NovelToon NovelToon

Pangeran Gesrek

Orang Gila

Sebelum membaca cerita ini kalian diharuskan memberikan perjuangan untuk menghapal terlebih dahulu, cukup dua kata yang dihapal dan ini wajib!

Urang \= Saya

Maneh \= Kamu

Happy reading gaes!

* * * * *

"Key pokoknya maneh sekarang jadi pacar urang!"

Rakafa Dean Farizi, atau yang biasa dipanggil Deden blasteran asal Amerika-sunda itu berteriak di salah satu meja kantin sambil menghadap gadis imut yang duduk sendirian menunggu pesanannya datang. Seorang pentolan dan most wanted SMA Bhayangkara itu langsung mendapatkan seluruh perhatian dari para warga kantin. Namun, tidak dengan Keyara Valensia 'Key', gadis imut yang Deden ajak bicara itu tetap berekspresi datar sambil menatap ponselnya fokus.

"Ayolah, Key. Kasih Deden kesempatan kali ini. Dia udah usaha lebih dari satu tahun loh buat deketin lo," timpal Vino salah satu sahabat Deden membela.

"Iya, Key. Senggaknya respon kek jangan diem aja," tambah Gibran sedikit memaksa.

Vino Arfan Dinata dan Gibran Anugrah, duo cecunguk sahabat Deden yang setia. Kelakuan mereka tidak jauh dari sahabat mereka yang agak gila, ketiga bersahabat itu merupakan siswa yang populer karena ketampanan mereka. Selain dikenal tampan, mereka juga terkenal karena sikap mereka yang aneh dan nyeleneh.

Key masih asik menatap ponselnya datar, hingga baso pesanannya datang. Ia menyimpan ponselnya dan bersiap makan tanpa peduli kepada cowok yang sekarang sudah duduk di hadapannya.

"Key, gimana sih supaya maneh nerima urang. Urang berani mendaki gunung! eh ... tapi urang takut jatoh ka jurang, urang berani menyelam ke lautan dalam! eh ... tapi urang geh takut tenggelam gak bisa renang. Pokokna urang berani ngelakuin apa aja! asal jangan ngedaki gunung sama berenang." Deden berbicara yakin dengan menunjukan muka serius, tapi siswa-siswa yang memperhatikan malah tergelak mendengar ocehannya.

Kantin yang semula ramai dengan tawa itu mendadak sepi karena mendapat tatapan tajam dari Vino dan Gibran, tidak ada yang meninggalkan kantin bahkan siswa lebih banyak yang berdatangan ingin melihat kejadian yang seketika menjadi trending topic di sekolah itu.

Keyara yang mulai muak dengan cowok dihadapannya menaruh sendok makannya kasar, membuat Deden yang menatapnya tersentak kaget.

"Pak! Key pesen baksonya satu mangkok lagi," ucap Key pada Pak Kasim penjual bakso.

"Badan kecil makannya banyak maneh ya ...." Deden menanggapi sambil terus menunggu Key menggubrisnya.

Pesanan bakso Key yang kedua datang, ia mengambil wadah penuh sambal cabe berukuran sedang dan menuangkannya setengah ke bakso miliknya dan setengahnya lagi ke bakso yang baru sampai. Key memang gadis penyuka makanan pedas bahkan bisa dibilang dia maniak, berbanding terbalik dengan Deden yang menatap mangkok baso itu ngeri, Setetes saja Deden tidak berani menambahkan sambal cabe itu jika itu makanan miliknya. Kuah bakso itu berubah warna hijau kemerahan pekat dipenuhi biji cabe.

"Itu mah sambal cabe dibakso-in namanya bukan bakso disambal-in," ucap Deden bergidik ngeri menatap bakso dihadapannya.

"Kalo lo berhasil ngabisin ini bakso sebelum gue, gue mau dan terima jadi pacar lo."

Keyara yang tadinya bungkam akhirnya membuka suara untuk pertama kalinya pada Deden, ia mendorong pelan satu mangkok bakso ke hadapan Deden sambil tersenyum sinis.

Kedua teman Deden membelalak kaget mendengar tantangan dari Keyara, mereka tahu betul jika Deden anti sekali dengan yang namanya makanan pedas.

"Den gak usah dilakuin deh kalo lo gak sanggup, lo kan gak suka pedes," ucap Gibran mengingatkan

"Nyerah aja dulu, Den, hari ini. Besok lanjut lagi. Yuk, balik kelas," bujuk Vino berusaha menarik Deden.

Para siswa semakin serius memperhatikan, dari adik kelas hingga kakak kelas juga tidak bergerak selangkahpun dari tempat mereka.

"Oke urang terima tantangan maneh." Deden tersenyum manis sekaligus miris sambil mengambil sendok dan garpu, menatap bakso pedas level dewa di hadapannya.

Kedua sahabat Deden hanya dapat mengusap wajah kasar, tak berani melawan keputusan Deden walaupun berdampak buruk baginya.

Key mengambil ponselnya dan memasang stopwatch untuk menghitung waktu mereka.

Mulai!

Key memakan baksonya tenang, wajahnya masih datar tanpa kepedasan sedikitpun. Deden masih menatap bakso di hadapannya disuapkan satu bakso kemulutnya dan mengunyahnya perlahan, keringat tampak muncul di dahi Deden ia sudah kepedasan walau baru satu suap memakannya.

Key masih melanjutkan makannya tenang, sangat berbeda dengan Deden yang sudah kelabakan. Deden bersiap untuk suapan ke-dua, wajahnya sudah memerah menahan pedas. Kedua sahabat yang sedari tadi berdiri di belakangnya mulai khawatir akan kondisinya.

Tidak bisa ... Deden menaruh sendoknya di mangkok dan seketika berlari ke warung meminum satu botol penuh air mineral, ia juga meminum satu botol minuman berwarna dalam sekali teguk.

"Oke ... pass, berarti gue bukan pacar, lo. jangan deketin gue lagi!" Key telah menghabiskan makananya, mengambil ponselnya, dan membayar dua bakso serta air minum yang dihabiskan Deden. Setelah itu, ia pergi dari kantin yang menjadi pengap karena banyaknya siswa berdatangan.

* * * * *

"Gila tuh cewek, mukanya datar banget makan cabe sekilo," ucap Vino pada Gibran.

Mereka tengah menunggu Deden yang sudah tiga kali bolak-balik kamar mandi, padahal ia hanya memakan satu suap baksonya saja. Setelah kejadian di kantin tadi Deden langsung lari secepat kilat menuju kamar mandi dan duo cecunguk sahabatnya itu langsung mengikuti karena khawatir.

"Gak tau deh, nih. Gimana nasib si Deden berikutnya," jawab Gibran menimpali.

"Urang gak bakal nyerah, pokoknya Key harus jadi milik urang." Deden yang baru keluar dari kamar mandi menimpali.

"Lo tuh udah kalah, Den, udah disuruh buat jauhin dia juga udahlah nyerah aja," ucap Vino tegas.

"Banyak cewek cantik di sekolah ini, Den, bukan cuma Key aja. Fehsya adik kelas kita di X IPS 1 juga cakep tuh," timpal Gibran menanggapi.

"Teu hoyong! pokona urang harus sama key, lagian si Fehsya kan sering banget sama si Gara adek kelas yang cuek itu, sama-sama adik kelas cocok lah. Lagian tadi maneh liat gak urang ditraktir ku gebetan? kapan lagi coba?" Deden senyum-senyum sendiri, teguh dengan pendiriannya.

"Kumaha ceuk maneh wae lah! (Gimana kamu aja! )," ucap Vino dan Gibran bersamaan.

"Wihh mantap! sohib urang kompak ... Aduh! mau nabung lagi urang. Ikut, gak?" Deden memegang perutnya yang sakit dan berbalik lagi ke arah kamar mandi, Vino dan Gibran hanya bisa geleng-geleng melihat tingkah sahabatnya itu.

* * * * *

"Key, katanya kamu ditembak sama Deden, bener?" tanya Viera sahabat satu-satunya Key, setidaknya itu yang dianggap Viera.

"Hmm," jawab Key datar.

Key duduk di sebelah Viera, teman sebangkunya. Ia memilih duduk dekat dengan jendela barisan ketiga, tanpa terlalu memperdulikan temannya itu ia membuka buku novel kesukaannya dan mulai membacanya.

"Terus gimana Key lo terima, gak?" Viera masih penasaran akan kejadian tadi, ia tak mengetahuinya karena ia benar-benar sedang mager tadi untuk pergi ke kantin.

Key yang sudah tenggelam pada bacaannya tidak menjawab pertanyaan Viera, Viera yang sudah biasa diperlakukan seperti itu pun hanya menghembuskan napas pasrah dan mengalihkan dirinya dan memainkan sosmed di ponselnya.

Kelas Key di XI IPA 2 yang tadinya ramai karena jam istirahat akan habis sebentar lagi mendadak hening karena kedatangan Deden, Vino dan Gibran, bahkan siswi-siswi yang tadinya sedang bergosip ria di bangku belakang menghentikan aktifitas mereka.

Deden mmerintahkan siswa di depan Key untuk pindah tempat duduk, Vino dan gibran ikut duduk dengan saling pangku di sebelah Deden yang sekarang menghadap Key. Viera yang menyadari kedatangan mereka langsung mencolek badan Key yang masih serius dengan novelnya.

"Nanti maneh pulang bareng urang, ya," ucap Deden pada Key.

Gadis yang tengah mendongak karena merasa ada yang mencoleknya itu menautkan alisnya kemudian menghembuskan napas kasar, sepertinya usahanya tadi untuk menjauhkan cecunguk ini dihidupnya sia-sia.

"Nanti pulangnya naek motor sama urang yang ada lasernya. Jadi, kalo ada bahaya bisa aman. Bener gak, lur?" ucap Deden sambil tersenyum manis pada dua sahabatnya yang duduk menumpuk kayak cucian belum kering itu.

"Bener ...!" ucap keduanya serempak.

"Nanti kita makan cacing dari Zimbabwe pake daging kadal Nigeria, bener gak, lur?" ucap Deden lagi, sedikit mengeraskan suaranya.

"Bener ...!" Duo cecunguk sahabat Deden masih menjawab dengan serempak.

"Terus nanti urang anterin maneh selamat sampai tujuan tanpa hilang arah dan juga beban, bener gak, lur?"

"Bener ...!" Sekarang teman sekelas Key menjawab dengan serempak bahkan Viera juga ikut-ikutan.

"Terus nanti maneh tidur dengan mimpi indah tanpa keluh kesah karena ku urang ajak maen, bener gak, lur?"

"Bener ...!" Semua siswa semakin kompak menjawab dengan serempak.

"Terus-"

"Bisa diem gak, lo!" bentak Key memotong ucapan Deden kesal.

"Aduhh maungna hudang! ( Aduh harimaunya bangun! )" ucap Deden terlonjak kaget.

"Keluar lo sekarang!" Key berkata tegas, nadanya seperti memerintah.

"Yaudah atuh urang mau balik ke kelas, eh ... tapi kayaknya mampir ke kamar mandi dulu, diarenya kambuh lagi gara-gara makan bakso tadi." Deden dan kedua sahabatnya itu pun keluar kelas dengan santainya tanpa melihat Key yang sedari tadi menahan amarah.

Key yang sedang menenangkan dirinya ke posisi datar lagi itu dikejutkan kembali dengan kepala Deden yang menyembul dari pintu,

"Satu ditambah satu hasilnya dua, bener gak, lur?"

"Bener ...!" ucap teman sekelas Key masih serempak.

"fiks, tuh orang gila," batin key

* * * * *

Kamus Bahasa

Urang \= Saya

Maneh \= Kamu

Bener \= Benar

Lur a.k.a sadulur \= saudara

Teu hoyong \= Gak mau

Happy reading gaes!

Saingan

Key menyumpalkan earphone di telinganya, menggendong tasnya yang berwarna cream-putih sambil memakan kripsetnya (kripik setan) yang super pedas.

Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejam yang lalu, sekolah juga sudah terlihat sepi. Key memang sengaja pulang terlambat untuk menghindari Deden gila yang tak ia sukai.

Sepertinya keberuntungan sedang tidak berpihak padanya, baru saja ia sampai di parkiran ia sudah disambut oleh duo cecunguk sahabatnya Deden.

"Tett teret ... Tett teret ... Tett teret ... Tett teret ... ter re re rett ...."

Mereka bernyanyi serampangan menirukan suara terompet, berpura-pura menjadi pengawal kerajaan sambil melemparkan daun-daun kering kearah Key.

"Mari kita sambit pakai celurit, putri dari kerajaan cecunguk. Putri Keyara ... Valensia ...." Gibran berbicara bak pembawa acara pernikahan, kemudian diikuti tepuk tangan dari Vino yang masih terus melempar daun kering dan memungutnya kembali untuk dilemparkan, terus saja begitu.

Key membuka earphone nya dan menatap duo cecunguk itu datar, dimana ada cecunguk pasti ada rajanya dan benar saja dilihatnya Deden sedang bersandar di motor ninja merahnya sambil mengenakan taplak meja kelas yang diikatkan ke lehernya menjadi jubah di belakangnya dan juga kertas yang dilipat menjadi topi ia pakai di atas kepalanya.

Key hanya menanggapinya dengan memutarkan bola mata malas, lelah sekali ia selalu diganggu orang-orang aneh seperti mereka.

"Ladies and gentleman, tukang paku tukang semen. Sekarang ini pangeran cecunguk yaitu Pangeran Deden dari kerajaan cecunguk menghampiri sang putri untuk dijaga nyawanya secara lahir batin menuju tempat peristirahatannya terakhirnya," ucap Gibran yang masih berperan sebagai pembawa acara.

"Heh, emangnya is death!" tanggap Vino menjitak kepala Gibran keras.

"Rumahnya maksud gue," ucap Gibran meringis.

Deden yang sedari tadi berdiri itu mendekat ke arah Key kemudian berlutut di hadapannya, ia memeberikan ranting kayu kering pendek tanpa daun. Ya, hanya ranting bukan bunga.

"Kuy, pulang," ucap Deden sembari menyodorkan ranting itu.

Key hanya melihatnya tanpa ekspresi, ia berharap ada yang menolongnya sekarang dari bencana ini.

Bagaskara Putra, siswa teladan kelas XII IPA 3. Seorang ketua OSIS di SMA Bhayangkara itu mendekat ke area parkiran ke arah keributan yang diciptakan Deden dan kedua sahabatnya.

"Ada apa ya ribut-ribut? loh Key kamu belum pulang?" tanya Bagas yang melihat Key.

Bagas memang teman kecil Key, rumah mereka berdekatan. Sejak kecil mereka selalu bermain bersama, hingga mereka sudah saling mengenal satu sama lain.

"Iya, tadi ada urusan sebentar, " jawab Key.

"Yaudah yuk pulang bareng."

"Woy, enak aja! Key sekarang mau pulang bareng urang," ucap Deden yang sudah berdiri dari berlututnya.

"Benar, Key?" tanya Bagas memastikan, pasalnya ia tahu jika Key sama sekali tidak mau berurusan dengan Deden.

"Ya bener lahh!" jawab Deden tegas.

"Enggak, kok, ayo pulang," jawab Key santai.

"Aduh urang dianggap patung," Deden meremas dadanya merasa seakan-akan dirinya tersakiti.

"Balikin itu nanti taplaknya ke tempat semula." Bagas memerintah sambil menunjuk taplak meja yang digunakan Deden.

Bagas dan Key pergi meninggalkan area sekolah menggunakan mobil, meninggalkan Deden yang menatap mereka dari jauh.

"Yang namanya ketua OSIS memang selalu jadi idola ya ... apa nanti urang nyalonin diri jadi ketua OSIS aja?" Gibran dan Vino yang mendengarnya meringis pelan, membayangkan betapa hancurnya sekolah jika Deden yang menjadi ketua OSIS.

"Udahlah kita balik, kuy," ajak Vino menepuk pelan pundak Deden.

"Iya, udah sepi juga nih sekolah," tambah Gibran menenangkan.

"Aduh! urang ada masalah, euy," sentak Deden mengagetkan.

"Apaan?" Gibran dan Vino kaget sambil menjawab Deden kompak, mereka memang sangat peduli pada sahabatnya itu.

"Urang lapar ... Bensin motor juga tinggal setetes, nanti pinjam uang, ya, tenang nanti ku urang ganti," ucap Deden menunjukan cengirannya yang khas.

"Untung Key gak jadi ikut sama lo, Den. Kalo ikut, jadi tukang dorong motor tuh anak sampe rumahnya, udah kecil makin mini tuh cewek," ucap Vino berkomentar.

"Iya untung, deh. Nanti kalo Key ikut sama urang badannya yang kecil jadi mini dari mini jadi kurcaci dari kurcaci jadi ketot dari ketot jadi amoeba dari amoeba jadi kuman kan gak lucu," timpal Deden ngasal.

Kedua sahabat Deden memukul kepala Deden bersamaan, mereka tertawa bersama. Padahal Deden merupakan anak dari direktur perusahaan ternama, tetapi dia sering sekali kekurangan uang, ia juga bekerja setiap malam di salah satu cafe di dekat rumahnya.

*   *   *   *   *

Kring ....

Pintu cafe terbuka menampilkan seorang gadis manis berponi rapi dan berambut lurus panjang sepinggang memakai kaos putih bertuliskan 'love' dengan jaket kulit diluarnya, juga celana jeans berwarna navy. Penampilan yang simple namun mampu menyedot perhatian seluruh orang di cafe untuk menatapnya, tetapi gadis yang ditatap banyak pasang mata itu hanya fokus pada ponselnya sendiri.

Deden yang tadinya sibuk meracik kopi, menghentikan aktivitasnya dan menatap gadis yang menghampiri meja pesanan itu.

"Capuccino nya satu, ya, Mas," ucap gadis itu masih fokus pada ponselnya.

"Kayaknya maneh jodoh sama urang, pas banget lagi kaosnya tulisan 'love'."

Gadis yang baru datang itu---Key---mengangkat kepalanya dari layar ponsel, mengenali suara yang tadi ia dengar. Ia menghembuskan napas kasar, sedangkan Deden hanya menunjukan senyuman termanisnya.

"Cappucino siap meluncur," ucap Deden yang mengenakan appron hitamnya mengambil sebuah cangkir.

"Gak jadi, gak usah." Key hendak berbalik menuju pintu keluar, meninggalkan cafe yang baru saja ia datangi.

"Tenang aja maneh gak usah menghindar dari urang. Urang mah profesional gak bakal ganggu maneh, lagian urang mau berduaan sama pacar urang."

"Cangkir sama kopi maksud urang," batin Deden

"Pacar?seorang Deden sekarang punya pacar?" batin key.

Key yang hendak berlalu pergi berbelok ke arah meja cafe, ia duduk dekat jendela sambil kembali memainkan ponselnya. Deden yang melihat itu hanya tersenyum tipis melanjutkan pekerjaannya.

"Lo kenal cewek itu, Den? kenalin dong! Cakep, tuh," tanya Bimo pemilik cafe, ia juga salah satu teman dekat Deden.

"Gak bisa, udah hak paten milik urang kalo cewek itu."

Deden mulai membuat kopi pesanan para pelanggan cepat, khusus untuk Key ia sendiri yang mengantarkannya.

"Selamat menikmati, capuccino tambah sianida buatan urang ini, putri Key." Deden mempersilakan sambil menampilkan senyuman manisnya yang malah dibalas pelototan dari Key. "Haha ... bercanda-bercanda," ucap Deden lagi masih berdiri dihadapan Key, Key baru saja hendak menyesap kopinya.

"Bercandanya gak main-main maksud urang, hati-hati nanti bisa mati."

Deden berbisik pelan di dekat Key, membuat gadis manis itu tersedak pelan.

Deden yang melihat itu hanya tertawa lepas, memberikan sekotak tisu kehadapan Key dan berlalu pergi dengan sisa tawanya. Key yang masih memegang cangkir kopi itu menatap cangkir itu ngeri, apa benar dia akan mati?

Sudah setengah jam Key menikmati cappucino nya di cafe ini, dan ia tidak mati tentunya. Cafe ini sangat nyaman dekorasi alam yang menenangkan juga lagu-lagunya yang mengalun indah, cafe ini juga menyediakan banyak novel menarik di rak kecil yang ada di pojok. Key baru pertama kali ke tempat ini, ia sangat menyukainya. Satu-satunya yang tak ia sukai di cafe ini adalah baristanya yaitu Deden.

Beberapa saat berlalu, seorang gadis cantik berambut pirang sebahu dan berpakaian modis mendekati meja barista, gadis itu tampak sudah kenal lama dengan Deden. Namun, di tempat duduknya, Key tidak dapat mendengar apa yang mereka bicarakan.

"Kafa!" Gadis itu melambai ke arah Deden.

Zeana Oliv andara, gadis yang biasa dipanggil Zea itu adalah teman kecil Deden di Amerika. Zea juga merupakan Blasteran Amerika-indonesia, Deden memang sempat tinggal di Amerika selama lima tahun bersama orang tuanya, itupun sudah lama, kira-kira waktu ia sekolah dasar hingga SMP

"Hai Zea, how are you?" jawab Deden balas melambai.

"Just fine," jawab Zea tersenyum.

"Oh iya, Ze. Nama urang bukan Kafa nama urang sekarang Deden."

Zea yang sudah lama bergaul dengan Deden itu paham apa yang ia katakan, karena Zea ketika di Amerika juga sering diajak ngobrol oleh orang tuanya bahasa indonesia ataupun sunda, walaupun begitu Zea agak kesulitan berbahasa Indonesia karena ia lebih sering di Amerika dibandingkan Indonesia.

"Wow, khamu ganti nama? Gimana kalo aku juga ganti nama? Ehm ... jadi Jubaedah ghimana?" ucap Zea yang sontak mendapat tawa dari Deden itu

"No! nama maneh udah bagus Zea gausah diganti." Deden yang masih tertawa itu, memegang perutnya geli. Zea yang melihatnya hanya tersenyum menatap Deden.

"Kapan maneh datang dari Amerika? mau kopi?"

Zea mengangguk menerima tawaran dari Deden, mereka tak menyadari jika sedari tadi ada yang memperhatikan mereka yang terlihat sangat akrab dari jauh.

"Itu pacarnya Deden? Cantik juga," batin Key.

*   *   *   *   *

Kamus Bahasa

Urang\=Saya

Maneh\=Kamu

Happy Reading gaes!

Murid Baru

Pagi-pagi sekali di kelas Key, hanya beberapa siswa yang sudah masuk kelas. Key yang duduk sendiri karena Viera yang belum datang itu menelungkupkan wajah di tangannya, ia menutup mata mencoba tidur karena masih mengantuk.

Kelas XI IPA 2 yang semula hening itu tak berlangsung lama, dapat diprediksi jika sebentar lagi akan terjadi bencana di kelas itu karena Deden dan kedua sahabatnya yang memasuki kelas itu sambil menenteng alat kebersihan. Kalian salah jika berpikir Deden akan beres-beres membersihkan kelas, justru mungkin ia yang akan menghancurkan kelas.

"Kalian diluar binasa ... , di pagi yang cerah secerah warna kolor yang sekarang dipake si cunguk Vino ini. Kami akan menampilkan sebuah lagu agar hari kalian lebih berjaya," ucap Deden membangunkan Key yang baru saja memejamkan matanya.

Vino yang disebut itu malah mengangkat jempolnya ke atas sambil tersenyum sok imut, ia menyelempangkan sebuah sapu yang telah diikat dengan tali rapia, memakainya seperti sebuah gitar.

Gibran duduk di meja guru menelungkupkan ember terbalik bersiap memukulnya heboh, sedangkan Deden memegang lap pel bagaikan stand mic. Mereka bertiga di depan kelas menjadi perhatian teman sekelas Key yang tadinya sibuk dengan kegiatan masing-masing.

"Satu-satu ... urang jodoh Key, dua-dua ... urang pasti jodoh Key, tiga-tiga ... kalo tidak jodoh, sama urang tabok sampe jadi jodoh."

Sebenarnya Deden memiliki suara khas yang bagus, tapi karena ia menyanyi berteriak-teriak seadanya menyanyikan lagu dengan cempreng ditambah dua sahabatnya di belakang yang mengiringi, mengeluarkan suara aneh tak karuan. Alhasil, Key harus menutup telinganya kesal, sehari saja rasanya ia tak bisa tenang.

Mereka bertiga menyanyi heboh dimulai dari menyanyi lagu Jaran goyang, kereta malam hingga cicak-cicak didinding, teman-teman sekelas Key ikut-ikutan menyanyi hingga ikut menari didepan, sampai sampai ada yang nyawer dengan uang 500 rupiahan. Kelas tampak ramai dan heboh, setiap ada Deden dan sahabat-sahabatnya. Kelas Key yang semula rapih dan teratur dapat seketika menjadi kapal pecah karena terkena bencana, bayangkan saja setiap hari Key harus menghadapi sikap Deden yang diluar nalar manusia itu.

"Guru killer datang woyy!" ucap Viera yang baru masuk dengan napas terengah kelelahan, ia baru saja berlari sepanjang koridor dari gerbang sekolah takut terlambat mengikuti pelajaran pertama itu.

Keadaan kelas yang semula keos mendadak panik, semua siswa segera duduk di bangkunya masing-masing dengan tenang tanpa suara satupun. Deden dan kedua sahabatnya masih berdiri kebingungan melihat keadaan.

"Sedang apa kalian disini? kalian bukan siswa kelas ini kan?"

Bu Fida guru fisika yang terkenal killer itu menatap tajam ketiga siswa yang berdiri di depan kelas, Gibran yang tadinya duduk di meja guru langsung berdiri sambil memegang ember yang ia bawa.

"Eh, Ibu. Gimana kabarnya, Bu? Rumus gaya masih massa dikali percepatan kan, Bu?" tanya Deden menyalami guru fisika itu diikuti Vino dan Gibran.

"Kembali ke kelas kalian sana, ini sudah jam pelajaran!" ucap Bu Fida memerintah.

"Baik, bu, sampai ketemu lagi," ucap Deden sopan.

Mereka bertiga berlari ke kelas mereka tunggang-langgang di XI IPS 5 sambil membawa alat-alat yang tadi mereka bawa, sebelum Bu Fida berubah pikiran untung saja mereka tidak terkena hukuman.

Key yang sedang duduk dikelasnya menatap ketiga orang sahabat tadi tersenyum tipis, hampir tak terlihat. Sedangkan Viera masih mengatur napasnya di sebelah Key kelelahan.

*    *    *    *    *

Kelas XI IPS 5, kondisinya tidak jauh dengan keributan yang setiap kali Deden ciptakan. Guru yang belum memasuki kelas membuat murid-murid bebas bermain sesuka hatinya.

Siswa-siswa yang tadinya pergi ke kantin, masuk terburu-buru menuju kelas melihat Pak Tono 'Guru Ekonomi' datang.

Deden duduk di jajaran pojok di barisan ketiga dengan Vino, sedangkan Gibran duduk di belakang Deden yang sebangku dengan Ilmi, mereka yang tadinya berbincang dan tertawa bersama itu berhenti karena kedatangan Pak Tono. Sebenarnya Ilmi juga cukup dekat dengan dengan Deden dan kawan-kawan, tetapi Ilmi masih memiliki kewarasan untuk tidak melakukan hal seperti Deden dan kedua sahabatnya itu.

"Anak-anak kita kedatangan murid baru pindahan dari Amerika, perkenalkan dirimu, nak."

Siswa perempuan cantik berambut pirang sebahu itu mengangguk pelan, semua mata tertuju padanya, Deden yang tadinya menghadap belakang berbincang dengan temannya itu kaget melihat siapa yang berdiri di depan.

"Yo, Zea!" ucap Deden mengangkat tangan itu.

"Kamu kenal dia, Den?" tanya Pak Tono heran.

"Dia temen urang pas di Amerika, Pak," ucap Deden menjelaskan.

"Yasudah, perkenalkan dirimu pada teman yang lain, Deden gak usah kan sudah kenal," titah Pak Tono pada Zea.

"Jadi urang tutup mata sama telinga nih pak biar gak kenalan lagi sama Zea? " Deden menutup matanya dengan kedua telapak tangan, tetapi tetap saja ia masih membuka celah untuk mengintip.

Pak Tono hanya mengisyaratkan Zea untuk memperkenalkan diri, sebelum penyakit aneh Deden kambuh kembali. Zea hanya tersenyum kecil, dan memulai memperkenalkan dirinya.

"Namakhu Zeana Oliv Andara, akhu pindahan dari Watterson High School di Amerika."

"Yasudah sekarang kamu duduk di bangku kosong depan sama Ningrum." Pak Tono menunjuk bangku kosong yang dimaksud.

"Kalau boleh, Akhu ingin duduk bareng Deden pak," pinta Zea sopan.

Vino akhirnya mengalah dan pindah duduk ke belakang bersama Gibran, Ilmi yang sebelumnya duduk bersama Gibran pindah ke belakang bersama Oby, Ruri yang sebelumnya duduk bersama Oby pindah ke belakang bersama Nuni, bangku sudah tidak ada lagi ke belakang menyisakan Dodi si kacamata empat yang berdiri entah akan pindah kemana. Ribet memang ....

"Kenapa kalian pada pindah semua?" tanya Pak Tono tampak frustasi.

Bangku di sebelah Deden yang sekarang sudah kosong diisi Zea, Zea yang memang cantik itu langsung mendapat teman dan seluruh perhatian dikelas.

"Aduh ... yasudah, Dodi kamu duduk bersama Ningrum." Pak Tono memijat kepalanya sakit melihat kelakuan anak muridnya itu.

Pak Tono kemudian pergi dan hanya menugaskan mengerjakan latihan soal, yang dibalas sorakan oleh seluruh murid karena bisa santai dikelas tanpa kekangan.

"Kenapa maneh pindah sekolah kesini, Ze?" tanya Deden bingung.

"Ya aku hanya ingin dekat dengan sahabatku, " jawab Zea sambil memeletkan lidah imut.

*  *   *   *  *

Jam istirahat sekolah berbunyi, Key dan Viera sudah meluncur duluan menuju kantin karena lapar. Mereka duduk di tempat bakso pak kasim langganan mereka, Key yang memang maniak pedas itu langsung saja menambahkan sambal cabe banyak-banyak ke baksonya.

"Lo ngeri ihh, Key." Viera menelan ludah melihat mangkok basok Key yang berubah warna itu.

"Enak tahu," jawab Key santai.

Deden dan sahabat-sahabatnya itu masuk area kantin, mereka langsung menjadi pusat perhatian seluruh warga kantin karena memang wajah mereka yang di atas rata-rata. Namun, sekarang mereka tidak hanya bertiga ada cewek cantik bersama mereka. Zea yang ikut bersama Deden dan sahabatnya itu langsung mendapat komentar dari para siswa tak terutama Viera.

"Key ... Key ... lihat deh cewek cantik yang bareng sama Deden. Siapanya, tuh?" Viera menyenggol bahu Key pelan.

Key yang melihatnya entah mengapa terlihat kesal, ia tak sadar memasukan satu tempat penuh sambal cabe ke mangkoknya.

"Gak tahu pacarnya kali!" jawab Key setengah berteriak.

"Kemarin dia baru nembak lo dan sekarang punya pacar cewek lain? Dasar playboy cap minyak gosok," Kesal Viera berkomentar.

"Bodo amat!"

"Key itu sambalnya gak kebanyakan? Nanti mati, loh!" Viera semakin ngeri menatap mangkok Key yang penuh cabe itu.

"Ke kelas, yuk, gak mood gue."

Viera langsung mengikuti Key yang berjalan cepat menuju kelas, memperhatikan dengan seksama wajah sahabatnya itu.

"Jangan bilang ... lo cemburu, Key? Cie ... cie. " Viera menggoda Key sambil menampilkan tatapan menyelidik.

Key yang ditanya itu hanya semakin mempercepat langkahnya meninggalkan Viera yang masih menggodanya itu.

*   *   *   *  *

Happy reading gaes, semoga suka sama ceritanya, dimohon krisannya yaa ....

"Gaes, Author bilang ke urang yang gak ngasih krisan ditabok katanya," ucap Deden.

Ptakk ....

"Maaf gaes Dedennya aku jitak pingsan sebentar, gausah didengerin. Have fun yaa ...."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!