"Ayo kita pulang... Sudah mau berbuka puasa." ajak Arif kepada teman-temannya.
"Iya... Yuk, kang." ajak Ali juga kepada yang lainnya.
"Oh iya... Ayo kang. Biarpun sampean anak baru, jangan sungkan gitu. Kita sama-sama, kok." sahut Tri sambil cengengesan dan menepuk pundak Satrio lembut, untuk mengurangi rasa kecanggungan dengan Satrio, yang termasuk masih stasus santri baru.
Satrio Santoso kulit sawo matang, mempunyai kharisma yang kuat, dan ada tahi lalat di bawah mata sebelah kanan, dia sangat manis, apa lagi pas lagi senyum, aih bisa meleleh deh. 😂
Dia datang ke pesantren itu waktu malam puasa pertama, ia berasal dari Lampung. Dan dia ke pesantren itu di ajak oleh Seno yang statusnya sudah menjadi santri lama, dan Seno mengaji di pesantren itu sudah tahap hampir akhir. Seno juga merupakan salah satu abdi ndalem (dia menjadi sopir pribadi) keluarga pengasuh pesantren.
****
flasback on
Pagi-pagi pemuda itu akan ke ladang, untuk membantu orang tuanya. Karena kerjaan orang tuanya adalah Petani.
Di tengah perjalanan, dia bertemu dengan Seno.
"Gimana kabarmu?." tanya Seno saat berhenti di samping Satrio.
"Alhamdulillah apik, la sampean pripun?." balas satrio seraya memberhentikan sepeda nya juga.
Seno Sugianto adalah namanya, kulit putih, tinggi 160 cm, berwibawa, dia anak dari besan mbah-nya Satrio, dan rumahnya dekat dengan Satrio. Termasuk tetangganya juga.
"Aku juga baik, eh gimana?." tanya Seno lagi.
"Apanya yang gimana, kang?." Satrio mengernyitkan dahinya, ia bingung dengan apa yang di tanyakan Seno.
"Sampean ada rencana kemana? Apa mau balik kerja lagi?." ucap Seno menjelaskan maksud dari pertanyaannya tadi.
"Gak tau lah kang, aku masih bingung." ucap Satrio dengan menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Ikut aku aja, yuk." ajak Seno penuh harap, dan Satrio malah memicingkan matanya.
"Emang sampean mau kemana, kang?." tanya Satrio penuh selidik.
"Aku sekarang nyantri di pesantren Jawa. Dan itu udah dari dulu juga, kok. Ayo ikut aja, lagiankan sampean dulu juga pernah di pesantren, apa nggak pengen balik lagi merasakan enaknya belajar mengaji, dan menjadi santri?." ucap Seno seolah ingin Satrio benar-benar ikut dengannya.
"Aku pengen juga sih kang, sebenarnya..." untuk seperkian detik ia berpikir "Eh emang sampean kapan mau berangkat?." entah perasaan dari mana. Ia penasaran dan tiba-tiba ingin ikut dengan Seno.
"Mungkin 3 hari sebelum puasa aku berangkat." jawab Seno dengan senyum tipisnya, membuat Satrio tersenyum juga.
"Aku ikut aja lah, kang." ucap Satrio dengan penuh semangat.
"Ya udah, nanti kita ngobrol lagi ya, aku mau berangkat dulu." ujar Seno dengan beranjak naik ke sepedanya.
"Oh, iya kang, aku juga mau berangkat." ucap Satrio balik, juga dengan siap akan mengayuhkan sepedanya.
"Nanti kamu ke rumah aku, aja. Kita ngobrol lagi." ajak Seno kepada Satrio, dan Satrio mengangguk tanda ia menyetujui ajakan Seno.
flasback of
****
Dan merekapun bergegas pergi dari tempat kerjaan itu yang masih belum selesai, yaitu membangun ndalem pengasuh pondok.
Karena waktu yang sudah hampir maghrib, dan juga bertepatan di bulan Ramadhan, mereka semua segera bergegas, karena untuk bersih-bersih badan dan menyambut berbuka puasa.
Di saat melewati depan asrama putri, banyak santri putri yang mengaji, karena di pesantren itu sebelum maghrib/buka puasa ada materi mengaji kitab BIDAYATUL HIDAYAH yang di wajibkan bagi semua santri, dan pengajian itu di lakukan di ruangan terbuka, agar semua para santri bisa mendengarkan pengajian yang di kaji oleh pengasuh pesantren.
Dan seperti biasa mbak-mbak santri selalu mencuri pandang kalau ada kang santri yang lewat, karena dia bilang "cuci mata", ngerti sendirilah di asrama kan khusus putri sendiri dan putra sendiri, jadi kesempatan buat curi pandang,😂
Tidak disangka ternyata ada 2 pasang mata santri putri yang memperhatikan keberadaan Satrio yang sangat asing, karena menyadari bahwa Satrio itu sepertinya adalah santri putra yang baru. Karena selama ini tak pernah melihat keberadaan dia yang menjadi abdi ndalem tukang bangunan, memang salah satu dari abdi ndalem bangunan itu adalah saudaranya, jadi dia sedikit tahu mengenai teman-teman saudaranya itu. Karena setiap setahun sekali mereka ke rumahnya untuk silaturrahmi di hari lebaran.
Ada satu orang santri putri, yang menggeleng kepala seolah tak percaya dengan temannya yang berbisik-bisik tetangga. Membicarakan santri putra baru itu.
Gila aja nih orang, begini yah. Ceritanya kalau pertama mau ngenal kang santri putra. Batin gadis itu, karena dia statusnya juga masih baru satu tahun yang lalu berada di Pesantren itu. Dan dia juga bingung kenapa temannya satu kamar itu bisa dapat nomor telpon dari santri putra. Ternyata ada yang sengaja meminta dari saudaranya kalau tidak ada yang sengaja ingin mengenalnya.
Huft, sungguh tak patut di contoh. Batin gadis itu kepada dirinya. Siapa sangka apa yang terjadi dengannyapun dia tak mengerti.
Kembali ke cerita lagi.
Satrio pun tak menyadari hal itu, karena dia masih baru, dan belum terbiasa. Ia tetap seperti biasa karena sifatnya yang cuek dan bisa di katakan terlalu percaya diri.
Sampai di asrama dia bergegas ke kamar mandi, melakukan ritual mandi, ada waktu tersisa sedikit, dia juga mengikuti kajian yang di wajibkan oleh pesantren itu.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
apabila ada kesalahan dalam penulisan mohon maaf yaaa,😂 dan tetap mohon bantuan nya.
Setelah usai pengajian, pengasuhpun menutup kajiannya. Karena sudah mendekati waktu berbuka puasa.
Begitupun dengan pemuda itu. Dia mendekati kamar asrama, untuk meletakkan kitab miliknya. Tiba-tiba ada seorang pemuda menghampirinya.
"Ayo kita berangkat," ajak pemuda tersebut tiba-tiba masuk nylonong ke kamar Satrio, pemuda itu yang bernama Tri.
"Emang kita mau kemana?" tanya Satrio bingung.
"Ya, mau buka puasa lah. Emang kamu mau gak berbuka puasa?" ucapan Tri membuat Satrio tambah bingung dan mengernyitkan dahinya.
"Buka puasa kemana?" tanya satrio lagi, karena masih tak mengerti dengan apa yang di bicarakan Tri. Pikir Satrio di sini aja udah banyak penjual makanan, emang mau kemana lagi. Tinggal beli aja kan.
"Aich... Emangnya kang Seno gak ngasih tau kamu, kalau setiap yang ikut abdi ndalem itu berbuka di dapur ndalem?" tanya Tri kepada Satrio, yang di buat heran dengan menggelengkan kepalanya
"Oh, gi tuh. Dia gak ngomong kok, 'kan dia udah nitipin aku ke kamu. Kalau urusan ke ndalem, hehehe..." kekeh Satrio, yang di balasi anggukan oleh Tri.
"Yuklah! kalau gi tuh, yang lain dah pada nungguin tuh." ucap Tri, sembari berjalan keluar yang langsung di ikuti satrio.
Di jalan menuju ndalem dia bertanya kepada Arif, karena jarak antara asrama putra untuk menuju ndalem kurang lebih 100 meter dan harus melewati depan asrama putri.
"Eh kang, dimana kang Seno?" tanya Satrio, karena menyadari dari tadi ia tak melihat Seno.
"Dia ada di ndalem mbah nyai." jawab Arif.
"Emang dia nggak buka puasa bareng kita?" tanya Satrio lagi.
"Ya nggak lah, 'kan dia abdi ndalem mbah nyai. Kalau kita ini abdi ndalem putranya (pengasuh yang sekarang) jadi kita buka puasanya di sini." ucap Arif dengan menunjukkan tempatnya karena sudah sampai di depan dapur ndalem.
"Ayo, cepat ambil piring." ucap Tri sambil menyodorkan piring.
"Oh iya, makasih kang." balas Satrio dengan menerima piring yang di sodorkan Tri, yang di balas dengan anggukan oleh Tri.
Selang tak berapa lama adzanpun berkumandang dengan merdunya, karena yang jadi muadzin salah satu santri putra yang memang suaranya sangat bagus dan dia juga menjadi guru tilawah di pesantren itu.
Setelah semuanya usai mereka semua bergegas pergi ke asrama dan menuju masjid yang terletak di samping asrama, guna menunaikan Salat maghrib berjamaah. Setelah itu semua santri putra mengaji kitab yang di wajibkan pesantren yang di bawakan langsung oleh pengasuh pesantren.
Karena telah dekat waktu isya'. Pengasuh menutup kajiannya. Merekapun langsung bergegas mengambil air wudhu, lalu Salat isya, dan juga Salat tarawih. Sempat tertawa jua di saat usai taraweh, karena tarawehnya cepet banget. Katanya sudah dari dulu memang seperti itu. kita para santri tak ada yang mendebatkan itu, karena mungkin pengasuh atau pendiri terdahulu sudah mempunyai landasannya.
Setelah selasai taraweh ada kajian lagi, yang tidak mewajibkan para santri. Atau mereka suka bilang ngaji sunnah (Ah, ada-ada aja. Author juga bingung. 😂)
Di saat itu pemuda bernama Satrio termenung sendiri di teras asrama.
"Eh, nglamun wae lo." kata Kafa membuyarkan lamunannya, sambil meninju ringan ke lengan Satrio. Dia termasuk salah satu tetangga Satrio dari kampung.
"Eh, nggak, kang." ucap Satrio meringis.
"Eh, pengen punya nomer handpone santri putri nggak?" tanya Kafa dengan menyunggingkan seulas senyumnya.
"Emang sampean punya, kang?" tanya satrio penasaran. Karena memang waktu di ajak Kang Seno, katanya bisa berhubungan dengan santri putri. Sedangkan Satrio yang notabene seorang pencarian langsung gercep aja, tuh. (Ah, author jadi nglantur)
"Ya, punya lah. Kalau nggak punya ngapain aku nawarin, kayaknya cocok deh sama kamu, hehehe..." ucap Kafa sambil cengengesan. Karena Kafa seorang abdi ndalem juga, dia boleh untuk memegang handpone. Bila ada panggilan dari abah, bisa langsung di terima.
"Emang siapa sih, dia itu?" tanya Satrio dengan penuh antusias. Maklum dia juga lelaki normal, kalau mendengar soal santri putri pasti ada rasa sedikit penasaran.😂
"Dia abdi ndalem di tempat kita mengabdi juga. Dia itu yang di pasrahi untuk menjaga neng dewi, dia anak kelas 2 tsanawi. Tapi untuk waktu puasa ini, dia sekarang nggak lagi di pesantren. Bergantian dengan temannya." tutur Kafa.
"Kayak sift gitu, ya Kang. Emang siapa sih, namanya?" tanya Satrio lagi, sepertinya udah nggak sabar.
"Aih, kamu ini gak sabaran banget, hehehe..." ucap Kafa dengan nada mengejek, dan di balas cengiran oleh satrio.
"Namanya Ardilla, kamu nanti bisa kenalan sama dia. Ini nomer hp nya +62***********, sudah belum?" ucap Kafa memberitahukan nomor gadis itu.
"Sudah kang," jawab satrio, tak perlu waktu lama lagi. Dia langsung mengirim sms ke nomer itu, dan akhirnya di tanggapi oleh si penerima.
****
Di tempat lain
Dia sedang duduk di teras rumahnya, karena ia tiba-tiba ingin menghirup udara segar di malam itu.
Tring!
Suara notifikasi pesan, dari handpone nya membuyarkan lamunan gadis itu.
Ah nomor baru, siapa ini yang mengirim sms sih? kayak nya anak pesantren nih. Batin gadis itu.
Yah, dialah Ardilla septiana, salah satu santri putri. Abdi ndalem untuk menjaga putri dari pengasuh, dia baru 1 tahun di pesantren itu. Karena dulu alumni kakaknya juga seorang abdi ndalem, akhirnya dia ditimbali oleh ibunyai langsung.
+62****: Assalamu'alaikum
Ardilla: Wa'alaikum salam
+62****: Boleh kenalan?
Ardilla: Boleh aja, siapa ini?
+62****: Aku Satrio, adek Seno, kamu siapa namanya?
Ardilla: Aku Ardilla
+62****: Oh, salam kenal, ya!
Dan obrolan di sms, berlangsung lumayan lama. Dengan sesi mengenal satu sama lain, hingga berujung sangatlah akrab. Hingga tak tahulah pada akhirnya akan seperti apa.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
maaf kadang ada yang belepotan tulisannya, mohon bantuannya kakak reader!!!!!
Pesantren putri
17 hari Ramadhan telah tiba, atau biasa di sebut dengan NUZULUL QUR'AN. Dan seperti biasa pesantren di waktu malam NUZULUL QUR'AN selalu mengadakan penutupan, dengan adanya lomba-lomba serta hiburan seperti lomba tilawatil qur'an, ceramah, puisi, serta fashion show islami. Dan di akhiri dengan acara hiburan seperti tari-tarian, qosidah, serta ada juga drama islami.
"Mbak Dillaaaaaaa... Kapan sampean datang?" tanya gadis itu, sembari berhambur memeluk. Dia sangat senang sekali bertemu dengan gadis itu. Dia juga biasa di panggil Dilla, katanya biar lebih akrab.
"Aih,,, kamu itu, seperti nggak ketemu lama aja." balas Dilla, seraya tersenyum tipis dan mengelus puncak kepala gadis itu.
"Ih, mbak aku kangen tau." ucap gadis itu dengan cemberut sembari bersedekap dada.
"Eh Sa... Kamu ikut lomba juga?" tanya Dilla berusaha membuat Salsa tak cemberut lagi. Karena dia tahu watak Salsa yang suka manja seperti itu. Dia segera mengalihkan perhatian.
Ya. Dialah Salsa Hanaina, kulit putih, wajahnya biasa saja, tapi ada lesung pipit di pipi sebelah kanannya, anak nya ceria, ramah, dan selalu tersenyum kepada semua orang.
Langsung aja tuh dia cerita "Huft..." Salsa mengibaskan tangannya "Iya mbak, anak-anak yang mengajukan. Katanya biar ada perwakilan kamar, jadi aku deh yang jadi korbannya." ucap gadis itu dengan cemberut yang sedikit di bumbui drama ala film-film dan hanya di tanggapi dengan kekehan oleh Dilla.
Selang tak berapa lama handpone Dilla berbunyi, sontak Salsa dan Dilla menoleh ke arah sumber suara.
"Eh ada telpon, bentar ya!" ucap Dilla sambil melihat benda pipih yang di genggamnya, Salsa hanya mengangguk dan beralih pada snack yang berada di atas lemarinya.
Assalamu'alaikum ucap orang di seberang sana.
wa'alaikum salam ucap dilla sambil melihat ke arah Salsa.
Salsa yang merasa di lihat ia menoleh ke arah Dilla. Ia sedang asyik mengunyah, dia membatin. *E*h siapa sih, yang telpon kayak nya seneng banget.
"Siapa sih mbak?" tanya Salsa sambil berbisik. Karena tak di jawab oleh Dilla. Mulailah dia usil.
"Hey kamu, siapanya mbak Dilla? Hah, jawab dong!" ujar Salsa tiba-tiba, sambil berteriak mengarah pada handpone Dilla dan spontan di dorong oleh Dilla.
"Aih... Kamu tuh apa sih, Sa... Gak sopan tau, huft." ngomong sambil njauhin handpone dari mulutnya.
Eh, kenapa dia agak marah? Apa aku kelewatan? Batin Salsa.
"Ya udah, aku minta maaf mbak. Lanjut lagi gih sana, acaranya juga sudah mau selesai. Aku mau packing dulu, besok mau pulang. Hehehe" ucap Salsa dengan cengirannya.
"Hmmm..." itu lah kata yang di ucapkan, sambil menatap layar handpone, yang dari tadi sudah di matikan karena terganggu oleh Salsa.
****
pesantren putra
Ah, ngapain nih enaknya. Bosen lihat pentas terus, mending telfon Dilla aja deh. Katanya dia mau ke pesantren, jadi nggak ya kira-kira. batin Satrio.
Dia langsung mengambil handponenya, dengan lincah jari jemari Satrio mencari nomor yang akan di tuju. Tidak membutuhkan waktu lama, langsung di panggilnya nomor itu. Dan beruntungnya langsung di angkat oleh si penerima panggilan.
Assalamu'alaikum ucap Satrio dan di balas oleh orang di sebrang sana.
Terdengar suara gadis di seberang sana.
Deg-deg-deg!
Suara itu, Siapakah dia? Kenapa suara itu seperti tak asing bagi ku.
lama dia mematung dan memikirkan siapakah sebenarnya gadis itu, dan tidak di hiraukannya panggilan dari seberang sana.
"Oh iya, gak apa-apa kok." ucapku dan langsung ku lanjut lagi untuk memutuskan panggilan. "Oh, ya sudah kalau begitu, kayaknya aku ganggu sama temanmu. Assalamu'alaikum."
Wa'alaikumussalam.
Biip. Panggilan itu di matikannya sepihak.
"Aneh, kenapa aku masih memikirkan gadis yang berteriak tadi. lebih baik besok aku tanya sama Dilla." Dia bergumam sendiri, sambil ngusap wajahnya dengan kasar dia memejamkan matanya.
Siapakah engkau, kenapa kau mengingatkanku dengan hal itu. Mungkinkah kau yang ada di waktu itu?. Hatiku mengatakan aku pernah dekat dengannya, tapi dimana. Rasa yang tak pernah ku rasakan oleh Dilla. Siapa dia?. Batin Satrio bergumam sendiri, dia menghela napas berat dengan pikiran berkecamuk memikirkan suara gadis itu.
Hanya suara saja, seolah membuat pemuda itu berangan-angan sangat jauh. Sejauh dia berlayar saat ini hingga ke Jawa.
Akankah antara, Satrio dan si punya suara di seberang sana punya kenangan? Siapakah sebenarnya dia? Akan kah Dilla mau menjawabnya? akupun tak tahu.
hehehe😀
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
maaf kakak reader baru belajar, mohon bantuannya, dan jangan lupa like, komentar nya.
🙏🙏🙏🙏🙏
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!