Echa Aprilia Anjani.
Seorang gadis cantik memiliki kemampuan untuk melihat mereka yang tak kasat mata, membaca pikiran seseorang dan pergi ke masa lalu. mengerikan? tentu saja. selain indigo Echa juga terlahir istimewa, sebagai kunci untuk mengantar mahluk tak kasat mata ke tempat peristirahatan yang tenang. Dirinya selalu di incar dan di cari oleh para mahluk tak kasat mata agar bisa pergi.
Bara Gatramana.
Seorang pria tampan yang di inginkan oleh mahasiswi di campus nya. Dingin, tidak peduli tentang perempuan kecuali kepada keluarga, sahabat dan Echa kekasihnya, Bara memiliki aura berwarna biru, bahkan dia memiliki permata yang paling di incar oleh mahluk tak kasat mata. Namun percuma saja mahluk tak kasat mata itu tidak akan bisa mengambil permata nya dari Bara. Permata yang memiliki kekuatan tersembunyi.
Hanin Anzani Tifanka.
seorang gadis cantik yang memiliki kemampuan melihat aura orang lain atau bahkan mahluk tak kasat mata. Hanin tau segala hal tentang dunia gaib, namun sayang terkadang dia tidak bisa mengontrol diri agar tidak di rasuki oleh mahluk tak kasat mata yang ingin mengambil Echa, sahabatnya.
Nathan Napoleon.
Seorang pria tampan, cuek, dingin, di inginkan oleh mahasiswi di campus nya romantis hanya kepada Hanin kekasihnya. Nathan memiliki aura Emas dan permata merah muda di dalam tubuhnya, mampu membuat mahluk tak kasat mata terkecoh olehnya, terbakar dan panas.
Ivy Oktaviani.
Seorang gadis manis yang memiliki kemampuan untuk membaca pikiran seseorang, melihat masa lalu dan melihat apa yang akan terjadi di jam berikutnya.
Azka Wijaya.
Seorang pria tampan, jago gombal tapi receh tak sedikit wanita di campus berharap lebih kepada Azka, padahal dirinya sudah memiliki Ivy kekasihnya yang selalu sabar menghadapi tingkahnya. Azka memiliki aura berwarna hijau cerah dan permata putih di tubuhnya. aura dan permata itu bisa dalam segala hal yang berkaitan dengan dunia gaib.
Shiren Atmaja.
seorang gadis manis yang memiliki kemampuan untuk melihat mahluk tak kasat mata sama seperti Echa namun tidak sehebat Echa.
Gavin Calderon.
Seorang pria tampan. cuek, tidak peduli sekitar kecuali keluarga, sahabat dan Shiren kekasihnya. Gavin memiliki aura berwarna jingga cerah yang mampu membuka portal ke dunia lain.
Mutiara Queensha.
Seorang gadis cantik yang memiliki aura merah jambu kuat mampu menghancurkan mahluk tak kasat mata hanya dengan mengeluarkan kekuatan gaib miliknya.
Alvero Martadinata.
Seorang pria tampan yang memiliki aura berwarna merah, aura itu memiliki kekuatan tersembunyi seperti dinding pembatas agar tidak ada mahluk tak kasat mata yang mendekati kearah teman-temannya. Mutiara adalah wanita yang kini bertahta di hatinya.
Devan.
Seorang pria dengan ketampanan blasteran indo - Amerika itu mempunyai kemampuan untuk bisa membaca pikiran seseorang, melihat mahluk tak kasat mata pergi ke dunia lain. sampai saat ini beluk ada yang menempati kekosongan hati Devan. tidak ada seorang wanita yang mampu menaklukan kerasnya hati pria blasteran itu.
Bara, Nathan, Azka, Gavin, Mutiara dan Alvero adalah kakak senior di campus yang saat ini Echa tempati yaitu Universitas Starshine.
Sedangkan Echa, Hanin, Ivy, Shiren dan Devan adalah junior di universitas Starshine yang sebentar lagi akan menjadi mahasiswa baru di kampus tersebut.
Mereka di takdir kan untuk memecahkan misteri yang ada di apartemen dan kampus nya, banyak korban jiwa yang berjatuhan ketika Echa dan teman-temannya tinggal di tempat tersebut.
Echa dan semua teman-temannya itu masing-masing menyewa apartemen di tempat yang sama. karena apartemen yang Echa tempati saat ini tidak jauh dari kampus nya.
Bahkan pemilik dari apartemen itu seolah bungkam akan kematian yang terjadi, dia menyimpulkan bahwa semua itu hanyalah bunuh diri karena tugas sekolah dan kampus.
Padahal tidak seperti itu, ada hal yang ganjil dari kematian orang-orang. Dari data yang di dapat seolah setiap tahun selalu ada korban jiwa.
Jika ingin tahu perjalanan kisah cinta Bara, Echa dan yang lainnya silahkan baca Ghost School dan Ghost Vila.
Echa melangkahkan kakinya turun dari tangga, sebelum keluar rumah untuk mengecek keadaan apartemen miliknya dia pamit terlebih dahulu kepada Roslyn-ibunya dan Bi Neni-pembatu kesayangan Echa yang sudah bekerja selama 20 tahun di rumahnya.
"Ibu.. Caca pergi dulu." pamit Echa menghampiri Roslyn yang sedang fokus pada layar laptop dengan setumpuk berkas di sampingnya.
"Sama siapa? sendiri?" tanya Roslyn sambil menatap anak semata wayangnya itu sambil membenarkan kacamata yang bertengger di hidungnya.
"Sama kak Bara Bu." jawab Echa.
"Baranya udah datang?" tanya Roslyn yang kembali menatap layar laptopnya.
"Sebentar lagi juga nyampe." jawab Echa.
"Oh iya, soal apartemen kamu gimana? udah di cek belum?" tanya Roslyn.
"Ini mau sekarang." jawab Echa.
3 tahun berlalu, pahit manisnya kehidupan menjadi dewasa, asmara, persahabatan selama di jenjang sekolah menengah atas sudah Echa lewati bersama teman-temannya dengan susah payah.
Beragam macam permasalahan dengan mahluk tak kasat mata pun seolah tak ada henti-hentinya, datang silih berganti. Namun semua itu akan dijadikan pelajaran bagi Echa dan yang lainnya.
Dari hal gaib yang paling kecil hingga hal yang paling mengerikan pernah mereka lewati, bahkan beberapa kali hampir merenggut nyawa. mengerikan? tentu.
Dan saat ini Echa akan tinggal di apartemen dekat dengan kampus bersama dengan teman-temannya. Kampus impian bagi para pelajar yang telah lulus sekolah menengah atas. Bahkan Bara, Nathan, Azka, Gavin, Mutiara dan Alvero kuliah di universitas tersebut.
Universitas populer di Jakarta yang terkenal dengan kepintaran, kecantikan, ketampanan mahasiswanya dan fasilitas yang sangat lengkap yaitu Universitas Starshine.
"Bi neni dimana Bu?" tanya Echa sambil melihat keberadaan bi Neni, namun sejak tadi dia tidak menemukannya.
"Ke pasar." jawab Roslyn.
"Yah.. padahal Caca pengen pamit sama Bi Neni," ucap Echa dengan wajah sedih.
"Emang mau pindah sekarang?" tanya Roslyn.
"Engga sekarang sih tapi kalau apartemen nya enak di pake tidur, ya Caca bakalan tidur di sana," jawab Echa.
Echa dan teman-teman nya itu membeli apartemen di tempat yang sama bahkan apartemen mereka saling berdekatan.
Jadi jika terjadi sesuatu mereka tidak perlu repot jalan ke lantai bawah atau pun kelantai atas. Bahkan Bara dan teman-temannya pun membeli apartemen di sana secara mendadak.
Alasannya mereka ingin membeli apartemen di tempat tersebut karena mereka tidak ingin Echa dan yang lainnya kenapa-kenapa, apalagi semua nya perempuan.
Ting.. tong..
Suara bel rumah Echa berbunyi menandakan ada seseorang yang sedang berdiri di luar rumah nya.
"Caca pamit ya Bu, ibu jaga jaga kesehatan ya, Caca gak mau ibu sampai drop kayak Minggu kemarin, jangan terlalu maksain diri, kalau emang capek istirahat." ucap Echa sambil mencium pipi Roslyn.
"Iya Ca, ibu bakalan jaga kesehatan," ujar Roslyn yang masih menatap layar laptop.
Echa tidak menjawab perkataan ibunya itu, dia langsung melangkahkan kaki menuju ke arah pintu untuk melihat siapa orang yang menekan bel rumahnya.
Pada saat Echa membuka pintu dia melihat seseorang yang selama ini selalu berada di sampingnya, menjadikan dirinya tempat pulang sebenarnya, meskipun banyak masalah di hubungan mereka, apalagi isu tentang orang ketiga, seperti nya Echa sudah kebal dengan semua itu.
Siapa lagi kalau bukan Bara? Pria yang selalu berkata bahwa dirinya bersyukur mendapatkan wanita seperti Echa, entah apa yang istimewa darinya. Tapi Echa berusaha untuk menjadikan dirinya tempat paling nyaman untuk pulang.
"Ibu mana?" tanya Bara.
"Ada di dalem." jawab Echa.
"Oh oke." ucap Bara singkat sambil masuk kedalam rumahnya.
Bara memang sudah biasa seperti itu, dia tidak akan pernah pergi sebelum berpamitan kepada Roslyn jika Roslyn ada di rumah.
Echa tidak mengikuti Bara, dia menunggu Bara di luar, toh hanya pamit saja tidak perlu masuk kedalam lagi.
"Ayo." ajak Bara.
"udah?" tanya Echa.
"Udah." jawab Bara sambil melangkahkan kaki menuju motor sport miliknya diikuti dengan Echa di belakangnya.
Bara melajukan motornya ketika Echa sudah naik keatas motornya, membelah kota Jakarta yang tidak terlalu macet seperti biasanya.
"Kak, yang lain udah berangkat kan?" tanya Echa yang sedang menyimpan kepalanya di pundak Bara dengan tangan yang melingkar di pinggang Bara.
"Udah," jawab Bara.
"Kakak gak ada yang mau di ceritain gitu?" tanya Echa.
"Gak ada." jawab Bara.
"Oh iya kak, soal Kak Tiara yang mau nikah itu serius?" tanya Echa.
"Iya." jawab Bara sambil melihat kearah spion yang menampilkan wajah menggemaskan milik Echa.
"Kapan?" tanya Echa.
"Antara awal dan akhir bulan Agustus." jawab Bara.
"Berarti satu bulan kurang dong?" tanya Echa.
"Hm." gumam Bara.
"Caca mau nikah muda?" tanya Bara tiba-tiba.
Echa yang mendapat pertanyaan seperti itu langsung memerah malu, pertanyaannya soal Alvero dan Mutiara yang akan segera menikah itu bukan berarti dia memberi kode kepada Bara untuk segera di halalkan.
"Eh.. kalau emang Ibu bolehin Caca nikah muda ya ayo." jawab Echa dengan wajah yang memerah. Sedangkan Bara hanya tertawa pelan melihat Echa seperti itu.
"Kenapa ketawa?" tanya Echa.
"Gak apa-apa." jawab Bara yang kini sudah memberhentikan tawanya.
"Gimana kabar Bunda An sama Aira? baik-baik aja kan?" tanya Echa.
"Baik," jawab Bara.
"Caca udah lama gak ketemu sama bunda sama Aira." ucap Echa.
"Nanti pulang dari sana kerumah aja," ujar Bara.
"Tapi kalau apartemennya enak buat di pake tidur Caca minta besok aja ya ke rumahnya, pengen nyobain apartemennya." ucap Echa antusias.
"Iya," ujar Bara sambil mengelus lembut tangan Echa yang berada di perutnya.
Tidak ada percakapan lagi setelah itu, mereka menikmati perjalanan yang hening dengan angin pagi yang lumayan masih segar, tidak banyak polusi karena hampir semua penduduk Jakarta pulang ke kampung halaman.
...----------------...
30 menit berlalu Echa dan Bara sudah sampai di lapangan parkir apartemen nya itu, saat ini di sampingnya ada gedung sangat tinggi, mewah dan elegan.
"Ayo." ajak Bara sambil menggenggam tangan Echa untuk mengikuti dirinya melihat apartemen yang sudah di beli Roslyn untuk Echa.
"Gak mau nunggu yang lain?" tanya Echa yang berjalan di samping Bara.
"Udah nyampe," jawab Bara.
"Kakak tau darimana?" tanya Echa bingung.
"Tadi kakak liat ada motornya." jawab Bara. Echa hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban, dia menyeimbangkan langkah kakinya dengan langkah kaki Bara.
Mereka berdua masuk kedalam lift, pada saat masuk kedalam lift Echa sudah di sambut dengan satu sosok berambut panjang, memakai dress berwarna putih dengan darah yang memenuhi dress tersebut.
Echa pura-pura tidak melihat sosok yang berada di pojok lift itu bahkan tidak ada percakapan antara Bara dan Echa di tambah sosok itu menatap kearah Echa dengan kepala miring, suasana di dalam semakin mengerikan.
Ting.
Sampai tiba saatnya ada dua orang pria yang masuk kedalam lift mendekat kearah Echa yang berada di samping kanan Bara.
Sedangkan Bara yang melihat itu langsung Menganti posisi Echa menjadi di samping kirinya, memang tidak ada yang aneh dari dua pria tersebut tapi tetap saja Bara tidak ingin wanitanya dekat dengan pria yang tidak di kenal.
Echa mengerjapkan matanya sambil menatap kearah Bara saat kekasihnya Menganti posisinya, padahal di pojok sana ada sosok yang terus menatap Echa dengan tatapan mengintimidasi.
Echa tidak bisa mengatakan apapun, dia hanya bisa menggenggam tangan Bara dan merapatkan tubuhnya kepada Bara.
Setelah keadaan yang canggung dan mengerikan di dalam lift tadi kini Echa sudah berada di dalam apartemen miliknya.
Terlihat luas untuk ukuran apartemen, elegan, klasik, nyaman untuk di pakai sendiri dan tidak terlalu begitu mencolok.
Echa melihat sekeliling apartemen tersebut, sedangkan Bara langsung duduk di sofa sambil memainkan ponselnya.
Tidak ada masalah dengan apartemen miliknya ini, tidak ada hantu, energi negatif apapun di apartemen yang akan Echa tinggali ini. Mungkin Roslyn sudah membersihkan dari hal jahat.
Namun Echa harus memindahkan tempat tidurnya itu, jika saja tidak di pindahkan dirinya akan terjatuh kebawah.
"Nanti aja lah pindahinnya." ucap Echa dalam hati.
Echa turun dari tangga sambil menghampiri Bara yang sedang memainkan ponselnya itu.
"Kak.." panggil Echa.
"Apa?" tanya Bara yang tidak mengalihkan pandangan dari layar ponselnya.
"Caca mau ke apartemen Hanin, kakak mau ikut? atau disini?" tanya Echa.
"Disini aja," jawab Bara.
"Caca pergi dulu," ucap Echa sambil melangkahkan kakinya keluar dari apartemen miliknya meninggalkan Bara sendirian.
Echa melangkah menuju ke apartemen yang ada di samping apartemen miliknya.
"Nin.." panggil Echa sambil membuka pintu apartemen yang tidak terkunci. Echa langsung di suguhkan dengan nuansa soft, menenangkan dan minimalis.
"siapa?" tanya Hanin yang mungkin sedang berada di kamar.
"Caca," jawab Echa melangkahkan kakinya masuk kedalam apartemen milik Hanin sambil menutup pintu.
"Sama siapa kesini Ca?" tanya Hanin yang masih berada di dalam kamar.
"Sama kak Bara," jawab Echa sambil menaiki anak tangga untuk menghampiri Hanin.
"Kak Nathan kemana?" tanya Echa yang melihat Hanin sedang melihat kamarnya.
"Gak tau, tadi keluar." jawab Hanin.
"Yang lain udah kesini?" tanya Echa.
"Belum kayaknya." jawab Hanin.
"Btw, Kak Tiara mau nikah?" tanya Echa sambil merebahkan tubuhnya di kasur Hanin.
"Iya, Hanin lupa ngasih tau sama Caca, kata Kak Tiara nanti jadi Bridesmaids." jawab Hanin.
"Oh ya? kapan?" tanya Echa.
"Tanggal 5 bulan Agustus." jawab Hanin.
"Serius?! bentar lagi dong?!" tanya Echa kaget saat mendengar jawaban dari Hanin.
"Iya, sekarang tanggal 20 Juli kan? berarti sekitar 2 mingguan lagi." jawab Hanin.
"Kenapa Caca gak tau?" tanya Echa.
"Hanin aja baru di kasih tau kemarin," jawab Hanin.
"Kak Tiara nya udah kesini?" tanya Echa.
"Udah," jawab Hanin.
"Ya udah Caca mau ke apartemen Kak Tiara, mau ikut?" tanya Echa sambil bangun dari tidurnya itu.
"Ikut." jawab Hanin yang mengikuti Echa turun dari kamarnya.
Mereka berdua melangkahkan kakinya keluar dari apartemen Hanin untuk menuju apartemen Mutiara yang lumayan jauh.
Saat Echa dan Hanin melewati apartemen demi apartemen orang lain suasananya terkesan mencekam padahal ini masih siang.
"Kok aneh ya Ca?" tanya Hanin yang merasakan keanehan di sekitar nya.
"Tapi gak ada apa-apa kok Nin." jawab Echa.
Sampai tiba saat nya di apartemen nomor 33, Echa dan Hanin mendengar ada suara teriakan dari dalam apartemen tersebut. suara nya terdengar begitu jelas.
Echa dan Hanin langsung mengetuk pintu apartemen nomor 33 itu. Namun tidak ada suara teriakan lagi, kini di ganti dengan suara hantaman begitu keras.
DUGH..
"Permisi" ucap Hanin sambil mengetuk pintu.
"Apa di sana baik-baik saja?" tanya Echa yang mendengar hantaman keras itu.
"Tolong.." teriak seseorang dari dalam yang sepertinya langsung di bungkam oleh tangan orang lain.
"Telpon resepsionisnya Ca." ucap Hanin yang mendengar suara minta tolong dari dalam apartemen tersebut.
Echa menganggukkan kepalanya sebagai jawaban dia langsung mengeluarkan ponsel miliknya dan menelpon resepsionis.
"Halo, apa ada yang bisa saya bantu?" tanya resepsionis yang sedang di telpon.
"Saya mendengar suara teriakan minta tolong dari apartemen nomor 33." jawab Echa yang sedang berada dalam sambungan telpon bersama resepsionis.
"Baik kami akan segera kesana, jangan lakukan apapun, kami tidak ingin kalian kenapa-kenapa." ucap Resepsionis tersebut yang kemudian mematikan sambungan telponnya.
Teriakan semakin terdengar begitu nyaring, bahkan terdengar seperti teriakan kesakitan. Echa dan Hanin tidak bisa berbuat apa-apa sebelum pegawai di apartemen datang kearah mereka.
Tak lama kemudian 3 orang pegawai apartemen datang menghampiri Echa dan Hanin, 2 orang pria dan 1 orang wanita memakai seragam pegawai apartemen.
Namun di saat 3 pegawai itu datang, sudah tidak ada suara teriakan lagi.
Satu orang pegawai pria tampan berkulit putih, tinggi, bertubuh tegap menghampiri kearah Echa. sedangkan 2 pegawai lain sedang mencoba membuka pintu apartemen tersebut.
"Siapa namamu?" tanya pegawai tersebut sambil mengulurkan tangannya.
"Echa kak," jawab Echa sambil menerima uluran tangan pegawai tersebut.
"Saya Hans." ucap pegawai tersebut yang masih belum melepaskan uluran tangannya.
Sedangkan Echa mencoba untuk melepaskan uluran tangan Hans. Tak lama kemudian pintu apartemen tersebut terbuka. Hans langsung melepaskan tangannya dan masuk kedalam apartemen itu dengan cara mengendap-endap.
"Apa kalian baik-baik saja?" tanya pegawai wanita.
"Kami baik-baik saja," jawab Hanin.
"Apa saja yang kalian dengar?" tanya pegawai tersebut yang bernama Adila Nirina di name tag milik pegawai perempuan tersebut.
"Hanya suara teriakan, hantaman, saya tidak tahu pasti suara hantaman itu apa dan suara minta tolong." jawab Hanin.
Di tengah-temgah pembicaraan itu, tiba-tiba saja pegawai apartemen yang bernama Hans dan pegawai yang tidak di kenali namanya itu membawa seorang pria bertubuh kekar dan bengis keluar dari apartemen tersebut.
"Didalam ada seorang perempuan." ucap Hans kepada Adila.
Namun sebelum melangkah pergi Hans menatap kearah Echa yang sedang tersenyum kearahnya. Terlihat manis.
Adila yang mendapat perkataan seperti itu langsung masuk kedalam apartemen itu, diikuti Hanin dan Echa di belakangnya.
Echa melihat seorang wanita dengan luka lebam di sekujur tubuhnya bahkan ada luka sayatan di sekitar kakinya meskipun tidak terlalu besar tapi darah menetes ke lantai.
"Apa anda baik-baik saja?" tanya Adila kepada perempuan tersebut.
Perempuan tersebut menggelengkan kepala sebagai jawaban sambil menangis tersedu-sedu. Adila mendekat kearah perempuan tersebut namun segera di tepis kasar.
"Kenapa kau tidak mengangkat telpon dari ku?!" tanya perempuan tersebut.
"Maaf, tapi kami tidak mendapat telpon dari anda." jawab Adila, pegawai apartemen.
"Apa kau puas?!" tanya wanita itu menatap Adila tajam.
"Maaf kan kami atas ketidak nyamanan dan keterlambatan kami." jawab Adila.
"Maaf kak, apa boleh saya obati luka nya dulu?" tanya Echa yang sudah membawa kotak P3K dari laci.
Sedangkan perempuan itu tidak menjawab perkataan Echa, Echa yang tidak mendapat jawaban itu melangkahkan kaki mendekat kearah perempuan yang terlihat depresi tersebut.
Tidak ada penolakan apapun dari perempuan tersebut saat Echa mengobati lukanya.
"Boleh saya tahu nama anda siapa?" tanya Adila.
"Tania Angelisa." jawab perempuan yang sedang di obati oleh Echa.
Seorang gadis cantik blasteran Indo-amerika itu bernama Tania Angelisa.
"Apa kalian yang menolong saya?" tanya Tania yang menatap kearah Hanin dan Echa.
"Iya," jawab mereka berdua kompak sambil tersenyum kearah Tania.
"Terimakasih sudah menolong saya, jika tidak ada kalian mungkin saya sudah mati di sini." ucap Tania.
"Sama-sama." jawab Echa dan Hanin kompak.
"Saya beruntung bertemu dengan orang baik seperti kalian." ucap Tania.
"Apa anda ingin melaporkan nya pada polisi?" tanya Adila.
"Tidak perlu, ini masalah pribadi saya, saya akan selesaikan sendiri." jawab Tania.
"Tapi kak, ini tindak kekerasan." ucap Hanin.
"Tidak apa-apa, ini keputusan saya jadi saya akan menanggung ini sendiri." ujar Tania.
"Baiklah jika itu yang anda inginkan." ucap Adila.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!