NovelToon NovelToon

Istri Tuan Smith

Prolog

Suara tembakan memenuhi parkiran sebuah gedung besar dengan 100 lantai, Nathan bersembunyi di balik tiang beton yang menjulang tinggi.

Nathan memegang sebuah pistol yang siap menembak musuhnya, "Hallo suamiku yang tampan, sudah siap semuanya?" tanya Haruka yang terdengar dari Handsfree di telinga kanan Nathan.

Semua anggota Nathan menggunakan Handsfree agar dapat mendengar perintah dari Nathan, "Lakukanlah, sepertinya sebentar lagi polisi akan datang untuk melerai," Nathan menyuruh Haruka untuk memulai aksinya.

Di tempat lain Haruka sudah siap dengan senjatanya, Haruka meneropong semua musuh Nathan satu persatu melihat siapa yang paling pas ia tembak. Setelah menemukan orang yang tepat, Haruka langsung menembak orang itu dan juga yang lainnya.

Haruka tersenyum, hal ini sudah menjadi hal biasa lagi untuknya. Saat sedang asik menembak tiba-tiba ponselnya berbunyi, Haruka segera mengangkat ponselnya yang berbunyi karena takutnya ada hal yang lebih penting.

Haruka mendekatkan ponselnya ke telinga, sembari menelpon ia juga terus menembak orang lain, "Ada apa?" Haruka bertanya pada orang yang menelpon dirinya.

"Kak, Azriel ingin bertemu denganmu saat ini," balas Tasya dari sebrang telpon.

"Katakan saja aku akan pulang dalam 30 menit," jawab Haruka sambil mematikan sambungan telponan. Haruka menyimpan ponselnya di dalam saku, dari sana Haruka dapat mendengar sirene polisi mulai terdengar mendekat.

"Suamiku, cepatlah bereskan semuanya, polisi sudah semakin mendekat," Haruka memerintah Nathan segera menyelesaikan keributan di sana.

"Baiklah, kau segera pulang dan tunggu aku di rumah," balas Nathan yang masih sibuk menembaki para musuhnya.

Polisi datang, saat para polisi datang mereka ikut bersembunyi di balik mobil-mobil mereka sendiri, sebab mereka harus kena imbas dari hujan timah panas yang kedua kubu lakukan.

Inspektur polisi menugaskan anak buahnya untuk berpencar dan menakap orang-orang yang bertengkar ini satu persatu. Haruka mulai keluar dari kamar hotel yang ia gunakan untuk melakukan aksinya, Haruka tersenyum seolah tidak ada yang terjadi apapun.

Sedangkan pengunjung lainnya saat ini sedang panik mengetahui perkelahian yang terjadi di gedung sebelah, apalagi saat mereka tahu bahwa salah satu pemimpin Mafia terhebat ada di sana. Haruka berjalan dengan santai sambil menenteng tas besar yang berisikan senjata ia tadi.

Beberapa menit kemudian Haruka sampai di parkiran, ia menaiki mobilnya dan dengan cepat melaju meninggal parkiran hotel. Haruka melepaskan mantel tebal di tubuhnya, lalu ia lempar ke belakang kursi dan mulai menyetir dengan santai.

Sampailah Haruka di rumahnya, Haruka di sambut hangat oleh Azriel saat masuk, "Mama aku rindu," Azriel rindu dengan Haruka padahal Haruka baru pergi beberapa jam saja.

Haruka menggendong Azriel, "Kau rindu padaku? Itu pasti, karena aku adalah orang tuamu, ayahmu sebentar lagi akan datang," Haruka berjalan menggendong Azriel dan duduk di sofa ruang tamu.

"Tolong simpan tas ku ke tempat biasa," Haruka memerintah anak pelayan rumah untuk menyimpan tas.

"Baik Nona," salah satu pelayan rumah mengambil tas Haruka dan langsung membawanya ke ruang penyimpanan.

Haruka kembali menatap anaknya, "Kau sudah makan?"

"Sudah," Azriel mengangukkan kepalanya seraya tersenyum memandangi seorang wanita yang saat ini ia cintai.

Tasya di bantu oleh satu perawatnya datang ke hadapan Haruka.

"Kak, Herry belum datang?" Wanita itu menanyakan suaminya yang belum kunjung datang.

Herry dan Tasya sudah menikah, pernikahan mereka waktu itu berjalan dengan lancar tanpa hambatan, tetapi sampai saat ini Tasya masih belum dapat berjalan dengan normal. Dokter mengatakan bahwa Tasya harus lebih sering berlatih jika ingin kembali dapat berjalan dengan normal.

Haruka memalingkan wajahnya ke arah Tasya, "Belum, mungkin sebentar lagi mereka datang."

Haruka menatap anaknya kembali, "Sayang sebaiknya kau segera tidur, ini sudah larut malam," Haruka menurunkan Azriel dari pangkuannya.

Pengasuh Azriel datang untuk membawa Azriel ke kamarnya, "Baik, aku akan tidur sekarang," Azriel menggenggam tangan pengasuhnya lalu berjalan bersama menuju kamar Azriel.

Haruka bangkit dari duduknya, kebetulan sekali saat itu Nathan, Herry dan pasukan Nathan yang tersisa memasuki mansion Nathan, Haruka berjalan menghampiri Nathan yang malah berdiam diri di ambang pintu masuk.

"Suamiku, apakah semuanya berjalan dengan lancar?" tanya Haruka mengelus dada bindang milik Nathan untuk membersihkan debu yang menempel di jas Nathan.

Haruka menatap mata Nathan dengan tatapan yang sangat dalam, "Aku sudah lelah dan ingin beristirahat," tambah Haruka.

Nathan menatap Haruka sekilas, setelah Haruka menyelesaikan ucapannya Nathan menatap seluruh anggotanya, "Kalian pergi saja ke ruangan yang ada di bawah, aku ada urusan sebentar bersama istriku, setelah selesai aku akan datang ke bawah," Jelas Nathan dengan aura dingin.

"Baik tuan," para anak buah Nathan bergegas berjalan menuju ruangan bawah tanah.

"Hey, kau belum menjawab pertanyaan ku? Apakah semuanya berjalan dengan lancar atau tidak?" Haruka mengulang kembali pertanyaan dirinya.

"Aku berhasil, memangnya aku pernah kalah?" Nathan malah balik bertanya pada Haruka.

"Ya sudah, sekarang waktunya kau mandi," Haruka menarik Nathan agar segera mandi karena badannya mungkin sudah kotor terkena debu.

Tiba-tiba seorang pria yang terlihat sudah berumur masuk ke rumah Nathan di barengi dengan masuknya 4 mobil Box yang membawa uang, "Masukan dulu saja ke garasi mobil," titah pria itu pada supir yang membawa mobil box tersebut.

Para pengawal dan pelayan Nathan yang ada di sana menundukkan kepalanya ke pria itu, "Herry sebaiknya kau istirahat saja saat ini, sisanya biar aku saja yang uruskan," pria itu menyuruh Herry untuk beristirahat saja.

Pria itu adalah orang yang menggantikan tugas ayahnya Herry, pria itu bernama Marion ia adalah saudara dari ayahnya Herry yang juga sangat dekat dengan Nathan di masa lalu, ayahnya Herry di pindah tugaskan ke Jepang oleh Nathan.

Herry melangkah kaki panjangnya mendekati Tasya yang kini sudah menjadi istrinya, walaupun begitu sifat dingin Herry masih belum dapat Tasya cairkan dengan mudah, Herry mendorong kursi roda Tasya dan membawanya ke lift untuk pergi ke kamar mereka yang ada di lantai dua.

Saat mereka dalam Lift, mereka benar-benar terdiam tak mau memulai pembicaraan walaupun tidak sedang marahan, "Kau baik-baik saja?" Tasya memulai pembicaraan terlebih dahulu agar mengurangi suasa canggungnya.

Herry menatap ke bawah ke arah Tasya, "Aku baik-baik saja," balas Herry dengan senyuman manisnya.

"Bagus kalau kau baik-baik saja, karena pekerjaan mu saat ini bukanlah sesuatu yang mudah, bahkan pekerjaan itu pun sudah merengut banyak orang yang ku cintai, aku tidak mau itu terulang kembali," Tasya menundukkan kepalanya ketika harus kembali mengingat kenangan buruk di ingatannya.

Herry berjongkok di hadapan Tasya, "Hey, tatap mataku sekarang juga," Herry mengangkat dagu Tasya agar menatap ke arahnya.

Tasya akhirnya menatap wajah Herry.

"Aku tidak akan membiarkan semuanya kembali terulang, aku janji padamu," Herry mengucapkan janjinya pada Tasya.

"Aku tidak mau kamu berjanji, karena akan ada waktunya dimana kau memang harus mengingkari janjimu," balas Tasya tak mau terlalu berharap lebih.

Chapter 2

Haruka sudah berbaring di kasur bersama Nathan, kedua tangan panjang Nathan melingkar di leher Haruka, cahaya kamar yang hanya di terangi lampu tidur membuat suasanan semakin hanyut dalam kesunyian.

"Ah sakit," entah mengapa saat Nathan tanpa sengaja memegang paha Haruka, Haruka sedikit merintih seperti orang yang sedang menahan rasa sakit.

Nathan mendadak bangun dan meminta Haruka untuk ikut bangun, "Bangunlah," titah Nathan dengan suara yang dingin.

Haruka menuruti permintaan Nathan untuk duduk dan menghadap ke arah Nathan, "Ada apa suamiku?" tanya Haruka.

"Bukan celana!" titah Nathan dengan ekspresi yang sama.

"Kau mau bermain denganku? Aku ingin tidur saja malam ini," Haruka malah menganggap perintah Nathan adalah ajakan untuk bermain malam ini.

"Jangan terlalu pede, aku bilang buka celana mu sekarang juga."

"Baiklah akan ku buka."

Haruka berdiri di kasur dan membuka celana tidurnya setelah itu ia kembali duduk di tempat semula sambil melebarkan kedua kakinya, "Kau mau lihat apa?" Haruka menaikkan satu alisnya.

"Lihat, paha mu memar seperti ini... Aku harus segera mengobatinya," Nathan mengelus memar di paha kanan Haruka.

Haruka terdiam sejenak untuk memikirkan apa yang membuat pahanya memar, sejujurnya ia lupa kenapa pahanya bisa memar.

"Aku akan mengambilkan es untuk membuat memarnya membaik," Nathan turun dari kasur untuk membawa air Es.

Haruka malah menahan tangan Nathan, "Tidak usah, nanti lukanya bisa sembuh sendiri," Haruka merasa memar di pahanya nanti akan sembuh dengan sendirinya tanpa harus di obati.

Nathan menghempaskan tangannya Haruka, "Aku masih tidak suka penolakan, walaupun sekarang kau sudah menjadi istriku tapi kau tidak boleh menolak apa yang ingin ku lakukan padamu."

"Ya sudah terserah kau saja?"

Nathan kembali melanjutkan langkahnya menuju dapur yang ada di samping kamarnya, di rumah Nathan setiap lantai memiliki dapurnya masing-masing. Beberapa menit kemudian Nathan pun kembali sambil membawa mangkuk besar berisikan air es dan juga sebuah handuk.

Nathan menyimpan mangkuk itu di meja sedangkan dirinya kembali duduk di hadapan Haruka.

"Aku baru ingat kenapa aku bisa memar," dengan polosnya Haruka akhirnya ingat kenapa kakinya memar.

"Kenapa?" Nathan melebarkan kembali kaki Haruka agar ia bisa leluasa mengompres paha Haruka.

"Jangan terlalu lebar," Haruka memukul tangan Nathan karena terlalu lebar membuka kaki Haruka.

"Biasanya juga lebih lebar dari ini," Nathan mengambil kompresannya lalu menekan perlahan ke paha Haruka yang memar.

"Kalau itu beda cerita, sudah jangan menggoda ku, aku malu saat ini," Haruka menidurkan tubuhnya membiarkan Nathan mengobati memar di pahanya.

"Jangan terlalu keras menekannya, sakit," tambah Haruka memandangi Nathan.

Nathan masih fokus mengobati Haruka dengan hati-hati, "Lain kali kalau sedang melakukan sesuatu itu hati-hati," ujar Nathan tanpa menatap ke arah Haruka.

"Baiklah suamiku, aku akan hati-hati lain kali," balas Haruka tersenyum manis melihat perhatian Nathan padanya.

"Jangan hanya bicara saja, kau juga harus membuktikan itu."

"Iyah suamiku."

Di kamar lain Herry dan Tasya juga belum tidur, Harry memegang kedua tangan Tasya dengan erat karena saat ini Tasya tengah belajar berjalan kembali.

Gorden jendela kaca mereka terbuka, "Satu langkah lagi kau pasti bisa," Herry menyemangati istrinya dengan setulus hati.

Tasya berusaha keras menggerakkan kedua kakinya agar dapat berjalan kembali, atau setidaknya dapat bergerak. Perlahan-lahan kedua kaki Tasya mulai dapat di gerakkan untuk melangkah ke depan, "Injakkan kakimu di atas kakiku," titah Herry.

Tasya menatap Herry yang kini benar-benar ada di depannya, "Memangnya tidak masalah? Sebaiknya sekarang kita tidur saja. Kau pasti lelah karena sudah bertugas dengan Nathan tadi," Tasya ingin segera tidur tak mau membuat Herry kelelahan.

"Tenang saja, setelah ini aku janji kita akan segera tidur," tapi Herry tetap memaksa Tasya untuk melakukan apa yang ia perintahkan tadi.

Herry, kau harus tau. Walaupun kau adalah suamiku, tetapi aku masih merasa canggung melakukan kegiatan manis bersamamu.

Tasya dengan perlahan menginjakkan kedua kakinya di atas kaki Herry, setelah itu Herry memeluk Tasya dan mulai melangkah kakinya bersamaan dengan kaki Tasya di atasnya.

"Aku akan terus menjadi pijakan untukmu sampai kapanpun," bisik Herry di telinganya Tasya.

Jleb, sudah bagai sebuah petir meyambar hatinya Tasya saat ini, tanpa sadar wanita yang kini sudah memiliki pujaan hati itu pun tersenyum sangat lebar mendengar ucapan manis yang di ucapkan suaminya.

Dalam balutan malam yang sunyi mereka berpelukan cukup lama, dengan tanpa menghentikan langkah Herry membawa Tasya ke arah kasur. Setelah sampai di dekat kasur, Herry menidurkan Tasya dengan perlahan.

Herry juga mengangkat kaki Tasya agar tidurnya berada dalam posisi yang benar, kemudian Nathan berganti posisi ke arah lain Tasya dan ikut tidur di samping Tasya.

"Tidur yang nyenyak, karena masih banyak kegiatan yang harus kita lakukan besok," ucap Herry sambil mencium kening Tasya lalu memejamkan matanya setelah itu.

Tasya yang melihat Herry sudah tertidur ikut memejamkan matanya, sedangkan itu di lantai bawah tanah. Marion tengah mengecek semua uang yang baru saja di turunkan dari mobil box, uang itu nantinya akan di masukan ke dalam brangkas pribadi Nathan yang hanya Nathan lah yang bisa membukannya dan juga menutupnya.

Marion mengecek uang itu di takutkan ada uang palsu di dalamnya, jika sampai ia tidak teliti memeriksa semua uang itu maka Nathan akan marah besar padanya.

"Semuanya sudah saya periksa, dan semua uang itu memang uang asli. Kalian bereskan di ruangan pribadi Tuan Nathan saja saat ini, kita akan masukan uangnya ke dalam brangkas setelah Tuan Nathan datang," perintah dari Marion yang menugaskan orang-orang yang ada di sana untuk membawa uang itu ke kamar pribadi Nathan di lantai bawah tanah ini.

"Baik," balasan dari semua orang yang ada di sana, mereka pun langsung berbondong-bondong memindahkan uang itu ke kamar Nathan.

"Maaf, ada beberapa hal yang harus saya katakan saat ini," seorang anggota Nathan mendatangi Marion untuk membicarakan beberapa informasi yang ia dapatkan.

"Bicaralah," Marion menyuruh orang itu untuk bicara.

"Besok para ketua dari setiap divisi akan datang kemari untuk menemui Tuan Nathan, karena besok adalah hari pertemuan yang biasa di adakan setiap satu tahun sekali," pria itu ternyata hanya ingin mengingat tentang hari esok.

"Benar juga, aku besok pagi akan bicarakan semuanya bersama Tuan Nathan," Marion hampir lupa dengan acara itu.

"Baik," setelah menyampaikan hal itu si pria kembali pergi untuk melanjutkan pekerjaannya memindahkan uang.

Setiap tahun Nathan selalu mengadakan pertemuan dari setiap Divisi yang ia punya, dari mulai Divisi pembunuh bayaran, mata-mata, hacker, dan Divisi lainnya lagi. Nathan menempatkan setiap ketua di negara yang berbeda, makannya setiap tahun akhirnya Nathan mengadakan pertemuan itu, walaupun tahun kemarin Nathan tidak mengadakan pertemuan besar itu karena beberapa hal yang tak memungkinkan dirinya mengadakan pertemuan itu.

Tapi saat ini Nathan dapat melakukan pertemuan setiap ketua dari masing-masing Divisi sambil memperkenalkan Haruka yang kini telah menjadi Nyonya Smith. Dan anaknya yang nanti akan menjadi penerus Nathan di kemudian hari.

Chapter 3

Hari berikutnya, seperti biasa Haruka selalu menyiapkan sarapan di bantu oleh beberapa pelayan rumah.

Pengasuh Azriel datang bersama Azriel untuk ikut sarapan bersama di meja makan yang berada di lantai bawah.

"Semalat pagi... Anakku tercinta," Haruka mencium kening Azriel yang sudah duduk di kursi.

"Mama, hari ini aku sekolah?" Hari ini adalah hari pertama Azriel sekolah.

"Iya... Sayang, Ayah bilang kamu harus mulai sekolah hari ini, nanti mama yang antar," balas Haruka, wanita itu kembali membereskan makanan untuk sarapan.

Nathan datang ke dapur dan secara tiba-tiba memeluk Haruka dari belakang, "Pagi istriku tercinta," ucap Nathan hangat.

"Jangan buatku kaget," Tadi saat Nathan tiba-tiba memeluknya dari belakang Haruka sempat kaget.

Nathan melepaskan pelukannya, dan berjalan menghampiri Azriel ia pun duduk di samping kursi anaknya.

"Ayah... Hari ini aku sekolah?" tanya Azriel menatap Nathan.

"Iyah kau sekolah hari ini, Ayah sudah daftarkan kau di sekolah terbaik di sini, nanti kau akan di antar oleh pengawal ayah juga," jelas Nathan sambil membalas tatapan anaknya.

Wajah ceria dan semangat Azriel entah kenapa berubah menjadi murung dan sedih setelah mendengar ucapan dari Nathan. Ada sesuatu yang tak Azriel setuju mengenai ucapan Nathan, namun ia tak sanggup untuk menolaknya karena ia tau itu percuma.

Beberapa saat kemudian semua anggota keluarga sudah berkumpul di meja makan dan sarapan pagi pun di mulai tanpa banyak bicara mereka semua hanya fokus pada makanan.

Setelah selesai sarapan Haruka pamit pada Nathan untuk mengantarkan Azriel ke sekolah di hari pertamanya, Nathan mengantar mereka berdua sampai ke depan mobil.

"Hati-hati," ucap Nathan.

"Apa kau yakin mereka harus ikut?" tanya Haruka mengerutkan keningnya melihat begitu banyak pengawal Nathan yang akan ikut mengantar Azriel ke sekolah.

"Yakin," Nathan dengan singkatnya membalas pertanyaan Haruka.

Azriel menggengam erat tangan ibunya, ia juga merasa apa yang Nathan lakukan itu terlalu berlebihan.

"Sudah jangan banyak protes, sebaiknya kau cepat masuk saja ke dalam mobil," Nathan membukakan pintu mobil dan mendorong pelan punggung Haruka agar cepat-cepat naik.

Setelah Haruka dan Azriel naik mobil Nathan kembali menutup pintu mobilnya, "Sehabis pulang sekolah langsung pulang ke rumah, jangan ke mana-mana dulu," ucap Nathan.

"Baik," balas Haruka, setelah itu Haruka menutup kaca mobil dan memerintah supirnya untuk segera pergi.

Di perjalanan Azriel terus menggenggam tangan Haruka dengan erat, "Kau kenapa?" Haruka menatap Azriel.

"Ayah tidak pernah mengerti apa yang aku inginkan," Jelas Azriel tanpa menatap Haruka.

"Memangnya apa yang kau inginkan?"

"Aku tidak mau para pengawal ayah selalu mengikuti ku kemanapun aku pergi."

"Tapi niat ayahmu kan baik, ayah hanya tidak ingin kau terluka atau ada orang yang berbuat jahat padamu," Haruka berusaha menjelaskan mengapa Nathan melakukan ini pada Azriel, yang sebenarnya ia juga tidak setuju dengan Nathan.

Haruka ingin Azriel bebas dengan kehidupan masa kecilnya, tapi di satu sisi ia juga tahu resiko besar apa yang akan Azriel dapatkan jika sampai di bebaskan tanpa pengawalan.

"Tapi Ma.... Aku juga ingin punya teman, ayah selama ini selalu melarangku berteman, awalnya aku senang aku sekolah karena dengan begitu aku akan mendapatkan teman di sekolah, Tapi-" Azriel diam sejenak.

"Tapi.... Tapi ternyata ayah malah meminta pengawalnya mengikutiku bahkan di sekolah, nanti pasti tidak ada yang mau berteman denganku karena takut," sambung Azriel dengan nada suara yang bergetar.

Haruka menggengam tangan Azriel menggunakan ke-dua tangannya, "Sayang... Suatu saat nanti kau akan mengerti mengapa ayah melakukan ini," ucap Haruka dengan tulus memandangi anaknya.

Di rumah Nathan malah sedang sibuk membereskan uangnya ke dalam brangkas, Marion dan Herry ikut membantunya.

"Tuan ini catatan yang kemarin ada minta," Marion memberikan sebuah map yang berisikan catatan mengenai musuhnya kemarin.

"Polisi tau kita yang melakukan?" tanya Nathan menatap Marion dan Herry bergantian.

"Mereka mengetahuinya, cuman Tuan tenang saja semuanya sudah saya bereskan," balas Marion.

"Bagus."

"Maaf Tuan, mengenai pertemuan para ketua Divisi akan di adakan pada hari apa?" Marion menanyakan pertemuan besar pada Nathan.

"Kita adakan hari Kamis saja, dua hari lagi. Bagaimana? Tidak masalahkan?" Jawab Nathan.

"Tidak Tuan, saya akan siapkan semuanya secepatnya," Marion lah yang akan bertanggung jawab dalam pertemuan besar itu.

"Herry kau bantu Marion, karena sepertinya minggu ini tidak akan ada kegiatan lain lagi," Nathan memerintah Herry agar membantu Marion.

Nathan menyimpan map tadi di meja lalu berjalan ke arah brangkas besarnya untuk mengunci pintu brangkas itu, karena semua uangnya sudah tersimpan di sana.

"Pengiriman kokain, dan morfin ke Paris sudah sampai?" tanya Nathan sambil mengunci brangkas.

"Sudah Tuan," balas Marion.

"Kemarin saat penembakan apa ada korban jiwa lain selain musuh kita?" Tanya Nathan kembali.

"Ada Tuan, 5 orang meninggal dan 10 orang luka-luka, mereka adalah penjudi yang sedang melakukan perjudian besar di sana," jelas Marion sambil membuka catatan kematian dan korban yang ia tulis di buku pribadinya.

Jadi gedung kemarin tempat pertemuan Nathan dengan seorang mafia lain adalah gedung tempat perjudian dan tempat para lelaki hidung belang bersama para pelac*r. tidak tanggung-tanggung para wanita di sana mematok harga jutaan hanya dalam waktu beberapa jam saja.

Nathan yang sudah mengunci brangkasnya berjalan menuju keluar, "Aku akan pergi ke kamarku untuk bersantai sambil mengecek semua data para client yang baru bergabung," ucap Nathan.

Di tempat lain, Haruka dan Azriel sampai di sekolah, Azriel bahkan sudah masuk ke kelas dan belajar bersama dengan teman-temannya, sedangkan Haruka menunggu Azriel di luar kesal. Para pengawal Haruka menunggu Azriel dan Haruka di luar sekolah, mereka semua hanya berdiri tegak sambil memperhatikan orang-orang yang bersikap mencurigakan.

Di dalam kelas Azriel terlihat pendiam dan tidak mau berbaur dengan teman yang lainnya, Haruka khawatir mengenai Azriel yang tak mau berteman dengan murid lainnya.

Hingga ada seorang wanita yang mengajak Azriel berkenalan, "Halo, namaku Angel," gadis kecil itu menyodorkan tangannya untuk berkenalan dengan Azriel, gadis itu juga menampilkan senyuman terbaiknya pada Azriel.

Bukannya membalas uluran tangan dari Angel, Azriel malah memalingkan wajahnya ke arah lain. Karena ini hari pertama masuk sekolah, guru yang mengajar di kelas Azriel membiarkan para anak-anak untuk saling mengenal dulu.

Angel tidak langsung menyerah, gadis kecil itu merangkul pundak Azriel, "Kau hari ini boleh menolak ku, tapi tidak untuk nanti," goda Angel.

Azriel melepaskan rangkulan Angel dari pundaknya, sebenarnya Azriel bukan tak ingin berteman dengan Angel. Hanya saja ia takut nanti Angel menjauh setelah tau siapa orang tuanya, bagaimana bisa anak sekecil ini yang harusnya hanya tau main memikirkan hal berat mengenai orang tuanya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!