NovelToon NovelToon

Istri Kecil Om Pedofil

PULANG

"Sesuai keinginanmu, Dania."

Kalimat itulah yang selalu terlontar dari mulut Gibran setiap kali Dania memintanya melakukan sesuatu. Namun, hari ini Dania kecewa karena Gibran tidak mengatakan hal yang sama padanya. Pria itu lebih memilih mengacuhkan perasaan Dania daripada harus melawan perintah tuannya, yaitu kakak ipar Dania sendiri.

Buliran air mulai menganak sungai di mata Dania ketika ia kembali teringat masa dimana ia pertama kali menghapus jarak antara dirinya dengan Gibran, yang pada saat itu berstatus sebagai pengawal atau orang kepercayaan keluarga Sanjaya.

"Apakah kisah kita harus berakhir, bahkan sebelum di mulai?" lirih Dania di tengah tangisannya.

Dania tahu bahwa Gibran bukanlah pria yang mudah untuk jatuh cinta, tapi Dania juga bukan wanita yang tidak peka akan perubahan yang terjadi pada sikap Gibran. Ia tahu sebenarnya Gibran juga memiliki perasaan yang sama dengannya, hanya saja ia terlalu takut untuk memulai. Setidaknya begitulah pikir Dania.

Tangan Dania menyeka air matanya. "Bangkit, Dania! Ini belum terlambat. Kalau kak Gibran tidak berani melewati batasnya, maka aku yang akan menghilangkan batas di antara kami."

Dengan penuh keyakinan, Dania melangkah keluar dari kamarnya dan menuju kediaman Gibran yang tak jauh dari tempat tinggalnya.

Ketika baru saja akan menekan bel rumah Gibran, Dania mendengar suara seorang wanita dari dalam rumah. Meskipun hatinya mulai terbakar cemburu, Dania tetap masuk dan mendapati Gibran tengah bercumbu dengan seorang wanita cantik yang tidak di kenali Dania.

"Siapa kamu!!!" teriak Dania, jelas ini bukan sebuah pertanyaan.

Wanita itu menatap bingung pada Dania. "Kamu yang siapa, Gadis kecil?"

'Heh! Apa yang dia katakan? Gadis kecil.' Batin Dania mencebik. "Aku adalah -"

"Maaf, Nona! Apa anda membutuhkan sesuatu?" tanya Gibran formal, sekaligus langsung memotong kata-kata Dania.

Sejujurnya, Dania ingin menangis di perlakukan seperti orang asing oleh Gibran terlebih di hadapan wanita lain. Namun, Dania cukup tahu diri akan arti dirinya bagi pria itu.

"Aku sudah selesai berkemas." Dania sudah berbalik ke arah pintu, tapi langkah kakinya berhenti tepat di ambang pintu. "Dan aku harap, aku bisa pulang dalam satu jam ke depan."

***

Beberapa saat sebelumnya ...

Di tempat tinggalnya, Gibran masih termenung saat mengingat tentang kenangan manis yang ia lewati bersama Dania. Sebelum akhirnya ia menyadari satu hal, tepat pada waktunya.

"Dania bukan wanita lemah! Dia tidak akan menyerah semudah itu." Gibran segera meraih ponselnya untuk menghubungi seseorang.

Tidak begitu lama, seorang wanita datang ke tempat tinggal Gibran. Wajahnya cukup cantik dengan postur tubuh yang sempurna. Wanita itu juga nampak elegan dan berkelas.

"Terima kasih sudah mau datang!" sapa Gibran seraya memeluk wanita itu.

"Tidak masalah! Apa yang bisa aku bantu?" tanya wanita itu, sesaat sebelum bokongnya mendarat di sofa.

Gibran menghela nafasnya dalam. "Aku ingin kau membuat seorang wanita marah dan berpikir untuk menjauh dariku. Selamanya!"

"Itu sangat mudah!"

Flashback off ...

"Apa kau menyesal?" tanya seseorang, yang langsung menarik kesadaran Gibran.

Wajah cantik yang telah membuat Dania marah serta memutuskan untuk langsung meninggalkan Gibran, kini tengah menatap pria itu dengan iba.

"Jangan menatapku seperti itu, Sovia!" sanggah Gibran, mencoba menyembunyikan lukanya.

"Kau mencintainya?" tanya Sovia, tepat mengenai sasaran hati Gibran.

Untuk sesaat, Gibran seolah tenggelam dengan pertanyaan Sovia hingga ia merasa dirinya tertarik ke sebuah lubang yang membawa dirinya mengingat semua hal indah yang telah ia dan Dania lalui bersama.

'Apa aku sungguh mencintainya?'

***

Suara bising di bandara internasional negara xx sudah menyambut kepulangan Dania ke negara asalnya itu. Ia sudah begitu tidak sabar untuk bertemu dengan kedua kakaknya, atau lebih tepatnya pria tua yang menjadi penyebab dirinya harus pergi jauh dari keluarganya.

"Dania!!!" teriak seseorang dari kejauhan.

Mata sipit Dania semakin tidak terlihat ketika ia memicingkan matanya untuk berusaha melihat siapa yang baru saja menyebut namanya.

"Kakak? Kakak!!!" sahut Dania lirih.

Dania sungguh tak bisa percaya, jika yang berdiri di hadapannya kini adalah sang kakak yang begitu sangat ia rindukan. Sepuluh tahun! Sudah sepuluh tahun Dania tidak bertemu dengan keluarganya, mereka bahkan tidak menjenguk Dania di asrama. Awalnya Dania berpikir jika dirinya telah di buang, tapi sekarang prasangka itu telah hilang setelah Dania melihat sendiri bagaimana kedua kakaknya kini menangis dan memeluk erat dirinya.

"Bagaimana kabarmu, Sayang?" tanya Deta, kakak perempuan Dania.

Pandangan Dania kabur oleh air matanya ketika ia menatap Deta. "Dania ... Dania baik, Kak!"

"Masih saja cengeng!" celetuk Dito seraya menepuk puncak kepala Dania.

Ternyata, meski telah berlalu sepuluh tahun. Dito, kakak laki-laki Dania tidak pernah berubah sedikitpun. Ia tetap dingin, tapi penuh perhatian.

Tidak ingin mengatakan apapun lagi, Dania langsung kembali berhambur memeluk kedua kakaknya dengan kedua tangannya. Mereka bertiga larut dalam kasih sayang dan kerinduan yang begitu besar.

***

"Mas, jangan seperti anak kecil!" keluh Deta, kesal dengan tingkah sang suami.

Dania terkekeh melihat kelakuan kakak iparnya. "Pangeran, apa kau cemburu padaku?"

Pangeran, panggilan itu begitu melekat di hati Dania untuk kakak iparnya itu. Baginya hanya kakak iparnya lah yang pantas di sebut sebagai pangeran, karena berkat dirinya Dania dan keluarganya mendapatkan kebahagiaan.

"Tentu!" jawab Ricky yakin, kemudian melirik tajam pada Deta yang terkejut dengan pengakuannya. "Detaku langsung melupakan suaminya ketika adik kecilnya datang!" sungutnya.

Sejak kembali dari bandara, keadaan rumah besar Sanjaya terasa sedikit sesak karena "gencatan senjata" antara Deta dan Ricky. Meski begitu, keduanya tetap terlihat harmonis di mata Dania.

"Mas, aku sudah lama tidak bertemu dengan Dania! Sementara aku selalu bersamanya selama dua puluh empat jam. Apa itu tidak cukup bagimu?" tanya Deta, terdengar amarah dari setiap kata yang ia ucapkan.

Sungguh di luar dugaan, Ricky tiba-tiba berlutut dan menciumi tangan Deta dengan lembut. "Bukan begitu, Sayang, aku hanya tidak ingin kau melupakan aku."

'Astaga! Sejak kapan pangeranku berubah menjadi konyol seperti ini? Ini sungguh tidak keren!' Batin Dania meronta.

Deta tersenyum penuh kemenangan. "Kau pikir aku amnesia, Mas?"

"Tidak, Sayang!" jawab Ricky cepat.

"Kalau begitu, biarkan aku menghabiskan waktuku bersama Dania malam ini!" pinta Deta lembut, tapi jelas ia tak ingin ada penolakan.

"Tapi -" ucapan Ricky menggantung karena Deta langsung menyelanya.

"Tapi aku tahu bahwa suamiku selalu menginginkan kebahagiaan untukku. Bukan begitu, Mas Ricky?" tanya Deta, setengah menggoda suaminya.

Terdengar helaan nafas dari mulut Ricky. "Baiklah! Kalian bisa menghabiskan waktu bersama, tapi hanya malam ini. Dan ingat, jangan mengobrol sepanjang malam hingga kalian tidak tidur!"

"Sesuai perintah anda, Tuan!" sahut kedua kakak beradik itu kompak.

Hah!

***

"Kakak?"

"Iya, Sayang?"

Dania mengamati perilaku kakaknya yang telah banyak berubah. Bukan hanya sikapnya, tapi penampilannya juga banyak berubah. Kini Deta semakin terlihat dewasa dan juga elegan.

"Ada apa dengan pangeran? Kenapa sekarang sikapnya jadi seperti itu?" tanya Dania seraya mengingat kejadian sebelumnya.

Deta terkekeh mendengar pertanyaan adiknya. "Dania sudah tahu bukan, kalau kak Ricky memang sangat posesif?"

"Benar, tapi ini berbeda!" sergah Dania yakin.

"Entahlah, Sayang! Akhir-akhir ini kakak iparmu itu sering sekali membuat Kakak sakit kepala." Deta memijat lembut pelipisnya, seolah ia sedang benar-benar sakit kepala.

Bola mata Dania bergerak kesana-kemari. "Mungkin ada sesuatu yang membuat pangeran merasa tidak nyaman sehingga ia takut kehilangan Kakak!"

Deta mengerutkan dahinya. "Benarkah?"

"Bisa saja!" Dania mengangkat bahunya acuh.

Melihat kedewasaan pada sikap adiknya, Deta lantas mencubit hidung Dania. "Adikku sudah dewasa sekarang!"

"Dan semakin cantik juga!" timpal Dania.

"Itu artinya kau sudah benar-benar siap untuk menikah ...."

Hallo semuanya🤗

Deta sama bang Ricky nimbrung juga disini 😍

Yang belum baca "Poros Jodoh", silahkan di baca lebih dulu biar makin asyik bacanya sambil nunggu kelanjutan kisahnya Dania 😁

Jangan lupa di tap jempolnya 👍 dan tinggalkan jejak 👣👣 kalian di kolom komentar 👇sertakan votenya juga 'ya 👈sebagai mood booster untuk author amburadul kesayangan kalian ini 😘

I ❤ U readers kesayangan kuhh

PENOLAKAN

"Itu artinya kau sudah benar-benar siap untuk menikah ...."

Ucapan Deta terus terngiang di telinga Dania, ia tidak mengira bahwa semua kegilaan ini berasal dari pemikiran kakak tersayangnya.

"Tidak bisa! Aku hanya akan menikah dengan kak Gibran. Bukan pria tua pedofil itu!" ucap Dania kesal.

Sebenarnya, Dania marah pada dirinya sendiri. Marah karena ia tak bisa melakukan apapun untuk memperjuangkan cintanya.

Dania melihat pantulan wajahnya di cermin. "Aku tetap terlihat cantik, meskipun tanpa riasan. Lagipula, untuk apa aku berhias diri? Aku hanya akan bertemu dengan om pedofil yang pastinya sekarang sudah tua."

Tua. Hanya itu yang ada di pikiran Dania selama tiga tahun ini tentang pria pilihan keluarganya, tepatnya setelah Gibran membawa kabar jika alasan Dito mengirimnya ke asrama adalah karena pria itu. Pria dewasa yang berniat untuk menikahinya, bahkan saat usianya masih sebelas tahun. Namun, disaat yang sama Dania juga baru tahu jika Deta telah menyetujui lamaran pria tua itu jauh sebelum Dania mengetahui kebenarannya.

"Aku tidak habis pikir. Kenapa kakak terus saja mendesakku untuk menikah dengan om pedofil? Apa lebihnya dia dari kak Gibran?" gumam Dania seraya mengingat kembali percakapannya dengan Deta semalam.

Malam sebelumnya ...

"Dania belum siap menikah, Kakak," elak Dania saat Deta mencoba membujuknya.

"Maksudnya? Bukankah Dania pulang karena telah bersedia untuk menikah dengan kak Nino?" tanya Deta bingung.

'Lihat! Bahkan kakakku memanggilnya dengan sebutan kakak. Itu artinya pria itu sudah sangat tua!' Batin Dania menerka. "Soal itu ...."

"Tolong jangan membuat Kakak kecewa, Sayang!" pinta Deta penuh harap.

Dania menghembuskan nafasnya dengan kasar, berharap dengan melakukan hal itu akan melepaskan beban berat di hatinya. "Apa Dania sudah tidak mempunyai pilihan, Kak?"

Deta mengernyit. "Pilihan?"

"Kakak ...," Dania meraih tangan Deta dan menggenggamnya. "Dania sudah mencintai orang lain."

Dania bisa merasakan tangan Deta yang sedikit bergerak untuk melepaskan genggamannya. "Siapa?"

Tatapan Dania beralih ke arah lain. "Itu ...."

"Gibran?" tanya Deta, menembak tepat sasaran.

Kali ini, Dania tidak bisa menyembunyikannya lagi dan memang tidak berniat melakukannya. Ia akan mengakuinya saat ini juga, tak peduli Deta akan menerima kenyataan ini atau tidak.

Dania mengangguk pasti. "Benar!"

Sudut bibir Deta menarik senyuman sinis. "Kenapa Gibran?"

'Kenapa Gibran? Pertanyaan apa itu? Apa kakak menjebakku?' Pikir Dania.

"Dania ...," Deta mengibaskan tangannya di depan wajah Dania.

"Ah, iya, Kak!" jawab Dania, begitu kesadarannya kembali.

"Kakak bertanya, kenapa Gibran? Apa karena dia yang telah menemanimu selama sepuluh tahun ini?" tanya Deta lagi.

"Dania ... Kakak, kenapa Kakak mencintai pangeran?" Dania balik bertanya.

Deta tersenyum penuh arti mendengar pertanyaan adiknya itu. "Kakak mencintai kak Ricky karena dia juga mencintai Kakak, melindungi Kakak, bahkan rela melakukan apapun demi Kakak meskipun itu harus melawan dunia. Apa Gibran melakukan semua itu untukmu, Sayang? Jika iya, Kakak sendiri yang akan membatalkan perjodohanmu dengan kak Nino."

Cukup lama Dania berpikir, sebelum akhirnya ia menjawab, "tentu, Kak! Kak Gibran melindungi Dania selama ini."

"Kakak tahu itu!" jawab Deta, menyetujui ucapan Dania. "Tapi, apa dia rela melakukan apapun demi dirimu?" tanyanya lagi.

"Selama ini dia melakukannya. Kecuali ... membantuku menolak perjodohan ini," lirih Dania.

"Itu artinya, Kakak tidak perlu bertanya apakah dia mencintaimu atau tidak. Karena jika dia mencintaimu, dia akan mencoba menghentikan semua ini bahkan sebelum kau mengetahuinya, Sayang." tutur Deta seraya membelai rambut Dania.

'Kakak benar! Seharusnya kak Gibran berjuang untuk mempertahankan aku, tapi dia bahkan tidak mengantarkan aku pulang.' Batin Dania nelangsa.

"Sudah, begini saja! Bagaimana jika Dania menemui kak Nino lebih dulu, setelah itu baru Dania putuskan akan menerimanya atau tidak." usul Dania, ketika melihat keputusasaan di mata adik kecilnya.

Binar harapan seketika hadir di mata sipit Dania. "Sungguh, Kak? Dania masih bisa menolak perjodohan ini?"

Deta menatap Dania tanpa ekspresi. "Kenapa Dania begitu yakin akan menolak kak Nino?"

"Kak, pria itu lebih tua dari Kakak. Bayangkan bagaimana wajahnya? Oh, astaga!!!" oceh Dania, tubuhnya bergidik ngeri membayangkan wajah tua om pedofil.

Sejujurnya, Deta ingin tertawa mendengar pernyataan Dania. Namun, ia berusaha bersikap tenang.

"Bukankah Dania sudah pernah bertemu dengan kak Nino dulu? Kalian bahkan kerap menghabiskan waktu bersama sebelum Dania pergi ke asrama. Bagaimana menurutmu wajahnya, Sayang?" tanya Deta, mencoba menelaah ingatan Dania.

"Om pedofil ...," Bola mata Dania bergerak ke atas mencoba menyusun puzzle wajah pria yang pernah ada dalam ingatannya. "Dia cukup tampan, tapi itu dulu, Kak. Sekarang berapa usianya? Dia pasti sudah tua." ocehnya.

"Memasuki kepala empat beberapa bulan lagi!" lontar Deta, menjawab pertanyaan Dania tentang usia Nino.

"Dania benar bukan? Dia sudah tua, Kak!" sergah Dania.

Deta kembali tersenyum. "Tapi kak Nino -"

"Sudahlah, Kak!" potong Dania. "Tidak perlu bertemu, Dania pasti akan menolaknya." sambungnya.

"Temui dia sekali saja!" Deta sudah beranjak untuk meninggalkan kamar Dania, tapi ia kembali mendekati adiknya ketika teringat sesuatu. "Ingat, Dania! Kak Ricky bahkan masih tampan di usianya yang sekarang, karena usia bukan ukuran baik buruknya penampilan seseorang."

Flashback off ...

"Aunty!!!" teriak seorang gadis, ketika memasuki kamar Dania.

Tubuh Dania tentu saja langsung terlonjak karena teriakkan gadis itu sebab dirinya sedang termenung, beruntung ia tak sampai jatuh dari kursi meja riasnya.

Dania segera berbalik dan melihat keponakannya sedang tertawa. "Tary? Kenapa tertawa? Kemarilah!"

Sarah Lestary Sanjaya, putri tunggal Deta Riady dan Ricky Sanjaya. Wajah cantik dan cerianya selalu bisa menghipnotis setiap orang yang melihatnya, begitu pun dengan Dania. Selama ini ia tidak pernah bertemu dengan keponakannya itu secara langsung, tapi ia sering mendengar tentangnya dari Gibran.

"Aunty terlihat seperti boneka." Tary menunjukkan boneka yang sedang ia pegang kepada Dania. "Kenapa Aunty melamun? Apa karena Aunty akan bertemu dengan uncle No?" tanyanya polos.

"Uncle No?" tanya Dania bingung, tak mengerti siapa yang di maksud oleh Tary.

Tary menunjuk ke arah jendela kamar Dania. "Iya! Uncle No. Sekarang dia ada di bawah, baru saja sampai."

Tanpa bertanya ataupun memastikan lagi, Dania langsung berlari ke jendela kamarnya dan melihat seseorang baru saja masuk ke dalam rumah besar Sanjaya. Sayangnya, Dania tidak bisa melihat wajahnya karena pria itu sudah membelakangi arah Dania dan tubuhnya sedikit tertutupi karena tengah di rangkul oleh Ricky dan Dito.

"Tary, siapa yang baru datang itu?" tanya Dania, tanpa menoleh.

"Kak Nino," jawab seseorang, yang jelas bukan Tary.

Menyadari bukan Tary yang menjawab pertanyaannya, Dania lantas menoleh dan melihat Deta sedang menatapnya dengan tatapan aneh.

"Kenapa Kakak menatap Dania seperti itu?" tanya Dania acuh, kemudian melewati Deta dan duduk di tepi tempat tidurnya.

Deta menarik nafasnya perlahan. "Kenapa masih belum siap, Sayang? Kak Nino sudah datang."

"Apa yang harus di persiapkan, Kak?" tanya Dania lagi, kali ini ia justru duduk bersila di atas tempat tidurnya.

"Dania!" bentak Deta, kesal dengan sikap Dania yang seperti itu. "Setidaknya, jangan permalukan keluarga Sanjaya dengan sikapmu yang seperti ini! Bukankah sudah aku katakan, temui dia satu kali saja. Setelah itu, semua keputusan ada di tanganmu. Kenapa begitu sulit bagimu untuk memahami semua ini?" tuturnya kesal.

"Sayang ...," Ricky tiba-tiba masuk dan merangkul bahu Deta yang bergerak naik turun karena sedang menahan amarah. "Sudahlah, jika tuan putri tidak ingin menemui Nino biarkan saja! Lagipula, Nino hanya datang untuk berkunjung. Dia tidak keberatan jika harus kembali lagi nanti." jelasnya.

"Baiklah ...," ucap Deta lemah.

Ricky berbisik di telinga Deta. "Pergilah! Aku akan bicara dengannya."

Deta yang awalnya sangat marah, mencoba untuk menguasai emosinya dan memilih untuk meninggalkan Dania. Namun, sebelum pergi, Deta berhasil menyentil sudut hati Dania yang terdalam.

"Ingat ini, Dania! Aku dan Dito tidak akan mungkin memberikanmu kepada pria yang tidak baik. Jika kami memilihnya, itu artinya dia adalah pilihan yang terbaik. Bagi kedua kakakmu ini, kebahagiaanmu lebih penting dari apapun dan masa depanmu sudah menjadi prioritas bagi kami berdua."

Hallo semuanya🤗

Jangan lupa di tap jempolnya 👍 dan tinggalkan jejak 👣👣 kalian di kolom komentar 👇sertakan votenya juga 'ya 👈sebagai mood booster untuk author amburadul kesayangan kalian ini 😘

I ❤ U readers kesayangan kuhh

BALASAN

Kata-kata penuh makna yang di ucapkan dengan sepenuh hati, terkadang memang lebih berpengaruh daripada nasihat yang panjang lebar. Sama persis seperti yang di alami Dania saat ini, ia benar-benar merasa bersalah ketika mendengar penuturan kakaknya.

"Ingat ini, Dania! Aku dan Dito tidak akan mungkin memberikanmu kepada pria yang tidak baik. Jika kami memilihnya, itu artinya dia adalah pilihan yang terbaik. Bagi kedua kakakmu ini, kebahagiaanmu lebih penting dari apapun dan masa depanmu sudah menjadi prioritas bagi kami berdua."

Ibarat sebuah belati yang telah melukainya, Dania merasakan perih di hatinya. Ia tak menduga jika penolakannya akan berakibat kemarahan sang kakak. Seumur hidup Dania, kakak perempuannya itu tidak pernah marah sekali pun kepadanya. Tak peduli apa yang di lakukan Dania, kakaknya akan selalu tersenyum dan memeluknya. Tapi sekarang, Dania bisa merasakan amarah yang begitu besar dari ucapan Deta sebelumnya.

"Sudahlah, Tuan Putri!" pinta Ricky, tak tega melihat Dania yang di liputi kesedihan seperti itu. "Aku berani bersumpah, jika sebenarnya kakakmu tidak marah. Dia hanya ingin kau mengerti bahwa apa yang telah menjadi pilihannya dan Dito adalah yang terbaik untukmu." jelasnya.

Tiba-tiba saja Dania teringat sesuatu saat Ricky mengatakan tentang yang terbaik untuk dirinya.

"Pangeran?" Dania menyeka air matanya dengan cepat.

"Ya?" jawab Ricky, dengan sebelah alisnya yang terangkat.

"Apa menurutmu om pedofil adalah pria yang baik dan terbaik untukku?" tanya Dania ragu.

"Tentu! Aku sudah lama mengenal Nino. Meskipun dia adalah playboy, tapi dia bisa setia pada satu hati untuk waktu yang cukup lama walaupun ada banyak wanita di sisinya." Ricky tertawa ketika membayangkan sesuatu di masa lalu.

***

Keesokan harinya, setelah berbicara dengan Ricky. Akhirnya Dania memutuskan untuk bertemu dengan Nino meski dengan sangat terpaksa.

"Dania yakin?" tanya Deta memastikan, ketika Dania mengutarakan keinginannya untuk bertemu Nino.

Anggukan lemah di tunjukkan Dania. "Iya, Kak! Dania ingin semuanya cepat clear."

"Tapi, bukankah kemarin -"

Ricky tiba-tiba berdeham, membuat Deta menghentikan kata-katanya. "Sepertinya aku patut mendapatkan pujian untuk hal ini!"

Deta tersenyum bahagia dan berbisik, "terima kasih, Mas."

"Kemarilah, Sayang!" Ricky menarik lembut tangan Deta dan memintanya untuk mendekat.

Deta hanya menuruti permintaan suaminya itu, tanpa tahu apa maksudnya. "Apa, Mas?"

"Aku menunggu hadiahmu nanti malam." Ricky langsung mencium sekilas bibir Deta sebelum pergi.

"Mas!!!" jerit Deta, geram dengan ulah suaminya.

"Hahaha ... aku sudah terlambat, Sayang! Kita lanjutkan nanti malam." Terdengar sahutan Ricky yang di barengi suara deru mobilnya.

Melihat keharmonisan keluarga kecil kakaknya, Dania merasa bahwa mungkin benar jika semua yang di lakukan Deta hanyalah demi kebahagiaannya. Namun, Dania juga tidak bisa mengesampingkan perasaannya terhadap Gibran.

'Semuanya tidak akan serumit ini,andai saja kak Gibran mau mengakui perasaannya padaku.' Batin Dania. "Kakak ...," panggil Dania ragu.

Deta menoleh dan tersenyum simpul. "Ada apa, Sayang?"

Mata Dania seketika berkaca-kaca ketika mendapati kasih sayang yang begitu besar di mata kakaknya. Dania begitu takut! Takut jika ia tak bisa lagi melihat itu di mata kakaknya saat Deta pergi meninggalkannya dalam kemarahan.

"Maafkan Dania, Kak!" lirih Dania, suaranya hampir terbawa angin karena begitu sulitnya ia berucap.

Dania bisa merasakan pelukan yang hangat mendekap tubuhnya sesaat sebelum Deta membelai punggungnya dengan lembut.

"Seharusnya Kakak yang meminta maaf, Sayang. Maaf karena Kakak memaksamu!" ucap Deta, sedikit bergetar karena menahan tangis.

"Tidak, Kak! Kakak tidak salah. Seharusnya, sejak awal Dania lah yang memahami semua ini. Kakak sudah memberikan Dania pilihan, tapi Dania tetap keras kepala. Maafkan Dania, Kak, dan tolong jangan marah lagi!" ucap Dania di sela tangisannya.

Deta melepaskan pelukannya dan menatap wajah Dania. "Jangan paksakan dirimu, Sayang! Jika memang Dania belum siap bertemu kak Nino, tidak masalah."

Dania bisa melihat harapan dan kekecewaan yang datang bersamaan di mata Deta. Tentu saja hal itu membuatnya semakin merasa bersalah. Rasanya akan sangat egois jika ia lebih memilih mempertahankan cintanya yang bertepuk sebelah tangan.

"Tidak, Kak!" tolak Dania seraya memaksakan senyumnya. "Dania akan tetap menemuinya."

Deta menatap manik mata Dania dan tersenyum sebelum kembali memeluk adik kecilnya itu.

"Dania Riady sudah tumbuh dewasa sekarang ...."

***

"Jangan banyak tingkah, No!" bentak Ricky, mulai tidak sabaran menghadapi kekonyolan Nino yang tiba-tiba kambuh.

Pria berwajah oriental yang tengah duduk dengan angkuhnya itu, tertawa ketika melihat sahabatnya mulai kehilangan kesabaran.

"Kau harus banyak belajar bersabar dariku, Brothers!" sindirnya halus.

"Cih!!!" Ricky mendengus kesal. "Seperti kau itu orang paling sabar yang ada di muka bumi ini saja."

"Memang benar!" timpal Nino, kemudian menutup berkas di tangannya. "Sepuluh tahun! Aku menunggunya selama sepuluh tahun dan apa yang aku dapatkan? Pe-no-la-kan!"

Raut kesedihan nampak jelas di mata Nino ketika ia mengatakan tentang penolakan yang jelas di lakukan Dania, tapi ia dengan lihai menyembunyikannya.

"Dia tidak menolak, No," elak Ricky.

Nino tersenyum kecut. "Tidak saat ini, tapi akan menolakku secepatnya! Atau bisa saja dia akan lari jika aku terus mengejarnya."

Ricky segera berdiri dan menghampiri Nino yang berdiri menghadap jendela besar ruangannya. "Jangan pesimis seperti itu, Brothers!"

"Aku bukan pesimis, tapi aku realistis." Nino menatap jauh ke depan. "Mungkin aku memang di takdirkan untuk hidup seorang diri sepanjang hidupku."

Saat ini, untuk pertama kalinya Ricky melihat keputusasaan di mata sahabatnya itu. Ia pun merasa iba dan berharap hati Dania akan goyah setelah mengenal sosok Nino lebih dekat.

"Hei, kenapa jadi melow seperti ini?" ejek Ricky seraya menepuk bahu Nino.

Nino tertawa menyadari dirinya yang mulai banyak berubah. "Entahlah, Ky, akhir-akhir ini suasana hatiku sedikit aneh."

"Mungkin aku tahu apa sebabnya," lontar Ricky, seolah memahami betul isi hati Nino.

"Apa?" tanya Nino penasaran.

"Mungkin ... karena kau sudah tua!" ejek Ricky, kemudian melesat secepat mungkin menjauhi Nino yang sudah siap meledak.

"Sialan kau!!!"

***

Malam harinya, saat Ricky kembali dari kantor. Ternyata Deta sudah menunggunya bersama Dania yang terlihat gugup.

"Mas, dimana kak Nino?" tanya Deta, begitu melihat suaminya datang seorang diri.

Ricky menghela nafasnya berat. "Dia tidak bisa datang malam ini, Sayang."

"Kenapa?" tanya Deta lagi.

"Ada meeting mendadak yang membuat Nino sedikit sibuk. Ah, apa yang istriku masak hari ini?" Ricky mencoba mengalihkan perhatian Deta yang terlihat kecewa.

Deta memicingkan matanya. "Mas, jangan bohong padaku!"

"Tidak, Sayang," jawab Ricky, tetap tak ingin menatap Deta.

"Mas, Dania sudah bersiap-siap seharian untuk bertemu dengan kak Nino. Minta dia untuk datang setelah meetingnya selesai!" pinta Deta, sementara sudut matanya melirik Dania yang tampak memikirkan sesuatu.

"Kenapa aku merasa bahwa dia sedang membalasku sekarang?' Batin Dania.

Dan begitulah, setiap harinya sejak malam itu. Dania akan menunggu Ricky pulang dan berharap om pedofil akan datang bersamanya. Namun, beberapa hari telah berlalu dan om pedofil yang di nanti tak kunjung menampakkan diri.

Hingga sampai pada suatu hari, Dania mulai kesal dengan tingkah Nino yang mulai tidak masuk akal. Dimana saat semua keluarganya telah berkumpul, tapi Nino tak juga datang.

"Kak, apa ini?" tanya Dania kesal.

"Mungkin kak Nino sibuk, Dania," jawab Deta tak yakin.

"Aku juga sibuk, Kak!" sergah Dania, kemudian naik ke kamarnya dan kembali dengan cepat. "Jika dia tidak mau datang, maka Dania yang akan datang kepadanya!"

Semua orang tercengang dengan tindakan Dania karena sebelumnya ia begitu keras kepala dan bersikukuh untuk menolak perjodohan ini, tapi sikapnya saat ini menunjukkan yang sebaliknya.

"Aku pikir dia akan senang jika kak Nino tak datang," ucap Deta.

"Aku juga, Kak," sahut Dito.

Berbeda dengan kedua kakak beradik Riady, Ricky justru tengah tertawa dan memuji sahabatnya yang konyol itu dalam hatinya.

'Tenyata kau benar, No! Dania akan datang mencarimu ....'

Flashback on ...

Siang itu, di kantor Da Nino Corp. Ricky mati-matian membujuk Nino untuk datang ke rumahnya dan menemui Dania, gadis kecil yang selama ini ia nantikan.

"Tidak, Ky! Aku tidak akan menemuinya." Nino berusaha untuk tetap tenang di tengah jantungnya yang berdegup kencang.

"Maksudmu?" tanya Ricky bingung.

Seringai muncul di wajah Nino. "Dia sudah menolakku."

"Tapi sekarang Dania sudah menerimamu, Brothers," sanggah Ricky.

"Jika dia sudah menerimaku, maka biarkan dia sendiri yang datang kepadaku ...."

Hallo semuanya 🤗

Jangan lupa di tap jempolnya 👍🏻 dan tinggalkan jejak 👣👣 kalian di kolom komentar 👇🏻sertakan votenya juga 'ya 😍 untuk author amburadul kesayangan kalian ini 😘

I ❤ U readers kesayangan kuhh

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!