Disebuah padepokan dilereng gunung, hiduplah seorang kakek bersama cucu perempuannya.
Mereka hidup bahagia,hari-hari mereka selain mengajar bela diri mereka juga bertani. Si kakek bernama Darma dan cucunya bernama Rani. Hingga suatu hari, kakek Darma jatuh sakit.
"Cucuku Rani, teruslah kamu berlatih dan sekolahmu dilanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Sebentar lagi kamu masuk SMA, sekolahlah di kota. Carilah pengalaman disana, pergunakanlah ilmu kamu untuk kebaikan dan membela orang-orang yang tertindas." kata Kakek Darma dengan suara parau yang sesekali terbatu-batuk.
"Kakek, tapi bagaimana dengan kakek?" tanya Rani yang terlihat sangat mencemaskan kakeknya.
"Jangan kau cemaskan kakek, tenang saja kakek bisa jaga diri. Carilah orang yang bernama Baskoro tapi kamu harus hati-hati sama dia karena dia adalah ketua geng Kobra. Dia punya hutang janji sama Kakek sepuluh tahun yang lalu." jelas Kakek Darma yang menatap cucunya dengan serius.
"Ketua geng? hutang janji? Apa maksud kakek?" tanya Rani yang masih bingung.
"Sepuluh tahun yang lalu, orang tuamu anak kakek. Satya dan Ranti menantu kakek. Hukk....hukk....!" kata kakek sambil menarik napas dalam-dalam dan mengeluarkan ya pelan-pelan. Sambil terbata-bata meneruskan ceritanya.
"Mereka meninggal akibat kecelakaan, dan lebih tepatnya ditabrak saat dipersimpangan jalan. Waktu itu kami mau ke kota untuk menghadiri undangan walikota. Kami naik sepeda motor, sementara Ibu kamu dibonceng Ayah kamu. Sedangkan Kakek dibonceng sama pamanmu Sidiq. Pada saat kejadian kecelakaan, kakek turun mengurusi Ayah dan Ibumu sementara Pamanmu Sidiq mengejar pelaku penabrak itu. Seandainya Ayah dan Ibumu dulu mau belajar bela diri, mungkin tak akan seperti ini." jelas kakek Darma meneteskan air mata mengenang kedua anak yang merupakan kedua orang tua Rani, yang mana mereka telah mendahuluinya.
"Kakek hal ini sudah jadi suratan takdir Ayah dan Ibu Rani dan Rani sudah mengikhlaskannya kek. Tapi kalau memang ada masalah hutang janji, ya memang harus ditagih!" seru gadis remaja yang telah belajar banyak jurus silat pada kakeknya.
"Iya karena janji adalah hutang yang harus dibayarkan." kata kakek Darma yang menatap Rani dengan penuh harap.
"Memangnya ada janji apa ya kek?" tanya Rani yang penasaran.
Kakek Darma menarik napas dalam-dalam kemudian mengeluarkannya secara pelan-pelan.
"Ketika Ayah dan ibumu dibawa ke rumah sakit, dan nyawanya sudah tak tertolong lagi. Ternyata pamanmu Sidiq mengejar pelaku sampai ke rumah sakit.
Waktu itu Paman Sidiq dan Kakek hendak minta pertanggung jawaban, tapi kami urungkan." jawab si kakek.
"Kenapa diurungkan kek?" tanya Rani yang penasaran.
"Hal itu karena twrnyata Baskoro sedang mengantar istrinya yang sedang kritis. Akhirnya kami membuat surat pernyataan diatas materai yang berisikan akan mempertanggung jawabkan ya setelah istrinya sembuh. Tapi pada kenyataanya sampai sekarang tak ada kabarnya. Dan paman kamu Sidiq sudah berusaha untuk mencarinya, tapi hasilnya Nihil." jelas kakek Darma.
"Lantas kenapa kakek tahu namanya Baskoro dan dia ketua dari geng Kobra?" tanya Rani dengan mengernyitkan kedua alisnya.
"Kakek tahu Baskoro itu ketua geng Kobra, karena yang mengunjunginya kebanyakan memakai jaket bagian belakangnya bergambar ular kobra dan kelihatan hormat pada Baskoro. Sedangkan Baskoro juga menggunakan jaket yang sama." jawab kakek Darma yang apa adanya.
"Jadi begitu ya? Lantas seberapa bahayanya si Baskoro itu Kek?" tanya Rani yang bertambah penasaran.
"Dia itu sangat berbahaya, selain anak buahnya yang banyak, dia juga punya kemampuan beladiri yang sangat mumpuni. Makanya Kakek menyuruhmu untuk lebih giat berlatih, agar kamu bisa menagih janji itu. Baskoro bukan orang sembarangan, karena itu Pamanmu Sidiq selalu gagal mencarinya." kata Kakek Darma yang menjelaskan.
"Lalu bagaimana Rani ke kota kek?" tanya Rani yang penasaran.
"Besok kalau paman kamu Sidiq kesini, Kakek akan menyuruhnya mengantarkan kamu pada Raditya. Biar kakakmu yang mencarikan sekolah buat kamu di kota nanti." jawab kakek Darma yang menatap cucunya dengan sesekali.
Raditya adalah kakak satu-satunya Rani yang saat ini berada di kota. Karena setelah Ayah dan ibunya meninggal, Raditya diadopsi oleh sahabat Ayahnya yang bernama Wibowo.
Tuan Wibowo mempunyai istri yang bernama Lani, yang mana Tuan Wibowo mempunyai usaha Gym dan toko alat olah raga. Sementara Nyonya Lain seorang guru sekolah Dasar.
Jadi Rani dan Raditya pada saat ini terpisah cukup lama. Rani yang tinggal bersama kakeknya dilereng gunung, sedangkan Kakaknya Raditya bersama orang tua angkatnya dikota.
"Iya kakek, Rani bersedia mengikuti keinginan kakek. Tapi sekarang kakek minum obat dan istirahat ya. Rani akan melanjutkan latihan Rani." kata Rani sambil memberikan obat beserta air putih pada kakeknya.
Kemudian kakek Darma segera meminumnya dan lekas istirahat.
Setelah itu Rani menyelimuti kakeknya yang mulai memejamkan kedua matanya.
Melihat kakeknya sudah pulas dalam tidurnya, Rani bergegas keluar rumah dan melangkahkan kaki menuju ke tempat latihan.
Tak butuh waktu lama, Rani tiba di tempat biasa untuk latihan. Gadis itu melihat hanya ada beberapa murid saja yang sedang berlatih. Karena sejak kematian Ayah dan Ibu Rani, Kakek Rani sering sakit-sakitan.
Paman Sidiq sering membantu melatih murid-murid jika sedang libur kerja. Dan Rani sering dilatih oleh pamannya itu.
Setelah pemanasan, Rani melatih kuda-kudanya agar lebih sempurna. Dilanjutkan melatih beberapa pukulan dan tendangannya.
"Aku akan ke kota, ketemu Kak Radit. Aku rindu sekali sama kak Radit, dia sudah setahun tak mengunjungi Padepokan" batin Rani saat mengatur pernapasnya.
Dalam hatinya selalu merindukan saat-saat mereka berkumpul. Ayah, Ibu Kak Radit dan Rani yang pada saat itu masih berumur lima tahun.
Mereka sering piknik bersama, bersendau gurau dan kadang menangis bersama, menyelesaikan masalah secara bersama-sama.
Masakan ibunya yang selama ini dianggap Rani yang paling lezat, dan dia sangat merindukan masakan ibunya itu.
"Semua ini karena Baskoro..!" gerutu Rani dan terus melancarkan pukulan dan tendangannya pada karung yang berisikan pasir, yang memang disediakan untuk berlatih.
Hop hiaaaaat....!"
"Bagh....bugh....bagh...bugh....!"
Terdengar suara pukulan dan tendangan yang bertubi-tubi, dan makin lama semakin keras dan cepat. Sehingga terlihat sekali kemarahan di setiap pukulan Rani.
"Bagh....bugh....bagh...bugh....!"
"Bagh....bugh....bagh...bugh....!"
Terus terdengar pukulan dan tendangan yang semakin keras, tiba-tiba melemah.
"Host...host...host....!"
Kini terdengar napas Rani yang tak beraturan, gadis itu kemudian mengatur pernapasannya.
"Dalam melakukan hal yang baik, jangan dengan emosi. Karena hal itu akan berakibat buruk!"
Dengan tiba-tiba saja Rani teringat nasehat kakeknya jika mereka sedang berlatih.
...~¥~...
...Mohon dukungannya dan terima kasih telah memberikan Like/komentar/rate 5/gift maupun votenya untuk novel Gadis Tiga Karakter ini....
...Semoga sehat selalu dan dalam Lindungan Allah Subhana Wa Ta'alla....
...Aamiin Ya Robbal Alaamiin....
...Terima kasih...
...Bersambung...
"Dalam melakukan hal yang baik, jangan dengan emosi. Karena hal itu akan berakibat buruk!"
Dengan tiba-tiba saja Rani teringat nasehat kakeknya jika mereka sedang berlatih.
"Seeet......!"
"Takk....takkk...takkk.....!"
Tiba-tiba ada sesuatu yang melesat cepat kearah Rani, gadis itu sangat terkejut dan dia menyadari akan hal itu.
"Set...set...set...!"
Dengan segera Rani menghindarinya dan sekali-kali menangkap benda itu yang tak lain batu kerikil yang terus menghujaninya.
"Siapa yang melakukannya" batin Rani.
Beberapa saat kemudian, ada sesosok laki-laki paruh baya yang memakai topeng mulai menyerang Rani secara bertubi-tubi.
"Wut...wuut....wuutt ..!"
Gadis itu meladeninya dengan jurus-jurus yang telah diajarkan kakek dan pamannya. Kadang kala Rani terpojok, tapi dengan sigap dia biasa membalik keadaan.
"Hop hiaaat....!"
"Bagh ..bugh...bagh...bugh....!"
Karena penasaran dengan yang menyerangnya yang tiba-tiba itu, Rani penasaran dengan laki-laki itu dan berusaha membuka topeng penyerangnya.
"Bagh ..bugh...bagh...bugh....!"
"Bagh ..bugh...bagh...bugh....!"
Serangan demi serangan dapat ditangkis oleh Rani dan ketika ada kesempatan, Rani gunakan untuk menyerang bagian wajah laki-laki itu.
Rani pun melompat diatas laki-laki itu dengan tangan kanannya meraih topeng pria itu.
"Happ.!!"
Rani menginjakkan kakinya ke tanah membelakangi pria itu, dengan sebuah topeng ditangan kanannya.
Rani segera membalikan badannya, tiba-tiba laki-laki itu menyerangnya dengan beberapa kali tendangan.
"Set...set ...set....!"
Karena tangan kirinya menutupi wajahnya,Rani belum bisa melihat wajah penyerangnya. Gadis itu pun mengelak dan sesekali mundur beberapa langkah.
Beberapa detik kemudian, Rani melancarkan serangannya. Gadis itu membuat gerakan berputar dengan kakinya mendang siku tangan lawan yang digunakan menutupi wajahnya.
Tak ayal pria itu terpelanting kebelakang dan jatuh, darah menetes dari sisi bibir pria itu. Dan secara otomatis,wajah pria itu tidak tertutupi lagi.
"Paman Sidiq...!! maaf paman, Rani tidak bermaksud lancang!" seru Rani yang langsung tahu siapa penyerang tiba-tiba itu, yang tak lain paman sekaligus guru keduanya.
"Wah, kemajuanmu pesat sekali Rani! Tak heran Ayah menyayangimu!" balas seru Paman Sidiq sambil bangkit dari jatuhnya dan menyeka darah di sudut bibirnya.
Laki-laki itu segera mengusap dengan kasar, kepala Rani yang sudah menghampirinya.
"Mari masuk ke rumah paman, Rani obati luka paman" ajak Rani denga mengulas senyumnya.
"Boleh, ayo!" balas Paman sidiq yang melangkahkan kakinya terlebih dahulu, sementara Rani mengikutinya dari belakang.
Mereka segera masuk ke rumah, Paman sidiq duduk di kursi yang berada di ruang tamu, sedangkan Rani segera mengambil baskom, kain dan air es yang ada di dapur.
Tak menunggu lama, Rani keluar dari dapur dan membawa baskom, kain dan juga air es. Kemudian dia menghampiri Pamannya di ruang tamu dan mulai mengompres luka-luka kebiruan di wajah pamannya itu.
"Aku nggak menyangka kalau akan dikalahkan anak kemarin sore! ha....ha..ha...!" kata Paman Sidiq yang tertawa seraya meringis karena menahan sakit.
"Ah paman, itukan berkat bimbingan paman dan Kakek" kata Rani yang merendah.
"Iya, ada murid pasti ada guru. Seorang guru tak akan menjadi guru terbaik kalau tak memiliki murid yang pandai dan cerdas seperti kamu Ran. Kamu bisa menangkap ilmu dari dua guru sekaligus, dan kamu bisa mengalahkan guru kamu dengan jurus yang diajarkan oleh guru kamu!" terang paman Rani.
"Iya paman." kata Rani yang menyimak apa yang dikatakan oleh paman Sidiq.
"Bagus!" sahut paman Sidiq dan kini keduanya berada di dalam kamar tamu, setelah mengobati pamannya,
Rani melangkahkan kakinya menuju ke jendela dan menikmati semilir angin sore hari dan bias jingga di langit yang biru. Yang menandakan waktu menjelang sore.
"Paman kata kakek,Rani harus menagih janji pada seseorang" kata Rani yang menatap ke arah paman Sodiq.
"Nagih janji? kakek bilang begitu?" tanya Paman Sidiq yang penasaran.
"Iya, janjinya Baskoro pada kakek!" r jawab kakek Darma yang tiba-tiba keluar dari kamarnya dan terus melangkahkan kakinya secara tertatih melangkahkan kakinya free
"Kakek... kakek kan harus istirahat" kata Rani yang segera menghampiri kakeknya dan menuntun kakeknya itu untuk duduk di kursi yang ada dikamar itu.
"Aku bosan tidur terus,ingin cari udara segar. Dan kebetulan kakek mendengar suara kalian." terang kakek Darma.
"Ayah, apakah ayah sudah yakin memberi Rani tugas yang berat ini?" tanya Paman Sidiq yang penasaran.
"Yakinlah, apalagi tadi gurunya saja kalah" kata Kakek Darma sambil melirik Paman Sidiq.
"He...he...he...!" si kakek yang terkekeh.
"Hukk...hukk....!"
Yang dilirik pun terbatuk-batuk, dan merasa yang dikatakan ayahnya itu benar adanya.
Kemudian kakek Darma mengacungkan jempol ke arah cucunya. Rani pun tersenyum dan sedikit menundukkan kepalanya ,tanda hormat.
"Rani, buatkan minum untuk kakek dan pamanmu" pinta Kakek Darma.
"Baik kakek" kata Rani, yang kemudian bergegas melangkahkan kakinya menuju ke dapur sambil membawa baskom dan kain bekas ya f eeh rtmengompres luka Paman Sidiq.
"Aku yakin Rani mampu melakukan tugas ini. Lagi pula kalau Rani disini terus, tak akan ada perkembangannya. Biar sekalian cari pengalaman. Nanti kau antarkan dia ke keluarga Wibowo. Biar kakaknya bisa menjaganya." kata Kakek Darma.
"Tapi yah, Baskoro itu orangnya licin sekali. Anak buahnya banyak, dan rata-rata setia. Jadi mencari informasi tentang Baskoro itu sulit sekali" kata Paman Sidiq.
"Aku mau mengerjakan tugas itu Paman.Lagi pula aku kangen sama kak Radit." kata Rani saat keluar dari dapur dengan membawa minuman dan makanan kecil.
"Paman sarankan,kamu harus bermain cantik, kalau perlu menyamar. Dan apabila si Baskoro itu tetap tidak mau menepati janjinya, carilah anaknya yang memakai kalung berupa kunci. Nah kunci itu untuk membuka kalung ini." kata Paman Sidiq seraya memberi Rani kalung berliontin bambu seukuran gagang sapu lantai dengan panjang kurang lebih lima belas centimeter.
Rani pun menerima kalung itu, dan mengamati kalung tersebut.
"Kalung itu bisa dikatakan kalung pusaka, selain bisa menyimpan rahasia juga bisa jadi senjata" kata Paman Sidiq yang mengambil air minum yang Ira buatkan tadi
"Kalung pusaka?" gumam Rani yang kemudian memakai kalung tersebut dan dia sangat penasaran.
"Iya, selain bisa menyimpan rahasia bisa juga buat senjata." jawab Paman Sidiq yang menjelaskan.
Kakek Darma dan Rani yang penasaran, mereka saling pandang dan tak sabar mendengar penjelasan dari Paman Sidiq selanjutnya.
Paman Sidiq mengambil minumannya dan meminumnya. Setelah meletakkan gelasnya, laki-laki setengah baya itu menghela napasnya dan mulailah dia bercerita.
Namun sebelumnya dia menatap Rani dan juga ayahnya satu persatu, kemudian mengulas senyumnya.
...~¥~...
...Mohon dukungannya dan terima kasih telah memberikan Like/komentar/rate 5/gift maupun votenya untuk novel Gadis Tiga Karakter ini....
...Semoga sehat selalu dan dalam Lindungan Allah Subhana Wa Ta'alla....
...Aamiin Ya Robbal Alaamiin....
...Terima kasih...
...Bersambung...
Namun sebelumnya dia menatap Rani dan juga ayahnya satu persatu, kemudian mengulas senyumnya.
"Iya,.bila kamu sudah menemukan kuncinya yang dibawa anak laki-laki Baskoro. Selain membuka penyimpanan dalam bambu ini, jika kamu putar sebelah kiri akan menjadi tombak kecil dan jika diputar kekanan akan muncul belati. Dan dalam penyimpanan bambu ini, terdapat surat pernyataan bermaterai yang ditanda tangani Baskoro dan juga flashdisk rekaman Cctv kejadian kecelakaan Ayah dan ibumu. Jadi bawa bukti-bukti ini ke pihak berwajib. Tapi kamu juga hati-hati tidak semua orang itu jujur." jelas Paman Sidiq.
"Begitukah paman? kalau begitu, Rani akan menjaga kalung ini dan menyeret Baskoro ke penjara." kata Rani penuh semangat.
"Memang harus begitu Ran!" Seru kakek Darma dengan suara lirih.
"Iya kakek, lantas bagaimana dengan kuncinya paman?" tanya Rani yang penasaran.
"Dulu pada saat paman mengejar Baskoro, Paman sempat membuntutinya sampai Rumah sakit. Dan ternyata istrinya sedang kritis karena overdosis. Maka dari itu, Kakek dan Paman masih ada empati. Baskoro kami suruh buat pernyataan. Dan dia sanggup malah menulis sendiri pernyataannya itu. Bahwa setelah pulihnya kondisi istrinya, dia bersedia dipenjara." cerita paman Sidiq
"Setelah menulis surat pernyataan itu, Baskoro di panggil ke ruang dokter dan Paman melihat ada anak yang bersama Baskoro menangis di kursi depan ruangan istri Baskoro dirawat. Lalu Paman mencoba membuatnya tersenyum. Karena yang ada cuma kunci itu, maka kunci itu aku berikan padanya" lanjut cerita paman Sidiq.
"Seandainya kunci itu sudah tidak ada pada anak itu bagaimana paman? Kita tidak bisa ambil bukti-buktinya?" tanya Rani khawatir.
"Paman yakin masih ada pada anak itu, karena Paman membisikan sesuatu pada anak itu." kata Paman Sidiq sambil makan makanan yang dibawa Rani tadi.
"Membisikan sesuatu, membisikkan tentang apa Paman?" tanya Rani dengan kedua alisnya saling berkernyit.
"Jaga kunci ini, kunci ini akan membawamu ketemu Bidadari Surgawi." jawab Paman Sidiq dengan apa adanya.
Kakek Darma yang mendengarnya tertawa terpingkal-pingkal.
"Ha....ha....ha...! Bisa-bisanya kamu ha...ha..ha....!" seru kakek Darma yang terus tertawa.
Rani semakin bingung dengan maksud pamannya dan kenapa kakeknya tertawa terpingkal-pingkal itu.
"Bidadari Surgawi? maksud paman apa sih?" tanya Rani yang penasaran.
"Aduh kesayangan Ayah ini nggak jelas-jelas juga ha...ha..!" ejek paman Sidiq yang ikut tertawa dengan riangnya
"Begini ya,besok kalau kamu mengambil kunci kalung bambu ini dari anak laki-laki itu ,maka dia akan menganggap kamulah jodoh dia ha...ha.." jawab kakek Darma yang terpingkal-pingkal dan seolah tak lagi merasakan sakit ditubuhnya.
"Astaga...jadi begitu? tak bisa kubayangkan apa yang terjadi besok kalau aku bertemu dengan dia!" seru Rani sambil menutup pipi kanan dan kirinya dengan kedua telapak tangannya.
"Rani, jadi apakah kamu sudah paham maksud dari paman kamu?" tanya Kakek Darma yang mengulas senyumnya.
"Sedikit paham sih, Kek!"jawab Rani sambil ikut minum minumannya.
"Sudah-sudah, kamu kan baru saja lulus SMP. Nah kamu harus menyiapkan diri sekolah di kota dan mencari Baskoro." kata paman Sidiq yang mengingatkan.
"Iya paman." balas Rani sembari mengulas senyumnya.
"Tunggu apa lagi, ayo cepat kamu persiapkan semua keperluan kamu. Besok pagi kita berangkat ke kota!" perintah paman Sidiq yang membuat Rani membelalakkan kedua matanya.
"Kok cepat banget paman!" tanya Rani yang penasaran.
.
"Kalo nggak cepat-cepat, keburu telat pendaftarannya, Rani!" jawab paman Sidiq dengan sedikit berseru.
"O...begitu ya? Baiklah Paman, Rani mau siap-siap dulu ya paman!" kata Rani yang kemudian bangkit dari duduknya.
"Iya cepat sana! Jangan sampai nanti ada barang yang ketinggalan! Seru paman Sidiq yang menatap Rani.
"Iya paman, Rani mengerti! balas Rani sembari mengulas senyumnya, dan dengan segera, melangkahkan kakinya menuju kamarnya.
Paman Sidiq beserta kakek Darma, lantas. keduanya saling pandang dan menghela napasnya
"Jadi besok kamu berangkat ke kota?" tanya Kakek Darma yang menatap putranya, paman Sidiq.
"Iya Yah! Tadi aku sempat juga sudah ambil cuti. Bulan depan aku sudah pensiun. Jadi nanti istri dan anak-anakku akan aku boyong kemari. Ya sekalian menjaga ayah juga meramaikan padepokan" kata Paman Sidiq.
"Kalau begitu, aku setuju saja dan semoga anak dan istrimu betah disini" kata kakek Darma.
"Aku juga sudah tidak sekuat dulu, kalau ada kamu kan lain ceritanya" lanjut Kakek Darma.
"Iya Yah! walaupun murid kita semakin sedikit, tapi lulusan dari sini bisa berguna menunjang pekerjaank mereka. Yang mulai dari Hansip, Satpam, sampai menjadi Polisi" jelas Paman Sidiq.
"Iya dan kamu juga harus banyak berlatih lagi. Agar tidak memalukan, masak guru kalah sama muridnya? Apa karena muridnya yang terlalu pintar, apa karena Gurunya yang kurang latihan? ha..ha..!" seru Kakek Darma yang tertawa sambil melirik putra bungsunya.
"Ah, ayah! Janganlah membuatku malu! Memang Rani itu sudah ayah gembleng dengan kepandaian ayah, ayah kan yang mengistimewakan Rani!" balas seru Paman Sidiq yang mengakui kekalahannya.
Matahari perlahan-lahan beranjak ke peraduan, dan suasana di padepokan lereng gunung sudah sunyi senyap. Tak ada murid-murid yang sedang berlatih, tapi terdengar suara seperti orang melempar kerikil.
"Takk....takk...takk...!"
"Takk....takk...takk...!"
Dan suara itu berulang kali terjadi, rupanya Rani sedang mengasah kemampuanbya melempar kerikil. Demikian pula dengan paman sidihq yang juga melatih kembali kemampuannya agar bisa mengalah Rani, seperti tadi siang yang diucapkan oleh Ayahnya.
"Rani, nampaknya kita perlu kembali beradu kesaktian kembali! Paman masih penasaran dengan kemampuan kamu yang bisa mengalahkan paman!" seru paman Sidiq yang menatap ke arah Rani.
"Wah, boleh saja paman! Silahkan paman duluan yang menyerang!" seru Rani dan paman Sidiq mulai menyerang Rani terlebih dahulu.
"Bersiaplah Rani..!" seru paman Sidiq dan Rani pun bersiap menangkis setiap pukulan dari Paman sidiq yang rupanya sangat cepat dan dahsyat itu.
"Bagh ...bugh....bagh...bugh...!"
"Bagh ...bugh....bagh...bugh...!"
Pukulan yang mengarah ke tubuh bagian kanan Rani, mampu dia mengelaknya dan demikian pula dengan pukulan di sebelah kiri secara berulang-ulang.
Pukulan Paman Sidiq itu sangat cepat dan butuh konsentrasi yang kuat dalam menangkis disetiap serangan paman Sidiq.
Dan kali ini hasilnya seri, dengan tubuh yang kelelahan mereka duduk diatas rumput seraya mengatur pernapasan mereka.
Setelah pernapasan mereka lancar kembali, mereka kemudian masuk ke rumah untuk beristirahat, dengan sebelumnya membersihkan diri dari keringat dan debu.
Kemudian Rani masuk ke kamarnya untuk beristirahat dan demikian pula dengan paman Sidiq yang juga menuju ke kamarnya untuk beristirahat.
Keadaan di perguruan lereng gunung kembali sunyi senyap.
...~¥~...
...Mohon dukungannya dan terima kasih telah memberikan Like/komentar/rate 5/gift maupun votenya untuk novel Gadis Tiga Karakter ini....
...Semoga sehat selalu dan dalam Lindungan Allah Subhana Wa Ta'alla....
...Aamiin Ya Robbal Alaamiin....
...Terima kasih...
...Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!