Pikiranmu dapat membunuh dirimu sendiri, jadi sebelum kau melakukan sesuatu pikir baik-baik secara berulang dan jangan terlalu panjang memikirkan apa yang akan terjadi kedepannya skala berkala karena berpikir tanpa melakukan sama saja pembohong besar.
Manusia kerap sekali disandera oleh keadaan, seolah tak mampu melakukan apapun untuk bertahan pun sulit karena rasa ingin yang selalu saja dikekang dan hanya dapat terkenang. Ini tentang seorang anak yang kehidupannya selalu diambil oleh orang sekitarnya, yang paling dekat dengan dia, yang selalu menemani hari-harinya yang kacau menjadi malapetaka di kehidupannya.
Kali ini dia harus hidup seorang diri dan mempertahankan apa yang menjadi miliknya.
Ingin sekali menceritakan soal keinginan yang terpahat sepi akan kerangka besi yang setiap hari bertambah satu demi satu tak terkendali. Iya sering sekali meratapi mimpinya, inginnya dan rasa inginnya hanya di khayalan dan penentuan hidupnya ditetapkan dalam peraturan-peraturan yang harus diturutinya selalu dan hal tersebut tak dapat dielakkan olehnya.
Kisah itu terjadi begitu saja saat goresan benda tajam tepat mengiris pergelangan tangannya, ia tertunduk dan tersungkur tepat di bak mandi dengan air memenuhi bak mandinya dan derasnya air keran seolah orang di luar kamar mandi tersebut tak mendengar tangisnya. Tetesan darah dari goresan tangannya tak membuatnya kesakitan, air putih jernih berubah menjadi keruh kemerahan dan ia merendamkan badannya hingga membuat kepalanya ikut masuk dalam air bak tersebut, beberapa gelembung air dari mulutnya keluar seperti butiran buih lautan yang tak seberapa.
Iya tersadar dan membuka matanya sambil berkata dalam hati, “kukira aku sudah mati ternyata tuhan maha baik masih memperlakukanku dengan berbagai siksaannya di dunia sunyi ini, fana tak terkendali.”
Iya keluar dari pintu kamar mandi dengan mengenakan baju tidur dan membalut lukanya dengan perban, menatap tajam pada kaca kamar mandi. Menghela nafas dan mengambil gunting dan memotong rambut
panjang bergelombangnya.
“Say good bye, kamu sudah lama mati, jangan mencoba hidup kembali.” Lalu memecahkan kaca itu dengan tatapan sinis dan pergi tidur tanpa mengobati tangannya yang mengenai serpihan kaca tersebut.
Tangisnya mulai mederai dan seorang pria itu datang memeluknya dan mengobati lukanya itu setiap harinya. Tanpa berkata-kata dan banyak bicara.
Tepat menghempaskan badannya ke kasur disamping gadis itu sambil berkata, “Kau lelah dengan semua ini, kenapa masih kau berikan aku hidup. Kau masih lebih beruntung dari orang-orang kebanyakan.” Memeluk gadis itu dan gadis itu menutup mata dan terlelap dengan tangis mendekap lelaki itu.
Dipikirannya yah kalau lelah tidur dan berharap tak bangun kembali, karena bangun untuk menjalani hari lebih berat menurutnya ketimbang bermimpi dan bahagia dalam imaji.
"Jangan tidak bangun ya. Mengusap kepala gadis itu. Aku masih disini bersamamu dan menjagamu." Mengecup lembut kening gadis itu.
Matahari menembus jendela kaca kamar gadis itu, namanya Ela. Anak manusia yang sudah mulai beranjak dewasa itu terbangun dari tidurnya. Beranjak ke kamar mandi dan menyikat giginya, dan berkaca pada kaca yang setengah runtuh, sambil menggenggam sikat gigi dan melihatnya penuh dengan goresan dan darah kering sisah tadi malam, syukurlah goresan itu sudah dibalut rapi oleh lelaki itu.
Lelaki yang bernama Park Jisoo. "Lelaki yang tulus mencintai gadis aneh sepertiku." Batin gadis itu.
“Sialan jadi berbekas, aku kekurangan plaster lagi. Bergegas memakai seragam sekolah, berkaca merapikan rambut memakai jepitan dan memasangkan bet nama bertuliskan “Putri Ela” ginikan rapih, aku lupa memakai topi sambil tersenyum kecut dan cepat memakai sepatunya.
Mata melirik sekitar, kenapa matahari cepat sekali bersinar sambil menatap kearah matahari dan menghalau cahaya itu dengan tangan. "Sial, silau sekali. Berjalan perlahan di pinggir jalan. Ada teriakan memanggil namanya. Sialan, anak itu lagi." Dan bergegas menaiki bus yang sedari tadi ia tunggu tanpa menoleh kebelakang.
“Morning princess, gaya rambut baru? Hei kau dengar tidak.” Sambil duduk disampingnya.
Ela memilih memakai masker untuk menutupi luka di pipinya, dan tertidur tak menghiraukannya.
“la, Ela. Kita sudah sampai ayo turun.” Tanpa sadar menarik tangannya dan membuatnya terbangun dan mengikuti gerak laki-laki itu. Iya terbangun dengan spontan dan memandangi laki-laki itu, tinggi putih dan sangat ramah. Lalu melepaskan tangannya tepat di depan gerbang sekolah.
“Sakit bodoh.” Sentak Ela kepada lelaki itu.
“Eh, baru mau bicara ya? ada kemajuan. Kalau tidak kubangunkan dan kutarik kita mungkin sudah terlambat.” Gerutunya.
“Masa bodoh.” Pungkas gadis itu pada anak lelaki tersebut.
Ya Gerry, nama anak lelaki itu bernama Gerry. Seorang anak orang kaya kedua di kota Seoul, cucu paling kecil Pemilik perusahaan Global industri.
Ela dan Gerry memasuki ruangan.
Ela langsung duduk di kursinya dan dibantu Gerry untuk menariknya. Ela hanya menatap Gerry dengan sedikit sinis.
“Tak perlu merasa berterima kasih princess.” Bertingkah seakan dia pelayan gadis itu.
Ela tetap mengacuhkannya dan merapikan buku yang ada di laci mejanya.
“Gaya rambut baru yah?” ucap Karin mengejek.
Ela masih tak memperdulikan apapun yang dikatakannya. Melipat tangannya di meja dan tidur.
Gerry menatapnya dari seberang meja, dan tak mempedulikan Karin berbicara, berkemas menyiapkan buku-buku pelajaran.
“Kurang ajar ni anak, didiemin ngelunjak. Karin berdiri dari posisi awalnya menduduki meja belajarnya dan membuat Kania Lee dan Rena J ikut berdiri mengepung meja Ela. Kamu gak denger ya yang gua bilang?” Teriak gadis tersebut.
Ela bangkit dan memasang Earphone di telinganya dan melipat tangannya kembali untuk tidur. Dia seakan masa bodoh dengan omelan dan ocehan Karin, karena menurutnya menanggapi serangga kecil disekitarnya hanya akan menghabiskan tenaganya yang ingin disalurkan lewat tidur sepanjang
pelajaran di sekolah.
Merasa tak dihiraukan Karin menjambak rambut Ela yang membuat topi yang ia kenakan terjatuh di lantai, itu membuat teman-temannya satu ruangan kaget. membuat Kania dan Rena melebarkan tawa.
Ela masih saja diam tertidur tak menghiraukan apa yang dilakukan Karin padanya. Tiba-tiba dia berada dimana dia dulunya pernah berada pada tempat yang tak asing baginya dan melihat orang-orang yang amat dicintai dulunya.
Ela berjalan mendekati rumah pohon yang tak lain ada di halaman rumah neneknya. Ia melihat sosok anak kecil Iya terbangun dari mimpinya, memegang boneka kelincinya mengusap matanya yang baru terbangun. Hendak menangis, namun ia bingung bagaimana caranya turun dari rumah pohon dengan
anak tangga yang jarang sekali. Sebelum ia tau caranya pernah melihat seseorang tinggi kekar membawa pisau dan senapan membantai keluarga pamannya dan neneknya tepat di hadapannya.
Teriakan terdengar dari rumah nenek. Jedarrr. Darrr. Darrr. Tiba-tiba Ela menutup telinganya dan menangis tepat di bawah rumah pohon tersebut. Ia menangis dan melihat dirinya si anak kecil yang tidak tau apa-apa terdiam dan tercengang.
“Jangan turun jangan turun. Jangan.”
“Eh, lu gila ya, sambil menggoncang badan Ela.”
Ela terbangun dengan keringat dingin memandang Karin, Karin tercengang ketakutan dan mengambil topi yang tadi ia jatuhkan karena memukul Ela dan mencampakkan tepat di wajahnya. Sambil meninggalkannya pergi dengan Kania dan Rena.
Ela yang baru terbangun menatap kosong ke arah depan, Gerry langsung datang dan menanyai Ela, “ Are you Ok?”
Ela terbangun dan berdiri dari kursi keluar ruangan dan pergi ke kamar mandi untuk mencuci wajahnya. “Gila, kenapa aku harus dihantui dengan kenangan itu. Dan kenapa aku memiliki potongan-potongan ingatan masa kecilku yang mengerikan itu? Kenapa aku tak mati saja saat itu? Kenapa aku menyuruh diriku sendiri untuk tidak turun? Kenapa?
Air terus mengalir, Ela masih saja mencuci mukanya berkali-kali agar menyadarkan dirinya bahwa semua sudah berlalu dan semua sudah lewat. Haruskah? Haruskah aku mengingatnya terus?” tanyanya pasra. Ingin memecahkan cermin kamar mandi sekolah dan ada tangan seseorang menariknya. Kau siapa?”
Kebahagiaan adalah hasil dari sikap yang seseorang dalam melihat suatu masalah. Setiap hal tergantung mata, pikiran dan spontanitas kita dalam melakukan berbagai hal. Terlebih hal ini menjadi acuan dalam pengembangan diri, maka kuasailah pikiranmu sebelum pikiranmu sendiri yang menghancurkanmu kalau sekarang disebut dengan, "Overthinking."
Sebelum kejadian menghancurkan cermin kamar mandi.
Kita sering berpikir saat pikiran negatif mencoba merasuki fikir disaat itulah kamu akan merasa menjadi manusia paling menyedihkan bahkan menjadi korban dari kejahatan yang kamu lakukan untuk dirimu sendiri. seperti biasa di setiap pagi tepat pukul 8 pagi, penyakit itu menyerang sistem kepalaku, hanya setengah hanya setengah dan denyutnya menyakitkan. istilah medis disebut dengan migrain. Denyutnya membuatku histeris benar saja beberapa ingatan di masa lampau berhasil menguasaiku. kedua tangan yang memegang kepala merasakannya sekali lagi.
Tangan ini berhasil meraih sebotol obat diatas meja itu namun terjatuh tepat di bawah kolong tempat tidur. "Sial, kenapa harus terjatuh." Tangan yang berusaha meraih dalam kegelapan tak sampai juga dan dapat. gebrak...Astaga kepalaku terantuk sebelum keluar dari bawah tempat tidur. Sial, sungguh sial sekali.
Sebuah cahaya mengkilat mendadak terlihat, warna merah pekat. itu apa ya, bergegas berdiri dan mengambil sebuah senter kecil untuk melihat benda apa yang ada di bawah kolong tempat tidur tersebut. uniknya tepat di bawah tempat tidur tersebut ada sebuah laci kecil yang terkunci. Haaa Cimmmmm. Sial, disini banyak sekali debu. Eh kenapa aneh sekali ya, bisa-bisanya di bawah Tempat tidur ini ada sebuah laci rahasia, aku harus cari dimana kuncinya. Rasa penasaran itu kuurungkan, dan bergegas mengambil segelas air hangat dan meminum obat sebelum segala sesuatunya menjadi kacau."
Dering telpon berbunyi.Kring. Kring. Kring.
Seolah tak mendengar, Ela mengeringkan rambut panjangnya dengan handuk dan bergegas perlahan melihat ponsel dan melihat panggilan tak terjawab sebanyak 3x bertuliskan "Bukan Manusia" Mck... "Untuk apa manusia ini menghubungiku? ingin pamer dengan kekayaannya atau apa?"
Tingnung. Tingnung. Bel apartemennya berbunyi berkali-kali, sebelum Ela sempat melihat orang yang ada dibalik pintunya tersebut dan membuka pintunya. Suara tembakan terdengar dengan kerasnya. Dorr. Dorr. Dorr. Dengan cepat Ela menghindar dan peluru berhasil menghancurkan jam kayu yang ada di sampingnya, seketika membuat jam kayu itu mati tak berdetak kembali. Dengan cepat Ela menarik kerah baju lelaki yang tinggi putih tersebut. Lelaki itu dengan sigap mengangkat tangannya dan berkata, "surprise my sweety hihihi." sambil tertawa sinis membuat jengkel.
"Mau apa kau disini? sambil spontan memiting lehernya."
"Tahan-tahan," sambil menepuk tangan Ela yang sedari tadi mencekik kepalanya.
Dengan perlahan Ela merenggangkan pitingan nya dan memitingnya kembali sekuat tenaga sampai pistol di tangan kanan nya terjatuh dan suara teriakan terdengar.
"Jika kakek tak menyanyangimu sama sepertiku pasti sudah ku bunuh kau detik ini juga."
"Tenang sweety, tenang." Masih dengan mengangkat tangan dan sedikit menekuk hendak mengambil pistol namun berhasil di tendang cepat Ela memasuki bawa sofa.
"Jangan macam-macamnya." sambil menunjuk lelaki itu. Iya berdiri dan berpindah ke sofa dengan santainya.
"Kita sering melakukan hal ini dan melewati masa-masa paling kelam, jadi santai saja. Kau akan ingat hal-hal di masa kecil kita saat pelarian di Korut menuju Belanda, dan bersyukurlah jika saat ini kau bisa hidup damai di Indonesia."
"Masalahmu apa denganku? sambil berjalan ke belakang sofa tempat lelaki itu duduk. Yah lelaki ini adalah sepupuku, cucu kakek dari istri keduanya orang Korea asli, namanya Deren. Aku mengakui, berkat neneknya kami dapat selamat dari pengejaran tentara Korut saat itu hingga sampai kerumah utama kakek yang ada di Korea Selatan." ucapku dalam hati.
"Ayolah, waktumu seminggu lagi di Indonesia, minggu depan kau harus sampai di Korea. Jika kau tak ingin melihat kakek marah kau harus datang tepat waktu. Iya berdiri dan merapikan jas abu-abunya itu dengan rapi. Sampai ketemu di Incheon, jika sempat aku akan menjemputmu di bandara."
"Huuh...Pergilah, aku tak ingin melihat wajahmu, sungguh kau itu adalah pengganggu, tak bisakah kalian membiarkan aku hidup damai disini."
Sebelum keluar dari pintu, Deren mengangkat tangan kanannya, "Ayolah Sweety, kau harus cekatan dan bekerjasama dengan baik denganku pastinya. oh iya, titip pistolku ya. Oh iya, sebenarnya aku juga terpaksa mendatangimu karena paksaan dari kakek, jaga dirimu baik-baik saja dan turuti perintah kakek kalau kau tak mau mati, see you muach. Sambil menghilang dari balik pintu."
Kaki Ela gemetar dan lemas, dia tersungkur di lantai. "Mengapa mereka tak pernah melepaskanku untuk hidup damai dan aman disini. Nging, ahh. Kepalaku, Sambil memukul kepalanya dan pandangan terlihat gelap, Ela kehilangan kesadaran karena efek samping dari obat yang diminum menyebabkan kantuk berlebih. Sial, setengah sadar Ela pun masih menggerutu. Kalau saja Efek samping obatnya terjadi 30 menit lalu mungkin aku sudah mati tertembak Oleh Deren sialan itu dan sepertinya ada yang aneh dengan diriku. Dan kehilangan kesadaran.
**
Ela tak mengetahui dengan pasti penyakit apa yang ada di dalam tubuhnya, Ela terbangun di atas tempat tidur dengan selang infus yang tergantung di atas tempat tidur. Ela melihat, seorang wanita paruh baya yang mengurusnya selama ini di Indonesia. Ela segera bangkit dan dan membuat wanita itu terbangun.
"Nona? apakah sudah baikan," ucapnya.
"Sudah bik." Ela melihat sekitar dan Kamar apartemennya sudah rapi dan dibersihkan oleh wanita paruh baya itu. namanya Bik Ijah, nama panggilan kas di Indonesia. Wanita ini dari dulunya hingga saat ini adalah kepala keamanan keluarga Alderts.
"Maaf nona, saya terlambat datang dan lupa membawa vitamin nona. Harusnya saya datang lebih cepat agar kejadian ini tidak terjadi." sambil menunduk minta maaf.
"Tak apa bik, lagian bibik taukan Deren Alderts adalah anak dari keluarga Alderts yang memiliki 98% otak pengacau."
"Saya Akan menyiapkan keberangkatan nona untuk minggu depan. Tuan sudah memerintahkan saya mengurus semua yang nona perlukan untuk keberangkatan."
"Tenang bik, jangan cepat-cepat mengusirku dari sini banyak hal yang harus aku lakukan di waktu yang mepet ini. Semoga saja sempat, sambil menghela nafas dan bersandar di dinding tempat tidur."
"Baiklah nona, jika ada yang diperlukan akan segera saya persiapkan."
"Satu lagi bik, tolong persiapkan kebutuhan saya besok untuk kepergian ke Villa di Bogor."
"Ada apa non? kenapa ingin ke Bogor?"
"Ada barang saya yang tertinggal sewaktu berkunjung kesana."
"Baiklah akan saya persiapkan malam ini juga nona, apakah nona memerlukan supir?"
"Tidak usah, saya akan pergi sendiri dengan mobil. persiapkan saja segala sesuatunya."
"Siap nona, jika ada yang nona inginkan lagi beritahu saya segera." sambil berdiri dan berbalik membawa bubur ayam kesukaan Ela.
"Ya Tuhan, aku takkan bisa memakan Bubur ini lagi ketika mendarat ke Korea."
"Nona bisa saja."
"Sambil mengunyahnya. dan tersenyum." Dan kembali teringat akan ingatan masa kecilnya saat di Villa Bogor lalu Ela tersenyum. "Akhirnya aku tau sesuatu."
Sambil menarik koper ungunya, seseorang itu menatap datar menuruni eskalator lalu memeriksa tabletnya untuk mengecek beberapa pekerjaan yang akan dia kerjakan sesampainya di Korea.
Ela pun berdiri memasuki ruangan VIP pesawat, sambil memandang dengan raut wajah sedih.
pesawat pun lepas landas, awan putih dan cahaya berhasil menembus ke jendela pesawat yang bulat tersebut. Ela memakai kaca mata hitamnya dan tertidur seolah menikmati perjalanannya itu. Pakaian yang saat itu dikenakan serba hitam dengan jaket kulit dan rok mini kulit yang mengkilat membuat kaki jenjang Ela yang putih bersih itu terlihat sangat panjang dan membuat lekuk tubuhnya modis.
**
Dia sudah menduga bahwa kedatangannya disambut oleh 12 lebih pengawal di ruang kedatangan. Sayang sekali 12 pengawal itu tak menemukannya, karena sebelum memasuki ruang kedatangan Ela sudah memesan satu taksi yang mengangkut barang-barangnya. Sebelum itu Ela berganti pakaiannya dengan mengenakan Celana hitam kulit pekat terlihat mengenakan kaos putih polos dan tetap memakai jaketnya sebagai luarannya tak lupa memakai Topi hitam masker.
Ela berhasil lolos keluar dari bandara tanpa terlihat apalagi di ketahui oleh para pengawal. Ela pergi ke belakang parkiran dan terlihat satu sepeda motor hitam mengkilat yang sudah disediakan untuk pelariannya.
Suara geberan motor gedenya itu bak menyambar angin. Dreeeeenn. Dreeeeenn. Sambil terlihat kilometer laju kendaraan 120km/jam. Ela menikmatinya, dengan menggas lebih dalam lagi, tak lupa mengenakan sarung tangan dan helmnya. Tibalah Ela di sebuah rumah tua yang masih terlihat sangat terawat di dekat pinggir pantai tersebut.
"Akhirnya sampai juga. Ela membuka helmnya lalu meletakkannya dan menghempaskan tubuhnya di kasur. Ela merebahkan tubuhnya dan tertidur hingga besok pagi."
**
Seorang kurir paket sampai di kediaman rumah mewah kakek Ela, para pengawal kebingungan karena kehilangan Ela sore itu. Deren yang mengetahui hal itu hanya tertawa cekikikan di kantor saat menerima kabar dari sekretaris kakek bahwa para pengawal kehilangan Ela.
"Dasar wanita ****** tidak tau diri, berani-beraninya dia lari dan bermain kucing-kucingan. Apa iya pikir ini sedang bermain petak umpet."
Kakek yang mengetahui hal tersebut menghajar beberapa pengawal yang bertugas membawa Ela datang ke rumah tersebut. Dan mengancam agar Cucu perempuannya tersebut sampai dengan selamat tanpa goresan sedikitpun.
Dan memerintahkan pelayan membongkar barang-barang yang ada di koper Ela. setelah itu membawanya ke kamarnya.
**
Pagi yang indah dengan suara deru ombak yang pasang surut. Ela mengulat dari tidurnya, merentangkan kedua tanganya ke atas sambil tersenyum. Sungguh keheningan yang hakiki.
Tercium aroma yang sangat membuat hasrat lapar seketika, seorang lelaki muda yang berumur 20 an itu tersenyum melihat Ela yang berjalan ke meja makan.
"Selamat pagi tuan putri, saya akan segera persiapkan makanan untuk anda." seorang lelaki yang tinggi, putih dengan rambut pirang dan bola mata hitam pekat.
"Baiklah santai saja. Ela duduk di meja makan dengan gaun putihnya, dia menaikan satu kaki kanannya dan membaca sebuah berita di tabletnya sambil tertawa sinis. Hahaha, menggelikan sekali berita ini."
"Berita apa Tuan putri? sambil mempersiapkan sup ke dalam mangkuk dan mengangkat beberapa hidangan lain ke atas meja. Ini mangkuk kamu tuan putri. Yang sudah berisi nasi."
"Lihat ini, sambil menyodorkan berita Hot New yang ada di tablet. Lelaki itu meliriknya dan tetap merapikan meja makan tersebut. Daebak. Cucu lelaki pertama berhasil menjadi direktur untuk cabang Asia berkat kerjasama yang dipimpinya untuk menaikkan grup HK. di Hongkong dan Korea. Daebak. Sambil bertepuk tangan."
"Ayo nona kita makan sekarang, letakan tablet anda. Sambil menaruh kimchi dengan sumpit di atas nasi Ela."
"Hei-hei wahai anak muda berani sekali anda mengaturku, sambil tersenyum dan memanyunkan mulutnya dan mengunyah."
"Banyak kegiatan yang akan ada lakukan jadi anda tidak boleh telat makan dan minum vitamin anda."
"Baiklah baik, saya mengerti. Kenapa sudah lama tak bertemu, kau semakin bawel saja terhadapku Jisoo?"
"Saya terbiasa menyiapkan berbagai macam yang ada butuhkan disini tuan putri, bahkan saya sudah persiapan kebutuhan tuan putri selama bersekolah disini. Kunci motor ada di dalam laci meja depan dan pada jam 4 sore nanti anda ada jadwal rapat di Perusahaan HK sebagai pemegang saham. Kemunculan anda adalah akan menjadi berita utama menggeser Hot news barusan." sambil mengetuk layar tablet Ela.
"Membosankan, sepertinya aku takkan bisa hidup damai di Korea seperti yang kulakukan di Indonesia." sambil menenggak beberapa obat.
"Jangan lupa, tuan Deren pasti akan mempersiapkan kejutan yang menakjubkan buat tuan putri, jadi harap teliti dan jangan mudah terpancing emosi."
Ela berdiri dan bergegas mengganti pakaiannya. Tak disangka senyumannya mendadak menjadi serius ketika merapikan pita kera bajunya di hadapan cermin. Ela mengenakan setelan formal berwarna biru Elegan dan terlihat modis. dengan memakai tasnya. Ela keluar rumah.
Jiso keluar dan membukakan pintu mobil, namun Ela menolaknya.
"Ayo ambil Kunci motorku, sudah lama kau tidak mengendarai motor sambil membonceng."
"Anda yakin Tuan putri?"
"Jika ingin memberi kejutan jangan mencolok. Lagian jika aku memakai mobil para pengawal akan langsung menangkapku dan menggagalkan rencanaku."
"Baiklah, bersiap. Dan jangan lupa helm anda."
Sepeda motor melaju dengan kencangnya. Ela mengeratkan pelukannya di badan Jiso. Jika diingat Jiso adalah teman masa kecil Ela, semenjak kedatangannya di Korea akibat pelarian dirinya bersama Deren, si biang masalah tersebut.
Jika tidak ada ayah dan bik Siska yang menemukannya dalam keadaan yang gak baik di pinggir pantai. Mungkin Ela sudah mati, bisa jadi menjadi anak terlantar yang dibuang ke panti asuhan. Yah walaupun keluarga kakeknya kaya raya dan dimanapun Ela pasti akan ditemukan.
Ela sangat bersyukur karena memiliki sedikit kenangan yang baik di masa kecilnya karena orang tua itu dan Jiso sendiri, oleh sebab itu secara diam-diam Ela memberikan tanah sekitaran pantai tersebut untuk ditempati paman dan bi Siska dan tak lupa Jiso juga membantu mengolah tanah tersebut sebagai mata pencaharian tambahan mereka tanpa sepengetahuan kakek Ela.
Pelukan Ela semakin kuat. Jiso menyadari dan membuka helmnya. "Ada apa Tuan putri cantikku, apakah nyalimu mulai berkurang? apakah kau merasa takut saat ini?" sambil menutup kembali kaca helm dan tersenyum senang. Belum sempat Ela menjawab. Tarikan gas sepeda motor itu melaju lebih kencang.
30 menit sebelum rapat dewan direksi dimulai.
Motor mereka berhenti di persimpangan jalan, Ela memberi kopi kesukaannya di Kafe biasa. iya duduk bersama Jiso.
"Bagaimana jika dia benar-benar diangkat sebagai direktur ya di rapat nanti? akankah ada bahan pertimbangan untukku yang belum lulus dan belum genap 20 tahun ini? walaupun aku memegang kata kunci." sambil menenggak kopi hangat yang ada di hadapannya."
"Tenang saja tuan putriku. Dan bertahanlah 8 bulan lagi disini agar kita dapat menemukan apa yang terjadi di masa lalu yang selalu membuatmu tak bisa tidur."
"Kau benar. Sudah sejauh ini aku harus bertahan, cuma aku yang bisa membuat sakit jantung kakekku dan istrinya itu kambuh sambil tertawa."
Mereka meninggalkan kafe tersebut dan menggas habis gas sepeda motor mereka. Dering telfon terdengar namun Ela mengabaikannya karena tak bisa menjawab telepon tersebut diatas motor yang berlari bak angin tersebut.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!