"Sayang kau di mana?"
'......'
Nadine mematikan ponselnya sebelum sang kekasih menyelesaikan kalimat jawaban.
"Selalu saja sibuk, bahkan tidak punya waktu menjemputku," umpat Nadine kesal sambil matanya mengarah keluar jendela mobil yang membawanya dari bandara menuju pulang ke rumah.
Nadine Calista Rinaldi, perempuan cantik putri sulung dari seorang konglomerat penguasa bisnis bahkan hampir separuh kota adalah kekayaannya.
Akan berusia 25 tahun bulan depan, Nadine seperti itu ia di sapa, gadis cantik terlahir dari keluarga kaya raya yang membuat gadis ini tumbuh tanpa didikan etika, gadis sombong dan angkuh itu baru saja pulang dari berlibur di luar negeri bersama teman-temannya sesama sosialita.
Iya Nadine adalah gadis yang royal pada teman-temannya, suka berfoya-foya dan berdandan serba mahal.
Pulang ke tanah air karena di desak ibunya yang mengatakan bahwa ayahnya tengah kritis di rumah sakit.
Bukannya khawatir Nadine malah memikirkan kekasihnya yang akhir-akhir ini bersikap berbeda, ia melemparkan ponsel mahalnya sembarang, membuat sopir yang sejak tadi mendengar dan sesekali melirik majikannya lewat spion itu pun menjadi ciut.
Karena sibuk takut akan amukan sang nona majikan membuat sang sopir menjadi tidak fokus untuk mengemudi dengan baik.
Nadine yang sedang memandang hiruk pikuk keramaian kota dengan perasaan kesal lagi marah itu tiba-tiba terkejut saat mobil yang membawanya berhenti mendadak.
Mata tajamnya menatap punggung sang sopir dengan kesal.
"Kenapa berhenti?"
"Maa... Maaf nona, saya sepertinya menabrak seseorang," jawab sang sopir ketakutan.
"Ck.... kau bisa menyetir atau tidak, segera urus aku tidak mau tahu," perintah Nadine yang sudah melihat seorang pria mengetuk pintu kaca mobil bagian kemudi.
"Baik nona," segera pria yang umurnya sudah berkepala empat itu membuka pintu mobil dan keluar berniat menghadapi dan bertanggung jawab atas perbuatannya.
"Maaf tuan, berhati-hatilah mengemudi kau sudah menabrak keponakan ku," ucap seorang pria bertubuh tinggi yang anak kecil perempuan memeluknya dalam gendongan ketakutan dan menangis.
"Saya yang seharusnya meminta maaf, apa anak ini terluka? jika iya, ayo kita berdamai di sini saja, saya akan bayar sebagai bentuk tanggung jawab, tetapi maaf saya tidak bisa mengantar ke rumah sakit, majikan saya tengah terburu," sang sopir memberi alasan pada pria yang berdiri di hadapannya.
"Apa aku terlihat meminta uang dari kecelakaan ini?" jawab sang pria tersinggung.
Nadine keluar dari mobil karena merasa kesal lama menunggu, gadis yang memakai rok jeans mini dipadu atasan crop yang sedikit menampilkan bagian perut yang terbuka itu datang dengan uang yang banyak di tangannya.
Tanpa basa basi, Nadine melempar lembaran uang seratus ribuan yang banyak pada pria yang masih menggendong tubuh mungil anak perempuan yang masih menangis dan tampak luka lecet di tangannya.
"Itu untuk berobat putrimu, minggirlah aku sedang malas berdebat dengan seseorang seperti kalian," ucap Nadine tajam.
Sang pria menoleh, matanya menatap jelas wajah angkuh gadis cantik yang baru saja menghinanya dengan uang yang banyak.
"Kenapa menatap ku seperti itu? apa masih kurang? sisanya bisa ku transfer sebutkan saja nomor rekeningmu, ambil uang itu segera pergi dari hadapan mobilku, aku tidak punya waktu untuk hal sekecil ini," ucap Nadine lagi dengan enteng sambil kedua tangan ke dada membalas tatapan pria itu tanpa takut.
Sang pria yang tangannya masih mengusap punggung anak kecil itupun seketika menjadi geram.
"Maaf nona, aku kira kau salah orang. Lain kali berhati-hatilah meski jalan raya ini sekalipun adalah milikmu," jawab sang pria meninggalkan Nadine dan sopirnya yang berdiri mematung.
######
Jangan lupa tinggalkan jejak like dan komentnya ya.
Farhan menggendong gadis kecil itu menjauh dari jalan raya, mereka baru saja pulang dari membeli es krim namun ketika hendak menyebrang jalan Zia menjatuhkan es krim yang ia pegang disaat yang sama terdapat sebuah mobil melaju dengan kecepatan sedang hampir menabrak gadis berumur lima tahun itu jika tidak segera Farhan melindunginya.
Namun tetap saja Zia mendapat luka lecet pada kakinya yang membuat ia menangis merasa kesakitan membuat Farhan menegur si pengemudi yang langsung keluar mobil meminta maaf, namun yang membuat pria ini gerah ketika sang majikan sopir itu ikut keluar melemparkan sejumlah uang sebagai ganti rugi.
"Maaf nona, aku kira kau salah orang. Lain kali berhati-hatilah meski jalan raya ini sekalipun adalah milikmu," jawab Farhan sebelum meninggalkan gadis angkuh bersama uang yang berserakan di hadapannya.
Dada pria ini bergemuruh, jika saja bukan seorang wanita mungkin sudah ia tutup mulut wanita itu dengan sebuah tinju.
Meredamkan emosi dengan memeluk Zia yang perlahan berhenti menangis dan membeli es krim kembali.
Farhan Pradhipta, pria matang berumur tiga puluh tahun yang hidup sederhana bersama seorang wanita dan anak kecil berumur lima tahun Dinda dan Zia.
Mereka baru pindah ke kota ini dengan alasan tertentu yang mengharuskan mereka tinggal dengan mengontrak rumah sederhana tidak jauh dari pusat kota.
*****
"Huh sombong sekali dia berani menolak uangku, berhenti melamun ayo jalan aku kepanasan!" perintah Nadine tajam pada sopirnya yang sedang memungut uang yang berserakan.
"Baik nona"
Nadine memutar bola mata malas ketika ibunya terus menelepon sejak tadi namun ia abaikan karena sebelum ke rumah sakit ia berniat mampir ke hotel tempat yang diberitahu oleh salah satu asistennya yang ia suruh mematai sang kekasih yang sejak tadi tidak menjawab telepon darinya.
Dadanya berdegup kencang saat melihat sebuah gambar yang baru saja dikirim oleh sang asisten pada ponsel mahalnya, menampilkan bahwa sang kekasih tercinta tengah berjalan dengan seorang wanita secara mesra menuju salah satu kamar hotel.
Nadine memejamkan mata tajamnya sejenak lalu berkata, "Bisakah kau lebih cepat, sebelum aku memakanmu juga," ucap Nadine marah seraya meremas ponsel miliknya.
Sang sopir ikut gemetar, belum lama ia menghilangkan rasa cemas usai menabrak gadis kecil tadi, sekarang ia harus menghadapi sang majikan yang tampak sangat marah saat ini.
Mereka memarkirkan mobil, segera Nadine turun dan berjalan setengah berlari menuju asistennya berasa.
Terasa sangat jauh ia menjangkau kamar hotel yang telah masuk kekasihnya di sana dengan perasaan marah dan menduga-duga membuat langkahnya terasa berat menuju ke sana.
"Nadine," panggil sang asisten sekaligus sahabatnya sejak kecil itu.
Nadine menoleh dan segera menghampiri gadis yang bernama Rose itu yang berdiri bersama salah satu pelayan hotel tepat di depan pintu salah satu kamar vip.
Menarik napas dalam Nadine mengangguk, "Buka pintunya sekarang."
"Oh sayang jangan berhenti, oh tidak Daniel aku mencintaimu," racau seorang wanita yang tengah berada di bawah seorang pria.
"Kau membuatku gila Nadira," jawab sang pria yang mereka tengah asyik bermain di atas ranjang mewah tanpa busana.
Iya, mereka bermain melakukan hubungan terlarang dalam kamar hotel yang bahkan mereka tidak menyadari telah di buka oleh Nadine dan asisten setianya Rose.
Nadine terdiam mematung begitupun dengan Rose yang menutup mulut menyaksikan pria yang mereka anggap mencintai Nadine selama itu sedang bermain indah bersama wanita lain, tidak bukan wanita lain melainkan seseorang yang sangat dekat dengan Nadine selama ini.
Keasyikan mereka terhenti saat tepuk tangan dari Nadine menggema di dalam sana.
"Nadine," ucap mereka berbarengan.
Keduanya terkejut dan memisahkan tubuh mereka segera bersembunyi di balik selimut.
Sang pria segera memungut celananya dan memakainya segera dan berdiri mendekati Nadine.
"Sayang maafkan aku, ini tidak seperti yang terlihat," ucap Daniel mendekati Nadine.
"Pria yang ku cintai sedang bermain dengan adikku sendiri, seperti itu yang terlihat jelas di mataku Daniel," jawab Nadine dengan suara tinggi dan marah.
Nadine menoleh pada Nadira yang menunduk menyembunyikan tubuh polosnya di bawah selimut.
"Jika membunuh itu diperbolehkan negara, mungkin kalian telah menemui malaikat maut sekarang, kekasih dan adikku berselingkuh di belakang ku hari ini akan ku ingat seumur hidup Daniel, jangan tampakkan wajahmu padaku lagi"
"Kalian benar-benar menjijikkan," ucap Nadine sebelum meninggalkan Daniel dan Nadira di sana setelah mengambil sebuah botol bir yang terdapat di atas meja kamar itu lalu melemparnya tepat mengenai dinding di atas kepala ranjang hingga pecah yang membuat Nadira menciut ketakutan.
****
Nadine berjalan mulai sempoyongan, matanya berair saat tangannya menopang tubuhnya yang perlahan melemah menyusuri dinding hotel.
Rose ingin memberi bantuan namun Nadine menepisnya.
"Ayolah lelaki brengsek itu tidak pantas ditangisi," Rose berkata kesal.
Hanya Rose yang berani bicara seperti itu pada Nadine.
"Aku tidak menyangka Daniel tega bermain dengan Nadira," jawab Nadine sebelum akhirnya ia menangis juga.
Rose memeluk sahabat sekaligus majikannya itu menenangkan.
"Berhenti menangisi pria gila itu, ayo kita segera ke rumah sakit ibumu menghubungiku sejak tadi"
Nadine mengangguk.
Selama perjalanan Rose dan Nadine sibuk dengan pikiran masing-masing, mereka diam dalam keheningan sepanjang jalan menuju rumah sakit.
Berjalan pelan dengan wajah lesu mengingat apa yang terjadi di hotel tadi, membuat Rose menepuk pundak Nadine.
"Lihat, kenapa ramai sekali?" ucap Rose heran.
Nadine memfokuskan kembali pikirannya, segera ia berlari menuju ibunya berdiri sambil menangis.
"Ibu"
Nyonya Airin menoleh pada putri sulungnya.
"Kemana saja kau? apa kau hanya datang untuk menjemput jenazah ayahmu saja? mana Nadira?"
"Apa?"
"Ayahmu telah tiada Nadine, kau terlambat"
"Jangan bercanda bu"
"Ayahmu meninggal lima belas menit lalu," jawab nyonya Airin dingin.
Kata-kata itu yang membuat Nadine menjatuhkan diri ke lantai, kakinya lemas dadanya sesak bak terhimpit beban berat.
Bayangan Daniel sedang bermain bersama adiknya Nadira di ranjang saja masih teringat jelas di otaknya saat ini, lalu gadis cantik dan mahal inipun harus menghadapi kenyataan bahwa sang ayah yang telah memanjakannya selama ini harus meninggalkan Nadine untuk selamanya.
"Apa ini? apa yang terjadi padaku sekarang? ayaaaaaahhh, kenapa harus ayah?" raung Nadine histeris dalam pelukan sang sahabat sekaligus asisten pribadinya Rose.
"Nadine, jangan mengatakan yang tidak-tidak. Tenangkan dirimu ayo berdirilah," ajak Rose membantu tubuh Nadine untuk berdiri.
****
Nadine masih diam setelah menghadiri pemakaman ayahnya, sedang Nadira terus menempeli ibunya seakan menghindari kakak perempuannya itu.
Gadis cantik ini tidak sepatah katapun menyapa apalagi bicara pada adiknya Nadira, ia berjalan melewati ibunda yang masih berduka kehilangan suami tercinta.
Nadine terhenti langkahnya saat ingin kembali ke kamar namun nyonya Airin memanggilnya.
"Ada apa bu? aku lelah aku ingin tidur," jawab Nadine datar.
"Tidur? ayahmu baru saja dimakamkan Nadine kenapa kau bersikap lain hari ini?" bentak ibunya kesal.
"Apa ibu tidak tahu apa yang Nadira lakukan padaku hari ini?"
"Nadira? ada apa dengan Nadira?".
"Ibu bisa tanyakan langsung pada anak kesayanganmu ini, atau harus ku buka aibmu di sini wahai adikku?" Nadine berkata tajam seraya menarik tangan adiknya Nadira agar mendekat.
Nyonya Airin menatap dua beradik itu penuh tanya.
"Nadine ada apa ini?"
"Ibu harus tahu bahwa anak kesayanganmu ini adalah seorang ****** yang telah tidur dengan kekasih ku Daniel, mereka berhubungan badan di hadapanku bu, mereka menjijikkan, aku membenci mu Nadira," ucap Nadine dengan wajah marah seraya menjambak rambut Nadira.
Nyonya Airin terperangah mendengar ucapan putri sulungnya itu, perempuan paruh baya namun terlihat awet muda ini pun beralih menatap Nadira dengan raut penuh arti.
"Kami saling mencintai hanya saja kak Nadine tidak mau berpisah dengan Daniel, dia memilih ku daripada wanita sombong ini," jawab Nadira mulai melawan.
Nyonya Airin merasa sakit pada dadanya, ia tidak berkata apapun melainkan mendudukkan diri ke sofa yang berada di dekatnya, ibu dari dua saudara itu menarik napas dalam menetralisir pendengarannya.
"Ibu" Nadira membantu ibunya duduk.
Nadine melihat itu menjatuhkan airmatanya.
"Lihat, ibu bahkan tidak bisa marah pada wanita sialan ini, itu cukup membuktikan bahwa memang ibu hanya menyayangi Nadira saja, bahkan untuk hal sepenting ini, tidakkah ibu merasa ini aib? putri kesayangan mu ini berbuat mesum dengan kekasih kakaknya sendiri dihari yang sama dengan kematian ayah, apa itu patut dimaafkan?"
Nyonya Airin masih diam, lidahnya kelu ingin berkata sesuatu.
"Nadine" ucap nyonya Airin menatap gadis itu penuh arti.
"Apa bu? apa ibu masih ingin membelanya? aku gadis nakal tidak tahu sopan santun seperti yang biasa ibu katakan, tapi setidaknya aku bukan wanita rendahan seperti Nadira yang baik hati dan tidak sombong ini"
"Berhenti mencela ku kak, Daniel tidak benar mencintaimu jangan salahkan aku dalam hal ini, pria itu menginginkan ku hanya saja dia terjebak hubungan dengan mu," bela Nadira.
"Huh sekali ****** tetap ****** dasar adik tidak tahu diri," jawab Nadine tajam pada Nadira.
"Berhenti berdebat, apa kalian tidak menghormati kepergian ayah? Beliau baru saja dimakamkan"
"Nadira, suruhlah Daniel membawa orangtuanya kemari, kalian harus segera menikah, dan Nadine, ibu harap kau bisa mengerti bahwa cinta tidak bisa dipaksakan, ayo kita berdamai dengan kenyataan, bertengkar pun tidak ada gunanya sekarang, biar bagaimanapun Nadira adikmu, ****** ini adalah adikmu, berhenti bertengkar ibu sangat pusing sekarang, jangan sampai orang-orang tahu tentang ini terlebih wartawan, jaga nama baik ayahmu"
"Ck.... begitukah, baiklah ibu berkata seperti ini sama saja dengan mengusirku dari rumah ini, terus saja membela Nadira, iya aku rasa hanya Nadira putri ibu," jawab Nadine dengan suara lantang namun penuh arti.
Gadis yang dadanya bergemuruh ini melanjutkan langkah menuju kamarnya berada.
Menjatuhkan diri ke ranjang mewah itu Nadine menatap langit-langit kamar dengan tatapan kosong.
Perempuan yang masih berpakaian serba hitam ini pun meraih ponselnya mengetikkan sebuah nama lalu menelepon.
"Rose kau dimana? carikan aku apartemen besar dengan fasilitas lengkap, aku tidak sudi tinggal bersama adik penghianat itu di rumah ini, aku menginginkannya sekarang, aku akan pindah malam ini juga!" perintah Nadine pada Rose sahabat dan asisten yang memegang kendali keuangannya.
'.......'
"Lakukan saja sesuai perintah, aku tidak menerima pertanyaan apapun"
💖💖💖
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!