Muna adalah seorang gadis belia yang cantik, sedikit tomboy berambut coklat, memiliki warna mata tidak hitam. Usianya baru memasuki usia 18 tahun. Ia baru saja lulus dari Sekolah Menengah Atas. Dan belum bisa melanjutkan kuliahnya karena terbentur biaya yang tidak dimiliki oleh kedua orang tuanya.
Ayahnya (biasa di panggil babe) bernama Rojak Baidilah dulunya seorang pelatih karate saat masih tinggal di alamat rumah mereka sebelumnya di kawasan pinggiran area perumahan elit di kota Jakarta.
Ibunya (yang biasa di panggil Enyak) memiliki nama Fatime Rukhayah, yang kini sangat terkenal sebagai penjual ketoprak keliling di area perkantoran.
Mereka termasuk keluarga yang sederhana karena orang tua Muna memang tidak memiliki pekerjaan tetap sejak dahulu.
Awalnya Babe Rojak memiliki pekerjaan yaitu sebagai pelatih karate di lingkungannya, sehingga dari situ beliau memiliki penghasilan, belum lagi babe Rojak sering mengikuti kejuaraan yang lumayan menambah pemasukan keluarganya. Tetapi tetap saja penghasilan tersebut tidak membuat mereka menjadi kaya.
Dan karena sesuatu yang luar biasa terjadi pada rumah tangga mereka, kedua pasangan suami istri tersebut memutuskan untuk pindah dari tempat tinggal mereka sebelumnya. Dan memilih untuk tinggal dan menetap di sebuah perkampungan di pinggiran Kota Jakarta. Babe Rojak pun telah memutuskan untuk tidak lagi melanjutkan profesinya sebagai pelatih karate seperti dahulu.
Dari hasil penjualan rumah sebelumnya, babe Rojak dan Nyak Time memiliki modal untuk memulai usaha baru mereka di tempat lingkungan yang baru.
Dan keduanya memutuskan menjadi penjual ketoprak yang awalnya hanya mereka lakukan di depan rumah mereka saja, mengingat mereka baru saja memiliki Muna yang masih bayi. Sehingga mereka tidak ingin sedikitpun meninggalkan bayi mungil itu demi mencari nafkah. Mengingat rumah tangga mereka yang sudah 10 tahun sangat mengharapkan kehadiran buah hati dalam rumah tangga mereka.
Walaupun mereka sudah berjualan lebih dari 15 tahun, rupanya babe Rojak dan Nyak Time juga masih belum bisa memanajemen keuangan mereka, sehingga saat Mune harus kuliah pun. Uang mereka masih kurang. Membuat Muna berpikir untuk ikut terjun langsung membantu kedua orang tuanya mencari nafkah.
"Nyak... lulus sekolah ntar, Muna ngelamar jadi ojol ya nyak...? pan Muna suka jalan-jalan pake motor, biar hobby Muna tersalurkan dan tetep dapat uang. Boleh pan Nyak...?" tanya Muna pada nyak nya.
"Kaga...!!! Enyak kaga ijinin. Pokoknya kaga Boleh!!!" Jawab nyak Mune dengan nada marah.
"Lah trus Muna kerja ape dong Nyak...? Ape Muna kerja ikut nyak ma babe jualan ketoprak di pinggir jalan juga kali ya Nyak...?"
"Nyak sama babe maunya lu kuliah Muna... Kuliah." Jawab nyak Muna.
"Iye Nyak... Mune juga udah mau banget noh. Makan bangku kuliahan. Tapi pan uang nyak babe kaga cukup, kalo Muna kuliah." Muna telihat sedih.
"Ya... maafin nyak sama babe yang miskin ini ya Mun. Buat nyisihin uang buat lu kuliah aja nyak sama babe ga mampu." Tiba-tiba nyak Muna jadi melow.
"Ya..., Muna ga maksud gitu nyak. Biarin Muna kerja dulu barang setahun dua tahun deh Nyak. Biar bisa bantu ngumpulin duit dulu biar bisa kuliah."
"Lu bisa kerja apa kalo cuma pake ijazah SMA itu Mun." Nyak Muna menaarik nafas dengan berat.
"Ya... pan Muna dah bilang mau jadi ojol nyak."
"Kagak boleh!!! kalo jadi ojol Mun, resikonya gede bangt. Lagian lu pan cewek, kalo ada apa-apa di jalan pegimane dong. Lu tau pan... dapet lu entuh... butuh waktu lama Mun." Ucap Nyak Muna sedih.
"Pan Muna jago karate nyak. Pasti Muna bisa jaga diri."
"Lu pikir hidup cuma berantem. Cukup Mun..., nyak kagak mau lagi denger dan liat orang-orang pada bonyok akibat lu suka main kasar ma orang-orang. Nyeri nyak ngebayanginye Mun."
Tolak nyak Muna yang dulu sudah terlalu sering dapat cibiran tetangga, apalagi saat Muna duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Muna sering sekali di berantam dan bermain kasar pada orang-orang yang sering membully nya.
Bukan karena masalah besar, hanya Muna cukup memiliki karakter yang mudah marah, akibat olokan dari teman teman seusianya, terutama karena warna rambut dan netranya yang tidak hitam seperti kebanyakan teman-teman lainya.
Muna memang suka marah..., tetapi dia juga memiliki sifat humor yang tinggi. Sehingga kadang susah di bedakan mana Muna serius marah dengan Muna sedang bercanda.
Tetapi kini sudah semakin jarang terjadi, karena ke sininya Muna sudah berubah menjadi pribadi yang humoris dan mengasyikan juga nyaman sebagai pelindung teman-teman sesama wanitanya.
Sekarang sudah sangat terasa, dimana ada Muna di situ pasti banyak tawa, karena Muna pasti selalu punya cerita-cerita lucu dan konyol yang mampu mengocok perut teman teman di sekitarnya.
"Jadi Muna kerja apaan dong Nyak...?" Muna masih meburu enyaknya.
"Besok deh nyak sama babe tanya-tanya sama pelanggan. Pan Biasa banyak orang kantoran tuh yang makan sambil nongkrong saat nyak babe jualan."
"Ahsyiiik... moga dapat jodoh ya nyak..."
"Pa'aan??? Lu dah mau nikah Mun?" Nyak kembali nyolot mendengar kata-kata Muna.
"Bukan gitu Nyak. Maksud Muna... semoga jodoh dapet kerjanya... si Enyak niih... pikirannya ngegass beuut."
"Ya kaliii lu udah mau jadi nyak-nyak."
"Nyak kali yang udah kaga sabar mau jadi nenek-nenek... hahaha." Gelak tawa Muna terdengar ringan tanpa beban.
"Ongkosin hidup kita aja... mpot-mpotan Mun. Apalagi lu punya anak dan menikah." Jawab nyak mengasihani dirinya.
"Ya ... kaga dong Nyak. Muna tuh pengen banget tiap hari Muna tuh berpakaian rapi, keluar dari rumah gedongan, naik mobil mahal, masuk ke kantor yang tinggi banget. Tempat Mune kerja Nyak. Untuk itu Mune pan harus berpendidikan tinggi juga pan Nyak. Biar kita hidup kaya orang kaya nyak."
"Amiin, iya. Kita doakan ya Mun. Dan ntar nyak sama Babe bakalan lebih kuat lagi nabungnya biar lu ga lama dapat kerjanya, supaya buruan kuliah."
Dan kedua ibu dan anak itupun telah menemukan kesepakatan untuk besok mulai mencarian pekerjaan untuk Muna.
"Tapi Mun, besok misal dapat tawaran kerja. Lu kaga boleh pilih pilih ya nak, kerja apa aja ntar di syukuri dan di jalani dengan sungguh-sungguh, insyaallah berkah."
"Ya tentu lah Nyak. Tapi... "
"Tapi apa... lu mau tonjok-tonjokan lagi..?"
"Bukan gitu Nyak. maksud Muna tuh. Ya Muna ga bakalan tinggal diam kalo besok di tempat kerja Muna di perlakukan dengan tidak adil."
Byuuuur...
Tiba-tiba saja nyak Muna sudah menyiramkan segelas air ke atas kepala Muna.
"Bangun... belum kerja aja udah khayalan macam kelangit ke tujuh sana."
"Misal nyak... misal." Muna berdiri sambil mendelik dengan bibir yang cemberut ke arah ibunya yang sudah berhasil membasahi tubuhnya.
Bersambung
Selalu tinggalkan jejak setelah membaca🙏🙏🙏
Muna memang seorang anak tunggal dari pasangan Betawi tersebut. Namun, walaupun ia anak tunggal bukan berarti Muna tumbuh menjadi anak yang manja.
Kesibukan orang tuanya sebagai penjual ketoprak, membuatnya sering berada di rumah sendiri. Yang tentu saja tidak berpangku tangan saja di rumah.
Sebab, enyak Fatime termasuk ibu yang lumayan cerewet dalam urusan kebersihan dalam rumah dan pekarangan rumah mereka.
Begitu juga dengan memasak. Enyak pasti akan ribut jika saat mereka pulang berjualan tidak ada makanan yang siap tersaji di meja makan mereka. Walaupun hanya suguhan makanan sederhana.
Karena itu, dengan usia yang tergolong muda. Muna sudah sangat apik dan pandai memasak dan mengurus rumah tangga.
Babe Rojak sempat mengalami kecelakaan beberapa bulan yang lalu, itulah sebabnya tabungan mereka terkuras untuk biaya pengobatan babe. Itulah penyebab utama mengapa Muna harus mengulur waktu untuk melanjutkan studinya.
Muna anak yang periang dan hampir tidak pernah terlihat bersedih. Dimana ada Muna, di situ selalu ada tawa hangat dari teman-teman yang bersamanya.
"Buah ketimun,
Buah kedondong.
Anak babe ngelamun,
Mikirin apa dong." Sapa babe Rojak ketika baru pulang dan mendapati anak gadisnya tengah duduk sendiri melamun di teras rumah mereka, di temani secangkir sirup merah dan beberapa biskuit.
"Eh... nyak Babe dah pulang.
Kuda besi kakinya tiga,
Lepas satu, tersisa roda.
Muna Kaga mikirin apa-apa
Hanya menanti kabar, tentang lowongan kerja." Muna membalas pantun sang babe.
"Peti emas di sambar petir,
Seorang raja memakai batik.
Muna jangan cemas dan jangan khawatir,
Entuh enyak, udah dapat kabar baik." Babe Rojak senyum terkekeh sembari masuk rumah untuk mulai membersihkan diri dan melepas lelah seharian mengais rejeki.
"Beneran Be... Horee. Nyaaak..nyaaak." suara Muna setengah berteriak mencari keberadaan enyaknya yang tadi memang lebih memilih untuk duluan masuk membawa sisa jualan mereka untuk di bersihkan.
"Apaan sih? bacot lue udah kaya petasan tahun baru tau ga Mun. Sini buruan bantuin nyak bebersih sisa jualan aje, di mari." Nyak Fatime justru lebih nyolot dan keras dari suara yang Muna keluarkan tadi.
Muna segera mendekati enyaknya, dan dengan cekatan membersihakan sisa jualan. Memisahkan bahan makanan yang mungkin saja masih bisa di makan. Juga membungkus sisa makanan yang tidak layak di makan oleh manusia. Untuk ia kumpulkan untuk bang Somad yang memiliki peliharaan bebek, yang bisa memakan sisa makan tersebut.
Kini semua pekerjaan sudah beres, mereka juga telah tampak rapi berpakaian gamis untuk melaksanakan sholat magrib berjamaah, seperti kebiasaan keluarga harmonis tersebut.
Kemudian ketiganya tampak menikmati makan malam mereka. Sayur urap sambal terasi dan fuyunghai (jiah si Muna ala ala chef handal deh, bilang dadar telur saja belagu🤭)
"Mun besok kalau kuliah kamu ambil jurusan apa?" tanya Babae di sela makan mereka.
"Ekonomi Be. Muna mau kerja di kantoran." Jawabnya dengan lantang.
"Tapi kalo babe pandang, Muna lebih cocok memperdalam ilmu tata boga. Masakan Muna selalu enak, artinya Muna berbakat di bidang ini." Lagi babe memberi saran yang tidak di butuhkan oleh Muna.
"Kalau masak mungkin hobby Muna aja be. Tapi kalo impian Muna tuh, mau yang pagi-pagi berangkat kerja di kantoran. Pake baju rapi, pulang sore. Gitu Be." Jawab Muna menyatakan keinginannya.
"Tadi enyak ketemu sama bang Idris. Langganan ketoprak di warung. Katanya kantornya masih membuka lowongan pekerjaan. Tapi hanya sebagai OB. Jika Muna tidak malu bekerja di sana, bisa untuk cari pengalaman." Kali ini nyak berbicara dengan nada yang lempeng.
"Beneran nyak... Alhamdullilaah. Kapan Muna boleh mulai bekerja nyak?" Muna kegirangan.
"Muna... kamu tau kerjaan OB itu apaan?" tanya enyak yang heran melihat tingkah anak gadisnya yang begitu polosnya menerima tawaran kerja tersebut tanpa beban.
"Iya Muna tau. Itu pan, yang kerjanya bebersih di kantor, nyapu, ngepel, nyuci yang kayak pembokat kan nyak. Tenang anak enyak kaga bakalan bikin malu, kalo cuma kerja kayak gituan."
"Nyak percaya akan kemampuan elu Mun. Sebab, Nyak udah sering kasih elu pelatihan di rumah ini pan." ucap Nyak Fatime bangga pada dirinya.
"Entuh bukan pelatihan nyak... tapi siksaan hidup. Wkwkwk..." Muna meledek ujaran nyaknya tadi.
"Segala siksaan. Itu tuh bekal buat hidup Muna. Mau di mana saja dan kapan saja, itu pekerjaan wajib yang ntar tunggu di dalam lobang kubur aje, baru ga di lakuin. Mangkanya nyak kagak pernah bosan dan lelah ingetin elu, untuk disiplin dalam menjaga kebersihan rumah dan lainnya. Nah.. besok pas udah jadi OB sangat berguna pan." Nyak Fatime terus saja membela dirinya, yang bahkan terkesan kejam jika korek api saja geser dari tempat yang seharusnya bertengger.
"Iye enyak Muna yang baik hati dan tidak sombong. Jasamu tiada tara, berkat enyak Muna menjadi pandai dalam segala hal. Terima kasih nyakku sayang." Muna tidak ingin terus berdebat dengan makhluk wanita cerewet yang sangat amat di hormati dan di sayanginya tersebut.
Babe, tersenyum haru melihat dua wanita kesayangannya itu tiba-tiba terlihat akur dan saling mesra.
Sesekali terlihat babe mengusap matanyanya yang secara tidak sadar mengembun akibat air yang sedikit tergenang di pelupuk matanya.
Kicauan burung tetangga terdengar riuh rendah, yang beradu di antara beberapa sangkar yang lebih dari 10 itu. Membuat suasana pagi Muna lebih sempurna, di tambah lagi sembulan matahari yang tampak naik perlahan dengan malu malu. Seolah ingin menyapa Muna, memberikan kehangatan pada sepotong hati Muna yang berkobar untuk memulai aktivitas paginya, bersiap menuju perusahaan Mahesa yang di infokan oleh bang Idris.
Bang Idris adalah tetangga orang tua Muna sebelum pindah ke komplek ini. Yang secara tidak sengaja bertemu kembali saat membeli ketoprak yang berjualan tidak jauh dari area perusahaan Group Mahesa tempat Idris bekerja.
Kemarin, tepatnya dua minggu setelah Muna mengutarakan keinginannya untuk bekerja, maka babe dan nyak nya pun memberanikan diri membuka mulut untuk mencari pekerjaan yang sesuai dengan ijazah yang anak mereka miliki.
Berat bagi kedua orang itu untuk merelakan putri semata wayang mereka harus ikut bekerja banting tulang demi mengumpulkan pundi-pundi untuk persiapan kuliahhnya.
Tetapi, mereka tidak punya pilihan. Kecuali menengadahkan tangan, meminta serta memohon pada yang maha kuasa, untuk selalu melindungi Muna di mana saja. Agar terhindar dari marabahaya, celaka atau pula fitnah yang sangat kejam. Cukuplah baginya memilki kedua orang tua yang tidak kaya, namun jangan lah lagi kiranya kesialan hidup menimpa anak gadis kesayangan merekaa tersebut.
Muna mencium hormat punggung tangan babe dan nyak. Saat telah siap berangkat ketempat kerja. Berbekal nota dari bang Idris juga membawa sebuah bekal dalam ransum, Muna pun berangkat dengan motor Scoppy merahnya. Dengan bersiul-siul karena suasana hatinya benar- benar bahagia.
Bersambung...
...KOMEN, LIKE & VOTE...
Sesampai Muna di sebuah perusahaan besar milik keluarga Mahesa tersebut. Muna hampir tidak dapat menutupi kekagumannya melihat bangunan gedung berlantai 37 di hadapannya.
"Ya Alloh kuatkan hambamu. Aye kaga sanggup kalo beberes di gedung ini sendiri ya Alloh. Ampun daah, besar banget." Monolog Muna sambil terus melangkah masuk ke lobby yang masih terlihat sepi.
Belum jauh Muna melangkah, ia masih celingukan mencari siapa saja yang mungkin ia kenal di sana.
Dan kemudian ada seorang wanita bertubuh agak tambun mendekatinya.
"Ada kepentingan apa ya mbak, bisa di bantu?" tanya wanita itu dengan ramah melihat penampilan Muna yang memang cantik dan rapi.
"Oh, ini bu. Aye katanya keterima jadi OB di mari. Nama aye Muna Hidayatullah. Nih suratnya dari bang Idris.." Muna menyodorkan nota yang ia bawa
Tampak wanita itu membaca sekilas untuk memastikan keaslian surat tersebut.
"Saya Cica Marlinca, jabatan kepala OB di perusahaan ini. Mari ikut saya."
Muna pun berjalan di belakang wanita yang bernama Cica tadi. Masuk dalam sebuah ruangan yang dipenuhi dengan berbagai alat tempur khas pekerja sebagai OB.
Selain di berikan 1 box trolly alat kebersihan beserta semua keterangannya, Muna juga di berikan pakaian seragam OB yang wajib di pakai saat menjalankan tugas.
Tanpa memakan waktu yang lama, Muna sudah selesai di breafing menyangkut wilayah mana saja yang menjadi tempatnya bekerja. Yaitu langsung di tempatkan di lantai 37 paling atas.
Tampak Muna telah melangkah pasti, mendorong box trolly di depannya menuju lift untuk mulai beraksi.
Dalam perjalanan Muna menuju lantai atas, ia merasa agak sedikit aneh. Padahal ia telah tiba sebelum pukul 7 pagi, namun kantor itu masih tampak seperti kuburan, sepi dan seperti tak berpenghuni. Tapi ia ingat betul saat Idris bilang, sebaiknya Muna datang lebih pagi dari yang lain, kalo perlu pukul 6 pagi, entah apa maksudnya.
Tapi Muna tidak begitu mempermasalahkan urusan tersebut. Ia langsug saja menekan angka dalam sebuah kotak yang dapat mengantar tubuhnya ke lantai paling atas pada gedung perusahaan itu.
Lagi, Muna tampak celingukan mencari di mana letak toilet yang di maksud. Sebab ia tidak sempat bertanya pada Cica di mana persisnya toilet yang harus segera di bersihkan.
Muna mulai melangkah dengan menyusuri koridor yang berada di sebelah kanan, sambil kepalanya mendongak ke atas membaca tiap keterangan yang ada di bagian atas pintu ruangan itu masing masing.
Muna terus saja berjalan dengan kepala yang di tolah-tolehkan sambil sesekali mendorong beberapa pintu yang mungkin saja tidak terkunci dan tidak ada keterangannya.
Dengan sedikit bertenaga Muna mendorong sebuah pintu yang ternyata benar tidak terkunci. Membuat Muna mengulurkan kepalanya masuk ke dalam ruangan itu.
Muna tercekat...!!! Dadanya berdegub kencang, terperanggah dengan apa yang di lihatnya di dalam ruangan itu.
Dimana Muna melihat dengan jelas seorang wanita seksi, berada di atas pangkuan seorang pria yang tengah sibuk membenam kepalanya pada bagian depan, sepasang buah dewa di hadapannya.
Sementara kemeja atasnya tampak sedikit terbuka, memudahkan akses pria itu mencicipi hidangan yang sepertinya nikmat bagi keduanya.
Sembulan kepala Muna yang masuk tanpa permisi itu, tentu saja membuat keduanya terkejut. Secepat kilat Muna kembali pada posisi semula, yaitu ke arah luar ruangan. Berdiri membelakangi pintu yang tidak terkunci tersebut.
"Siapa di luar...?" terdengar suara setengah berteriak dari dalam.
"Petugas kebersihan tuan." Jawab Muna dengan sedikit gugup karena takut.
"Sini... masuk. Cepat...!!" Perintah suara itu kembali.
"Tidak ... tidak berani tuan. Permisi...," jawab Muna yang sudah hampir berlari meninggalkan depan ruangan itu.
"Hei... ini perintah. Cepat masuk lah... TOLONG...!!!" Ujar suara itu lagi.
Dengan terpaksa Muna masuk dengan kepala yang tertunduk, karena tidak ingin melihat pemandangan mesum di depannya.
"Sini.. cepat mendekatlah..., dan berjalanlah ke arah meja itu." Perintah pria itu dengan nada datar.
Terpaksa Muna mendongakkan kepalanya untuk melihat arah yang pria itu tunjukkan.
Dengan menutup matanya dengan tangan dan jari agak renggang Muna berjalan melewati dua pasangan gila itu. Yang dari sela-sela jari masih Muna lihat mereka tampak beraktivitas. Kemudian menghentikan aksinya, saat menyadari kini Muna sudah berdiri di dekat meja yang ia maksudkan tadi.
"Pengaman... ambilkan pengamanku di laci itu..., cepatlah." Peritahnya pada Muna. Membuat Muna bingung dengan yang pria itu perintahkan.
"Pengaman apa tuan...?" Muna mendadak bingung.
"Buruan buka laci itu, ambil plastik putih itu ... buruan!!!" Bentaknya dengan wajah memerah seolah menahan sesuatu.
Segera Muna mengikuti perintah pria itu, menemukan yang mungkin saja benar seperti yang pria itu perintahkan padanya. kemudian bergegas ingin memberikan pada pria itu, sehingga Muna berjalan mendekati kedua pasangan yang tidak punya urat malu itu lagi.
"Upsh..." seketika pria itu berdiri dan mengangkat pinggang wanita yang sedari tadi di atasnya.
"AAAAAArrrrggh...." Muna berteriak histris tatkala matanya terbelalak melihat adegan yang hanya pernah ia lihat di layar kaca pada film unyil. 🙄
Seketika, Muna menutup matanya dengan kedua tanganya. Rapat. Kali ini dengan jari yang rapat. Namun tetap berdiri mematung di hadapan keduanya.
Tampak raut wajah kesal pada wajah cantik wanita yang sepertinya tidak puas itu.
Sementara si pria tampak telah menarik celana panjangnya yang tadi kedodoran sampai pada lututnya.
"Kamu...!!! bersihkan itu." Ujarnya menunjuk cairan putih kental yang baru saja tercecer di sekitar lantai dan meja di depan sofa tempat mereka bermain tadi.
"Sayaaaang..." Pekik wanita itu manja mengikuti pria yang berjalan menuju ruangan belakang kursinya itu.
"Aku mau mandi. Kamu pulang saja. Nanti aku transfer uangnya." Jawabnya dengan ketus dan mengunci dirinya dalam ruangan itu.
Wajah wanita itu sangat keki, sambil memungut pakaian yang berserakan, dan memasangnya kembali.
"Ini semua gara-gara kamu, jadi ga pool deh permainannya...!!" ujar wanita itu mendengus kesal pada Muna.
Muna hanya menggendikkan bahunya, tidak paham dengan apa yang di katakan wanita itu. Namun, Muna yang memang berniat untuk bekerja lebih memilih keluar untuk menarik trolly box alat tempurnya, untuk segera membersihkan ruangan itu, sesuai perintah pria yang belum ia kennal itu.
Ruangan itu telah tampak bersih serta wangi dan sangat segar. Muna pun ingin segera meninggalkan ruangan tersebut. Tetapi, langkahnya terhenti saat pintu ruangan di belkang kursi tadi terbuka, bersamaan denga suara yang sepertinya mengarah padanya.
"Hei... kamu. OB...!!!"
Muna segera membalikkan tubuhnya, sambil memunduk.
"Iya Tuan." Jawab Muna pelan ada rasa sedikit takut menatap pria yang bahkan telah ia pelototi dalam keadaan tubuh yang tidak wajar.
"Siapa namamu...?"
"Muna tuan."
"Kamu OB baru...?"
"Iya Tuan, ini hari pertama aye kerja. Maaf tuan... maaf jangan pecat aye tuan... tolong. Aye perlu pekerjaan ini tuan."
"Siapa yang mau pecat kamu... tuh bersihkan toilet dikamar pribadi saya." Perintahnya.
Kata itu membuat mata Muna berbinar-binar menatap kearah pria itu.
"O... o... oh. Iya Siap tuan." Jawab Muna yang langsung melangkah menuju ruang yang pria itu maksudkan.
"Tunggu. Satu lagi. Kalo hanya jadi OB kamu tidak perlu menggunakan kontak lens yang tidak hitam. Tidak cocok dengan profesiamu. PAHAM...!!!" Hardik pria yang Muna sendiri tidak tau siapa.
"Paham tuan, permisi." Ucap Muna penuh hormat dan mulai mengerjakan tugasnya membersihkan toilet di ruang khusus tersebut. Dengan sungguh-sungguh, walaupun kejadian tadi sungguh di luar dugaan Muna.
Bersambung...
...LIKE, KOMEN & VOTE...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!