak ku dalam hati.
Satu jam kemudian semua keluarga berkumpul di ruang tamu kediaman Paman Reza.
"Ini hasilnya." Bibi Farah lalu menyerahkan hasil pemeriksaannya, membuat semua yang membaca kaget, namun masi berusaha untuk tenang.
"Seira jujurlah , siapa ayah dari bayi yang kamu kandung. " Tanya Paman Tomy, seraya menatap ku dengan tatapan tajam.
Aku sangat takut untuk menjawab , aku menangis sejadi jadinya.
"Seira berhenti lah menangis, beritahu kami siapa laki laki itu."
Pertanyaan itu keluar dari mulut wanita tua yang membesarkan ku.
Aku tidak sanggup menjawabnya. Aku sangat takut, dan masi terus menangis menundukkan wajah ku .
"Seira !!!. Ini ketiga kalinya, jawablah dengan jujur , biar semua tenang, kita akan cari solusi bersama setelah ini, jangan takut."
Perkataan itu keluar dari mulut paman Reza yang berusaha menahan emosinya.
"Dika." Jawab ku sambil terus menunduk.
"Dika siapa ?." Tanya bibi ku lagi.
"Dika adik ku."
Semua yang mendengar jawaban itu bak di sambar petir, bagai terhantam bongkahan batu, sungguh ini adalah pukulan terbesar bagi semua yang hadir saat itu.
Kedua paman ku terus bertanya dan jawaban ku masi sama.
Aku melihat wanita tua yang membesarkan ku menangis sejadi jadinya.
"Kenapa kau sangat bodoh Seira , kenapa kau menuruti keinginannya, kenapa baru sekarang kau ingin pergi, kenapa tidak lakukan sejak awal, kenapa aku membesarkan perempuan bodok seperti mu. Apa kau tidak berpikir akan jadi apa semua ini nantinya. Ya Allah semua akan kacau Seira, semua akan berantakan."
Nenek ku terus meratapi kebodohan ku. Ya aku akui aku memang bodoh, kenapa tidak dari dulu aku pergi, jika dulu aku mendengarkan Maira. Aku pasti tidak akan seperti ini. Semuanya suda hancur, aku tidak tau apa yang harus ku perbuat , aku hanya pasrah. Menunggu kedua paman ku menyelesaikan masalah ini.
"Kau lihat Maira ?, kalian sama sama aku besarkan dengan kasih sayang. Dengan keringat yang mengalir di sekujur tubuhku, aku menghasilkan uang untuk membesar kan kalian. Seharusnya kau belajar dari Maira. Itu lah alasan mengapa Maira selalu cerewet dengan mu. Aku selalu berharap kau hidup dengan bahagia, bahkan lebih dari yang Maira dapatkan. Agar setimpal dengan apa yang menimpa mu sejak kau lahir ke dunia. Aku hanya ingin melihat kau dan Maira bahagia di hari tua ku ini."
Sambil menangis Nenek ku terus berbicara menasihati ku, semua suda terlambat, aku menyesalinya. Aku terus menangis meratapi kebodohan ku, bagaimana dengan nasib anak ku nanti.
"Seira coba saja jika waktu itu kau tetap tinggal di kampung, pasti semuanya tidak akan seperti ini, aku menangisi nasib mu yang malang ini."
Bibi ku hanya menyaksikan itu dari ruang makan, sambil duduk di bersandar di dinding, dan terus memijat pelipisnya. Pening yang ia rasakan.
"Seira Masuk lah ke kamar. Istrahat lah, tenangkan pikiran mu."
Aku langsung mematuhi perintah Nenek ku.
Pikiran ku kosong , aku tak tau harus berbuat apa, semuanya hancur berantakan tanpa bisa aku perbaiki kembali.
Tiba tiba saja terdengar keributan di ruang tamu, Berbagai macam cacian dan kata kata kasar yang di lontarkan ibu angkat ku.
"Siapa yang menghamili anak sialan itu ?." Tanya Bu Aini penuh selidik pada kedua adiknya.
Tidak tau harus menjawab apa semua akan hancur. Kedua laki laki itu hanya menunduk sambil memegangi jidatnya.
Seperti apa kemarahannya jik tau yang menghamili Seira adalah putranya sendiri.
"Apa kalian tuli !.
Aku bertanya Siapa yang menghamili anak sialan itu ?."
Bu Aini berkata dengan suara keras.
"Dii..kaa putra mu."
Kini Tomy lah yang menjawab.
Membuat kaget Bu Aini. Matanya membulat lebar. Seolah akan menelan orang yang berada di hadapannya dengan kedua matanya.
Tidak ! tidak mungkin, perempuan itu pasti berbohong, tidak mungkin Dika. Anak ku bahkan baru duduk di kelas 1 SMA , tidak mungkin anak ku.
Bu Aini masuk ke dalam kamar Seira, di tariknya wanita itu dari atas tempat tidurnya dan di hempaskan ke lantai.
" Anak tidak tau diri, berani beraninya kau menuduh anak ku." Bu Aini memegang dagu Seira dan di cekik kuat sehingga Seira meringis kesakitan.
Dengar !
Kata Bu Aini sambil mengarahkan wajah Seira berdekatan dengan wajahnya.
"Aku tidak peduli siapa ayah dari anak yang kamu kandung, asalkan jangan membuat kebohongan dengan menghancurkan nama baik anak dan keluarga ku." Kata Bu Aini dengan tatapan membunuh.
***
Aku memungut mu, memberikan mu kasih sayang yang tulus sebagai Putri ku, apa begini cara mu ?. Kau membuang kotoran di wajah ku, memfitnah anak ku, mulai hari ini aku bukan Ibu mu lagi.
Dika adik angkatnya itu tidak mengakui perbuatannya. Malah menuduh Seira memfitnah dirinya.
Bu Aini Ibu angkat Seira marah pada kedua Adiknya, masi mau membela dan menampung Seira yang suda menorehkan aib pada keluarganya.
Kata kata itu masi terus terngiang di telinga Seira, sedih tentu saja. Kini ia kembali menjadi yatim piatu. Tak ada tempat untuknya bersandar dan berkeluh kesah.
Seira sangat bersyukur.
Kebaikan hati Pamannya yang masi mau menampung diri yang penuh aib itu. Melihat wajah Bibinya yang selalu murung ketika ia bangun telat di pagi hari, karena malam tak bisa tidur memikirkan nasibnya yang begitu malang .
Ingin rasanya Seira mengakhiri hidupnya ketika mendengar gunjingan para tetangga.
Namun ia masi menyayangi nyawa yang tidak berdosa yang hadir tak tau malu dalam rahimnya.
Di kota Batam Seira di lahirkan. Di kota Batam juga Seira tinggal di sebuah gubuk kecil dengan kondisi Ayah angkatnya pak Anto sedang sakit keras.
Seira yang masi berumur tiga bulan, kekurangan asupan gizi. Asi dari sang Ibu pun tidak ia rasakan karena meninggal setelah melahirkan Seira. Ayah kandungnya seolah tidak peduli dengannya memilih merantau Negeri Jiran Malaysia, tanpa mencari atau menanyakan keadaan Seira.
Sampai suatu hari kabar tentangnya terdengar di telinga Aini ibu angkatnya.
Merasa iba bu Aini dan suaminya Pak Andre mengambil alih untuk mengasuh Seira ketika pak Anto meninggal dunia.
"Bawalah anak ini ke Flores Aini. Besarkan dia di sana, jika tidak istri ku akan mengambil dan menjualnya."
Begitulah pesan terakhir dari pak Anto, membuat bu Aini membawa Seira dan membiarkan Seira di besarkan oleh kedua orang tuanya.
Mengingat istrinya pak Anto, yang bernama bu Latifah sedang mengidap gangguan jiwa. Hingga tidak pernah terlihat berada di rumah,ia datang dan pergi sesuka hati. Selalu bertengkar dengan suaminya karena masi mau merawat Seira. Ia berpikir lebih baik anak itu di jual dan mereka akan mendapatkan banyak uang. Entah dari mana ide gila istrinya itu muncul.
Di tengah malam yang sunyi, Seira menangis mengingat cerita demi cerita yang ia dengar dari Pamannya.
Ia bersyukur setidaknya masi ada yang memberikan sedikit kebaikan untuknya.
Ketika sakit itu datang, ketika ngidam, Seira memilih menahan semuanya. Ia tak ingin merepotkan kedua pamannya. Suda cukup beban pikiran yang di terima oleh kedua pamannya.
Retaknya hubungan persaudaraan, berselisih paham, saling menghujat, banyak yang Seira dengar. Itu semua hanya karena membelanya.
Apa aku di lahirkan untuk menjadi petaka bagi orang lain ?.
Allah mengapa cobaan ini begitu berat.
Seira ingin pulang ke Flores. Di sana ada Nenek dan juga bu Aisya yang menyayanginya, tanpa membedah bedah kan ia dan Maira
Kasih sayang yang begitu nyata ia dapatkan dari kedua wanita itu. Kini dirinya nelangsa Penderitaan seolah tiada henti yang ia dapatkan. Mengandung benih adik angkatnya sendiri, orang tua angkatnya membuangnya. Begitu juga dengan semua saudara angkatnya.
Semua merasa malu dan jijik padanya. Tidak ada yang percaya dengan cerita nya, membuat Seira semakin merasa sakit.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!