NovelToon NovelToon

Cintaku Terhalang Tahtamu

1. Prolog

Kemarahan, kekecewaan, dan sekaligus kesedihan bercampur aduk dalam dirinya, dan terpancar jelas di wajahnya. Membuat Aura tak mampu lagi berkata-kata, walau hanya untuk menjelaskan yang sebenarnya.

"Ayah sungguh kecewa padamu." ia berkata dengan suara bergetar, menandakan betapa dalam kekecewaan yang dirasakan terhadap putri tunggalnya. Putri yang selalu menjadi kebanggaannya selama ini.

"Aura tidak pernah melakukan hal itu, ayah," ucap Aura. Ia mencoba membela diri sekali lagi dengan suara yang mulai parau karna hampir menangis.

"Jangan berkilah, Aura. Bukti ini sudah jelas," bentak Lukman dengan suara keras.

Aura menunduk. Satu titik bening air matanya jatuh, seumur hidupnya, baru kali inilah Lukman membentaknya dengan kasar, hati Aura terasa sakit. Tapi melihat kesakitan sang ayah karna mengetahui tindakan yang sebenarnya tak pernah dilakukannya, itu jauh membuatnya lebih sakit. Hatinya menjerit. Seketika kebencian terhadap Damaresh atasannya itu, membuncak dalam dada Aura.

"Saya tidak mau tau siapa bapak." Lukman mengarahkan tatapan tajam pada lelaki yang berdiri tenang di samping putrinya itu. "Yang saya tau bapak sudah berbuat tidak pantas dengan putri saya. Kalian berdua harus mempertanggung jawabkan perbuatan kalian." Lukman berkata dengan penuh penekanan.

Tak ada sedikitpun rasa gentar dalam dirinya, meski ia tau betapa kuat kekuasaan Damaresh Wilyam. Mungkin hanya dengan menjentikkan jarinya saja, dirinya dan putrinya pasti hancur.

Tapi Lukman harus menyampaikan kebenaran, terutama tentang diri Aura Aneshka, putri tercintanya yang saat ini benar-benar telah menghancurkannya dengan perbuatan haram yang dilakukan bersama sang bos besar.

"Kalian harus menikah!" Titah Lukman dengan tegas.

"Apa?"

Hanya Aura yang nampak sangat terkejut, tidak dengan Damaresh. Lelaki yang selalu tampil dengan muka datarnya itu masih tetap menunjukkan expresi yang sama.

"Tidak ayah, sampai kapanpun Aura tak akan pernah menikah dengan Pak Damaresh." Aura menggeleng cepat. Untuk apa menjalin sebuah ikatan sakral dengan laki-laki yang tak pernah percaya dengan sebuah pernikahan itu. Akan seperti apa hancurnya hidup Aura nanti bila bersamanya. Demikian pikir Aura.

"Kalian harus menikah, suka ataupun tidak."

Lukman sudah bulat dengan keputusannya. Meski ia tak yakin untuk menyerahkan putri satu-satunya pada lelaki yang sama sekali tidak ia ketahui sifatnya, kendati pun Damaresh seorang yang sangat kaya raya.

"Tapi ayah ..."

"Saya akan menikah dengan Arra." Damaresh berucap cepat sebelum Aura menyelesaikan ucapannya.

Aura menatap bos nya itu dengan sepasang mata membulat.

"Bagus. Memang seharusnya begitu," sahut Lukman terlihat lega sekaligus kawatir di saat yang bersamaan.

"Kapan kami harus menikah?" Damaresh bertanya dengan santainya.

"Secepatnya."

"Kalau begitu, malam ini juga kami akan menikah," putusnya tanpa beban.

"Bapak jangan bercanda ya." Aura mengajukan protes keras sambil menatap tajam.

Tak mungkin seorang Damaresh yang selama ini tak pernah tunduk pada siapapun itu mau begitu saja mengikuti keputusan Lukman. Apalagi ini adalah keputusan untuk menikah. Satu hal yang tidak pernah ingin dilakukan Damaresh selama ini.

"Aku tidak bercanda Arra." Damaresh balik menatap Aura dengan tatapan mengintimidasi, seperti kebiasaannya selama ini bila perintahnya tidak dipatuhi.

"Saya tidak percaya pada Bapak." Aura tak gentar dengan sikap Damaresh itu. Ia balik menatap tajam bola mata pekat bosnya tersebut, dan anehnya persaannya terasa berdesir dengan itu.

"Terserah. Yang penting aku akan menikahimu malam ini juga sesuai dengan permintaan ayahmu." Lelaki itu benar-benar memutuskan, sebuah keputusan yang tak bisa dibantah.

"Bapak jangan main-main dengan sebuah pernikahan."

Aura coba mengingatkan walau ia tau kalau ini tak akan berhasil.

Damarezh hanya tersenyum miring menanggapi ucapan itu. Entah apa yang ada dalam pikirannya, Aura tak mampu menebak, yang pasti ada maksud tersendiri di dalam keputusan lelaki yang minim expresi itu.

Yang membuat Aura bergidik melihat betapa suramnya hidup yang akan ia jalani jika benar pernikahan itu akan terjadi malam ini.

******

Asalamu'alaikum semuanya..

Saya bawa cerita baru, mudah-mudahan kalian suka.

kalau suka tekan love dan jempolnya ya..

2. Terlahir tanpa senyum.

"Aura kamu di panggil untuk ke Pramudya Corp sekarang." Olivia segera menyampaikan maksudnya memanggil Aura bahkan sebelum gadis itu duduk dengan sempurna di hadapannya.

"Saya Bu?" setelah sempat kaget beberapa saat, Aura bertanya untuk lebih meyaqinkan apa yang di dengarnya.

"Ya kamu Aura."

"Ee ada apa ya Bu?" Aura bertanya pelan. setelah sebelumnya ia memikirkan hal apa yang telah di lakukannya selama setahun ini di L&D Foundation tempatnya bekerja, hingga mengharuskannya di panggil ke Pramudya Corp. Namun memang ia tak mendapatkan apa-apa. Jalan satu-satunya adalah bertanya lansung pada Olivia, atasannya.

Olivia menggeleng. Sejujurnya ia juga heran ketika tiba-tiba kepala bagian HRD menelfhonnya dan memintanya untuk mengirim salah satu anak buahnya ke sana. "Sebaiknya kau segera berangkat kesana sekarang, akan sangat tidak baik jika mereka terlalu lama menunggu." Olivia memberi saran sekaligus perintah.

Aura mengangguk, namun belum beralih dari tempatnya duduk. Banyak hal yang di pikirkan sekarang, diantaranya ia belum pernah ke Pramudya Corp, ia hanya pernah melihat gedung kantornya yang tinggi menjulang entah terdiri dari berapa puluh lantai.

"Ada masalah?" Olivia dapat merasakan kegelisahan anak buahnya itu.

"Tidak ada bu." Aura berusaha menutupinya dengan memberikan senyum terbaik.

"Pak Arman yang akan mengantarmu, setiba disana, temui Pak Anton kepala bagian HRD!"

"Baik bu, saya segera berangkat." Aura memantapkan dirinya untuk menghadapi apapun nanti yang akan ia dapati, setidaknya ia akan tiba di Pramudya Corp dengan selamat, tak perlu kawatir akan kesasar karna ia akan di antar oleh sopir yayasan. Hilang satu sudah kegelisahannya. Perlu di ketahui Aura bukan orang yang bisa berkendara sendiri, motor apalagi mobil, karna Aura memang tidak punya keduanya. Ia pulang pergi ke L&D Foundation dengan naik angkot, hingga ada beberapa sopir angkot yang sudah di anggapnya kakak sendiri. Menjalin persaudaraan dengan orang-orang yang baik di perantauan adalah sangat perlu menurutnya.

****

Aura menghela nafasnya lagi. Mendapatkan pandangan yang sama sekali lagi. Ini yang ketiga terhitung dari awal ia masuk dan menemui resepsionist cantik di lobi. Kedua ketika bertemu Pak Anton di ruang HRD. Dan ketiga adalah saat ini, di hadapan seorang wanita cantik nan **** yang katanya adalah sekrertaris CEO Pramudya Corp.

Apa yang salah pada dirinya, Aura tidak bermake up tebal yang memungkinkan wajahnya seperti ondel-ondel sehingga menarik perhatian orang untuk melihatnya, ia hanya memolesi wajah imutnya dengan bedak tipis dan polesan lip-balm pada bibir mungilnya yang memang sudah merah alami.

Aura juga tidak memakai pakaian **** yang menampilkan lekuk tubuhnya sehingga memungkinkan menarik pandangan terarah padanya, ia hanya memakai abaya panjang berwarna soft yang selaras dengan warna hijabnya. Ah tunggu, apa karna pakaiannya itu yang membuat semua orang melihatnya dengan tatapan aneh.

Kalau di ingat lagi, dari awal ia menjejakkan kaki di kantor megah Pramudya Corp, ia belum melihat satupun yang berpakaian sama seperti cara berpakaiannya yang tertutup begitu, rata-rata memakai busana kerja sebagaimana lazimnya dengan bawahan rok selutut atau sedikit di atasnya seperti yang dipakai wanita cantik berbulu mata lentik di depannya. Entah itu bulu mata asli atau itu bulu mata cetar badai seperti yang biasa dipakai artis Syahrini. Kalaupun ada yang memakai rok panjang semata kaki tapi tak memakai hijab.

Ahh sudahlah. Aura tak perlu membahas tatapan heran mereka itu padanya, yang lebih menjadi fokus pertanyaannya kini mengapa Pak Anton itu membawanya ke lantai dua tuju dan kini berdiri di depan clara sekretaris CEO Pramudya Corp itu.

dan di depan sana ada sebuah ruangan yang berpintu besar dan tinggi, meski tanpa melihat papan nama di atasnya, sudah dapat di tebak itu ruangan siapa.

"Apa Pak Damaresh ada?" demikian tanya Pak Anton pada Clara setelah keduanya terlibat basa-basi yang beraroma rayuan terselubung dari pak Anton yang di terima sang sekretaris dengan senyuman manja.

Mungkin hal itu sudah biasa bagi keduanya. Clara terlihat terlalu cantik lebih menggoda lagi dengan pakaiannya, mungkin suatu pemandangan yang sayang kalau di lewatkan begitu saja.

"Ada." Clara menjawab tak lupa di sertai senyuman mautnya.

"Tidak lagi ada tamu?"

Clara menggeleng. "Bersama Mas Kai di dalam." ia memberi penjelasan.

"Mas?" Terlihat Anton mengerutkan keningnya mendengar panggilan mas yang di sematkan Clara pada Kaivan, sahabat sekaligus orang kepercayaan Damaresh Wilyam.

"Ya. Pak Damaresh sedang bersama mas Kai di dalam, mas Anton." sahut Clara sambil mengkedipkan satu matanya.

"Nah itu baru adil." Anton melepas tawa renyah sesaat.

"Antarkan tamu ini menghadap pak Damaresh ya."

Anton memberi isyarat pada Aura Aneshka yang sesaat

lalu menjadi sosok tak kasat mata, yang terabaikan oleh keduanya.

"Tidak di antar sendiri?" tanya Clara dan kembali melabuhkan tatapan pada Aura dan masih berupa tatapan penuh tanya seperti semula.

"Tidak, bilang saja pada Pak Damaresh kalau aku masih ada pekerjaan yang harus segera di selesaikan," kata Anton sembari memberikan map yang di bawanya.

"Lalu?"

"Aku traktir makan siang nanti." Anton paham kalau Clara meminta imbalan atas jasanya, bukan jasa juga sih karna itu kan memang sudah tugasnya.

"Di mana?"

"Di rooftop." dan Anton segera berlalu.

"Dasar gak pernah romantis. Makan siang di rooftop, yang ada terbakar muka gue." Clara menggerutu dengan muka sewot.

"Mari mbak. Ikuti saya." meski sempat tak menganggap ada, tapi Clara berkata cukup ramah juga pada Aura.

Aura tak bisa membahasakan kemewahan ruangan CEO Pramudya Corp di mana ia menjejakkan kakinya kini. Juga tak bisa mendefinisikan ketampanan wajah Damaresh Willyam yang tengah duduk di kursi kebesarannya, kendatipun menampilkan muka datar tanpa expresi tapi tak mengurangi pesona keindahan wajahnya yang bak pahatan patung dewa yunani.

Aura hanya berkali-kali mengatur nafasnya diam-diam mencoba menrtralisir perasaan campur aduk dalam dirinya, pasalnya tatapan tajam dari sepasang mata pekat penguasa tahta tertinggi kerajaan bisnis Pramudya Corp itu seribu kali lebih membuatnya tak nyaman di banding berkali-kali tatapan aneh yang di labuhkan padanya sejak awal menapaki kantor megah ini.

Lain halnya dengan Clara yang sudah hafal dengan suguhan muka tembok bos besarnya, toh kendati demikian, itu masih menjadi pemandangan terindah bagi Clara yang masih membuatnya enggan beralih pandang hingga saat ini.

"Ini tamunya Pak." Clara memberi isyarat pada Aura yang berdiri dua langkah di sampingnya. "Saya di minta pak Anton untuk mengantarnya menemui Bapak." Clara melanjutkan ucapannya. Jangan lupa dengan senyum paling sempurna yang selalu ia suguhkan tiap kali memberi laporan atau ketika menemani atasannya itu dalam beberapa pekerjaan.

Walaupun sepanjang sejarah menjadi sekretaris Damaresh, belum sekalipun senyum sempurna yang selalu ia suguhkan itu mendapat balasan, jangankan yang serupa, senyum kecilpun tidak. Tapi Clara tak pernah jera menampilkan senyum indahnya di depan lelaki yang mungkin memang terlahir tanpa memiliki senyuman itu, bukan karna terlanjur terpesona tapi tuntutan kerja lebih tepatnya.

"Anton mana?"

"Langsung pergi Pak, katanya ada pekerjaan penting yang harus diselesaikan." Clara meletakkan berkas yang dari tadi dibawanya di atas meja.

Damaresh memberi isyararat pada laki-laki tampan di sampingnya yang sepertinya seumuran dengannya itu.

Kaivan segera mengambil berkas yang di serahkan Clara yang berisi data diri Aura Aneshka itu dan mulai membacanya.

"Saya boleh pergi Pak?" tanya Clara yang merasa tugasnya sudah selesai. Setelah mendapat anggukan kecil dari Damaresh, Clara melenggang keluar ruangan.

Menyisakan Aura yang berdiri seorang diri dan belum di silahkan duduk sama sekali.

"Namanya Aura Aneshka pak, dia sudah setahun bekerja di L&D Foundation." Kaivan telah selesai membaca data gadis di depannya dan langsung melaporkannya pada Damaresh.

Damaresh mengangguk kecil, menatap Aura beberapa jenak dari atas hingga bawah dengan tatapan yang tak bisa diartikan.

"Kamu tau, kenapa kamu di panggil kemari?" ia bertanya pada Aura.

"Tidak Pak." sahut Aura. Sebuah jawaban yang membuat Kaivan heran, karna kalau Anton yang membawanya kemari harusnya ia sudah tau apa alasannya ia di minta menemui Damaresh Willyam.

"Lalu untuk apa kamu kemari?" sarkas Damaresh

yang harusnya membuat Aura terkejut.

Jika Kaivan heran dengan ketidak tauan gadis itu, Damaresh sudah bukan heran lagi, karna dia bukan tipe orang yang suka banyak bicara menjelaskan apa yang harus di lakukan

bawahannya. Untuk hal itu sudah ada bagiannya masing-masing. Damaresh hanya bagian tinggal tunjuk saja atau mengkibaskan jika ada yang tak sesuai.

"Saya di suruh bu Olivia untuk datang ke Pramudya Corp, menemui pak Anton di bagian HRD dan pak Anton mengajak saya menemui bu Clara, dan sekretaris Bapak itu membawa saya kesini."

Lugas, tegas dan jelas, demikian jawaban yang di berikan Aura. Berbanding terbalik dengan penampilannya yang terkesan lemah lembut, di kombinasi dengan wajah yang imut terhias hijab, serta tatapan yang teduh.

"Kai, temui Anton!" Damarezh memberi perintah pada Kaivan. Menurutnya Anton harus memberikan penjelasan kenapa ia mengirim gadis ini padanya.

"Baik pak." Kaivan segera keluar

"Kamu mau berdiri saja disitu" Damaresh kembali berkata datar pada Aura.

"Karna saya belum di suruh duduk Pak." sahut Aura yang seakan tak terganggu dengan sikap tak ramah dari lelaki di depannya. Padahal bersikap ramah pada semua orang sudah menjadi motto hidupnya dan juga keluarganya.

Sebagaimana Aura, Damaresh juga seperti tak terganggu dengan sikap gadis di depannya yang sebenarnya baru di temuinya sekarang ada orang yang baru bertemu dengannya seberani itu menjawab setiap jawabannya. Jangan lupakan kalau Damaresh bukan hanya sosok yang di segani oleh setiap bawahannya juga rekan-rekan bisnisnya, tapi juga di takuti. Mereka semua menerapkan bersikap dan berbicara hati-hati bila di depannya, karna bila sedikit saja Damaresh tersinggung, ia akan langsung main tebang begitu saja.

Bos besar bebas kan.

"Duduk!" Damaresh memberi isyarat dengan dagu tumpulnya saja kearah kursi di depan Aura.

Sepertinya Aura kini harus setuju kalau Damaresh Wilyam itu memang terlahir tanpa punya senyum, dan Aura perlu menambahi, tanpa Expresi juga.

Terlahir dengan kekayaan berlimpah dan kekuasaan yang sangat luas, tapi tanpa punya senyuman dan expresi. Itulah CEO Pramudya Corp.

Aura bersorak dalam hati mendapati kalimat itu dalam otaknya, yang pasti seru bila di jadikan judul berita.

Batinnya.

3. Menjadi PA dadakan.

"Wanita berhijab?" Kaivan mengerutkan keningnya.

Anton mengangguk. "Ya. Seperti yang kau lihat."

"Kau yaqin?" tanya Kaivan yang cukup meragukan pilihan temannya itu.

"Sesuai dengan saranmu, bro." Anton menepuk pundak Kaivan cukup keras. "Gak usah pura-pura lupa." Anton sedikit mengancam.

"Aku? kapan?" Kaivan terlihat berpikir.

"Kau bilang carilah yang lain dari biasanya." Anton menirukan ucapan Kai waktu itu.

"Iya, tapi bukan yang berhijab juga kali." Kai menoyor kepala Anton sambil berdecak.

"Lalu harus yang bagaimana coba. Semua sudah pernah kan dari yang cantik, menarik, berpengalaman, cerdas,

muda sampai yang sudah ibu beranak tiga, semuanya di depak begitu saja sama si bos, bahkan belum satu minggu mereka bekerja. Terus yang laki-laki juga dari yang beneran laki sampai yang setengah laki. Juga di tendang tak lebih dari tiga hari mereka kerja. Hanya perempuan yang memakai hijab kan yang belum pernah." Anton menjabarkan panjang lebar alasan di balik keputusannya mengirimkan Aura ke hadapan Damaresh Willyam saat ini.

Tiga hari yang lalu, CEO Pramudya Corp itu mendatangi ruang HRD meminta langsung pada Anton untuk di carikan PA untuknya. Dan ini permintaan yang kesekian. Sudah lebih dari Lima belas orang yang di bawa Anton untuk menduduki posisi tersebut, tapi dari kesemuanya diberhentikan begitu saja oleh Damaresh tanpa alasan.

Posisi Personal Asistant CEO dari dulu dipegang oleh Julian sahabat Damaresh sendiri dari sejak tinggal di luar negeri. Tapi Julian meninggal karna kecelakaan beberapa bulan yang lalu. Sejak kepergian Julian sampai saat ini, Damaresh belum menemukan orang yang cocok untuk menggantikannya. Jadilah ia berkali-kali minta pada bagian HRD untuk di carikan lagi dan lagi.

Anton sendiri sudah mulai kelabakan dengan permintaan ajaib bosnya itu, hingga ia meminta saran pada Kaivan selaku orang kepercayaan Damaresh yang sekaligus sahabatnya juga untuk mendapatkan kriteria seorang Personal Asistant yang di-inginkan Damaresh.

Berbekal usul dari Kai itulah, Anton memulai pencariannya dan akhirnya menemukan satu orang kandidat yang bekerja di L&D Foundation, yayasan sosial milik Pramudya Corp sendiri.

"Benar juga." Kaivan mulai menyetujui pilihan Anton pada Aura Aneskha, wanita berhijab itu, karna selama ini belum pernah ada wanita berhijab yang bekerja di dekat Damaresh.

"Tapi kau tidak menculik gadis itu kan?"

"Tidak Kai, dia datang sendiri kemari. Ya atas suruhan Olivia sih."

"Tapi dia seperti tidak tau apa-apa dalam hal ini."

"Aku memang sengaja tidak memberitaukannya, juga terhadap Olivia, biar pak bos sendiri yang memberitaukan." Anton berkata dengan senyum.

"Wah kau cari masalah, kau tau kan kalau Damaresh itu tidak suka dengan cara seperti itu?"

"Kalau begitu, mungkin aku perlu menghindarinya selama seminggu." Anton terkekeh.

"Menghindar apa, justru aku di tugaskan kesini untuk menyeretmu kehadapannya." Kaivan memicingkan mata.

"Kau bilang saja, aku lagi keluar." Anton malah menyuruh Kai untuk bohong. Kaivan berdecak.

****

Damarest melihat jam tangannya, astaga sudah lewat dua puluh menit Kaivan pergi dan belum menampakkan batang hidungnya lagi ditempat ini.

Selama itu pula Damarest juga mendiamkan gadis berhijab yang duduk tak jauh di depannya. Gadis yang juga diam tak membuka mulutnya sama sekali.

Pengalaman pertama bagi seorang Damaresh Willyam duduk berdua dalam satu ruang dengan orang baru tanpa bahasa dalam rentan waktu yang cukup lama, biasanya ia akan sangat tidak menyukai hal itu. Untuk para bawahannya saja yang dipanggil menghadap keruangannya, segera akan diusir pergi setelah menyampaikan titahnya. Karna Damaresh tidak suka berlama-lama bersama orang lain terkecuali orang yang sudah sangat di percaya seperti Kaivan atau Julian.

"Jadi apa yang harus saya lakukan di sini pak?"

Aura akhirnya mengeluarkan pertanyaan yang di tahannya sejak sembilan belas menit yang lalu, tepatnya dua menit setelah ia duduk.

Baginya tak mungkin CEO Pramudya Corp itu memintanya datang hanya untuk duduk tak jauh di depannya dan memperhatikan dirinya yang sibuk dengan laptopnya.

Lagi pula bukan hal yang baik pula duduk berdua dalam satu ruangan tertutup dengan lelaki yang terlalu tampan seperti Damresh, yah meskipun ia lelaki yang tak punya senyum, tapi pesonanya itu lho sangat tidak bagus untuk kesehatan jantung. Karna jika jantung berdetak sepuluh kali lipat lebih cepat dari biasanya itu bukan hal yang normal bukan.

Damarest menatap Aura sekejab, tentu saja ia tak setuju kalau gadis di depannya ini menjadi Personal Asistantnya, tapi sikap Aura yang cukup berani menghadapi dirinya membuat Damaresh merasa mendapat lawan bicara yang tak biasa, dan membuatnya ingin mengujinya lagi sebelum mengusirnya pergi.

"Untuk mengawasiku bekerja." Damaresh menjawab tanpa menatap lawan bicaranya.

"Saya sudah melakukannya sejak dua puluh menit yang lalu, pak." sahut Aura cepat, meski ia heran dengan jawaban itu.

"Berarti tinggal sepuluh menit lagi." Kata Damaresh lagi. Setengah jam itulah tenggat waktu yang ia berikan untuk menunggu Kai dan Anton. Lewat setengah jam, kedua orang itu harus menanggung akibatnya karna telah terlalu lama membuatnya menunggu.

Aura mendesah pelan.

Hahh apa maksudnya coba, apa dia tipe orang yang suka di perhatikan, ayolahh seorang Damaresh Willyam lho, tanpa dia minta diperhatikanpun seluruh mata dunia sudah tertuju padanya. Dengan ketampanan, kekayaan, dan kesuksesannya. Batin Aura. Tapi dia menurut saja, setidaknya hanya itu yang bisa dilakukannya saat ini.

Tiba-tiba pintu terbuka dan masuklah seorang wanita cantik, sangat cantik tepatnya, memakai terusan tanpa lengan sepanjang lutut yang memperlihatkan tungkainya yang indah. Wanita itu menampilkan senyum yang sangat indah terhadap Damaresh.

"Apa kau tak bisa mengetuk pintu lebih dulu?" Damaresh menyambut dingin kedatangannya.

"Maaf Pak." Clara muncul tergesa dari belakang wanita itu. "saya sudah bilang pada mbak Yeslin kalau Bapak lagi ada tamu, tapi mbak Yeslin memaksa masuk."

Damaresh mengkibaskan tangannya pada Clara menyuruh sekretarisnya itu pergi. Clara mengangguk dan segera berlalu tak lupa menatap Yeslin yang menampilkan senyum mencibir kearahnya.

"Siapa gadis ini Resh?" mengabaikan sapaan tak bersahabat dari Damaresh, Yeslin mengalihkan perhatian pada Aura yang tetap duduk tenang di kursinya.

"Kau bisa tanya sendiri padanya."

"Sudahlah tidak penting. Aku ada perlu denganmu."

Yeslin mendudukkan dirinya di bibir meja tepat di samping Damaresh yang hanya menatapnya sekilas.

"Aku tau dari Mommy Claudia kalau kau sedang mencari Personal Asistant. Mommy mengusulkan aku untuk mengisi posisi itu, ya...karna kita kan sudah lama saling kenal, jadi aku sudah cukup tau apa yang kau sukai.

Dan aku rasa gak ada salahnya aku mengikuti usulnya mommy Claudia."

Damarest mendengus pelan. Lagi-lagi Nyonya besar itu

turut campur dalam urusannya, satu hal yang sangat tidak di sukai oleh Damaresh.

Lelaki itu memang punya hubungan yang tidak terlalu baik dengan ibunya sendiri.

"Bagaimana menurutmu Aresh?, yaa dari pada aku gak punya kesibukan ku pikir gak ada salahnya bila aku membantu pekerjaanmu. Mau kerja di kantor papaku, gak boleh sama mama, jadi aku pilih kerja sama kamu saja."

Yeslin kembali melemparkan senyuman mautnya berharap Damaresh menyetujui permintaannya, karna dengan itu akan lebih banyak waktu baginya untuk dekat dengan lelaki pujaannya itu.

"Aku sudah punya PA Yang baru," sahut Damaresh.

"Ohya? siapa?" Yeslin terlihat terkejut sekaligus kecewa.

Damaresh memberi isyarat pada Aura.

"Hah dia?, Ares ayolah jangan bercanda." Yeslin tersenyum geli. Padahal tidak ada yang memberinya lelucon.

"Aku tidak suka bercanda." Damaresh menjawab datar.

"Apa? ... tapi masak gadis ini Resh?"

"Apa masalahnya?" Damaresh menatap Yeslin

Wanita itu diam, terlihat shock dengan keputusan Damaresh. Lalu apa kabarnya dengan Aura, dia malah lebih shock dari Yeslin dan sudah siap dengan bantahannya tapi Damaresh menatapnya tajam.

"Ikut aku sekarang ke ruang rapat, Arra!" Damaresh bangkit dari duduknya.

"Saya Pak?" Aura menunjuk dirinya tak percaya.

"Ya kamu. bawa berkas-berkas ini!" memberi isyarat kecil ke arah beberapa berkas di atas meja dan segera berlalu.

"Tapi saya kan bu.." Aura membungkam mulutnya begitu saja ketika Damaresh melayangkan tatapan membunuh kepadanya, seakan mengatakan jangan berani membantah.

Apa-apaan ini seenaknya saja memutuskan semuanya sendiri, dia pikir aku mau apa jadi asistennya. Sungut Aura, tapi dalam hati, hanya dalam hati saja. Karna mulutnya sudah terkunci.

"Tunggu Aresh!" Yezlin berusaha mengejar Damaresh yang sudah sampai di depan pintu.

"Jangan pergi dulu, aku belum selesai bicara."

"Apalagi, aku sudah punya asisten, jadi aku tak butuh bantuanmu."

"Its oke soal itu, tapi aku juga ada hal penting lagi selain itu." Yeslin meraih tangan Damaresh, namun lelaki itu menepisnya cepat.

"Aku ada meeting sekarang," Damaresh menatap ke arah Aura yang berdiri memegang beberapa kertas di belakang Yeslin. "Ayo cepat Arra!" titahnya dan segera keluar.

Clara yang sedang duduk manis segera berdiri melihat bos besarnya itu melangkah ke arahnya.

"Katakan pada yang lain, aku tunggu di meteng room sekarang!"

"Tapi Pak, jadwal meetingnya kan masih satu jam lagi."

"Jangan membantah!" Damaresh segera mengancam dengan tatapan mata elangnya.

"Ba..baik Pak."

"Beri tau Kai juga, untuk menyusulku."

"IYa Pak."

Damaresh segera berlalu setelah memberi isyarat pada Aura untuk terus mengikutinya. Yeslin hanya bisa menatap kesal di tengah pintu. Sedangkan Clara bagai cacing kepanasan harus menghubungi beberapa petinggi perusahaan untuk segera meeting sekarang juga. Dengan memajukan jadwal tanpa adanya pemberitaun sebelumnya. Ingin ku cakar wajah tampanmu itu bos, seenaknya saja memberi perintah. Gerutu Clara dalam hati.

"Bapak mau bawa saya kemana?" Aura bertanya setelah kini mereka hanya berdua saja didalam lift khusus CEO perusahaan.

"Memang kau tadi tidak dengar?" Damaresh balik tanya tanpa menoleh pada gadis yang berdiri di sampingnya itu.

"Ruang meeting, saya dengar. Tapi saya bukan Asisten bapak."

"Sekarang kau jadi asistenku." putus Damaresh.

"Saya tidak mau pak." jawab Aura tegas.

"Apa kau punya hak untuk menolak?" Damaresh menatap Aura tajam.

"Saya sudah bekerja di L&D Foundation."

"Sekarang kau sudah di pecat dari sana." Damaresh segera keluar karna pintu lift yang sudah terbuka.

Mau tak mau Aura pun terus mengikutinya, jangan tanya seberapa banyak sumpah serapah dalam hatinya

untuk lelaki yang melangkah tegap di depannya itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!