Bagaimana perasaan kalian ketika orang yang paling kalian benci adalah ayah kandung kalian sendiri?
Lalu, tiba-tiba kabar kematian ayahmu datang. Harusnya kamu bahagia bukan? Tapi bagaimana jika diam-diam dia telah mengambil sumpah ijab kabul dari lelaki yang sudah sangat kamu kenal? Ironisnya, semua orang yang kamu anggap dekat denganmu sudah tahu akan statusmu itu. Hanya kamu sendiri yang tidak tahu.
Ayana Khaira Bahari, seorang dokter ahli ortopedi berusia 30 tahun yang memutuskan single sampai nafas terakhirnya akibat trauma dengan ayah kandungnya sendiri. Ayahnya seorang pria yang kasar, ringan tangan, suka main perempuan dan alkoholik. Setiap kali ayahnya ada di rumah, hampir tak ada hari yang dilewati tanpa melihat pertengkaran antara ayah dan ibunya. Hingga akhirnya ia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bagaimana ibunya meregang nyawa dengan sadis di tangan ayahnya.
Arga Pramudya Hutama, usia 31 tahun, profesinya sebagai Naval Architect dan mempunyai Perusahaan konsultan untuk Shipbuilding and Offshore Engineering Construction. Dia jomblo hampir permanen karena di dalam hidupnya hanya mengenal kata belajar, bekerja dan berdoa hingga membuatnya tidak punya waktu untuk memikirkan makhluk berjenis perempuan. Kecuali ibu dan adik perempuannya, hanya dua wanita itu saja yang terlihat di matanya. Selebihnya hanya seperti angin, ada tapi tidak ada.
Apakah Ayana bisa menerima Arga begitu saja? Atau malah mengabaikan pernikahannya?
***
Kematian ibunya meninggalkan luka yang begitu dalam bagi Aya, dia anak tunggal, mempunyai kepribadian tertutup dan pendiam sehingga tidak memiliki banyak teman. Aya cukup kesulitan bergaul dengan teman-temannya dikarenakan sifat overprotectif sang ayah. Jangankan untuk pacaran, sekedar hangout bareng teman-temannya saja sangat sulit baginya mendapatkan ijin ayahnya. Baginya, ibunya adalah malaikat, teman sekaligus sahabat terbaik yang ia punya.
Salah satu cita-cita terbesarnya adalah cepat-cepat meraih gelar dokternya dan segera berpenghasilan sehingga ia bisa membawa ibunya keluar dari penjara yang diciptakan oleh ayahnya.
Ayahnya, Bintang Bahari adalah seorang Pengusaha yang cukup sukses di bidang eksport rumput laut ke beberapa Negara, terutama Jepang dan Korea Selatan. Selain itu, ia juga mempunyai pabrik makanan olahan hasil laut dan juga perusahaan Cargo. Sebenarnya, dulu ayahnya adalah laki-laki yang penyayang dan hangat terhadap anak dan istrinya. Saat Aya sedang merayakan ulang tahunnya yang ke-20 tahun bersama beberapa orang temannya di rumah. Tiba-tiba ayahnya datang, mengusir semua temannya lalu mengamuk menghancurkan semua barang-barang. Sejak saat itu, semuanya berubah. Ayahnya menjadi seperti monster, tak ada lagi kehangatan dan kasih sayang seorang ayah baginya dan ibunyalah yang dijadikan samsak atas murka dan amarah ayahnya.
Tak ada yang tau alasan ayahnya berbuat seperti itu.
*****
Satu tahun kemudian, tak ada yang berubah dari sikap ayahnya. Malah sikap bengisnya semakin menjadi-jadi. Hal itu membuat Aya semakin membulatkan tekadnya untuk membawa pergi ibunya jauh dari jangkauan ayahnya.
Hari yang dinantikan pun akhirnya tiba, Aya berhasil menyelesaikan studi kedokterannya. Dibantu oleh dosennya, dia berhasil mendapatkan beasiswa ke Korea Selatan. Di sana dia akan melanjutkan spesialisnya untuk mendapatkan gelar Sp.OT. Diam-diam dia sudah mengatur keberangkatannya bersama ibunya. Bahkan ibunya pun tidak tau rencana Aya tersebut.
Tak ada barang yang akan dibawanya keluar dari rumah, cukup membawa diri dan ibunya saja, ini untuk memudahkannya mengelabui satpam di rumahnya.
"Mau kemana kalian?" Sebuah suara bariton menghentikan langkah mereka berdua. Rupanya ayahnya sedang di rumah, padahal setau Aya ayahnya saat ini sedang berada di luar kota.
Aya yang tidak siap dengan kehadiran ayahnya sedikit gemetar dan berusaha menenangkan diri, "Aya hanya ingin ajak ibu jalan-jalan, yah. Hari ini Aya mau merayakan kelulusan Aya berdua sama ibu."
Sorot mata ayahnya kini tajam menghujam ke sosok ibunya yang masih diam mematung di sisi Aya, aroma alkohol cukup terasa menguar dari tubuhnya, "kamu masuk ke kamarmu sekarang juga!!!" Perintah ayahnya tanpa mengalihkan pandangan dari ibunya. "Dan kamu perempuan sialan, mau jalan- jalan? Berani kamu melangkahkan kakimu keluar dari rumah ini akan kupastikan kakimu kupatahkan dan anakmu itu tidak akan pernah mampu menolongmu. Dasar perempuan laknat, atau jangan-jangan Aya hanya kau jadikan alasan untuk keluar menggoda laki-laki lain di luar sana? Murahan, pelacur sialan. Cuih.."
Wajah ibunya kini memerah menahan kemarahan, tangannya mengepal kuat. Rasanya kesabarannya kini sudah berada di titik akhir kemampuannya. Dia mengangkat wajahnya, mengumpulkan keberanian memandang laki-laki yang begitu sangat dicintainya. Mencoba mencari sedikit cinta dari tatapan tajam mata itu. Satu tahun ia coba bertahan di dalam neraka ini, berharap suatu saat semuanya akan kembali terang. Tapi rupanya kesabarannya tidak pernah menemui ujung.
"Aku tidak pernah mengerti apa yang membuatmu menuduhku pelacur, aku fikir kamu sudah mengenalku dengan baik, tak ada yang mengenalku sebaik dirimu, tapi aku benar-benar tidak mengerti dimana letak kesalahanku di sini. Aku..."
"Pelacur tetaplah pelacur" Sarkas ayah Aya.
"Cukup!!!" Air mata ibu Aya kini sudah tumpah. Dadanya sesak seperti terhimpit beban berton-ton. "Cukup ayah, sudah cukup penghinaan yang ayah berikan kepada saya. Mari bercerai!"
"Apa katamu, bercerai?" Tangan ayahnya kini mencengkram leher ibunya, mendorongnya sekuat tenaga membentur tembok. "Kamu ingin bercerai. Ha? Sampai mati pun aku tidak akan pernah melepaskanmu." Emosinya kini memuncak, ditambah pengaruh alkohol yang membuat fikirannya tidak jernih lagi.
Dengan sisa-sisa tenaganya, dia memandang ke wajah suaminya, lalu tersenyum. "Bagiku kamu bukan suamiku lagi".
"Aaaaaaaaaaaaaaa"
Tubuh lemah itu kini melayang, terangkat oleh tangan kekar suaminya meskipun sudah tidak muda lagi namun masih sangat kuat mengangkat tubuh ringkih istrinya. Melemparkannya ke sembarang arah dan tepat mendarat di atas meja.
Braaaakkkkkkkkkk
"Ibuuuuuuuuuu" seketika Aya berteriak dan berlari memeluk tubuh ibunya yang bersimbah darah tertusuk pecahan kaca. Satu tiang meja tertancap dengan sempurna menembus tubuhnya dari belakang hingga perut. Aya semakin panik, dengan tangis dan air mata menatap penuh permohonan pada ayahnya untuk membawa ibunya ke Rumah Sakit.
"Ayah.. tolong ibu. Aya mohon." Rintihnya mengiba mengetuk nurani ayahnya.
Namun yang terjadi, ayahnya berbalik melangkah pergi tanpa peduli sedikitpun.
Dan luka yang paling sakit adalah luka yang diberikan oleh orang yang paling kamu sayangi.
××××××
Assalamu'alaikum readers, aku masih newbie. Ini adalah novel karya pertamaku. Mohon dukungannya yah. Kritik dan saran dari kalian semua akan menjadi motivasi untuk terus berkarya dan membuat tulisan yang lebih baik lagi.
Terima kasih untuk yang berkenan membaca karyaku ini.
Regards,
Kaka Kiki
9 tahun kemudian...
Seorang gadis ayu dengan jilbab warna pink sedang terlihat begitu serius membaca beberapa berkas riwayat hasil pemeriksaan pasien-pasiennya di ruang kerjanya. Wajahnya yang putih bersih menampakkan aura bersahaja, anggun dan tegas. Di pipi kirinya ada sebuah lesung pipit yang nampak begitu manis menghiasi wajahnya meskipun dia hanya menelan ludah. Apalagi jika tersenyum. Manis!!!
Meski tubuhnya terasa lelah, tapi baginya profesionalitas dalam bekerja adalah salah satu ibadah terbaik. Apalagi ini menyangkut hajat hidup orang banyak. Tidak boleh ada yang terlewatkan dari pengamatannya.
Bekerja membuatnya terhindar dan hal-hal yang sia-sia. Bahkan sekedar memikirkan sesuatu yang sia-sia sekalipun dia sudah tidak punya waktu. Dia tidak ingin membuat dirinya memiliki waktu untuk meratapi luka hatinya di masa lalu. Luka yang berusaha disembunyikannya dibalik senyum manisnya itu. Apalagi sampai membuat luka baru, tidak! Tidak lagi, dia hanya ingin bahagia dengan caranya sendiri.
Hari ini dia ada janji dengan Alya, salah satu atau tepatnya satu-satunya orang yang dia ijinkan masuk ke dalam hidupnya menjadi sahabat, rekannya sesama dokter. Hanya saja Alya adalah dokter obgyn. Kedekatan mereka mulai terjalin dikarenakan nama panggilan mereka yang hampir mirip. Karena seringnya mereka salah paham, orang manggil Aya, yang jawab malah Alya dan begitupun sebaliknya hingga mereka dekat. Dari yang awalnya hanya saling melempar senyum saatbbertemu lalu tidak sengaja bertemu di kantin Rumah Sakit. Akhirnya jadi teman makan siang lalu naik tingkat jadi teman jalan-jalan ke mall dan akhirnya sesekali Alya menginap di apartemen Aya. Begitupun dengan Aya, iya juga kadang-kadang menginap di rumah Alya berama kedua orang tuanya.
Alya yang periang, ceplas ceplos dan cerewet seperti satu sisi koin yang melengkapi sifat Aya yang pendiam dan tertutup. Tetapi justru itu yang menjadi daya tarik tersendiri dari sosok seorang Alya yang membuat Aya tertarik berteman dekat dengannya.
"Serius amat sih, jeng." Tanpa mengetuk pintu ruang kerja Aya, tiba-tiba Alya masuk nyelonong dengan suara cemprengnya meletakkan bokongnya tepat di kursi depan meja kerja Aya.
"Gila lo, gue kira kunti cantik darimana tiba-tiba duduk di depan gue." Canda Aya yang matanya masih tetap fokus pada tumpukan berkas dan beberapa foto rontgen di atas mejanya.
Alya berdiri dari tempat duduknya, sedikit mencondongkan tubuhnya ke depan mendekati Aya yang terhalang meja kemudian meletakkan satu telapak tangannya di jidatnya sendiri. "Gak panas. Suhu normal. Lo abis keselek tulang buaya yah sampe ngomong gue cantik?" Tanya Alya menampakkan air muka serius.
"Apaan sih. Ayo jalan!" Aya merapikan mejanya yang sedikit berantakan, ia mengambil poselnya lalu menarik tasnya berjalan mendahului Alya keluar dari ruang kerjanya.
Sebenarnya, Aya tidak begitu suka dengan suasana keramaian mall. Dia juga sangat lelah karena bekerja di tiga Rumah Sakit berbeda membuatnya sangat sibuk. Tapi dia sangat menikmatinya. Bersahabat dengan Alya baginya sudah cukup merepotkan. Cukup Alya, Aya tidak mau lagi menambahnya dengan kadar kedekatan seperti Alya. Alya yang cerewet dengan cerita jatuh cinta dan patah hatinya. Alya yang seperti punya banyak energi kalau sudah ketemu mall sering membuat Aya kewalahan menemaninya tawaf di dalam mall.
Meskipun mereka sudah lama bersahabat, tapi menghabiskan waktu berdua saja seperti ini cukup jarang mereka lakukan. Selain karena kesibukan masing-masing yang menyita waktu, mereka berdua punya prinsip yang sama dalam memandang sebuah hubungan persahabatan.
Sahabat itu adalah teman dekat, tapi bukan berarti dimana ada kamu disitu juga pasti ada dia. Sahabat itu tidak mengikat, ia membebaskanmu bergaul dengan siapa saja. Yang terpenting hati sudah saling terpaut, saling memahami satu sama lain dan bisa menjadi tempat untuk berbagi suka duka.
Dan memang selama ini mereka sudah sepakat untuk tidak tiap hari bertemu, maunya ketemunya jarang-jarang saja, biar rasa rindu dan kasih sayangnya menumpuk-numpuk, nanti setelah bertemu barulah rindunya dihabiskan dengan berbagi cerita, makan bersama atau sekedar cuci mata di mall.
Meskipun Aya pribadi yang pendiam dan tertutup, tapi dia murah senyum kepada orang-orang yang dikenalnya dan tetap berusaha bersikap ramah kepada pasien-pasiennya. Basa-basinya yang irit banget, tapi jika ada yang meminta penjelasan tentang keilmuannya, maka dia tidak akan segan menjelaskannya secara rinci dan tuntas. Makanya dia banyak disegani oleh orang-orang di sekitarnya. Dan tentu saja ada beberapa rekannya yang menaruh hati padanya. Sayangnya tidak ada satupun yang mendapat respon positif dari Aya.
Aya bukan gadis polos yang tidak bisa membedakan mana laki-laki yang tertarik padanya atau mana laki-laki yang benar-benar hanya ingin berteman dengannya, tidak lebih. Sikapnya yang dingin dan kemandiriannya seolah-olah sudah cukup menunjukkan pilihan hidupnya untuk tidak mau menggantungkan hidupnya pada sosok lelaki. Sorot mata dan gesture tubuhnya tidak pernah sekalipun menunjukkan ketertarikannya kepada pria manapun. Dan dia tidak peduli dengan pandangan mata beberapa orang di sekitarnya yang seolah-olah memandangnya dengan tatapan menghakimi. Aya kadang merasa pandangan mata itu menduhnya penyuka sesama jenis. Apa salahnya jika selama ini ia menolak semua laki-laki yang medekatinya? Apakah perempuan yang tidak pernah kelihatan menjalin kedekatan dengan laki-laki itu sudah pasti penyuka sesama jenis? Apakah perempuan yang memilih tidak berpacaran itu dosa?
Itu jugalah alasannya mengapa dia malas punya banyak teman perempuan. Terlalu banyak pembicaraan unfaedah dari kebanyakan acara kumpul-kumpul mereka. Syukur-syukur jika tidak membicarakan keburukan teman yang tidak sempat ikut gabung, umumnya sudah bukan rahasia lagi, berani tidak datang acara kumpul-kumpul berarti kamu dengan suka rela memberi panggung untuk semua teman-temanmu membicarakan segala aibmu sampai tak terisa. Begitulah kenyataannya.
×××××
Saat ini Aya dan Alya sedang makan di salah satu foodcourt favorit mereka di mall.
"Jeng, mama undang lo ke rumah besok. Mama mau rayain aniversary pernikahannya yg ke 3 dekade sama papa. Lo wajib datang, kalau tidak, mama bakal gantung lo di pohon toge. Lo tenang aja, nanti menunya pake sop tulang rusuk, kali aja ketemu sama tulang punggungnya di sana. Hahaha." Alya tidak bisa menahan tawanya demi membayangkan laki-laki beruntung mana yang akan menjadikan Aya jadi tulang rusuknya. Takutnya tu laki tinggal nama dan tulangnya saja yang tersisa setelah putus asa karena cinta tak terbalasnya pada Aya.
Aya menelan cepat makanan yang sedang dia kunyah, menatap penuh selidik wajah sahabatnya itu.
"Al, tanggal nikah orang tua lo kapan?" Tanya Aya serius.
"10 mei 1991". Jawab Alya masih sambil ngunyah makanannya.
"Trus, lo lahir kapan?"
×××××
"Al, tanggal nikah orang tua lo kapan?" Tanya Aya serius.
"10 mei 1991". Jawab Alya masih sambil ngunyah makanannya.
"Trus, lo lahir kapan?"
"Wah...parah lo, ulang tahun sahabat sendiri gak ingat. Fyi, gue lahir tanggal 21 februari taun '92 yah." Alya sedikit dongkol sama Aya yang meskipun sdh bersahabat sekian tahun tapi rupanya tidak ingat dengan hari lahirnya.
"Sahabat durhaka". Batin Alya.
Setelah berfikir beberapa saat, Aya mengangguk-anggukkan kepalanya tanda faham. "Alhamdulillah, kirain lo anak dari hasil MBA. Na'udzubillah. Berarti harta warisan dari papa Adam aman. Trus klo lo nikah gak perlu pake wali hakim."
"Emang gue elo yang ayahnya .... upssss" Alya menutup mulutnya, "maaf, Ya. Gue gak maksud nyinggung lo." Wajah Alya seketika murung merasa bersalah.
Aya hanya menggeleng, memaksakan senyumnya dan melanjutkan makannya dalam diam. Tiba-tiba suasana hening.
Ayah!
Rasanya Aya sudah lupa dengan satu sosok itu. Bibir Aya selalu kelu tiap kali harus mengucap satu kata itu, "ayah".
Satu kata yang begitu Aya benci, satu sosok yang tidak ingin lagi dilihatnya sampai mati. Baginya, kata dan sosok ayah itu sudah lama mati ikut terkubur bersama jasad sang ibu.
Ada perasaan sesak yang menghantam dadanya setiap kali bayangan wajah sosok itu terlintas di fikirannya. Andai boleh meminta amnesia, sudah pasti dia akan meminta untuk dihapuskan saja semua ingatan yang bergubungan dengan orang itu. Mengingatnya hanya membuatnya sakit, terkadang moodnya hancur hanya karena lintasan fikiran tentang sosok itu yang tiba-tiba datang tanpa permisi.
"Aya, kok diam? Lo gak papa kan? Sorry, tadi gue kelepasan menyebut kata itu." Alya mulai gelisah melihat keterdiaman Aya sepanjang mereka makan. Alya merutuki kebodohannya sudah salah ngomong. Padahal dia tau betul bagaimana traumanya Aya pada sosok Ayahnya itu.
"Santai, Al. Gue gakpapa kok. Gue hanya sedang khusyu' makan." jawabnya sambil nyengir meskipun di dalam hatinya sudah bergemuruh.
*****
Sementara itu, di sebuah Perusahaan Eksportir hasil laut terbesar di Indonesia, seorang pria tampan, warna kulit khas orang Indonesia dengan tubuh proporsional tak henti-hentinya melebarkan senyum bahagianya. Bagaimana tidak, hari ini ia berhasil meyakinkan pemilik perusahaan tersebut setuju memakai rancangan desain kapal cargo/peti kemas yang dia dan timnya ajukan setelah mengikuti proses seleksi yang cukup panjang dan melelahkan.
Pihak PT. Bintang Bahari selaku Ship Owner setuju menggunakan jasa perusahaan Konsultan milik Arga untuk pembuatan gambar desain kapal peti kemas miliknya. Mulai dari pembuatan basic design, functional design, transitional design hingga work instruction drawing.
Pembuatan gambar desain kapal ini sendiri mempunyai dampak signifikan pada proses pengadaan barang, produksi dan pengiriman kapal. Jika terjadi keterlambatan, maka implikasinya dapat menyebabkan keterlambatan dalam proses pengiriman kapal, sehingga akan terjadi kerugian finansial yang tidak sedikit, baik oleh desain konsultan, galangan kapal maupun pemilik kapal.
Arga Pramudya Hutama, CEO Blue Marine and Offshore Engineering Consultant. Dia mendirikan perusahaannya sendiri sejak dia masih berstatus karyawan kontrak di sebuah Perusahaan Galangan Kapal di Korea Selatan. Dengan kecerdasan dan visi kerjanya yang luar biasa, sekarang dia mempunyai ratusan karyawan dan berhasil membawa Perusahaannya sebagai salah satu perusahaan konsultan yang cukup diperhitungkan di bidangnya.
Awalnya Arga hanya menjual hasil-hasil design interior kapal Ferry yang dirancangnya sebagai freelancer. Lama kelamaan dia mengajak beberapa orang temannya untuk bergabung dengannya. Setelah itu ia memberanikan diri membangun perusahaan konsultan miliknya. Tidak hanya pembuatan gambar desain kapal saja yang mereka kerjakan, dia dan teamnya kini juga menjajaki pembuatan gambar offshore design atau bangunan lepas pantai untuk pengeboran minyak di laut lepas.
Untuk mengapresiasi kerja keras teamwork-nya, Arga berencana mengajak mereka makan siang di salah satu restoran mewah dekat kantornya setelah semua urusan di PT. Bintang Bahari selesai.
"Terima kasih banyak atas kehormatan yang pak Bintang berikan kepada perusahaan kami. Semoga bapak puas dengan design dan perencanaan kapal yang kami buat." Arga berdiri dari tempat duduknya lalu mengulurkan tangan ke pak Bintang dan disambut hangat oleh beliau.
"Sama-sama pak Arga, senang bisa bekerjasama dengan anda." Senyum tulus mengembang dari bibirnya. Sorot mata tajam dan aura ketegasan masih sangat kuat tergambar di wajah lelahnya yang mulai menua.
Arga sedikit membungkukkan badannya sopan, lalu Arga melangkah menuju pintu, tangannya sudah menarik gagang pintu hendak keluar.
Pak Bintang yang kembali duduk di kursi kebesarannya, tak sengaja matanya menangkap nama lengkap Arga sebagai CEO di atas lembaran kertas proposal kerjasama yang baru saja mereka tanda tangani itu. Ada perasaan bergemuruh menyelimuti dadanya.
"PRAMUDYA HUTAMA" Ucapnya dengan lantang.
"Tunggu"
Mendengar nama ayahnya disebut, Arga membalikkan badannya, menatap heran ke arah sumber suara yang tidak lain adalah pak Bintang.
"Iya pak, ada apa?" Tanyanya penasaran.
"Apa kamu putra Hutama dan Andini?"
"Benar pak, bagaimana bapak tau nama orang tua saya?" Arga semakin penasaran.
Pak Bintang berdiri dari kursi kebesarannya berjalan menuju sofa dan memanggil Arga ikut duduk bersamanya.
Pak Bintang menarik nafasnya dalam-dalam lalu membuangnya perlahan. Dia harus berjuang menenangkan gejolak dan kemarahan jiwanya saat ini. "Bagaimana kabar ayah dan ibumu? Mereka tinggal dimana sekarang?" Tanyanya kemudian.
"Alhamdulillah, ayah dan ibu sehat. Sudah tiga tahun kami kembali tinggal di Jakarta, pak." Jawab Arga.
"Bisakah kamu mengatur pertemuan untuk saya dan kedua orang tuamu secepatnya?"
Arga nampak sedikit berfikir, "InsyaaAllah, bisa pak. Saya usahakan lusa, soalnya hari ini dan besok kami ada acara keluarga." Besok adalah hari anniversary pernikahan tantenya, tante Mita, adik dari ayahnya. Tentu itu akan menjadi hari yang sangat sibuk.
Sebenarnya Arga masih sangat penasaran, bagaimana pak Bintang Bahari mengenal kedua orang tuanya. Mengingat Arga sudah sejak dalam kandungan keluarga mereka sudah tinggal di kota Seoul, Korea Selatan.
Tentu saja Arga tetap lancar menggunakan bahasa Indonesia karena kedua orang tuanya tetap menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa utama mereka di rumah. Dan saat kuliah, Arga mengambil jurusan Teknik Perkapalan di salah satu Universitas terbaik di kota Surabaya. Ia memilih kembali ke Surabaya menemani omanya yang tinggal seorang diri di rumah karena tidak mau ikut tinggal di Seoul.
Setelah 3 tahun tinggal di Surabaya, neneknya meninggal menyusul sang Opa yang sudah lebih dulu meninggal saat Arga masih berusia 15 tahun.
Setelah menyelesaikan pendidikan Sarjananya, Arga memilih kembali ke Korea. Di sana ia langsung di terima bekerja di salah satu galangan kapal yang cukup besar di Korea Selatan. Di sanalah ia memulai karirnya di dunia Marine and Offshore Engineering.
×××××
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!