"ARGILLA NAZNEEN FAIHA! AWAS LO YA!"
Argilla menutup telinganya rapat-rapat di tempat persembunyiannya. Ya, tentu saja dia berulah lagi. Argilla Nazneen Faiha namanya. Argilla diambil dari bahasa Italia, yang berarti lempung. Dan Nazneen Faiha yang artinya cantik dan banyak keahliannya.
Argilla diam-diam melongokkan kepalanya, memastikan bahwa korban hasil kejailannya tadi sudah benar-benar pergi. Argilla lantas tertawa terbahak-bahak. Sangat puas, karena aksinya berhasil tanpa ada kata gagal sedikitpun.
"Ehem!" tiba-tiba terdengar suara deheman seseorang.
Argilla menghentikan tawanya. Feelling-nya tiba-tiba menjadi tidak enak. Jangan-jangan orang yang berada di belakangnya ini adalah orang yang ia jailin tadi. Duh-duh, orang itu kini menepuk pundak Argilla, membuat Argilla semakin deg-degan.
"Maaf-maaf! Iya gue ngaku gue salah, maaf gue tadi sengaja!" teriak Argilla panik.
"Apaan sih, Gil! Pasti habis ngejailin orang lagi nih! Duh dasar!" cibir seseorang di belakang Argilla itu.
Argilla menolehkan kepalanya ke belakang secara perlahan. Sedetik kemudian, ia menatap seseorang itu dengan tatapan setajam silet.
"LISNA! NGAGETIN AJA LO KERJAANNYA!" teriak Argilla frustasi.
"Gak usah teriak-teriak, kasihan telinga gue, gue gak mau setuli lo," ketus seseorang yang ternyata bernama Lisna itu.
"Kenapa lo bisa ada di sini sih?" tanya Argilla masih dengan rasa kekesalannya itu.
"Enggak tadi gue baru aja berkebun di sonoh," cetus lisna kesal, "YA NYARIIN LO LAH PE-AK!"
"Ngapain nyariin gue? Kok lo tau kalau gue di sini?" tanya Argilla menginterogasi.
"Lo kira kita baru temenan sehari-dua hari apa, gue udah setahun jadi sahabat lo, udah hafal gue mah lo bakal sembunyi di mana," terang Lisna.
"Kalau gak di belakang gedung kelas yang super sempit dan nyeremin ini, ya di gorong-gorong paling hahaha," sambungnya.
"Kampr*t! Lo kira gue tikus hah!" seru Argilla tidak terima.
"Sebangsa kan? udah ah males ribut gue, kantin yuk, gue laper!" ajak Lisna.
"Gue juga," sambung Argilla.
Argilla dan Lisna serempak melangkahkan kakinya melalui koridor sekolah yang langsung berhadapan dengan lapangan. Rambut panjang sepunggung mereka pun mulai beterbangan terbelai angin. Argilla mengeluarkan sebuah kaca kecil dari saku bajunya. Tangannya sibuk merapikan bandana merah yang dipakainya itu. Tiba-tiba saja, sebuah bola mendarat menghantam kepalanya.
"ADUH!"
Argilla sontak berjongkok sembari meringis kesakitan. Sementara tangannya sibuk mengusap-usap pelipisnya yang terasa panas akibat terkena hantaman bola.
"Argilla!" seru Lisna kaget.
Lisna ikut berjongkok. Seakan ikut berduka dengan apa yang baru saja dialami oleh sahabatnya itu.
"WOY SINIIN BOLANYA!" teriak seorang cowok berkaos biru dengan nomor 7 itu.
Seluruh amarah Argilla menyeruak keluar. Seluruh wajahnya memanas. Hatinya diterjang oleh ribuan kata tidak terima. Argilla mengambil bola yang berhasil menimpuknya tadi.
"Bola ini kan?" tanya Argilla.
Semua pemain basket di lapangan itu menganggukkan kepalanya.
"Siapa yang nimpuk gue tadi?" tanya Argilla lagi.
Semua pemain serempak menunjuk ke cowok berkaos nomor 7 itu. Cowok berkaos nomor 7 itupun mendongakkan wajahnya, seakan menantang Argilla.
"Siniin cepet bolanya!" pekik cowok itu.
"Oke!"
Argilla berpose seakan ingin melempar bola itu kepada cowok nomor 7 itu. Namun, bukan Argilla namanya kalau langsung tunduk kepada mereka. Diam-diam Argilla mengambil ancang-ancang. Saat semua pandangan terfokus pada tangan Argilla yang membawa bola, dengan cepat Argilla malah mengayunkan kakinya. Dan benar saja, sepatu Argilla sukses melepaskan diri dari kaki Argilla dan juga sukses menimpuk wajah si cowok nomor 7 itu.
"WADAAWWW!"
Terdengar rintihan kesakitan dari cowok itu. Bukannya merasa bersalah, Argilla malah tertawa lepas. Seperti puas dengan apa yang ia lakukan tadi.
Di sisi lain, cowok nomor 7 itu, Arsya, mengusap-usap hidungnnya yang sukses terkena hantaman sepatu milik Argilla.
"Sial!" pekik Arsya, "Pakek mimisan segala lagi!"
Arsya menutup hidungnya menggunakan tangan kirinya. Ia melirik sekilas ke arah cewek yang menimpuknya tadi. Darahnya semakin mendidih ketika Argilla tertawa lepas tanpa dosa melihat dirinya seperti itu.
Tanpa pikir panjang, Arsya berjongkok mengambil sepatu milik Argilla itu. Masih dengan tangan kirinya yang setia menutupi hidungnya. Arsya melirik Argilla sekilas. Dengan penuh amarah ia bangkit dengan spontanitasnya.
"Bod*h!" Arsya lagi-lagi mengumpat.
Niatnya untuk melempar sepatu itu ke wajah Argilla spontan lenyap begitu saja. Yang ada hanyalah pandangannya yang kini malah berkunang-kunang. Mendadak tubuh Arsya menjadi sempoyongan.
"Arsya! Lo kenapa?" tanya Jerry.
"Yaelah pakek nanya! Arsya kan darah rendah bangs*t!" ketus Aldan.
"Lah terus kenapa?" tanya Jerry.
"Ah kenapa malah pada ribut sih, kepala gue sakit nih denger kalian berantem," keluh Arsya.
"Jer, bantu gue bawa nih anak curut ke uks!" seru Aldan.
"Siap laksanakan, bapak curut!" jawab Jerry lantang.
"WOY, LATIHANNYA BESOK LAGI AJA!" teriak Aldan.
Jerry dan Aldan, adalah anggota pasukan geng cowok ngetop di sekolah. Yah, siapa lagi yang gak kenal mereka? Semua udah pasti kenal lah siapa mereka. Biarpun udah kenal, mari kita ulas kembali biodata mereka.
Jerry adalah sahabat Arsya yang paling lugu. Ganteng sih, tapi polos-polos agak gimana gitu. Biarpun begitu, jangan salah ya, dia ini jago banget kalau disuruh nyanyi sama nge-dance. So pastinya, bikin cewek-cewek pada klepek-klepek sama dia.
Aldan adalah sahabat Arsya yang rada gak santuy gitu orangnya. Emosian. Karakter bad boy terhormat nih. Dia ini anak dari kepala sekolah. Ganteng sih, tapi ya gitu, orangnya gak santuy banget.
Cowok nomor 7 inilah yang bernama Arsya. Wuih jangan tanya lagi tentang kepopulerannya. Udah ganteng, berprestasi dalam bidang olahraga, tajir melintir lagi. Udah gitu, dia cowok paling populer di sekolah. Tetapi ya gitu, sifatnya mirip sama Aldan, gak santuy orangnya. Suka marah-marah.
Kembali ke cerita ya, gak enak ngomongin orang di belakang, dosa. Jerry dan Aldan pun mulai memapah Arsya ke uks. Seperti biasa, uks di sekolah ini didesain berada di dekat lapangan sekolah, buat antisipasi kalau ada kesurupan massal, pingsan pas upacara massal, cedera massal, yah pokoknya yang massal-massal gitu deh.
Tidak butuh waktu lama, Arsya, Aldan, dan Jerry pun sampai di uks. Mereka bertiga langsung disambut oleh mbak-mbak penjaga uks beserta dayang-dayangnya. Arsya pun dibaringkan ke ranjang uks yang empuk. Maklum, sekolah elite, jadi ya serba mewah gitu fasilitasnya.
Mbak-mbak penjaga uks, Mbak Diana, pun langsung sigap menangani Arsya yang nyaris tidak sadarkan diri itu. Baru nyaris ya, belum pingsan beneran. Mbak Diana, dengan bantuan dari beberapa kader PMR sekolah yang kebetulan piket itu berupaya menghentikan mimisan Arsya.
***
Di sisi lain, Argilla memutuskan mengambil sepatu kesayangannya yang terbengkalai di lapangan itu. Argilla bergegas memakai sepatu itu, lantas berlari menghampiri Lisna yang sudah menunggunya.
KRIIIINGGGG!!!!
"Argilla! Gimana nih, bel masuk udah bunyi?" tanya Lisna panik.
"Gil, gue laperrrr!" rengek Lisna.
"Ya udah capcus aja kali ke kantin, santuy!" cetus Argilla.
"Woy lo lupa ya, sekarang jamnya Bu Darmi, lo tau kan killer-nya kek apa tuh orang!" sahut Lisna tidak santai.
"Sial! Tapi gue juga laper, Lis!" keluh Argilla.
"Ya udah kita ke kantin dulu, entar habis itu kita ke uks, ambil plester atau apalah itu…lagian tadi kening lo juga kelihatan merah tuh gegara kena bola tadi," cetus Lisna.
"Pinternya sahabat gue! Ya udah yuk, cuss, sebelum ketahuan sama Bu Darmi!" seru Argilla seraya menggeret Lisna, mengajaknya berlari.
Argilla dan Lisna tengah bersantai ria mengantri ayam geprek di kantin. Jangan salah, kantin adalah salah satu terobosan murid-murid saat melarikan diri dari jam pembelajaran. Biarpun bel masuk sudah berbunyi, tak jarang masih ada beberapa murid yang setia berleha-leha di kantin.
Saat ini giliran pesanan Argilla dibuatkan. Seperti biasanya, Argilla akan memesan ayam geprek level 2, sama seperti Lisna.
"Pake gorengannya dua ya mbak, jangan lupa dikasih sambel dikit," ucap Argilla.
"Beres, Gil!" seru mbak-mbak penjual ayam geprek itu.
Beberapa saat kemudian, pesanan Argilla sudah siap. Argilla segera mencari bangku kosong. Ketemu! Argilla pun segera mendaratkan diri di bangku kantin paling pojok itu.
Sembari menunggu Lisna, Argilla pun berniat mengeluarkan ponselnya. Sial! Ternyata ia malah lupa membawa ponselnya. Ponselnya malah ia tinggalkan di tas. Astaga, Gil! Kepikunanmu makin bertambah nih kayaknya!
Beberapa saat kemudian, ya agak lama juga sih, Lisna datang dan menyejajari Argilla. Argilla pun mulai menyuapkan nasi beserta ayam geprek itu ke dalam mulutnya. Baru saja satu suapan mendarat, Lisna menjadi heboh sembari memukul-mukul lengannya. Membuat Argilla tersedak seketika.
"Uhuk-uhuk!"
Melihat Argilla yang terbatuk-batuk, Lisna langsung menyodorkan es jeruk di meja itu kepada Argilla. Argilla pun meneguknya hingga habis.
"Makasih esnya," ucap Argilla seraya bersendawa.
"Bukan punya gue," sahut Lisna.
"Lah terus punya siapa?" tanya Argilla. Tiba-tiba feeling-nya menjadi tidak enak.
"Gak tahu, gue kira punya lo. Lagian gue juga belum pesen minum tuh," jawab Lisna santai.
"Tega ya lo ngasih gue minuman bekas orang hueekkk!" kesal Argilla.
"Ya gak papa, Gil! Ketimbang lo mati gegara tersedak ayam geprek, kan kasihan mbak-mbak ayam gepreknya nanti kena kasus," ujar Lisna.
"Kambing lo!" pekik Argilla.
"Gue gak punya kambing. Bokap gue punyanya sapi tuh," seru Lisna.
"Yaudah, sapi lo!" umpat Argilla.
"Eh resek lho ya, dasar orang gila!" seru Lisna tidak terima.
"Asss udah-udah, capek gue! Lo tadi kenapa heboh gitu? Mau bikin gue mati jantungan apa!" sewot Argilla.
"Lo baca deh, Gil!" ucap Lisna sembari menyerahkan ponselnya ke arah Argilla.
"Gina said, 'Argilla, lo disuruh ke ruang kepsek sekarang' lah, dia ngapain ngirim di grup kek gitu ya?" tanya Argilla bingung.
"Emang gue salah apa?" tanya Argilla lagi.
Sedetik kemudian, Lisna kembali memukul-mukul lengan Argilla. Argilla menatap Lisna dengan pandangan jengkel.
"Apa?" sahut Argilla dingin.
"Pasti ini ada hubungannya sama Arsya, Gil!" seru Lisna heboh.
"Arsya? Siapa tuh?" tanya Argilla.
"Lo gak tahu Arsya? Dia tuh cowok kece yang tadi lo lemparin sepatu. Wah gila, so pasti ini alasan lo dipanggil ke ruang kepsek. Pasti karena Aldan yang ngelaporin juga nih!" pekik Lisna.
"Ah suara lo cempreng banget dah! Lo tambah bikin panik aja deh. Gimana nih, Lis!" panik Argilla.
"Tenang, sekarang kita habisin ayam gepreknya dulu, entar gue temenin deh. Udah keburu laper nih gue," seru Lisna.
Argilla pun menyetujui ucapan Lisna. Namun dari lubuk hatinya yang paling dalam, ia bergejolak seperti ombak pantai yang tak kunjung lenyap. Rasa khawatir, cemas, tertekan, dan takut apabila hanya karena masalah ini membuatnya di drop out dari sekolah. Bukan bagaimana, neneknya bersusah payah menyekolahkannya ke sekolah ini. Sekolah elite di ibu kota, impian neneknya.
Entah mengapa, Argilla seakan kembali ke masa-masa bersama neneknya kala itu. Waktu itu, ia masih mengenakan seragam berwarna putih biru. Seragam yang masih baru. Argilla dan neneknya baru saja pulang dari pasar. Membeli beberapa cemilan dan lauk-pauk untuk dimakannya nanti.
Jemari neneknya pun menunjuk ke sebuah bangunan megah itu. Itu sekolah Argilla saat ini. Waktu itu, Argilla memandang neneknya dengan pandangan bingung. Namun, neneknya hanya menggeleng lantas menggulas senyumnya.
"Oma ingin suatu saat kamu ada di sana, dulu, almarhum ibumu pun juga bersekolah di sana," ucap nenek.
"Tetapi itukan sekolah bagus, Oma, mahal lagi, dari luar aja kelihatan megah gitu, Argilla gak mau ngerepotin Oma," sahut Argilla.
"Kalau soal biaya, Oma bisa kok ngejual seluruh aset Oma, asalkan masa depan kamu kelihatan." Nenek menyentuh hidung Argilla.
"Oma…"
Argilla sontak memeluk tubuh wanita paruh baya itu. Diam tapi pasti, hatinya bergetar. Sejak itu, ia bertekad untuk mewujudkan keinginan neneknya itu.
"Gil, kok lo malah bengong sih?"
Lamunan Argilla langsung buyar seketika. Seperti tersedot kembali ke sebuah waktu faktual pemisah ruang imajinasinya itu. Argilla geragapan. Senyum, wajah, dan sentuhan neneknya itu kini mendekam dalam benaknya saja.
"Ah eh apa?" tanya Argilla.
"Hih kenapa tuh makanan lo gak di makan? Emang kalau dilihatin doang bisa bikin kenyang apa?" seru Lisna.
"Ah iya eh ini gue kepedesan tadi, makannya diem," alibi Argilla.
"Kalau kepedesan ya minumlah!" ketus Lisna.
"Kan gue belum beli minum, makannya gue diem tadi, siapa tahu bisa reda pedesnya," elak Argilla.
"Terus yang di hadapan lo itu apa kalau bukan minum. Wah ternyata lo dari tadi bengong ya? Sampai-sampai gue beli minum aja gak nyadar," kesal Lisna.
"Eh kapan lo belinya?" tanya Argilla.
"Wah beneran nih anak…jangan-jangan lo udah kesambet ya gegara kelamaan bengongnya?" pekik Lisna heboh.
"Udah deh, Lis! Bercanda lo garing tahu gak, cepet makan, entar dimakan setan baru tahu rasa lo!" ketus Argilla.
Lisna menundukkan kepalanya. Ia pun mengerucutkan bibirnya sejenak dan mulai melanjutkan aktivitas makannya lagi.
***
Argilla dan Lisna telah sampai di depan ruang kepala sekolah. Argilla menatap pintu itu dengan perasaan tidak karuan. Sejauh ini, meskipun ia berulah, ia tak pernah sampai dipanggil ke ruang kepala sekolah seperti ini. Palingan mentok cuma sampai di ruang bk saja. Itu pun cuma dihukum membersihkan toilet atau apalah itu.
Berbeda dengan hari ini. Ia tahu dari mulut ke mulut, jika yang masuk ke ruangan ini hanyalah orang-orang yang berbuat kesalahan besar. Argilla segera menggelengkan kepalanya. Ia sadar, ia hanya berbuat masalah kecil. Toh, cowok itu juga yang mulai, bukan salah Argilla dong kalau cuma membela diri doang!
"Kenapa bengong? Takut ya?"
Ini jelas bukan suara Lisna. Argilla menolehkan kepalanya. Sedetik kemudian, ia menatap tajam ke seorang cowok yang saat ini tengah berdiri di sampingnya sembari melipat tangan di dada.
"Elo! Oh pasti elo ya yang bikin gue dipanggil ke ruang kepsek? Ngaku lo!" pekik Argilla.
"Seperti yang lo lihat! Salah siapa bikin hidung gue mimisan tadi," kesal cowok itu, Arsya.
"Dasar brengs*k! Lagian lo duluan kan yang mulai. Salah siapa bikin kening gue nyut-nyutan tadi!" pekik Argilla tidak terima.
"Itu gak sebanding sama yang lo lakuin ke gue yah! Pertama, lo bikin hidung gue mimisan. Kedua, lo bikin darah rendah gue kumat. Ketiga…."
"Itu mah karena elonya aja yang penyakitan!" potong Argilla cepat.
Arsya mengepalkan tangannya. Berusaha menahan amarahnya yang saat ini tengah bergejolak. Tanpa pikir panjang, Arsya menggenggam tangan Argilla dan menyeretnya masuk ke dalam ruang kepala sekolah. Di sisi lain, Lisna pun turut membuntuti Argilla. Baru selangkah masuk, ia terkena gertakan dari Arsya.
"Ngapain lo ikutan masuk?" ketus Arsya.
"Gue…emm gue mau nemenin Argilla," jawab Lisna gugup.
"Orang yang gak berkepentingan dilarang masuk!" cetus Arsya dingin.
"Terus kenapa mereka berdua ada di sini? Bukannya mereka juga 'GAK BERKEPENTINGAN'!" sahut Argilla penuh penekanan di akhir kalimatnya.
Arsya geragapan. Pandangannya bertemu dengan arah pandang Argilla lantas ia alihkan pandangan itu cepat-cepat. Arsya menghembuskan napasnya.
"Ya udah!" seru Arsya.
"Apa?" seru Argilla dingin.
"Ya udah, mereka boleh keluar," tegas Arsya.
"Maksud lo kita berdua, Sya?" tanya Jerry seraya menunjuk dirinya dan Aldan.
"Bertiga tepatnya," tegas Arsya lagi sembari mengarahkan pandangannya ke arah Lisna.
"Oke, deal!" sahut Argilla mantap.
"Gil, lo seriusan ngebiarin gue di luar bareng para cecunguk itu?" seru Lisna memelas sembari menggoyang-goyangkan lengan kiri Argilla.
"Gak papa, ketimbang lo kena omel si cowok resek di samping gue ini," sindir Argilla seraya menatap tajam ke arah Arsya.
"Udah gih pada keluar sana, CEPETAN!" pekik Arsya.
Aldan dan Jerry pun mulai beranjak dari tempatnya. Namun, saat Aldan beriringan dengan Arsya, Aldan tiba-tiba menepuk bahu Arsya.
"Gandengan mulu kek pengantin baru," cibir Aldan.
Seketika Arsya langsung menyadari sesuatu. Dengan cepat, Arsya langsung melepas genggaman tangannya. Kasar.
"Apaan sih lo? Sakit tau gak tangan gue!" pekik Argilla.
"Diem! Gak usah banyak sewot!" ucap Arsya dingin.
"Yuk beb, kita keluar, kan udah diusir sama 'PENGANTIN BARU'," cibir Aldan seraya merangkul bahu Lisna.
"Gak usah pake rangkul-rangkulan, gue takut tertular virus corona!" pekik Lisna seraya menyingkirkan lengan Aldan dari bahunya.
"Yeee emang gue apaan," seru Aldan diakhiri kekehan tawa.
"Elo kan sumber virusnya," telak Lisna.
Aldan berganti merangkul Jerry. Ia mendekatkan kepalanya untuk berdiskusi dengan Jerry.
"Jer, lo tahu apa yang lebih sakit dari patah hati?" tanya Aldan.
"Sakit gigi?" tanya Jerry.
"Yeee itu mah lagunya Bang Roma!" sewot Aldan.
"Terus apa?" tanya Jerry.
"Yang lebih sakit dari patah hati itu, dikatain virus sama gebetan sendiri gengs!" seru Aldan dengan nada dibuat se-merana mungkin.
"Udah yuk cabut. Takutnya ada yang gak pengen ditularin virus corona!" cibir Aldan.
"Yuk!" sahut Jerry.
Aldan dan Jerry pun lebih dulu angkat kaki dari ruang kepala sekolah. Selang beberapa detik kemudian, barulah di susul oleh Lisna.
Jerry, Aldan, dan Lisna sudah resmi keluar dari ruang kepala sekolah. Arsya menghela napasnya. Ia lantas berjalan menghampiri kursi yang berhadapan langsung dengan ibu kepala sekolah.
"Silakan duduk!" ucap ibu kepsek kepada Argilla.
Argilla hanya menganggukkan kepalanya sembari tersenym, lantas mendudukkan dirinya di samping Arsya. Kini, mereka berdua tengah berhadapan dengan Ibu kepsek. Bu kepsek menatap Arsya dingin lantas beralih menatap Argilla dengan tatapan yang sama dinginnya.
"Ada masalah apa?" tegas Ibu kepsek, membuat suasana menjadi semakin tegang.
"Seperti yang saya laporkan tadi, dia melakukan penganiayaan sama saya, Bu! Masa tadi dia ngelempar sepatunya ke wajah saya sampai-sampai hidung saya mimisan," adu Arsya.
"Gak sepenuhnya salah saya, Bu! Dia duluan yang ngelempar bola sampai kena kening saya! Sakit, Bu, puyeng rasanya," adu Argilla balik.
"Dia dong yang salah. Tadi dia juga bikin darah rendah saya kumat gegara ngambil sepatunya, Bu!" sahut Arsya.
"Salah siapa dia habis nimpuk saya gak minta maaf sama sekali. Bikin emosi saya meledak, Bu!" timpal Argilla.
"STOOOPPPP!" teriak Bu kepsek.
"Kalian ini, saya suruh jelasin permasalahannya, bukan saya suruh ribut di hadapan saya!" telak Bu kepsek.
"Maaf, Bu!" ucap Arsya dan Argilla bersamaan.
"Karena menurut saya ini hanya masalah kecil, siapa nama kamu?" tanya Bu kepsek seraya mengarahkan pandangannya ke arah Argilla.
"Argilla, Bu," jawab Argilla pelan.
"Nah kamu, Argilla, kamu saya beri hukuman potong rumput di taman sekolah yang udah pada panjang-panjang itu, setiap jam pulang sekolah selama seminggu," ujar Bu kepsek.
"Setuju, Bu!" seru Arsya girang.
"Masalah selesai. Sidang ditutup," ucap Bu Kepsek dengan penuh ketegasan.
"Lah, Bu, kok dia gak dihukum?" protes Argilla seraya menunjuk ke arah Arsya.
"Arsya kan korban," tegas Bu kepsek.
"Bener banget, Bu!" sahut Arsya.
"Gak bisa gitu dong, Bu! Di mana letak keadilan buat saya? Saya kan juga korban!" seru Argilla tidak terima.
"Buktinya kamu gak kenapa-napa kan? Sekali lagi kamu membantah, hukuman saya tambah dua kali lipat," tegas Bu kepsek.
"Iya-iya, Bu, saya terima. Asalkan Arsya juga ikut membantu saya," nego Argilla.
"Baik, kalian lakukan apa saja semau kalian, yang penting, hukuman selesai tepat waktu!" tegas Bu kepsek.
Arsya menatap ke arah Bu kepsek dengan raut wajah kesal. Arsya dengan sigap berdiri dari duduknya. Ia lantas melangkah meninggalkan ruangan kepala sekolah tanpa basa-basi.
"Kalau begitu, saya permisi ya, Bu," ucap Argilla,"dan terima kasih juga karena saya gak di drop out dari sekolah."
Bu kepsek menganggukkan kepalanya. Diam-diam, ia mengulaskan senyumnya sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Dasar anak muda jaman sekarang, sok-sokan ributin masalah kecil, padahal juga pada cinta lokasi. Gak kayak kehidupan saya dulu," lirih Bu kepsek seraya memandangi fotonya bersama suami dan anaknya.
***
Arsya dan Argilla yang baru saja keluar dari ruang kepala sekolah langsung saja disambut oleh Jerry, Aldan, dan Lisna yang sejak tadi telah menunggu di luar ruangan. Lisna menyentuh kedua bahu Argilla seraya menatapnya lekat.
"Gil! Gil! Gil! Lo masih aman kan? Masih legal sekolah di sini kan?" seru Lisna panik.
"Gak usah heboh sekali aja bisa gak? Gue gak papa, cuma dihukum gantiin tugasnya Pak kebun aja, untung-untungan deh!" ucap Argilla lega.
"Lo gak dihukum kan, Sya?" tanya Aldan memastikan.
"Gara-gara dia, gue jadi ikutan dihukum tahu gak! Bikin males dan kampr*tnya, emak lo malah nurut-nurut aja! Gimana nasib ketampanan gue coba!" keluh Arsya.
"Tenang, nanti kita buat judul ftv 'Tukang kebun sekolahku ganteng maksimal' deh," cetus Jerry.
"Yang ada bukan ftv, tapi film yang judulnya 'Azab ketimpuk sepatu butut'!" ketus Arsya.
"Udah-udah, kok malah pada jadi korban sinetron sih! Tapi sorry-sorry aja nih ya, Sya, karena ini hukuman buat lo, gue sama Jerry gak bisa ikut campur hehehe," ujar Aldan.
"Yups!" timpal Jerry.
"Wah pada gak setia kawan lo pada!" pekik Arsya kesal.
Sementara itu, Argilla menatap Lisna dengan pandangan memohon.
"Lo bakal bantuin gue kan, Lis?" tanya Argilla memastikan.
"Ehee sorry, Gil, kan lo tahu sendiri kalau sore gue ada les," cetus Lisna.
"Lissss, kok lo tega sih! Emang lo les apaan sampai seminggu?" seru Argilla dengan wajah memelas.
"Gue…gue lesnya banyaklah, Gil! Les musik, les balet, ya pokoknya les-les gitu deh…emm ya udah yuk balik ke kelas. Bentar lagi pulang nih," ujar Lisna.
"Ya udah, yuk," ucap Argilla lesu.
"Duluan ya, Bye!" seru Lisna kepada cowok-cowok itu.
"Bye juga anti virusku!" seru Aldan girang.
"Najis!" pekik Arsya.
"Balik ke kelas yuk!" ajak Arsya dengan nada dingin.
"Yuk," sahut Jerry dan Aldan bersamaan.
****
TELOLET TELOLET!!!
Suara aneh ini muncul di saat bel pulang sekolah seharusnya berbunyi. Tidak seperti biasanya yang selalu meriah ketika jam satu siang tiba.
"Itu apaan dah? Kek bukan bel pulang sekolah," cetus Argilla.
Seluruh murid pun meledakkan tawanya. Namun, ketika melihat bu Darmi menampilkan raut wajahnya yang masam, seluruh murid sontak menghentikan tawanya begitu saja. Takut kena omel :(.
"Perhatian-perhatian, berhubung jam pembelajaran sudah berakhir, anak-anak boleh dipulangkan!"
Tiba-tiba, terdengar suara susulan yang menyeruak hingga ke seluruh ruangan. Seperti biasa, murid-murid pun berseru girang. Mereka dengan cepat membereskan barang bawaannya. Lantas dilanjutkan dengan doa bersama. Setelahnya, mereka pun bubar setelah Bu Darmi meninggalkan kelas terlebih dahulu.
Sesosok cowok yang sedari tadi mengheningkan cipta di samping Argilla pun diam-diam melirik Argilla sekilas. Cowok itu mengernyitkan dahinya. Padahal biasanya, cewek di sampingnya ini adalah orang pertama yang paling bersemangat pulang. Namun hari ini, dia malah diam tertegun di tempatnya, seakan tak mau beranjak dari tempat ternyamannya itu.
"Gak pulang?" tanya Farel. Argilla melirikkan pandangannya ke arah Farel dengan mata berbinar.
"Kenapa? Mau ngajak pulang bareng ya?" tebak Argilla. Sementara Farel malah memutar bola matanya malas.
"Gak usah kepedean!" ketus Farel.
Farel bergegas mengambil ponselnya di laci meja lantas memasukkan ponselnya di saku. Tak lupa juga, ia menyalakan musik dari ponselnya itu lantas menyumpal kedua telinganya dengan headshet. Farel memutuskan bangkit dari duduknya. Sedetik kemudian, ia melangkah, meninggalkan Argilla sendirian begitu saja.
"Farel, tunggu!" seru Argilla.
Argilla bergegas mengejar Farel. Tepat selangkah sebelum keluar kelas, Argilla terkelinjat ketika terdapat tangan kekar yang dengan cepat menghalanginya untuk keluar kelas.
"Eittsss! Lo mau kemana?"
Tentu saja Argilla sangat-sangat-sangat mengenali suara itu. Suara cowok resek yang tadi membuat Argilla sampai dihakimi di ruang kepala sekolah. Dengan penuh amarah, Argilla menepis tangan itu. Keras sekali, hingga cowok itu mengaduh sembari memegangi lengannya.
"Gue mau kejar Farel!" ketus Argilla dengan penuh penekanan.
Argilla lantas berjalan tanpa menghiraukan Arsya. Langkahnya semakin cepat mengejar Farel yang kurang beberapa langkah lagi sukses membelokkan diri ke arah gerbang sekolah.
"FAREL, TUNGGU AKU!" teriak Argilla lantang.
Farel menghentikan langkahnya. Menunggu selama beberapa detik agar Argilla berada sejajar di sisinya. Namun, karena dirasa lama, Farel pun menolehkan kepalanya. Namun, bukannya mengejarnya, eh Argilla malah sekarang tengah berhadapan dengan seorang cowok. Namun Farel tak begitu mengenal cowok itu karena cowok itu memunggunginya. Farel mendengus kesal. Ia lantas melanjutkan kembali langkahnya yang sempat tertunda itu.
Di samping itu, Arsya yang mendengar Argilla berteriak memanggil nama Farel dengan sigap berlari menghadangnya. Arsya merentangkan tangannya. Tak memberi celah sedikitpun kepada Argilla untuk kabur.
"Lo ngapain sih! Tuh lihat, Farel jadi pergi kan!" marah Argilla. Diam-diam, Arsya melirik sekilas ke arah Farel yang saat ini nyaris berbelok menuju ke arah gerbang itu.
"Siapa dia? Cowok lo?" tanya Arsya menginterogasi.
"Bukan urusan lo!" ketus Argilla, "Dah lah, minggir lo!"
"Eittss, lo lupa ya kalau lo lagi dalam masa hukuman? Lo selesaiin dulu hukuman lo baru lo bisa keluar dari sini!" ujar Arsya.
"Gak mau!" ketus Argilla sembari menepis rentangan tangan Arsya. Argilla lantas berjalan mendahului Arsya.
"Sekali lo berani keluar dari sekolah ini, gue pastiin lo besok gak akan diterima masuk di sekolah ini lagi," ancam Arsya.
Arsya membalikkan tubuhnya sembari melipat tangannya di depan dadanya. Bibirnya mengulas senyum miring. Ia yakin seribu persen bahwa Argilla akan tunduk pada ancamannya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!