NovelToon NovelToon

Future And True Love

1. Rencana

Kebersamaan tidak akan terpisahkan oleh perpisahan sebuah sekolah apabila persahabatan sudah terjalin lebih dari bertahun-tahun lamanya.

~**~

Agunsa, salah satu kompleks di kawasan kota Bandung yang sangat bergengsi. Sekolah itu diisi oleh putra putri konglomerat dari berbagai daerah. Selain dari kalangan atas, sekolah itu pun tak sembarang menerima calon siswa baru. Pihak sekolah juga melihat nilai-nilai dari hasil ujian dan raport selama enam tahun di Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas untuk yang berniat lanjut ke perguruan tinggi. Kebanyakan yang melanjutkan sekolah di sana itu adalah alumni dari sekolah itu sendiri.

Pagi ini sekolah sudah ramai akan siswa-siswi tingkat tiga yang akan menerima hasil kelulusan. Begitu juga dengan keenam siswa juga siswi yang sudah bergerombol dari beberapa menit lalu di sebuah hall sekolah. Sungguh, hall itu yang tadinya ramai menjadi sepi karena kedatangan mereka. Siapa yang berani mendekat kepada mereka? Tidak ada! Semua orang menakuti mereka, karena sahabat mereka pemilik kekuasaan di sekolah Agunsa, Gifyka. Ya, gadis berdagu tirus itu yang memiliki kekuasaan penuh di sekolahan bergengsi yang menjadi tempat mereka menuntut ilmu.

"Hahaha... Dikira kita setan kali ya." tawa seorang lelaki berwajah chinese.

"Bukan setan Vin, tapi lo Robert the Doll di Florida."

"Hahaha...." ketiga orang yang mendengar candaan Azriel langsung tertawa sekencang mungkin termasuk Azriel sendiri. Hanya Viara yang tidak tertawa.

"Iya, kalian orang pertama yang akan mati setiap dekat sama gue. Kecuali pacar gue yang satu ini." Alvino mendekap tubuh Viara.

"Najis *****." Gifyka bergidik ngeri.

"Jadi bagaimana?" tanya seorang siswa yang memiliki tubuh tinggi serta senyum memukau. Pertanyaannya membuat mereka melupakan hal barusan.

"Misi akan tetap terlaksana. Hanya satu minggu." sahut siswi yang memakai blazer berwarna pink.

"Lo yakin gak akan bermasalah? Kita harus ngurus persiapan masuk universitas." suara lelaki berwajah oriental yang duduk di sebelahnya terlihat ragu.

"Kalau lo gak mau ikut, gue gak maksa." seorang lelaki bertubuh tinggi mengeluarkan suaranya.

"Ini kemauan kita Vin, jadi kalau lo gak mau ya gak usah ikut." lelaki yang bertubuh tinggi tadi ikut bersuara.

"Tapi yakin Fy, kalau kita pasti diterima kuliah di sini?" gadis berpipi chubby itu meminta kepastian pada gadis yang memakai blazer berwarna pink.

"Gue jamin, ini sekolahan sama kampus punya gue. Gak akan ada yang bisa membantah perintah gue." tatapan gadis itu sungguh tak terbaca.

"Gue yakin sama Gifyka." seorang gadis yang duduk di samping Gifyka unjuk suara.

"Ya sudah, kita ke kelas masing-masing. Kita tunggu pengumuman, meski kita sudah tahu apa keputusannya." Gifyka berdiri mendahului sahabat-sahabatnya.

"Habis nerima kelulusan, kita kumpul di tempat biasa." seorang lelaki bergigi gingsul menarik bahu Gifyka menuju kelas mereka.

Seorang lelaki dan satu gadis mengikuti langkah Gifyka serta Mario menuju kelas XII-IPA 1. Mereka berempat berada di dalam satu kelas, terdiri dari Gifyka, Mario, Viara dan Alvino. Sedangkan kedua sahabatnya yang terpisah bernama Afriel dan Azriela.

Keenam muda-mudi itu sudah bersahabat dari zaman Taman Kanak-Kanak sampai sekarang. Bahkan kedua orang tua dari masing-masing juga bersahabat. Gifyka sendiri adalah putri tunggal dari keluarga Angkasa, pemilik sekolahan kompleks yang dia jadikan tempat untuk menimba ilmu bersama sahabatnya. Gifyka diam-diam memiliki perasaan kepada sahabatnya yang bernama Mario Abelano, seorang lelaki berdarah Perancis-Indonesia. Ayahnya berdarah Indonesia, dan Bundanya berdarah Perancis. Mungkin karena kebersamaanlah yang membuat Gifyka memiliki rasa untuk Mario.

~**~

Gifyka Angkasa, nama yang terus diseru-serukan sebagai juara satu umum sekolah. Dua belas tahun sekolah, Gifyka selalu saja menjadi juara satu umum sekolahan maupun kelas. Bahkan Mario Albeno yang bisa dibilang memiliki otak cerdas pun tak mampu mengalahkan kemampuan berpikir Gifyka. Sangat sulit menandingi Gifyka.

"Gue pemenangnya." senyum bangga Gifyka menatap remeh kepada Mario yang duduk di sampingnya.

"Udah gue duga, ck..." Mario hanya bisa berdecak kesal sambil menepuk wajahnya menjadi berlipat-lipat.

"Mau taruhan lagi, Tuan Mario?" Gifyka mendekatkan mulutnya ke telinga Mario.

"Gak usah sombong."

"Gue gak sombong, gue cuma mau nawarin doang." senyum remeh terdengar dari bibir gadis berdagu tirus nan berbehel.

"Gak usah taruhan juga semua orang tahu kalau lo akan tetap menjadi winner."

"Good, jadi lo nyerah?" Gifyka menaik turunkan alisnya berulang kali mengarah ke Mario yang juga menghadapnya.

"Gue gak nyerah Gifyka, tapi gue sadar kalau sampai kapan pun gue gak akan pernah bisa ngalahin lo."

"Sahabat seorang Gifyka memang sangat pintar." smirk evil tercetak jelas di kedua sudut bibir Gifyka. Ya, seperti inilah mereka jika bersama. Terus meremehkan dan selalu menyombongkan diri sendiri. Tapi sungguh, ini hanya saat mereka bersama.

"Pengumuman kelulusan sudah selesai. Untuk ijazah nanti diumumkan lagi kapan kalian harus mengambilnya," suara sang guru mengalihkan perhatian mereka.

"Saya permisi." guru berbadan kurus nan memakai kacamata itu undur diri dari kelas.

Seruan kebahagiaan langsung terdengar seantero sekolah Agunsa. Gifyka hanya menggeleng-gelengkan kepalanya saja. Kenapa mereka begitu senang? Pikirnya.

"Fy, gue boleh minta tanda tangan lo gak buat kenang-kenangan?" seorang siswi memiliki lesung pipit dikedua pipinya mendekat ke arah meja Gifyka sambil menyodorkan spidol permanen kepada Gifyka.

"Boleh, mau di mana?" Gifyka menerima spidol itu sambil tersenyum manis.

"Di sini deh, biar nempel terus." gadis tadi menunjuk bagian punggungnya lalu mengarahkan ke Gifyka.

Percayalah, Gifyka dan kelima sahabatnya bukan orang yang menakutkan secara fisik. Mereka memiliki wajah cantik juga tampan. Bahkan mereka juga bukan seseorang yang pelit akan senyuman. Tapi entah kenapa, semua yang melihat Gifyka menjadi takut. Berdampak kepada kelima sahabatnya, tapi kelima sahabat Gifyka tak pernah ambil pusing. Semua orang beserta guru menakuti Gifyka juga sahabat-sahabatnya. Kecuali mereka yang pernah disapa secara langsung oleh Gifyka atau mereka yang berada dalam satu kelas dengan Gifyka.

"Gak mau tanda tangan gue?" suara bariton menggema.

Gifyka menutup spidol milik teman sekelasnya lalu memberikan kepada sang pemiliknya.

"Jangan mau tanda tangannya orang genit." tawa kecil Gifyka melirik ke arah Mario.

"Tapi gue mau, Fy." cengir gadis yang tadi meminta tanda tangan Gifyka.

"Huu... Iri aja lo. Bilang dong kalau lo juga mau tanda tangan gue. Ya kan?" cibir Mario sambil menanda tangani seragam teman kelasnya di bagian lengan.

"Najis gue minta tanda tangan lo. Gak usah mimpi ya." Gifyka bergidik ngeri lalu meninggalkan Mario menuju parkiran.

Gifyka berjalan melewati lorong sekolahannya sendirian. Tidak ada aura ketakutan sedikitpun dari Gifyka. Yang ada malah mereka takut melihat Gifyka, bahkan gerombolan siswi adik kelasnya pun langsung lari terbirit-birit menjauh.

"Emangnya gue aneh ya?" Gifyka tersenyum masam mengingat hidupnya selama ini.

Awalnya Gifyka merasa sakit hati atas tingkah mereka yang tidak mau berteman bahkan berdekatan dengannya. Tapi seiring berjalannya waktu, Gifyka menjadi terbiasa dan tidak mau ambil pusing dengan semua ini. Lagi pula Gifyka memiliki lima sahabat yang sudah mau bersahabat dengannya dari masa mereka masih ingusan, itu sudah lebih dari cukup untuk Gifyka.

~**~

Viara dan Gifyka sedang asik bermain game dalam ponselnya. Mereka berempat sudah menunggu kedua sahabatnya yang sedang on the way ke markas tempat mereka berkumpul. Jika mendengar markas, pasti terbesit kesan jauh dari keramaian dan sedikit angker. Tapi tidak untuk markas mereka, markas yang mereka pakai adalah private room yang ada di sebuah restoran mahal nan megah. Restoran ini sendiri milik dari kedua orang tua Mario.

"Ish... Lama banget sih mereka." geram Alvino sambil melemparkan ponselnya ke atas meja.

"Sedang dalam perjalanan."  sahut Mario datang bersama beberapa pelayan yang membawa makanan serta minuman pesanan mereka.

"Udah haus gue." Alvino langsung menyambar gelas berisi jus buah di atas meja yang baru saja diletakkan beberapa detik lalu.

"Sorry, kita telat." seru Azriela mewakili Afriel. Kedua orang yang remaja itu langsung duduk di tempat mereka masing-masing.

"Ada yang mau pesan lagi?" Mario mengedarkan pandangannya ke semua sahabatnya. Menunggu jawaban apakah di antara mereka ada yang ingin pesan lagi atau tidak.

"Gue pengen es cokelat kopi satu." gadis yang bersandar di dada Afeiel akhirnya bersuara.

"Gak sebaiknya cokelat panas aja?" Afriel bertanya kepada gadis yang bersandar ke bahunya.

"Gak, gue pengen es cokelat kopi aja." kukuhnya.

"Jadi?" Mario menaikkan sebelah alisnya meminta kepastian.

"Satu es cokelat kopi sama satu cokelat panas. Makanannya samakan saja." ujar Afriel mewakili.

"Cepat siapkan." perintah Mario tegas kepada beberapa waitters yang tadi mengantar makanan.

"Siap, Tuan." mereka menganggukkan kepalanya patuh lalu menuruti pesanan yang Afriel dan Azriela pinta.

Setelah ketiga waitters tadi benar-benar enyah dari hadapan mereka. Keenam orang ini kembali ke aktifitas mereka masing-masing.

"Acaranya kapan, Fy?" Viara membuka suara.

"Besok malam, kalian datang ya." Gifyka menyudahi acara bermain game pada ponsel lalu beralih memakan salad buah pesanannya.

"Kami pasti datang Fy." Azriela menatap sendu ke arah Gifyka.

"Siapa aja yang diundang?"

"Semuanya diundang kok, Yel."

"Kenapa sih Fy pakai diundang segala. Emang lo yakin mereka bakal datang?" Alvino menautkan kedua alisnya menunggu jawaban dari Gifyka.

"Mereka juga teman-teman gue, Vin."

"Ya tapi mereka gak bisa menghargai lo yang sudah menganggap mereka temannya. Mereka selalu saja menjauh dari lo."

Mario mengusap-usap bahu Gifyka, bahu mungil itu terlihat bergetar karena tangisan. Semua sahabat Gifyka memang tak pernah tega melihat Gifyka menangis.

"Ok, lupakan. Anggap percakapan ini gak ada." Viara meremas jemari Gifyka pelan. Berharap sahabatnya itu akan tenang dan melupakan pembahasan barusan.

"Di mana acaranya, Fy?" Azriela mencoba mengalihkan pembicaraan mereka.

Gifyka menghapus air matanya secepat kilat. Tak ingin terlalu lama berlarut-larut dalam masalah ini.

"Tapi kalian beneran datang kan?" tanya Gifyka memastikan.

"Datang Fy, selama ini kan kita sahabatan Fy." Mario merangkul bahu mungil itu lalu mengusap-usap rambut panjang Gifyka yang terurai indah secara bebas.

"Acaranya bakal diadakan di rumah aja. Tadinya mau di hotel milik keluarga Viara, tapi mengingat peminat yang mendatangi ulang tahun gue cuma sedikit. Jadi gue minta ke Papa sama Mama untuk acaranya di rumah aja." Gifyka tersenyum manis kepada sahabat-sahabatnya.

"Ya udah, mau di rumah atau di hotel gak penting. Yang terpenting kan doanya." Afriel ikut menghibur Gifyka.

"Bener tu apa kata Iyel, Fy. Yang terpenting doanya."

"Cie... Yang suka sama Iyel ngebela aja." goda Alvino pada Azriela.

"Siapa juga yang suka sama Iyel. Enggak lah ya." Azriela mengibaskan rambutnya sambil berdigik ngeri.

"Terus rencana liburan kita tetap satu minggu?" Viara kembali bertanya.

"Ya, satu minggu. Kenapa Vi?"

"Takut kangen tuh sama maminya. Dia kan anak mami banget."

"Biarin, iri aja lo."

"Udah-udah, gak usah debat." Alvino melerai Afriel dan Viara yang terus olok-olokkan.

"Gue udah kasih kabar ke pengurus bungalaw untuk mempersiapkan apa pun yang kita butuhkan." semangat Gifyka kembali setelah tadi sempat sedih mengingat mereka akan berlibur bersama-sama.

"Jadi rencananya kita akan ke mana kalau sudah sampai sana?"

"Bunaken!" seru Azriela semangat.

Tok Tok Tok!

Keenam remaja yang sedang membicarakan rencana liburan mereka harus terhenti sejenak saat ada yang mengetuk pintu private room. Semuanya merubah raut wajah mereka menjadi biasa saja.

"Pesanan datang!" seru waitters dari luar membuat Azriela dan Afriel melega. Pasalnya tenggorokan mereka sudah benar-benar kering kerontang ingin segera diisi ulang oleh setetes air.

"Masuk!" balas Mario tak kalah kencangnya. Tangannya memegang sebuah remote kecil lalu menekan tombol lock untuk membuka pintu.

Srek!

Pintu ruang private room akhirnya terbuka dan menampakkan dua orang waitters membawa dua nampan berisi minuman serta makanan pesanan Azriela dan Afriel.

"Silahkan makanannya." kedua waitters tadi meletakkan satu cangkir es cokelat kopi, satu cangkir cokelat panas serta dua piring nasi daging cincang ke atas meja.

"Terima kasih." ucap Azriela ramah.

"Kalian bisa kembali ke belakang." perintah Mario.

Kedua waitters tadi kembali meninggalkan private room yang sempat mereka datangi dua kali pada hari ini.

"Lanjut." seru Afriel sambil menikmati cokelat panas sedikit demi sedikit.

"Mending kita makan siang dulu. Gue juga udah lapar."

"Benar tuh apa kata Viara, makan dulu deh. Lapar banget nih, mana gue gak sarapan lagi tadi pagi." Alvino menyambar nasi daging cincang yang berada tepat di hadapannya lalu menyantap secara santai.

"Selamat makan." Gifyka menaikkan sendok berisi nasi serta daging cincang ke atas.

"Selamat makan." sahut kelima sahabatnya lalu mereka melaksanakan ritual makan siang bersama.

Hanya terdengar dentingan sendok serta garpu dalam ruangan. Tidak ada yang bersuara atau bermain gadgetnya masing-masing. Benar-benar acara makan siang bersama.

"Om Mark gak ada niatan buat bikin menu baru yang spesial gitu untuk restoran ini?" pandangan Gifyka mengalih ke Mario yang serius makan di sampingnya.

Mario menghentikan acara mengunyahnya secara langsung. Bukan hanya Mario, tapi keempat sahabat Gifyka juga ikut menghentikan makanannya lalu memperhatikan Gifyka serta Mario secara bergantian.

"Kenapa?" Mario menaikkan sebelah halisnya ke atas.

"Nanya aja. Hehehe..." cengir Gifyka tanpa beban membuat kelima sahabatnya mengumpat serta mengeluarkan sumpah serapah.

"Nyesel gue dengerinnya, Fy." Viara mendengus kesal. Tangannya sudah kembali menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.

Mario sendiri hanya bisa menggeram menahan amarah. Bisa-bisanya dia terjebak dalam pertanyaan tak bermutu dari gadis di sampingnya itu.

"Pertanyaan anda akan saya pikirkan, Nona Gifyka." dengus Mario memakai bahasa formal kemudian melanjutkan makannya yang sempat tertunda karena kejahilan Gifyka.

"Akan saya tunggu, Tuan Mario." Gifyka tersenyum begitu manis membuat semuanya berdecak.

Tanpa mau mendengarkan candaan Gifyka serta Mario lagi. Keempat remaja berstatus sahabat Gifyka itu memilih melanjutkan makan siang yang tertunda. Cacing dalam perut mereka sudah berkoar-koar tak tahan ingin diberi asupan makanan yang pantas.

~**~

Setengah jam berlalu sesudah mereka melangsungkan acara makan siang. Mereka tidak langsung membicarakan hal yang sempat terpotong tadi. Tapi mereka memilih istirahat sebentar dan bermain game bersama.

"Gue menang!" seru Mario senang karena dirinya bisa memenangkan permaian dalam game yang mereka mainkan bersama di salah satu gadget milik Viara.

"Katrok." cibir Gifyka mematikan game itu lalu mengembalikan ke Viara.

"Gak main lagi?"

"Otak lo isinya cuma game mulu, Iyel."

"Ya kan buat hiburan, Zril." Afriel hanya bisa nyengir ke arah Azriel.

"Udah yuk ah, lanjut ke pembahasan." Mario memilih memulai untuk inti dari kebersamaan mereka siang ini.

"Denah mana?" Gifyka menodongkan tangannya ke Mario yang ditugaskan untuk membuat denah liburan serta jadwal-jadwalnya sekaligus.

"Nih denahnya." Mario mengeluarkan sebuah kertas karton berukuran sedang dari dalam tasnya.

"Jadi kita mulai dari mana?" Alvino terlihat penasaran akan denah yang Mario buat.

Perlahan-lahan Mario menjelaskan ke mana mereka akan memulai petualangan di ibu kota Sulawesi Utara itu. Mario juga menjelaskan apa saja yang mereka boleh lakukan dan tidak. Mengingat mereka hanya berenam dan sebagai pendatang.

"Lo kok bisa tahu sedetail itu sih Yo?" Afriel menatap curiga ke Mario.

"Gue dulu pernah liburan ke sana sama orang tua gue pas liburan semasa kecil. Masih ada ingatan sedikitlah di dalam memori otak gue." Mario kembali menggulung denah yang dia buat lalu mengikatnya menggunakan tali dari rotan yang dihaluskan dan dikeringkan.

"Tapi kan dulu Yo, dalam satu tahun saja ada perubahan. Apalagi bertahun-tahun."

"Yang jelas perubahan itu pasti ada." Mario mengedikkan bahunya acuh tak acuh.

"Naik pesawat pribadi at..."

"Jangan pribadi." cegah Viara cepat.

"Kenapa? Bukannya lebih enak ya?"

"Kita harus bisa berbaur dengan orang lain. Apalagi pas di sana nanti kita gak ada orang tua." jelas Viara tak ingin sahabat-sahabatnya salah pemikiran.

"Benar kata Via, kita harus merakyat."

"Ok. Dan lo Fy, benar lo belum pernah ke sana? Ke bungalow milik keluarga lo sendiri?" Azriela mengaduk-aduk es cokelat kopinya yang tinggal setengah.

"Beneran, ini pertama kalinya gue ke sana dan itu sama kalian."

"Kedua orang tua lo sih?"

"Gue gak tahu pasti, tapi mereka pernah bilang kalau mereka cuma pernah sekali ke sana."

"Kapan? Udah lama ini belum?"

"Udah, tepatnya pas mereka honeymoon." jawab Gifyka dengan wajah polosnya.

"*****, honeymoon. Berarti proses pembuatan lo ya."

Plak!

Sebuah buku paket melayang tepat ke wajah Alvino dari Viara.

"Aw... Sakit tau gak. Ini wajah bukan tong sampah." gerutu Alvino sembari mengusap-usap hidungnya yang lebih sakit dari bagian lainnya.

Kalau bukan cewek gue, uda gue bakar hidup-hidup lo Vi. Batin Alvino memandang Viara sembari meredamkan amarahnya yang meluap-luap.

"Bibir lo kalau ngomong dijaga dong." sudah kena pukulan dari buku paket setebal dua jari, sekarang kena lagi semprot dari bibir manis Viara.

"Ya elah, udah tujuh belas tahun ini, Vi." Alvino mencoba membela dirinya sendiri.

"Ya lo sama yang lainnya udah tujuh belas tahun. Gue belum, gue masih di bawah umur." geram Viara sambil meremas-remas jemarinya sendiri. Hal yang selalu Viara lakukan jika sedang meredam kekesalannya.

"Udah kenapa sih, gak usah dengerin Alvino. Kita lanjut ke rencana." Gifyka mencoba melerai mereka.

"Berarti sekitar delapan belas tahun yang lalu ya, Fy?"

"Yap, bisa dibilang begitu." Gifyka mengedarkan pandangannya. Alvino mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti.

"Sebenarnya bungalaw di sana itu milik dari keluarga Om Yudha atau Tante Nafita sih, Fy?"

"Yang gue tahu itu punya Mama dulunya."

"Tapi dijamin nyaman kan?" Azriela sedikit ngeri mengingat bungalaw milik keluarga Angkasa jarang dikunjungi.

"Nyaman kok, itu bungalaw juga sering disewa sama turis-turis yang berlibur sama keluarga besarnya. Jadi gak sepenuhnya kosong."

"Oh... Gue kirain kosong gitu aja." Azriela bisa bernapas lega.

"Tenang, airnya dijamin bersih Zril. Gue jamin lo gak akan gatal-gatal."

"Yakin, Fy?"

"Yakin kok." Gifyka tersenyum manis kepada Azriela. Gifyka sangat paham dengan pertanyaan Azriela.

Azriela adalah gadis yang selalu gatal-gatal apabila mandi menggunakan air sembarangan. Badan gadis itu akan langsung memerah dan terasa perih serta gatal tidak tertolong.

"Ok, jadi fix ya. Besok malam kita ngerayain ulang tahun Gifyka, lusa kita packing lalu besok lusa kita kumpul di bandara." suara Mario menggema.

"Kalian harus datang ke pesta ulang tahun gue." Mohon Gifyka.

"Pasti Fy, lo gak usah khawatir." Afriel mengusap-usap bahu Gifyka mencoba memberi ketenangan.

"Thank ya semuanya. Kalian hati-hati di jalan. Saling ngasih kabar kalau udah sampai rumah." Gifyka mengingatkan keempat sahabatnya.

"Sip Fy, gue sama Viara pulang duluan." Alvino bersalaman ala mereka secara bergantian dan kemudian menarik Viara yang selesai bersalaman pula.

"Kalian juga langsung pulang, jangan pacaran mulu." Azriela memukul pelan bahu Gifyka.

"Siapa yang pacaran? Gue sama manusia satu ini? Gak banget." Gifyka bergidik ngeri menatap Mario seolah-olah Mario itu adalah kuman berrabies bawaan binatang berkaki empat dan suka menjulurkan lidahnya.

"Udah ah, gue nganterin Zril pulang dulu. Hati-hati kalian, berduaan nanti yang ketiganya setan." canda Afriel sembari menarik lengan Azriela keluar dari private room.

Hening. Private room menjadi hening setelah kepergian Alvino, Viara, Afriel dan Azriela beberapa saat lalu. Sekarang hanya tertinggal dua insan manusia berbeda jenis. Mereka saling diam, tidak terlihat tanda-tanda percakapan di antara mereka. Sang gadis sibuk memainkan ponselnya dan sang lelaki sibuk dengan pikiran-pikiran yang hanya dirinya serta Tuhan yang tahu.

"Gue menang! Huuu..." teriak Gifyka tiba-tiba membuat Mario harus mengelus dadanya berulang kali karena kaget.

"Lo apa-apaan sih Fy, jantung gue berdetak lebih kencang dari biasanya nih." Mario mengusap-usap dadanya sendiri.

"Ya elah... Mau bilang kaget aja ribet," dengus Gifyka.

"Pake bilang berdetak lebih kencang dari biasanya lagi." Gifyka memilih membereskan barang-barang yang sempat dia keluarkan dari dalam tasnya. Seperti lipstik, bedak, parfum dan kaca.

"Dasar cewek, ribet banget deh." Mario sudah berdiri sambil memasukkan ponsel ke dalam saku celana seragamnya.

"Udah yuk ah, anterin gue pulang." Gifyka menarik lengan Mario. Kaki mereka berjalan beriringan keluar dari private room menuju parkiran.

"Jadi lo liburan sama orang tua lo ke Bandung lusa?" Mario menengokkan kepalanya menghadap Gifyka yang menggandeng lengannya layaknya orang berpacaran.

"Jadi dong, kenapa? Mau ikut lo? Ntar aja kalau udah jadi menantu di keluarga gue."

"Cih... Najis jadi menantu di keluarga lo. Anaknya Om Yudha sama Tante Nafita kan cuma lo. Mana mau gue nikah sama cewek kayak lo." canda Mario membuat Gifyka geram. Karena lelaki itu terdengar sangat serius mengucapkannya, tidak terdengar seperti orang bercanda.

"Gak usah ngarep, gue juga gak doyan cowok kayak lo. Huu..." Gifyka memasuki mobil milik Mario di bagian penumpang depan.

Mario sendiri memilih mengitari mobil dan masuk ke pintu bagian kemudi. Mario memakai seatbelt-nya sendiri kemudian memulai menghidupkan mesin.

"Lo mau ngambil fakultas apa, Yo?" Gifyka menolehkan kepalanya mengarah ke Mario.

"Hukum, lo sendiri?" sahut Mario tanpa menoleh ke Gifyka karena pandangannya kini terfokus ke jalan raya yang lumayan macet. Pantas sekali macet, sekarang sudah waktunya orang-orang kantoran pulang kerja.

"Gue pengen jadi fotografer, biar sesuatu yang spesial itu bisa diabadikan menggunakan bidikan kamera." Gifyka terlihat berbinar mengingat bahwa dirinya sebentar lagi akan berganti status dari siswi menjadi mahasiswi. Bahkan senyuman di wajahnya tak pernah pudar.

"Not bad lah, itu juga keren kok." puji Mario melihat ke Gifyka sebentar karena jalanan masih macet.

"Gue gak punya temen saingan lagi dong." Gifyka pura-pura sedih. Padahal yang menbuat Gifyka sedih bukan karena tidak ada teman untuk bersaing. Tapi sedih karena tidak bisa lagi satu kelas dengan Mario, lelaki yang dia cintai secara diam.

"Lagian ngapain sih lo sedih? Harusnya lo seneng gak ada rival lagi. Lo bisa lebih leluasa ngalahin teman-teman sekelas lo nanti." Mario memberanikan diri mengacak-acak rambut Gifyka.

"Ish... Lo bikin rambut gue acak-acakan, Yo." Gifyka memilih merapikan rambutnya sendiri dengan menggunakan jemarinya.

"Meskipun baru bangun tidur dan ileran, lo tetap cantik kok Fy." goda Mario membuat kedua pipi Gifyka memanas. Sekuat tenaga Gifyka menahan senyumannya.

"Wajah lo kayak kepiting rebus, Fy. Hahaha...." tawa Mario menggema membuat Gifyka membuyarkan senyumannya.

"Apaan sih lo, orang gue kepanasan." Gifyka mengipas-ngipas wajahnya menggunakan tangan.

"Perasaan ini mobil ada AC-nya deh Fy. Kenapa lo panas? Gue aja gak kenapa-kenapa."

"Lo gak ngerti sih. Tingkat kegerahan wanita itu bertambah kalau berada di samping cowok berkulit hitam."

"Gak ada hubungannya kali Fy." dengus Mario kesal.

"Serah gue lah, mulut-mulut gue. Kenapa lo yang repot."

"Terserah Fy, gue gak mau mikirin lo."

"Yeh... Siapa juga yang minta lo mikirin gue."

"Terserah Gifyka." Mario kembali menjalankan mobilnya perlahan-lahan karena kondisi di depan sudah lumayan lengang.

~**~

Mario menghentikan mobilnya tepat di depan sebuah rumah yang lebih tepat disebut istana. Rumah berwarna pink berbentuk seperti rumah-rumah dalam negeri dongeng. Siapa pun yang melihatnya pasti akan berpikir bahwa itu adalah sebuah tempat wisata beserta kebun binatang, bukan rumah. Karena di dalamnya terdapat banyak hewan dari berbagai macam jenis serta asal. Ada kolam renang berukuran besar, serta ada pula perkebunan bunga dari berbagai macam jenis serta warna.

"Thank udah nganterin." Gifyka tersenyum kecil kepada Mario sebelum benar-benar keluar dari dalam mobil.

"You'r welcome, Fy. Istirahat yang nyenyak ya." Mario mengacak-acak pelan rambut Gifyka.

"Thank, lo juga hati-hati di jalan. Kasih kabar kalau lo udah sampai rumah."

"Siap, gue akan kasih kabar setiap saat buat lo."

"Lebay lo, udah ah gue turun. Bye Mario jelek." Gifyka langsung turun secepat kilat sebelum mendapat serangan dari Mario.

Gifyka yakin, di dalam mobilnya Mario sedang mengumpatinya dengam sumpah serapah. Gifyka hanya bisa tertawa terbahak sampai dua orang satpam membukakan pintu gerbang rumahnya.

Hari yang sungguh melelahkan bagi Gifyka. Dirinya hanya ingin mandi, menyiapkan keperluannya untuk berlibur bersama sahabatnya, lalu lanjut ke alam mimpi.

~**~

Sahabat belum tentu tidak bisa menjamin sebuah kebahagiaan. Dan kekasih belum tentu  memberi kesengsaraan. Keduanya memiliki porsi masing-masing dalam kehidupan setiap insan.

~**~

To Be Continue...

2. Ke Istana Angkasa

Dia bagaikan putri dari kayangan malam ini. Terlihat sangat menawan nan mempesona.

~**~

Tujuh belas. Angka yang selalu ditunggu-tunggu oleh siapa pun! Bagaikan angka keramat yang membuat seseorang merubah pola pikirnya. Ya, di angka tujuh belas seseorang akan bebas melakukan apa saja atau menerima yang mereka belum bisa terima sebelum menginjak angka segitu.

"Sayang! Kamu gak siap-siap nak?" suara Nafita menggema di seluruh penjuru ruangan. Nafita sengaja melantangkan suaranya supaya sampai ke telinga sang lawan bicara. Rumah ini terlalu megah jika hanya berbicara dengan nada rendah. Suara mereka akan tertelan dinding-dinding tembok yang berdiri teramat kokoh.

"Nanti lagi Ma, Ify masih malas. Lagi pula acaranya malam!" sahut sang putri tercinta dari Tuan Angkasa. Pengusaha kaya raya di bidang pertambangan emas. Tak khayal jika keramik di lantai rumah itu dalamnya bertabur emas.

"Permisi Nyonya, ada Den Mario di depan." ketua maid memberi tahu Nafita.

Nafita langsung menghentikan acara merangkai bunga lalu menoleh ke wanita paruh baya yang mengenakan seragam maid bergaya Eropa di sampingnya.

"Suruh Mario masuk." perintah Nafita sopan. Nafita memilih melanjutkan merangkai bunga tulip kesukaannya.

Derap langkah kaki terdengar dari sepatu pantofel yang lelaki itu gunakan. Lelaki bertubuh tegap, tinggi, perut sixpack serta memiliki wibawa di atas rata-rata itu melangkah mendekati Nafita.

"Selamat siang, Tante." Mario menyalami tangan lembut Nafita lalu mencium punggung tangannya sekilas.

"Acaranya nanti malam Mario, kenapa kamu sudah datang?" Nafita tersenyum lembut kepada Mario.

"Saya rindu kepada Tante, sekalian mau main." senyum keramah-tamahan tercetak jelas di kedua sudut bibir Mario.

"Ayo duduk." Nafita mempersilakan Mario duduk di single sofa hadapannya.

"Terima kasih Tante." Mario masih mempertahankan senyum ramahnya.

"Mau minum apa kamu?"

"Apa saja boleh, Tan."

Prok! Prok! Prok!

Nafita menepukkan kedua tangannya sebanyak tiga kali. Itu pertanda Nafita memanggil maid.

Kelima belas maid beserta ketua maid pun berbaris di sebelah sofa ruang tamu. Mereka bagaikan anggota baris berbaris yang sudah dilatih sekian bulan lamanya.

"Siap, Nyonya." ucap sang ketua maid mewakili yang lainnya.

"Saya hanya butuh satu orang, siapkan minuman terbaik untuk tamu saya. Segera!" Nafita menatap salah satu maid yang berdiri paling depan.

"Siap Nyonya, akan disiapkan oleh Ratih sekarang juga." ketua maid tadi menganggukkan kepalanya patuh.

"Bubar sekarang!" perintah Nafita lantang juga tegas membuat semuanya bubar. Nafita mengalihkan pandangannya ke arah Mario lagi. Lelaki itu terlihat sangat tenang.

"Jadi apa tujuan kamu datang ke mari, Mario?" lagi-lagi Nafita tersenyum misterius kepada Mario. Nafita bukan wanita bodoh yang tidak tahu bahwa lelaki di hadapannya itu adalah lelaki yang dicintai oleh putri semata wayangnya.

"Saya punya ide baik buat Tante, bahkan ide itu sudah berjalan."

"Ide?" Nafita mengerutkan keningnya sejenak menatap Mario tak mengerti.

"Iya, ide. Ide ini sudah saya rancang dari beberapa hari lalu."

"Permisi, silakan Tuan." salah satu maid meletakkan satu gelas minuman tepat di atas meja kaca depan Mario duduk. Bukan hanya minuman, tapi juga ada satu toples makanan ringan yang dia hidangkan.

"Terima kasih." ucap Mario sopan. Mario meminum sedikit minuman yang barusan dihidangkan untuk menghargai Nafita sebagai pemilik istana.

"Ide apa yang kamu rancang?" Nafita terlihat penasaran atas perbincangan mereka siang ini.

"Apa kita bisa bicarakan hal ini di luar, Tan?"

"Di luar? Kenapa?" Nafita semakin bingung akan ajakan Mario.

"Saya mohon." wajah lelaki itu terlihat memelas meski masih berwibawa.

"Baiklah, kita bicarakan hal ini di luar." Nafita bangkit dari duduknya. Langkah kakinya memandu menuju taman bunga kediaman Angkasa yang berada di belakang rumah.

Mario mengikuti langkah Nafita dari belakang. Ini pilihan tepat dari pada nanti Gifyka melihatnya.

Hamparan lahan luas bertabur bunga warna-warni terpampang indah di belakang rumah keluarga Angkasa. Semerbak wangi dari berbagai macam bunga pun menusuk indera penciuman Mario. Lelaki hitam manis itu masih mengikuti ke mana langkah Nafita. Ternyata wanita kepala tiga itu membawanya ke sebuah gazebo dekat bunga mawar merah.

"Duduk, Yo." Nafita memilih duduk terlebih dahulu. Mario mengikuti Nafita duduk di atas gazebo berukuran sedang.

"Jadi apa yang mau kamu bicarakan?" demi apa pun, Nafita menahan dirinya sendiri untuk tidak memaksa Mario menceritakannya dengan segera. Nafita sudah cukup penasaran akan obrolan mereka.

Mario menarik napas dalam-dalam sebelum mengutarakan maksud dan tujuannya datang ke kediaman Angkasa.

"Jadi.... " meluncurlah cerita Mario dari awal sampai akhir. Nafita memperhatikan serta mendengarkan secara khidmat tanpa memotong sedikit pun ucapan Mario.

"Bagaimana?" Mario panas dingin sendiri menunggu respon dari Nafita.

"Tante setuju. Ide kamu bagus." Nafita mengangguk-anggukkan kepalanya paham akan penjelasan dari Mario.

"Benar Tante setuju?" wajah Mario terlihat berbinar mendengar respon dari Nafita.

"Ya, Tante setuju." Nafita kembali menganggukkan kepalanya sambil tersenyum mengarah ke Mario.

"Terima kasih ya, Tante. Rio seneng banget." Mario menyalami tangan Nafita sambil menciumnya berulang kali.

"Kamu ini, jangan berlebihan. Harusnya Tante yang bilang makasih karena kamu sudah baik kepada Gifyka dan sangat perhatian."

"Hehehe... Sama-sama Tante. Gifyka kan sahabat Rio dari dulu." Mario melepaskan tangan Nafita sambil tersipu malu.

"Kamu mau ketemu dengan Gifyka?"

"Boleh Tan, pasti masih tidur ya?"

"Sudah bangun, tapi dia betah di dalam kamarnya. Sebentar, biar Tante panggilkan Gifyka." Nafita pergi meninggalkan Mario sendirian di gazebo bersama bunga-bunga indah bermekaran di sana-sini.

"Sekali lagi terima kasih, Tan."

"Sama-sama." Nafita menolehkan wajahnya sekilas kepada Mario lalu melanjutkan jalannya lagi menuju kamar Gifyka yang terletak di lantai dua.

~**~

Keempat remaja itu berkumpul di salah satu kafe pinggir jalan. Mereka terlihat seperti orang kelelahan yang habis bekerja demikian berat.

"Zril, udah punya gaun buat pesta ulang tahun Gifyka nanti malam belum?" Viara menyeruput es lemon tea pesanannya beberapa menit lalu.

"Belum nih. Lo sendiri gimana?" Azriela mendesah karena melupakan hal penting. Yaitu mencari gaun untuk pesta ulang tahun sahabat dekat mereka.

"Gue juga belum." Viara beralih memakan spagetti setelah meminum es lemon tea.

"Nah, berarti tugas kalian habis makan siang ini anterin kita ke butik langganan buat nyari gaun." Azriela menatap Alvino dan Afriel secara bergantian. Kedua lelaki itu terlihat cuek sambil menikmati spagetti.

"Kalian mau kan?" Azriela bertanya memastikan.

"Hem..." Alvino dan Afriel menganggukkan kepalanya pertanda mau. Hanya saja mereka lebih memilih menghabiskan spagetti terlebih dahulu ketimbang menjawab pertanyaan Azriela.

"Yey... Kita shopping." seru Viara senang sambil menaikkan kedua tangannya ke atas.

Azriela menyusul mereka menyantap spagetti secara pelan. Azriela mencuri-curi pandang ke arah Afriel yang duduk di sebelah kirinya.

"Eh... Kalian yakin ini bakalan berhasil?" Viara menatap Alvino, Afriel serta Azriela satu persatu secara bergantian.

"Antara yakin dan tidak." Alvino mengedikkan bahunya acuh sambil menyedot jus mangga pesanannya setelah berhasil menghabiskan spagetti.

"Gue sih yakin. Siapa coba yang benari ke Gifyka selain kita-kita?" Viara mengacungkan sumpitnya sambil berbicara dan menikmati spagetti.

"Sebenarnya gue heran deh. Gifyka itu cantik, baik, ramah, sopan pintar, tapi kenapa orang-orang tu takut sama dia?" Afriel mengerutkan keningnya tak mengerti akan kehidupan sahabatnya satu itu. Terbesit rasa kasihan jika melihat Gifyka, tapi Afriel mencoba menutupinya serapat mungkin.

"Gue juga heran, nggak ngerti gitu sama jalan pikiran orang-orang yang takut sama Gifyka. Perasaan selama kita sahabatan sama dia kan fine-fine aja. Nggak ada yang aneh-aneh kan?" Alvino mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar suara Azriela.

"Jadi seolah-olah mereka itu melihat Gifyka seperti monster yang berkeliaran."

"Yang bikin gue tambah nggak paham, orang yang pernah disapa sama Gifyka, mereka itu jadi nggak takut lagi sama Gifyka. Aneh kan?" Viara mencoba berpikir bersih, tapi nihil. Usahanaya gagal, Viara sempat berpikir bahwa Gifyka itu keturunan seorang iblis. Tapi Viara merasa dirinya terlalu jahat apabila berpikir hal demikian.

"Udahlah, meskipun kayak gitu kan Gifyka juga sahabat kita. Dia yang selalu bantu kita kalau lagi kesusahan ngerjain tugas sekolah." Afriel memilih melanjutkan makan spagetti yang masih tersisa seperempat.

"Lo mau pesan lagi, Vin?"

"Gue udah kenyang, Zril." Alvino mengusap-usap perut datarnya sebagai tanda bahwa lelaki berwajah chinese itu benar-benar sudah kenyang.

"Tumben." Viara melirik Alvino yang duduk di sebelah kanannya.

"Sorry ya, gue nggak kayak lo yang rakus."

"Rakus-rakus juga cewek lo, Pit." Afriel memang sangat senang memanggil Alvino dengan panggilan Cina Sipit.

"Kalau gue ingat dia cewek gue."

"Jangan gitu napa Vin, diputusin Via tahu rasa lo." kompor Azriela membuat Alvino mendelik.

"Ya udah sih Zril, gue nggak peduli. Mau dianggap pacar kek, sahabat kek, adek kek, tetangga kek, terserah dia aja. Yang penting bukan dianggap tukang minta-minta aja." sahut Viara acuh sambil menghabiskan spagettinya.

"Ya elah Vi, gue kan bercanda." dengus Alvino menyesali ucapannya tadi.

"Mau bercanda atau enggak, gue gak peduli."

"Mampus lo! Marah kan Via." lagi-lagi Azriela kompor dalam permasalahan mereka.

"Apaan sih lo Zril, diam deh ah..." kesal Alvino melihat Viara benar-benar marah kepadanya. Padahal kan tadi niatnya hanya bercanda. Tapi kenapa malah begini?

"Kalau gue nambah kalian mau nungguin nggak?" Viara mengedarkan pandangannya dari Azriela sampai Alvino.

"Mau nambah apa, Vi?"

"Gue pengen salad sayur, seger kali ya." Viara membayangkan ada sebuah hidangan salad sayur di depannya.

"Nambah aja Vi, apa pun yang lo mau makan aja."

"Lo mau traktir gue, Iyel?" wajah Viara bertambah berbinar mendengar dukungan dari Afriel.

"Jangan makan banyak, apalagi yang manis-manis. Nanti lo tambah gendut." cegah Alvino membuat Azriela dan Afriel menahan tawa.

"Emangnya lo siapa?" Viara memainkan alisnya naik turun berulang kali menghadap Alvino.

"Ya gue pacar lo-lah." jawab Alvino percaya diri.

"Kalau gue inget lo cowok gue." balas Viara penuh nada kemenangan.

"Buahaha..." tawa Azriela serta Afriel menggema memenuhi kafe. Mereka sudah tidak peduli akan tatapan pengunjung lainnya. Tak sedikit yang menatap mereka dengan tatapan aneh serta mengumpat karena berisik.

"Mampus lo, Vin." Afriel semakin kencang tertawa melihat wajah Alvino sudah ditekuk menjadi tujuh lipatan.

Azriela sendiri sampai memegangi perutnya yang sakit akibat terlalu kencang dan lama menertawakan Alvino. Ditambah ekspresi lelaki berkulit putih itu sekarang sangat lucu.

~**~

Gifyka sedang asik di dalam kamarnya yang lebih tepat dibilang istana kedua di rumah ini. Semuanya berwarna pink, warna kesukaan gadis berdagu tirus yang sedang asik tiduran di atas ranjang dalam kamarnya.

"Kapan lo peka sama perasaan gue, Yo?" Gifyka menatap pigura foto dalam genggaman tangannya. Nampak jelas sebuah foto dirinya bersama Mario. Ya, hanya mereka berdua. Foto yang diambil saat mereka liburan bersama pihak sekolahan ke Disneyland Perancis satu tahun lalu.

"Hem... Gue harus apa, Yo? Bilang ke lo atau terus memendamnya sampai lo benar-benar peka?" Gifyka kembali meletakkan pigura foto ke atas nakas samping ranjangnya.

Gifyka menggulung-gulung rambut panjangnya menggunakan jari telunjuk sembari membaringkan tubuhnya.

"Salah gak sih kalau gue punya perasaan ke sahabat gue sendiri?" kedua mata Gifyka menatap lurus ke langit-langit kamar.

Tok! Tok! Tok!

"Fy, ada Rio nunggu ti gazebo taman." suara Nafita terdengar sampai ke kedua telinga Gifyka.

"Ngapain dia ke sini, Ma?" Gifyka turun dari ranjang bertujuan membukakan pintu untuk Nafita.

Cklek!

Tampak wanita kepala tiga yang masih cantik di pandangan Gifyka.

"Temui dia, kasihan sudah nungguin." Nafita membelai lembut rambut panjang Gifyka yang terurai bebas. Putri gadisnya itu sungguh sangat cantik dan menawan. Lelaki mana yang tidak akan jatuh cinta kepada Gifyka? Tapi sayang, semua orang takut kepadanya.

"Ngapain sih itu curut ke sini? Kan aku mau tidur Ma. Mau istirahat."

"Jangan begitu sayang, kasihan loh Mario sudah nunggu kamu dari tadi."

"Ya siapa suruh nunggu." Gifyka masih pura-pura jual mahal.

"Nggak baik ah bikin tamu nunggu lama, ayo temui." Nafita menarik Gifyka keluar lalu menutup pintu kamar Gifyka perlahan.

"Iya-iya aku temui." Gifyka menurut saja.

"Makan siang akan disiapkan. Ajak Mario makan siang di sini sebentar lagi."

"Harus ya, Ma?"

"Kan tamu sayang, sekalian kita makan siang bersama."

"Iya nanti dibilangin."

"Sip." Nafita mengacungkan dua jempol mengarah ke Gifyka.

"Aku udah cantik belum, Ma?"

"Ya ampun, anak Mama udah besar ya." Nafita mencubit kedua pipi Gifyka gemas.

"Ih... Mama, sakit." Gifyka mempoutkan bibirnya sampai beberapa senti.

"Udah ah, kamu udah cantik. Sana temui Mario."

"Ya udah, aku ke bawah dulu Ma." pamit Gifyka sambil menuruni tangga rumahnya.

~**~

Mario masih menunggu Gifyka di gazebo taman keluarga Angkasa. Taman yang sangat menenangkan. Jika kalian berkunjung ke sini, sudah dapat dipastikan tidak ingin pulang.

"Lo ngapain ke sini?" Gifyka duduk di samping Mario.

"Suka-suka gue-lah." Mario menjawab acuh tak acuh tanpa menoleh ke Gifyka.

"Kado buat gue mana?" Gifyka menodongkan tangannya ke Mario.

"Dih... Siapa yang mau ngasih lo kado. PD banget sih hidup lo."

"Ih... Lo ngeselin banget sih, Yo."

"Lo udah makan siang belum?"

"Lo lapar ya?" tatapan curiga Gifyka langsung keluar.

"Gue mau ngajak lo makan di luar." jawab Mario santai.

"Mama bilang dia mau nyiapin makan siang. Jadi jangan makan di luar."

"Wah... Enak nih makan gratis."

"Huu... Maunya yang gratisan." cibir Gifyka sembari menyenggol bahu Mario.

"Biarinlah."

Kedua insan remaja itu terus saja bercanda, saling mengolok, dan saling memukul satu sama lain menggunakan apa pun yang ada di sekitar mereka. Mario juga tidak asing dengan kediaman Angkasa karena memang sedari dirinya kecil sudah sering bermain bersama Gifyka di rumah Yudha Angkasa.

~**~

To Be Continue...

3. Sweet Seventeen

Siang berganti malam. Inilah yang ditunggu-tunggu oleh Gifyka. Pesta ulang tahun untuk memperingati ulang tahunnya yang ketujuh belas tahun.

Berulang kali Gifyka menatap cermin yang memantulkan dirinya. Gifyka tak bisa memungkiri bahwa dirinya itu sangat cantik. Bukan sombong, tapi memang kenyataan dirinya cantik dari atas sampai bawah. Apalagi sekarang tubuh mungilnya terbalut gaun panjang tanpa lengan berwarna gold dengan rambut disanggul ke atas serta menyisakan sedikit rambutnya yang dibuat curly di sisi kanan dan kiri. Polesan make up natural khas anak remaja menambah keanggunan Gifyka. Telapak kakinya beralaskan high heels berwarna senada dengan gaunnya.

"Astaga Gifyka!" teriak Azriela dan Viara dari ambang pintu kamar Gifyka.

Kedua gadis itu tak kalah cantiknya dengan Gifyka. Mereka mengenakan gaun warna berbeda dengan model sama.

"Lo cantik banget sumpah." Azriela sampai mengelilingi tubuh Gifyka untuk memastikan bahwa yang di depannya ini adalah Gifyka sahabatnya. Karena Gifyka lebih pantas disebut dewi Yunani ketimbang manusia.

"Iyalah gue, kenapa?" Gifyka sampai tersipu malu sendiri melihat ekspresi kedua sahabatnya. Gifyka yakin kalau kedua sahabatnya itu terpesona atas penampilannya. Sekali lagi tidak sombong, Gifyka menyadari bahwa dirinya sangat cantik. Cantik melebihi kapasitas.

"Lo cantik banget. Gue aja sampai pangling." mata Viara sudah hampir keluar melihat penampilan Gifyka.

"Kalian juga cantik kok, setiap wanita itu cantik dengan porsinya masing-masing. Jadi gak boleh iri, ok?"

"Udah cantik, pintar, baik, bijaksana lagi. Makin lopeh aja gue sama lo." Viara serta Azriela memeluk tubuh Gifyka.

"Gue masih suka cowok."

Mendengar balasan Gifyka, Azriela dan Viara seketika melepaskan pelukannya.

"Gue juga masih doyan cowok kali, Fy, lo kira gue lesbian." dengus Azriela memanyunkan bibirnya.

"Gue juga masih punya Alvino kali, Fy, belum pindah ke lain hati."

"Gini aja diakui pacar." cibir Azriela menatap Viara.

"Emang kenapa?" Gifyka menatap tak mengerti kepada Azriela dan Viara.

"Enggak kok, bukan apa-apa. Hehehe..." cengir Viara membuat Gifyka semakin mengerutkan keningnya.

"Ih dasar." desis Gifyka.

"Udah waktunya lo turun Fy, ayo." ajak Viara mengulurkan tangannya ke Gifyka.

"Ayo, lo harus bahagia di hari kelahiran lo." Azriela menarik tangan Gifyka.

"Gue gugup."

"Jangan gugup, anggap saja ini sama seperti tahun-tahun sebelumnya." Viara dan Azriela berjalan menuntun Gifyka menuruni tangga kediaman Angkasa.

Ketiga gadis itu berjalan menuruni tangga penuh hati-hati karena gaun mereka sama-sama panjang.

Dia sangat cantik, kecantikan abadi berada di dalam sana. Kedua mata Mario tak bisa terlepas dari Gifyka.

"HAPPY BIRTHDAY GIFYKA!"

Gifyka mendongakkan kepalanya setelah mendengar seruan suara dari banyak orang. Gifyka sempat kaget karena semua teman-teman sekolahnya mau datang ke pesta ulang tahunnya yang ketujuh belas tahun. Awalnya Gifyka sudah percaya bahwa mereka tidak akan datang. Tapi ini? Mereka semua datang membawa bingkisan serta berpakaian sangat menawan.

"Ide kamu berhasil Mario. Gifyka terlihat sangat bahagia karena teman-teman sekolahnya datang." Nafita berbisik sangat pelan tepat di dekat telinga Mario.

"Ini semua demi Gifyka, Tante. Mario sudah pikirkan matang-matang dari jauh-jauh hari." balas Mario berbisik pula kepada Nafita.

"Ayo turun, Fy!" seru Yudha membuat lamunan Gifyka buyar.

Gifyka dibantu Azriela dan Viara kembali menuruni tangga secara perlahan sampai ke atas mimbar.

"Selamat malam semuanya." sapa Gifyka kepada tamu undangan. Bahkan matanya sampai berkaca-kaca karena tak menyangka ini terjadi. Siapa yang memaksa mereka datang ke pesta ulang tahunnya?

"Malam." gema suara teman-temannya terdengar jelas. Ini ulang tahun termeriah yang pernah Gifyka rasakan.

"Terima kasih karena kalian sudah mau datang ke pesta ulang tahun gue yang ketujuh belas. Terima kasih sekali, semoga kalian nyaman dan happy ada di pesta gue malam ini." suara Gifyka terdengar gemetar karena menahan tangis haru.

"Ya, sekarang waktunya tiup lilin." suara sang MC menggema saat melihat seorang waitters mendorong kue ulang tahun berwarna pink dan bertingkat tiga ke arah Gifyka.

Nafita serta Yudha berjalan ke atas panggung menyusul Gifyka. Azriela dan Viara juga sudah bergabung dengan Alvino, Afriel dan Mario di bawah tepat di depan panggung yang tidak terlalu tinggi.

Happy birthday to you...

Happy birthday to you..

Happy birthday...

Happy birthday...

Happy birthday to you...

Semua orang menyanyikan lagu selamat ulang tahun untuk Gifyka secara kompak sampai berulang kali.

"Make a wish dulu dong."

Gifyka memejamkan matanya, meminta sesuatu hal yang hanya dirinya sendiri bersama Tuhan yang tahu.

"Tiup lilinnya." seru Viara membuat Gifyka tak bisa menahan senyumnya.

Fiuh Fiuh.

Cukup dua kali Gifyka meniup lilin karakter dengan angka satu dan tujuh. Kedua lilin itu langsung mati. Riuh tepuk tangan menggema di kediaman Angkasa malam hari ini.

"Sekarang potong kuenya." pandu sang MC untuk kedua kalinya.

Lagi-lagi Gifyka hanya bisa mengikuti panduan dari MC. Tangan kanannya kini sudah memegang pisau khusus pemotong kue tart. Gadis berdagu tirus itu sedikit kekusahan saat memotong karena lumayan tinggi juga.

"Yey... Kira-kira potongan pertama untuk siapa ya?" goda lelaki yang berdiri tak jauh dari Yudha.

"Kue pertama ini bakal gue kasihin ke Mama tercinta." ujar Gifyka membuat Nafita dan semua tamu undangan terenyuh.

Gifyka mendekat ke arah Nafita, perlahan Gifyka menyuapkan kue dalam tangannya ke mulut Nafita.

"Terima kasih sudah merawat aku sampai sebesar ini ya, Ma." Gifyka menghapus air matanya sendiri.

"Maafkan Mama juga sayang, kalau Mama suka marah-marah ke kamu. Kamu putri Mama yang paling baik. Wish you all the best, my princess." Nafita memeluk tubuh mungil Gifyka setelah selesai mengunyah kue tart suapan dari Gifyka tadi.

Kelima sahabat serta teman-teman sekolah Gifyka terenyuh melihat kedekatan antara putri dan ibunya tepat di depan mereka sendiri. Mungkin ini bukanlah hal yang aneh untuk sahabat Gifyka. Tapi untuk teman-teman Gifyka yang baru pertama kali melihat hampir tak percaya dengan semuanya.

"Usaha kita buat bikin mereka datang ke ulang tahun Gifyka nggak sia-sia ya."

"Iya, Vi. Gue juga makasih banget sama kalian karena udah mau bantu ide gue." sahut Mario tanpa mengalihkan pandangannya dari Gifyka dan Nafita.

"Sama-sama Yo, Gifyka juga kan sahabat kita. Kalau Gifyka bahagia, kita juga bahagia." tanpa sadar Viara meraih lengan Alvino dan bersandar ke bahu Alvino.

~**~

Usai acara ulang tahun, Mario tidak langsung pulang. Melainkan berbincang terlebih dahulu bersama Gifyka di area kolam renang. Cahaya bulan terlihat jelas memantul dari air yang ada di dalam kolam renang.

"Jadi ini semua ulah lo?" Gifyka menolehkan kepalanya mengarah ke Mario. Mereka sama-sama menikmati keindahan malam, kaki keduanya menyebur ke dalam kolam renang.

"Ya, gue yang ngelakuin ini semua. Dibantu sama Iyel, Zril, Alvino dan Via." Mario mengakui idenya kepada Gifyka untuk mengajak semua teman-teman sekolah datang ke pesta ulang tahun Gifyka malam ini.

"Kenapa?" dalam hati Gifyka sangat penasaran kenapa Mario mau melakukan ini semua untuk dirinya.

"Ya karena gue mau dan karena lo sahabat gue." Mario mengangguk-anggukkan kepalanya berulang kali.

"Oh, gue kirain karena apa." Gifyka menunduk sedih. Ada rasa kecewa dalam hati kecilnya. Gifyka pikir Mario melakukan ini semua karena Mario menyukainya. Tapi ternyata tidak. Gifyka salah besar, Mario tetap saja menganggap dirinya sebagai sahabat.

"Emang lo berharap karena apa?" Mario memandang paras ayu Gifyka dari samping.

Gifyka mendongak mendengar pertanyaan Mario. Jantungnya berdetak keras, dua kali lipat lebih kencang dari barusan.

"Enggak, ya gue kira karena apa gitu." Gifyka mengedikkan bahunya acuh. Sekuat tenaga Gifyka menghilangkan kegugupannya.

Keheningan kembali tercipta di antara keduanya. Hanya terdengar gemericik air dari kaki Gifyka yang tak bisa diam. Hati Gifyka semakin dag dig dug tak karuan menunggu hal apa lagi yang akan diucapkan oleh Mario.

"Fy," panggil Mario pelan tapi mampu membuat Gifyka mendongakkan kepalanya lagi.

"Ya, apa?" hati Gifyka bersorak senang. Gifyka berharap Mario akan menyatakan cinta untuknya malam ini. Gifyka berharap bahwa mereka bisa menjadi sepasang kekasih.

"Selamat ulang tahun yang ketujuh belas ya. Semoga lo panjang umur, makin disayang keluarga, tetap jadi sahabat buat gue sama yang lainnya, semoga lo selalu dilindungi oleh Tuhan Yang Maha Esa. Ya pokoknya doa terbaik buat lo." Mario tersenyum kian manis untuk Gifyka.

Hati Gifyka kembali melengos mendengar ucapan demi ucapan dari Mario untuknya. Tapi setidaknya lelaki berkulit hitam manis itu sudah memberikan kejutan yang tak akan pernah Gifyka lupa sampai nanti.

"Ok, gue juga makasih banget karena lo udah bikin gue bisa merasakan bagaimana merayakan ulang tahun bersama teman-teman dan keluarga juga kalian. Terima kasih karena lo udah mau jadi sahabat gue selama ini, Yo." Gifyka tetap tersenyum ke arah Mario meski dalam hatinya kecewa.

"Hadiah buat lo." Mario memberikan sekotak hadiah untuk Gifyka.

"Boleh gue buka?"

"Buka aja, semoga lo suka sama hadiah yang gue kasih."

Perlahan-lahan Gifyka membuka kotak hadiah pemberian Mario. Kertas kado berwarna pink serta gambar bunga mawar itu berhasil dibuka oleh Gifyka. Kini tinggal membuka penutup kotak saja. Mario masih harap-harap cemas, apakah Gifyka menyukainya atau tidak.

"Wah... Bagus banget, Yo." Gifyka mengambil jam tangan keluaran terbaru dari brand Perancis yang sangat mendunia. Jam tangan itu simpel, mungil dan berwarna pink.

"Itu gue pesan langsung dari Paris khusus buat lo. Gue harap sih suka." Mario mengacak-acak puncak kepala Gifyka.

"Gue suka kok Yo, makasih banget ya. Pasti gue pakai kok, lo tenang aja." wajah Gifyka memang terlihat berkali-kali lipat ceria saat melihat hadiah dari Mario.

"Gue sengaja ngasih lo jam tangan supaya lo ingat waktu. Soalnya lo itu orang yang kalau suka dalam satu hal lo gak ingat sama hal lain. Maka dari itu gue pengen lo bisa membagi waktu lo sendiri. Kapan buat sahabat, keluarga, dan yang paling penting buat diri lo sendiri." Jelas Mario secara rinci membuat Gifyka kembali terharu.

"Makasih banget ya, Yo." tanpa sadar Gifyka memeluk tubuh Mario dari samping.

Mario mematung untuk beberapa detik saat Gifyka benar-benar memeluknya. Napasnya tersengal serasa sesak napas. Jantungnya semakin berdetak di atas normal.

"Kok lo diam aja sih, Yo." Gifyka melepaskan pelukannya.

"Eh... Apa Fy?" Mario tergagap sendiri karena salah tingkah.

"Gue bilang makasih banget." ulang Gifyka membuat Mario gemas.

"Oh... Sama-sama." Mario hanya mengangguk-anggukkan kepalanya saja.

"Eh iya Fy, udah malam. Gue harus pulang sekarang." Mario melirik jam tangannya sekilas. Ternyata sudah menunjukkan pukul sebelas malam.

"Hati-hati ya di jalan. Kasih kabar kalau udah sampai." Gifyka ikut berdiri. Mengangkat kakinya dari air kolam renang, kemudian berjalan menuju rumah setelah mengeringkan kakinya menggunakan handuk.

"Ok, gue pulang ya. Tidur yang nyenyak." Mario benar-benar pamit untuk meninggalkan istana Angkasa.

Gifyka senyam-senyum sendiri sambil melihat jam tangan pemberian Mario. Meskipun Mario tidak memintanya menjadi kekasih, tapi ini sudah lebih dari cukup.

"Yang lagi seneng, senyam-senyum sendiri." Suara lembut dari Nafita mengagetkan Gifyka.

"Mama, hobi banget sih ngagetin aku." Gifyka langsung menyembunyikan jam tangan pemberian Mario.

"Apaan tuh? Mama mau lihat dong."

"Apaan? Orang gak ada apa-apa kok."

"Udah, hadiah ulang tahun dari Mario kan? Mama juga pernah muda kali."

Kedua pipi Gifyka bersemu mendengar bahwa Nafita dan Yudha dulu juga pernah muda.

"Ini kado ulang tahun dari Mama, sayang." Nafita memberikan sebuah kalung emas putih berbandul batu berwarna hijau. Batu itu bentuknya sangat aneh menurut Gifyka, tapi unik dan lucu.

"Batu apa ini, Ma?" Gifyka menyempatkan bertanya saat Nafita memakaikan kalung itu ke leher jenjangnya.

"Itu batu keselamatan sayang. Jangan pernah lepas kalung ini ya, di mana pun dan kapan pun kamu berada." jawaban Nafita membuat Gifyka semakin bingung.

"Batu keselamatan?" kening Gifyka mengkerut menjadi satu.

"Iya, pokoknya jangan sampai lepas atau kamu lepaskan."

"Iya Mamaku sayang. Makasih ya hadiahnya, aku suka." Gifyka mengusap batu dalam bandul kalungnya itu.

"Iya, udah sekarang kamu istirahat gih. Besok kan kita mau liburan ke Bandung."

"Mama juga istirahat ya." Gifyka mencium kedua pipi Nafita sekilas lalu berjalan menaiki tangga menuju kamar.

~**~

Gifyka menatap kamarnya penuh akan kado ulang tahun dan bunga. Semua kado itu menumpuk di atas sofa kamarnya, sampai ke meja segala.

"Gue bener-bener seneng malam ini." Gifyka membaringkan tubuhnya ke atas ranjang.

"Gue seneng karena akhirnya gue bisa merasakan bagaimana rasanya merayakan ulang tahun bersama teman-teman sekolah." wajah Gifyka tak bisa berhenti tersenyum malam ini. Semuanya sangat tiba-tiba dan membingungkan.

~**~

Setiap perbuatan, lebih pasti ada sebuah makna dan keinginan di dalamnya. Entah itu hal baik atau bahkan sebaliknya.

~**~

To Be Continue...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!