Dalam ruangan yang dibisingkan oleh dentuman musik DJ yang meraung hebat, yang mau tidak mau membuat orang - orang yang berada di dalam ruangan itu menggerakkan kepala dan tubuh mereka mengikuti dentuman musik.
Begitu juga dengan gerombolan pemuda yang duduk di meja bartender, mereka menggerak - gerakkan kepala sembari menikmati minumannya.
"Si al!" umpat seorang pemuda yang baru datang dan langsung bergabung dengan mereka. Pemuda itu langsung meneguk minuman yang ada di atas meja tanpa permisi pada pemiliknya. Ada sensasi rasa terbakar pada tenggorokannya setelah meneguk minuman itu.
"Woi, punya gue!" salak temannya.
"Ya, gue minta dikit," jawabnya santai.
"Kenapa loe kok kayak bete gitu?" tanya salah seorang dari mereka.
"Motor gue kalah, breng sek!" umpatnya lagi.
"Hahaaaa.." teman - temannya tertawa bersamaan.
"Jadi motor Adipati kalah sama motor loe, Arga?" tanyanya pada pemuda yang datang bersamaan dengan pemuda yang dipanggil Adipati itu.
"Ya begitulah." Pemuda yang dipanggil Arga itu tersenyum bangga sembari meneguk minumannya.
"Berarti taruhannya jadi dong," ujar pemuda tadi bersemangat. "wahh, harus diabadikan ini. Kapan lagi kita bisa menghukum seorang Adipati Rangga Wijaya," kelakarnya.
Semua pemuda yang ada di sana tertawa, kecuali pemuda yang dipanggil Adipati itu. Dia sangat kesal walaupun ini adalah kekalahan pertamanya. Kini dia harus menerima konsekuensi dari taruhan yang dia buat sendiri.
"Nah, loe udah siap belum terima hukuman?" Salah seorang temannya kali ini berbicara dengan setengah berteriak karena dentuman musik semakin keras dipadu dentingan gelas - gelas yang saling beradu.
"Apa?" jawabnya malas.
Temannya itu tersenyum miring lalu menunjuk kearah pintu masuk, "Loe liat kan pintu itu?"
"Hm," jawab Adipati.
"Loe jalan ke sana, trus loe harus nyium bibir siapapun orang yang berdiri terakhir kali di pintu itu!" kata temannya sembari terkekeh. "Selama satu menit!" Imbuhnya sembari mengacungkan jari telunjuknya .
Glekkk!
Rangga menelan ludahnya, dia bisa melihat dengan jelas siapa yang berdiri di pintu itu sekarang. Seorang pria! Oh no! tidak mungkin dia mencium pria itu. Apa nanti yang akan dipikirkan pria yang tidak di kenalnya itu. Apalagi kalau para gadis melihatnya, bisa - bisa kejantanannya akan dipertanyakan.
"Buset! Laki itu Ar," protesnya pada Arga.
Namun, Arga malah tersenyum penuh kemenangan, "Justru di situ gregetnya." Arga terkekeh geli. Begitu juga dengan teman - temannya, mereka sudah siap dengan kamera ponsel masing - masing. Seperti biasa yang kalah taruhan akan direkam saat menerima hukuman, lalu vidionya akan dipost di akun sosmed grup mereka.
"Udah buruan!" Arga mendorong pelan bahu Adipati. "Gue udah gak sabar melihat seorang Adipati, sang badboy mencium seorang pria," kelakarnya.
"Pasti seru tar nih komenan para cewek - cewek, hahaaaaa!" Temannya menimpali, lalu mereka kompak tertawa.
Walaupun dengan berat hati, Adipati berjalan mendekati pintu masuk. Ciuman jelas bukan hal sulit baginya, mengingat julukan badboy yang disematkan para gadis padanya. Dia bahkan terkadang melakukan hal lebih daripada itu dengan gadis - gadis yang dekat dengannya. Namun, kali ini yang dia cium adalah seorang pria, dan di depan umum! *Damned*! Ini akan benar - benar merusak citranya.
Adipati terus berjalan, dia berdoa dalam hatinya semoga pria yang berdiri di sana akan pergi dan diganti oleh seorang gadis ketika dia sampai di sana. Namun, sampai jaraknya sudah semakin dekat, pria itu masih berdiri di sana sembari memainkan ponselnya.
Adipati menyerah, mungkin ini memang kesialan yang harus dijalaninya. Lima langkah lagi dia akan sampai, begitulah batinnya menghitung. Dia memejamkan mata, untuk menutupi rasa malunya pada pria yang akan diciumnya.
Satu,
Dua,
Tiga,
Empat,
Lima,
Kini lima langkah itu telah dijalaninya. Tanpa membuka matanya, dengan gesit dia meraih tengkuk orang di hadapannya lalu meng*lum bibirnya. Dia bisa merasakan orang yang dia cium nampak menegang tetapi, bukan itu yang membuatnya merasa aneh.
Bibirnya terasa manis. Hampir sama. Ah tidak. Lebih manis, dari bibir gadis - gadis yang biasa diciumnya. No! Apa dia sudah tidak waras? Menganggap ciuman dengan pria terasa lebih manis daripada ciuman dengan gadis.
Seolah sudah menjadi candu baginya, tanpa sadar dia mel*matnya pelan. Dia menikmati ciuman itu. Oh God! Dia sudah benar - benar tidak normal sekarang! Tiba tiba....
Plakkk!
Sebuah tamparan keras melayang diwajah tampannya. Membuatnya tersadar dan menghentikan ciumannya. Dia membuka mata dan membelalak kaget saat melihat siapa yang berdiri di hadapannya.
Seorang gadis mengenakan tas ransel di punggungnya, dengan rambut diikat kucir kuda, dan baju kaos berwarna putih dipadu celana jins panjang, serta sepatu kets. Gadis itu sedang melotot marah padanya.
Tunggu, ke mana pria tadi? Apa gadis ini yang diciumnya barusan? Pantas saja rasa bibirnya....
Gadis itu menarik kerah kaosnya, "Dasar kurang ajar! Beraninya kau menciumku! Dasar pria m*sum! Pria tidak tau malu!" umpat gadis itu dengan setengah berteriak.
Adipati hanya membisu, tiba - tiba saja dia merasa kehabisan kata - kata. Dia hanya memandang wajah gadis yang sedang menarik kaosnya. Wajah mereka hanya berjarak beberapa senti, dia terus memperhatikan bibir mungil yang terus mengumpatnya. Tanpa dia tau gadis itu mengumpat apa karena kini dia disibukkan dengan pikirannya sendiri.
Apa bibir itu yang tadi kucium? batinnya.
Sekelebat ingatannya kembali pada ciuman tadi. Tanpa sadar dia tersenyum - senyum sendiri.
"Hehh! Kenapa senyum - senyum?!" umpatan gadis itu mengembalikan kesadarannya.
"Jangan bilang kamu lagi mikir mesum tentangku ya!" Melepas cengkramannya di kerah kaos Adipati dengan kasar dan reflek menyilangkan tangannya di depan dadanya.
Adipati semakin tersenyum melihat tingkahnya. "Adipati." Mengulurkan tangannya.
Gadis itu mengerutkan dahi, dia melirik sekilas tangan yang terulur padanya, "Idih, siapa juga yang mau kenalan sama cowok m*sum kayak kamu!" jawabnya sinis.
Adipati menarik tangannya kembali, dia semakin tersenyum lebar menatap gadis yang memberinya tatapan sinis.
"Loh, Kak Cinta sudah datang?" sapa seorang gadis yang terlihat lebih muda dari mereka.
Gadis yang dipanggil Cinta itu lalu tersenyum ke arah gadis yang memanggilnya tadi. Damn! Cinta tersenyum memperlihatkan dimples di kedua pipinya. Demi apa? Adipati melihat itu, dia melihat lesung pipi itu dan dia semakin terpesona.
Dia sangat manis!
"Cika, kamu kenapa ada di tempat beginian? Kalau ayah tau dia akan memarahimu!" senyumnya tadi berubah menjadi raut kecemasan.
"Tenang Kak, aku tadi hanya menemui temanku sebentar, ayah tidak akan tau." jawab gadis itu santai. "Kak Cinta kapan datang? Apa ibu kak Cinta juga ikut?"
"Sudah, nanti kita bicara di mobil. Di sini berisik! Di tambah orang - orangnya pada m*sum!" Cinta melirik sinis ke arah Adipati.
"Apa Kakak sudah beli kue ulang tahun untuk ayah?"
"Sudah dong! Ayah Bayu kan kesayanganku."
"Ih, dia itu ayahku!" sungut gadis yang dipanggil Cika.
"Tapi aku yang lebih dulu lahir, jadi aku yang lebih dulu memanggilnya ayah." Cinta menggodanya. "Ayo kita pulang, nanti ayah dan ibumu lama menunggu," ajaknya.
Mereka lalu beranjak dari tempat itu tanpa menoleh ke arah Adipati yang masih terus memandangi mereka. Terutama gadis berlesung pipi, yang dipanggil Cinta itu. Entah kenapa kekalahannya kali ini justru membuatnya merasa menang karena menempatnya pada insiden ciuman tadi.
Cinta! Gadis yang membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama. Oh ya, benarkah? Benarkah seorang Adipati Rangga Wijaya bisa jatuh cinta? Bukankah selama ini baginya, para gadis yang bersamanya hanya boneka barbie? Tapi saat melihat gadis tadi, apalagi tamparan di pipinya, membuatnya terlihat berbeda. Biasanya para gadis dengan senang hati menawarkan dirinya, tapi gadis ini langsung menamparnya padahal mereka hanya berciuman sebentar.
Adipati meng*lum senyum sembari memegang pipinya yang ditampar tadi.
Cinta, i will get you!
bersambung,,,,
Rangga Aditya Wijaya
Cinta Yasmila
Hai guys, aku ganggu bentar yah🤭 cuma info nih. Novel ini adalah lanjutan dari novel aku yang berjudul "Di Antara Dua Hati" kisah Diana gadis tegar yang dipaksa menikah dengan Reyhan, CEO dingin dan arogan. Kepoin yuk kisah komedi romantis mereka di sini👇👇👇
💕💕💕💕💕💕
Dalam gelapnya malam, terlihat seorang wanita tengah mengemudikan mobil sendirian. Wanita itu terlihat gelisah, dia melihat kembali alroji di tangannya. Sebentar lagi tanggal dan waktu akan berganti, namun dia masih belum menemukan rumah yang dituju.
Pesta kejutan yang sudah aku rencanakan haruskah batal karena aku terlambat sampai rumah?
"Dua puluh tahun tidak pernah mendatangi kota ini, ternyata sudah banyak yang berubah di sini. Mungkinkah sekarang aku sedang kesasar?" gumamnya. "Sial, aku lupa men-charge ponselku." Menatap ponselnya yang kehabisan baterai. "Gimana caranya aku menghubungi orang rumah sekarang?"
Di tengah kegelisahannya, tiba - tiba terdengar raungan motor dari kejauhan. Dia melihat dua pasang lampu motor dari arah yang berlawanan. Motor itu terlihat melaju sangat kencang dengan suara memekikkan telinga begitu melewati mobil yang wanita itu kendarai.
Wanita itu seketika menginjak rem dan berhenti mendadak. Dia memejamkan mata sembari menutup telinganya. Telinganya serasa mau pecah. Dadanya naik turun, dia menghembuskan napas berkali-kali untuk menetralkan degup jantungnya.
Selang beberapa menit, tiba-tiba kaca mobilnya di sebelah kanan diketuk oleh orang yang tidak dikenal. Orang itu mengenakan helm dan masker warna gelap sehingga hanya matanya yang terlihat. Wanita itu semakin ketakutan, wajahnya berubah pucat, tubuhnya gemetaran.
Orang itu mengetuk kaca mobilnya lagi, kali ini dia melepas helm dan juga maskernya. Walaupun orang itu berdiri di kegelapan malam tapi, wanita yang di dalam mobil masih bisa melihat ketampanan pria muda yang mengetuk kaca mobilnya.
"Maaf Ibu tidak apa-apa?" samar-samar nada pemuda itu terdengar khawatir.
Wanita itu akhirnya memberanikan diri menurunkan sedikit kaca mobilnya dan mendongakkan sedikit wajahnya menatap pemuda yang berdiri di depan pintu mobilnya.
"Iya saya tidak apa-apa," jawabnya dengan bibir gemetar.
"Ibu mau ke mana tengah malam begini? Kenapa lewat jalan sini? Di sini sering ada balapan liar Bu di jam segini. Bahaya!" jelas pemuda itu.
"Ah saya, saya mau ke rumah teman saya di komplek Perum Puri Pelita," jawabnya.
Pemuda itu nampak berpikir sebentar, "Oh, bukan lewat sini Bu tapi, lewat sana." Menunjuk arah yang berlawanan.
Mata wanita itu mengikuti arah tangan pemuda itu. "Nah, Ibu putar balik dulu, setelah ketemu perempatan belok kanan, lurus dikit, pertigaan belok kiri, kelihatan dah gerbang masuk perumahan itu," jelasnya, "paham, Buk?" tanyanya lagi.
Wanita itu mengangguk, "Perempatan ke kanan setelah itu pertigaan ke kiri, gitu aja, 'kan?" mengulang apa yang dia dengar.
Pemuda itu lalu tersenyum, "Ya benar itu, Buk."
Wanita itu juga balas tersenyum, "Terima kasih ya, Nak."
"Sama-sama Bu," balasnya cepat.
"Oya, nama kamu siapa, Nak? Nanti kalau sudah sampai rumah mau saya ceritakan pada keluarga."
"Adipati, Bu." Jawabnya sembari tersenyum.
"Adipati?" wanita itu nampak tertegun sebentar, "Oya Nak Adipati, sekali lagi terima kasih banyak," Ucapnya dengan mata berbinar.
"Ya Buk, sama-sama."
...****************...
Seorang pria terbangun dari tidurnya lantaran mendengar suara berisik dari luar kamarnya. Pria itu menatap ke sebelahnya tapi, istrinya tidak ada di sampingnya.
Apa mungkin di kamar mandi? batinnya.
"Sayang? Sayang, kamu di mana?" panggilnya. Namun, tidak ada jawaban. Dia lalu melihat pintu kamarnya yang sudah terbuka, perlahan dia turun dari ranjang dan berjalan pelan menuju pintu.
"Sayang?" panggilnya lagi. Lampu di seluruh ruangan sudah dipadamkan, hanya lampu dapur yang terlihat masih menyala. "Apa dia di dapur?" gumamnya. Pria itu ingin menuju dapur tapi, baru dia melangkah tiba-tiba muncul bayangan dari balik sofa.
"Happy birthday!" teriak seorang wanita yang langsung memeluknya.
Di susul kedua putrinya yang menyanyi seraya memegang kue tart di tangannya.
"Happy birthday Ayah, happy birthday Ayah, happy birthday, happy birthday, happy birthday Ayah, yeeeeyyy ...." Mereka bersorak bersama.
"Tiup lilinnya, tiup lilinnya, tiup lilinnya sekarang juga, sekarang juga, sekarang juga ...."
Pria itu bersiap meniup lilin tapi, dicegah istrinya.
"Eh, make a wish dulu dong!"
"Oh iya." Pria itu lalu memejamkan mata sebentar, setelah itu meniup lilinnya.
"Horeee!" Mereka bersorak lagi.
"Selamat ulang tahun, Sayang." Ucap istrinya sembari mengecup bibir suaminya.
"Terima kasih, Sayang." Merangkul bahu istrinya.
"Selamat ulang tahun, Ayah." Putrinya mendekat lalu mencium pipi kiri dan pipi kanan ayahnya.
"Terima kasih, Cika." Balasnya dengan mencium kening putrinya.
"Selamat ulang tahun, Ayah." Ucap gadis yang memegang kue. Dia menyerahkan kue pada Cika lalu medekati pria yang dipanggilnya ayah itu dan mencium pipinya.
"Terima kasih, Cinta." Balasnya dengan mencium kening Cinta. "Kapan kamu datang? Kenapa ayah baru melihatmu?"
"Emm, itu yah tadi aku beli kue dulu sebelum ke sini. Toko kuenya rame, jadi lama." Cinta melirik Cika. Tentu saja dia tidak berani mengatakan pada ayahnya kalau dia habis menjemput Cika dari club juga. Bisa-bisa ayahnya jadi murka, apalagi di club tadi dia sempat dicium oleh pemuda tidak di kenalnya. Haish! kenapa dia jadi mengingat ciuman itu? Please Cinta, stop it!
Mereka lalu duduk bersama di sofa, istrinya sudah menghidupkan lampu dan membawa piring dan pisau pemotong kue.
"Ibumu gimana kabarnya? Lama ayah tidak sempat mengunjungi kalian."
"Ibu baik, Yah. Sekarang lagi fokus untuk menu baru di restoran."
"Kak Cinta sama ibu kenapa gak tinggal di sini sih? Kan asik bisa ngumpul, aku juga jadi punya teman buat hangout."
"Kalau kami tinggal di sini trus siapa yang ngelola restoran ayah di sana?"
"Owh, benar juga ya." Cika terkekeh.
Pria itu manggut-manggut, "Kamu sudah mulai ikut kerja di restoran?"
"Enggak Yah, aku ngelamar kerja di tempat lain," jawabnya sungkan.
"Lho kenapa kerja di tempat lain?" istrinya menyela sembari menyerahkan potongan kue kepada suaminya. "Kan lebih bagus kerja di restoran bisa sekalian bantu ibumu."
"Pingin nyari pengalaman dulu, Bunda, ngetes kemampuan," jawabnya.
"Ibumu sudah tau?" tanya pria itu lagi.
"Sudah Yah, ibu juga sudah kasih ijin."
Pria itu menghela nafas, "Hm, baguslah! Ngelamar kerja di mana?"
"Di ...." ucapannya terputus karena terdengar suara klakson mobil dari luar pagar.
"Siapa ya datang malam-malam begini?" gumam istrinya.
"Coba aku liat." Cika berlari menuju jendela dan menyibak kordennya. Sebuah mobil yang dia kenali berhenti di teras rumah mereka. Dia terlonjak girang begitu melihat wanita yang turun dari mobil itu dan bergegas membuka pintu.
"Siapa, Sayang?" teriak bundanya.
"Ibu Diana!" Teriak Cika sembari menghambur memeluk Diana.
"Hai Cika, kamu tambah cantik aja." Ujar Diana sembari membalas pelukan Cika.
"Ibu juga tambah cantik." Cika tersenyum sembari melepas pelukannya.
"Ayah, bundamu sudah tidur?"
"Tadi udah, sekarang bangun lagi gara-gara harus tiup lilin. Masuk yuk Bu, di sini dingin," Ajak Cika sambil bergelayut manja di lengan Diana.
Diana mengangguk lalu melangkahkan kaki memasuki rumah.
"Diana,"
"Siska," mereka lalu berpelukan. "aku kangen banget sama kalian," ujarnya.
"Kami juga kangen sama kamu." Melepaskan pelukannya. Mereka lalu duduk di sofa.
"Jadi ceritanya Bapak kita yang lagi ulang tahun," selorohnya, "selamat ulang tahun, Bay." Diana menyerahkan paperbag yang dipegangnya.
Bayu tersenyum menerima paperbag itu, "Makasih, Di."
"Mungkin itu tidak sebanding dengan apa yang selama ini kamu berikan untukku dan Cinta." Lirih Diana sembari merangkul Cinta.
"Sudahlah Di, kamu jangan mengingat-ngingat yang sudah lewat." Jawab Siska sembari menyerahkan potongan kue padanya. Diana menerimanya dan mencicipinya.
"Oya, kenapa kamu datang selarut ini? Sendirian lagi! Apa kamu tidak takut di jalanan?" cerca Bayu.
"Iya, bukannya tadi Ibu bilang tidak bisa datang." Cinta menambahi.
Diana tersenyum tipis, "Iya rencananya begitu, tapi begitu sampai rumah ibu merasa kesepian jadi, ibu putuskan untuk menyusulmu ke sini." Diana menyelipkan anak rambut Cinta ke telinganya. "Tapi ibu lupa kalau ibu sudah dua puluh tahun tidak pernah ke sini. Jalanan dan bangunannya sudah banyak yang berubah, jadinya ibu nyasar deh." kini dia tersenyum geli.
"Nyasar?" tanya mereka berbarengan.
Diana mengangguk, "Tapi untungnya ada pemuda baik hati yang menolong ibu, dia menunjukkan jalan menuju ke sini."
"Syukurlah," ucap Cinta. "apa Ibu mengenal pemuda itu?"
"Emm, sebenarnya tidak, tapi sudah tanya siapa namanya." Diana menatap putrinya. "Namanya Adipati." Diana tersenyum lebar.
Adipati? Rasanya nama itu tidak asing di telingaku. Seperti baru saja pernah mendengarnya? Tapi di mana?
Cinta nampak mengingat-ngingat, dan yah, dia langsung menutup mulutnya.
Mungkinkah yang dimaksud ibu adalah pria mesum itu?
bersambung....
Byurrr!
Pemuda yang tadinya tertidur pulas di atas ranjang empuk miliknya, langsung terlonjak kaget saat air dingin mengguyur kepalanya. Wajahnya menjadi basah kuyup. Dia langsung bangkit dengan kesal,
"Kurang ajar! Siapa yang bera ...." Ucapannya terhenti saat mengetahui siapa yang berdiri di depannya dan yang telah mengguyurnya barusan. "Eh, ada Ayah. Selamat pagi, Yah." Pemuda itu berubah cengengesan.
Namun, pria yang dipanggilnya ayah itu menatapnya dingin, "Jam berapa semalam kamu pulang? Kamu ke club lagi? Mabuk lagi? Mau sampai kapan kamu seperti ini, huhh!"
Pemuda itu tidak menjawab, dia hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Tentu saja hal itu membuat ayahnya semakin geram.
"Adipati Rangga Wijaya!" desisnya.
"Ah iya Ayah, aku tidak akan mengulanginya lagi!" Menjawab malas sembari menguap dengan mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya.
"Adipati, kamu itu putra ayah satu-satunya, penerus ayah kelak. Bagaimana kamu bisa menggantikan ayah kalau kelakuanmu seperti ini terus!" Reyhan memejamkan mata sembari mengurut pelipisnya. Sungguh dia tidak tau lagi bagaimana harus mendidik putra semata wayangnya ini.
"Ayah lelah menghadapi kelakuanmu yang semakin hari semakin memburuk," keluhnya.
"Kalau Ayah lelah biarkan aku mencari ibu, aku akan tinggal bersama ibu," cicit Rangga.
Reyhan kini menatap tajam putranya, "Kau pikir ibumu mau menerimamu?"
"Tentu saja, ibu sangat menyayangiku!"
"Kalau dia menyangimu, tidak mungkin dia meninggalkanmu," wajahnya kini berubah pias.
"Ibu pergi karena tidak tahan pada sikap Ayah," tuduhnya, "Ayah pasti selalu marah-marah pada ibu, sama seperti aku yang selalu kena marah oleh Ayah," jawabnya asal.
"Ayah marah padamu karena kamu melakukan kesalahan," jawab Reyhan geram. "Kamu sudah dua puluh lima tahun, sudah dewasa, harusnya kamu sudah mulai belajar membantu ayah mengelola perusahaan. Bukannya pergi ke club, mabuk-mabukkan, ikut balapan liar dan berkelahi." Reyhan menumpahkan kekesalannya, "Ayah kecewa padamu Adipati!"
"Aku begini juga karena aku kecewa pada Ayah!" jawab Rangga gusar.
"Apa yang membuatmu kecewa?" Reyhan terlihat heran, bukankah selama ini dia selalu memberikan apa yang Rangga mau. Uang! Kekuasaan!
"Dari dulu aku selalu minta Ayah membawa ibu pulang tapi, Ayah tidak mengabulkan keinginanku. Jadi, aku juga tidak bisa mengabulkan keinginan Ayah." Rangga melengos.
Reyhan menghela napas panjang, "Baiklah, kalau itu maumu." Dia menatap lekat bola mata Rangga. "Lusa ayah serahkan kantor ayah yang baru selesai dibangun padamu. Kelola kantor itu dengan baik, jika kamu berhasil, kamu akan menemukan sendiri ibumu tanpa harus menunggu ayah lagi." Reyhan beranjak dari kamar Rangga tanpa menunggu jawabannya.
Di depan pintu kamar Rangga, Reyhan berpapasan dengan Laura. "Morning Rey, morning kesayangan Ibu," sapa Laura ramah tapi, Reyhan hanya berdehem lalu, meninggalkan mereka.
"Aduh Sayang, kenapa kamu jadi basah kuyup begini?" Laura memandang putranya, "sebaiknya kamu ganti pakaianmu dulu, ibu sudah masak makanan kesukaan kamu, kita makan bareng ya?" ajak Laura.
Dengan malas pemuda itu bangkit menuju kamar mandi, sementara Laura menuju meja makan menyiapkan sarapan untuk putranya.
"Apa semalam tidurmu nyenyak?" tanya Laura saat putranya sudah duduk di meja makan.
"Hm," jawabnya malas.
"Kamu berbuat apa sampai ayahmu marah-marah sepagi ini?"
"Tau," jawabnya ketus.
"Rangga!" geramnya.
"Ibu, sudah kubilang jangan panggil aku dengan nama itu!" sungutnya.
"Ah iya, Adipati. Bisa tidak kalau ibu bicara kamu jawabnya gak ketus."
"Enggak!" Jawab Rangga sembari menyuap makanan ke mulutnya.
"Adipati!" Laura gregetan, "ibu ini ibu kandungmu, bisa tidak kamu hargai ibu sedikit?"
"Ibu bilang dulu di mana Ibu sembunyikan barang-barang milik ibu Diana."
"Untuk apa?"
"Aku ingin mengambil fotonya, aku akan mencari ibuku."
"Ibumu itu aku, bukan pelakor itu!" Laura mulai ngotot.
"Kata oma sama opa tidak seperti itu ceritanya!" Rangga tidak kalah ngotot.
"Hahhh, ya sudahlah terserahmu! Ibu mau pulang saja, sebentar lagi jam sekolah adikmu selesai, ibu harus menjemputnya." Laura melengos dan meninggalkan putranya.
...****************...
"Lagi ngelamunin apa, Di?" suara Bayu membuyarkan lamunan Diana.
Diana melihatnya sekilas lalu kembali menatap ke arah taman. Mereka sedang duduk di atas gazebo yang ada di taman belakang rumah Bayu.
"Ah enggak, Bay." Diana tersenyum. "Aku hanya teringat saat pertama kali kamu mengajakku ke sini." Pandangannya menerawang, "Ternyata benar ya Bay, manusia itu hanya bisa berencana tapi tetap Tuhan yang menentukan. Kamu merencanakan rumah ini untuk kita tapi, ternyata jodohmu itu Siska. Gak nyangka, 'kan? " Diana tersenyum tipis.
"Apa kamu bahagia, Di?" tanya Bayu sembari menatapnya.
Diana tersenyum samar, "Aku selalu bahagia kalau Cinta selalu bersamaku." Menatap Bayu sekilas. Bayu ikut tersenyum. "Makasih ya Bay, karena sudah ada untukku waktu itu." Matanya kini berkaca-kaca.
"Itu sudah menjadi tanggung jawabku!" jawabnya tegas.
Diana lalu tersenyum menatap pria di depannya kini, pria yang sama dengan 20 tahun lalu. Hanya sedikit kerutan di wajah dan rambut yang mulai memutih. Tiba-tiba waktu berputar seakan kembali ke masa 20 tahun lalu.
Di saat pria di depannya ini sedang duduk di ruangan kerjanya. Diana mendatanginya sembari menangis dengan pakaian yang dipenuhi noda darah,
flashback on,
"Bay," panggil Diana lirih di depan pintu ruangannya. Diana terlihat sangat kacau, matanya sayu dan sembab, rambutnya berantakan, dan pakaiannya di penuhi noda darah.
Bayu yang cemas langsung menghampirinya, "Kamu kenapa, Diana?"
"Bay, Rangga, Bay ...," isaknya sembari menjatuhkan dirinya kepelukan Bayu.
Bayu mendekapnya dan mengelus rambutnya, "Ada apa?" tanyanya lembut.
"Rangga, Bay, Rangga!" dia semakin terisak. Air mata tidak berhenti mengalir di pipinya. Perlahan Bayu melepas dekapannya dan menuntunnya duduk di sofa yang ada di ruangan itu. Dia mengambilkan minuman untuk Diana dari dalam lemari es. Membukakan penutupnya lalu menyuruh Diana untuk meminumnya.
Diana menurut, dia meminumnya sedikit dan mulai bercerita pada Bayu. Dia menceritakan dari awal Laura menghubunginya untuk meminta mempertemukannya dengan Rangga hingga terjadi kecelakaan itu, dan juga kata-kata yang Laura ucapkan padanya. Air mata Diana kembali menganak sungai.
Bayu mengepalkan tangannya mendengar cerita Diana, dia menjadi sangat geram.
"Bawa aku pergi dari sini, Bay! Bawa aku ke tempat di mana tuan Reyhan tidak bisa menemukanku, " pinta Diana dengan wajah memelas.
Bayu menangkup rahangnya, "Apa kamu serius ingin meninggalkan tuan Reyhan?" Bayu menatap lekat kedua bola mata Diana.
"Iya! Kalau aku masih berada di sini, tuan Reyhan pasti mencariku, dan ... dan Laura tidak akan mau menolong Rangga jika terjadi sesuatu lagi padanya." Ucapannya menjadi terbata-bata lantaran sesegukan.
"Tapi bagaimana dengan papamu?"
Diana tertegun sebentar, dia lalu menggenggam tangan Bayu, "Aku titip papa padamu, aku mohon jangan bilang padanya tentang keberadaanku sampai keadaannya aman." Dua bola mata itu terlihat semakin memelas.
"Baiklah kalau itu mau kamu." Bayu menyanggupi.
bersambung*....
❤️❤️❤️❤️❤️
Yang penasaran dengan kisah Reyhan, Diana, dan Bayu. Bisa baca novel aku yang berjudul "Di Antara Dua Hati" ini adalah sejarah dari kisah Rangga dan Cinta.
Kenalan sama papa Reyhan yang dingin dan cuek bebek. Ibu Diana yang lembut dan penyabar. Dan ayah Bayu so sweet.
Yuk kepoin yuk😁
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!