NovelToon NovelToon

Unexpected Love Journey

Prolog

Sambil menunggu last minute preparation sebelum acara pernikahannya dimulai, Andre, dengan menggunakan jas hitam berdiri di tengah-tengah altar menatap pintu besar yang masih tertutup. Sorotan matanya begitu terpaku dengan pintu tersebut, tidak memedulikan gemuruh dari orang-orang yang berada di ruangan itu. Rasa gugup berusaha di tahannya, wajahnya penuh dengan keringat dingin yang mengalir turun ke lehernya dan membuat dia bisa merasakan bajunya yang basah.

“Bapak, Ibu, dan tamu undangan yang terhormat .... Dipersilahkan mempelai wanita untuk masuk,”

Begitu pintu dibuka bersamaan dengan bunyi piano yang dimainkan, semua orang dalam ruangan itu berdiri dan bertepuk tangan menyambut pengantin wanita yang berjalan di tengah-tengah mereka.

.***

Andre, seorang pengusaha muda yang kaya raya, tampan, dan penuh dengan kharisma yang sanggup membuat hati setiap wanita berdebar. Bagaimana tidak, di usianya yang baru genap 30 tahun, dia berhasil membawa perusahaan keluarganya menjadi 1 dari 50 perusahaan paling berharga di dunia dengan valuasi mencapai USD$ 150 miliar, dan menjadi perusahaan lokal pertama dari Indonesia yang mendapatkan gelar ‘hectocorn’.

Namun, baginya, puncak dari semua kesuksesannya ini adalah saat dia berhasil menikahi wanita pujaannya, Yunita; orang yang begitu sabar menghadapi kekonyolannya, sifat keras kepalanya; juga sabar mendampinginya saat dia sempat terpuruk dan tidak punya tempat untuk bersandar. Oleh karena itulah, di setiap wawancara menjelang pernikahannya. Dia selalu mengatakan, kalau Yunita adalah salah satu cahaya kehidupannya di saat dia menemui kegelapan.

Pernikahan mereka berdua pada awalnya ingin dirahasiakan, namun setelah dipikir-pikir kembali, tidak ada salahnya juga merayakannya dengan megah untuk momen penting sekali seumur hidup. Akan tetapi, di luar perkiraannya, media menjadi sangat gencar merilis artikel tentang kisah cintanya dengan Yunita. Apalagi, Yunita juga merupakan artis top yang hidupnya sekarang ini selalu disorot sekecil apapun itu.

Banyak orang; terkhususnya netizen sering berkomentar, “Ah, dia kan kaya. Jalan hidupnya pasti mulus terus” seakan-akan kalo kaya maka sudah pasti hidup tenang. Yah, dirinya hanya bisa tertawa setiap kali membaca atau mendengar kalimat seperti itu. Dia tidak bisa menyalahkan orang-orang yang beranggapan seperti itu, karena kebanyakan orang hanya akan melihat kehidupannya yang sukses saja, bukan perjuangannya untuk sampai di titik ini.

Selama bertahun-tahun, mereka harus menghadapi berbagai macam cobaan, mulai dari pertunangan yang sempat dibatalkan, pernikahan yang terus tertunda. Semua itu harus mereka lewati.

Dan uniknya, semua itu berawal dari ketidaksengajaan sengaja, seolah pertemuan mereka memang sebuah ‘takdir’ yang sudah ditentukan.

...***...

Berjalan menuju altar pernikahan, Yunita mencoba menahan air matanya. Tidak terhitung berapa banyak rintangan yang harus dia lalui untuk sampai pada hari ini, momen yang sangat dia tunggu-tunggu.

Dia tidak menyangka, kalau cinta pertamanya, Andre juga akan menjadi cinta terakhirnya. Banyak pelajaran yang bisa di ambilnya dari kisah cintanya dengan Andre. Yang paling utama adalah, "Harta tidak akan bisa membeli cinta sejati. Yang terpenting adalah, bagaimana mencari orang yang mencintai kita apa adanya."

Orang-orang yang tidak mengenalnya secara langsung, mungkin akan menganggap hal itu cuma bulan omong kosong semata; sama seperti kebanyakan reaksi netizen yang menganggap feednya itu merupakan caper saja, dan mencap dirinya sebagai orang munafik.

Banyak orang yang sering bertanya saat dia masih pacaran dan bertunangan dengan Andre, "Kenapa jadi artis, padahal pacarnya adalah orang kaya?" Setiap mendengar pertanyaan itu, dia hanya tersenyum dan menjawab, "Karena saya tidak mau di cap cewek matre." Namun sebenarnya, alasan yang lebih besar tersembunyi di balik jawabannya itu.

Hi, berhubung ada kesalahan upload yang tidak bisa diperbaiki di Reunited Fate dan jalan cerita yang sempat di kritik oleh teman saya, maka revisinya akan di upload ulang di sini.

CH 1. Awal Yang Buruk

Gugup, itulah yang dirasakan oleh Andre, saat hari pertama Ospek disekolahnya. Semenjak tadi pagi dari awal ia bangun sampai tiba di depan gerbang sekolah perutnya sudah terasa tidak enak. Entah karena ia gugup atau ada yang salah dengan sarapannya.

Maklum, Pak Budi sudah menjadi sopir keluarganya semenjak kelas 5 SD, sehingga sudah seperti keluarga baginya dan keluarganya. Ayahnya merupakan pemilik perusahaan IT yang cukup sukses di Indonesia, sedangkan ibunya bekerja sebagai seorang pengacara ternama yang bisa dibilang cukup terpadang dalam bidangnya.

Lahir dengan latar belakang seperti itu membuat tekanan yang besar ada pada dirinya dikarenakan relasi, ataupun keluarga ayah dan ibunya mempunyai ekspektasi yang tinggi terhadapnya. Walaupun Ayah dan Ibunya tidak mengatakan apa-apa soal itu akan tetapi tetap saja pandangan orang lain terhadapnya tetap membuatnya tertekan.

“Kenapa nak? Gugup?”, kata Pak Budi yang sekarang sedang menatapnya lewat spion tengah.

“Banget pak,” ia menjawab dengan perasaan agak kesal.

Dia merasa seharusnya Pak Budi sudah bisa menebak apa yang dirasakannya hanya dengan melihat ruat wajahnya, apalagi mereka sudah saling kenal layaknya keluarga.

Melihat jam digital di dashboard mobil menunjukkan pukul 06.55, Andre berusaha untuk menenangkan dirinya; melupakan segala hal yang lain, menutup matanya dan mengatakan kepada pikirannya kalau semua baik-baik saja. Ini merupakan salah satu hal yang diajarkan Ayahnya dulu saat dirinya mempunyai fobia dengan ruang sempit yang gelap sampai akhirnya hal itu menjadi kebiasaan walaupun fobianya sudah sembuh total.

Setelah 1 atau 3 menit melakukan mind control tersebut dan rasa sakit di perutnya menjadi agak reda, ia langsung berpamitan dengan Pak Budi dengan mencium tangannya— hal itu sudah menjadi kebiasaan—dan kemudian keluar dari mobil.

Berjalan menuju gerbang utama sambil melihat sekilas tampak depan sekolahnya, Andre cukup terpukau karena kenyataannya melebihi dari apa yang ia bayangkan. Dari awal saat dia naik kelas 3 SMP, ia selalu menginginkan masuk ke sekolah ini, bukan karena terkenal dengan kemewahannya.

Namun, lebih tepat karena prestasi sekolah tersebut di bidang robotik yang cukup terkenal di kalangan pencinta robotik. Dan, juga karena SMA M mempunyai kerja sama khusus dengan beberapa kampus di luar negeri. Sehingga, bisa dibilang SMA M merupakan jalan pintas kalau ingin kuliah di luar negeri.

Dirinya sendiri tidak percaya saat ia berhasil diterima masuk ke sekolah tersebut bahkan—karena banyak orang yang pintar namun tetap juga gagal karena ketatnya persaingan—ia sendiri sampai menangis saat membaca surat penerimaannya dan, surat itu terus di gantung di kamarnya sampai sekarang sebagai trofi.

Tiba di depan gerbang utama, sebelum ia melangkahkan kakinya melewati gerbang tersebut, ia menutup matanya dan berdoa dalam hatinya memohon agar semua harinya dilancarkan. Hal itu juga sudah menjadi salah satu kebiasaannya setiap akan memulai sesuatu yang betul-betul baru.

Akan tetapi, saat dia akan melangkahkan kakinya melewati gerbang tersebut, tiba-tiba seseorang menabraknya dari belakang sampai membuatnya sampai terjatuh setelah gagal mempertahankan keseimbangannya hanya dengan satu kaki.

Awalnya, dia ingin memarahi siapa yang menabraknya, akan tetapi saat melihat orang yang menabraknya ternyata perempuan, amarahnya langsung surut. Malahan, ia langsung membantu perempuan tersebut berdiri. Apalagi saat kerumunan orang mulai melihati mereka, ia tentunya tidak mau hari pertamanya berkesan buruk.

“Ah HP-ku.”, keluh perempuan tersebut, “Siapa sih yang berhenti di tengah jalan!” sambung perempuan tersebut lagi yang terlihat sedang memungut sebuah handphone yang layarnya terlihat retak, kali ini dengan nada suara yang agak meninggi perempuan tersebut kembali mengomel, “Ganti ngak!” ucap perempuan tersebut sambil menunjuk-nunjuk ke arah Andre, dan menyodor-nyodorkan handphone tersebut di depan wajahnya.

Mendengar perempuan tersebut meneriakinya tanpa basa-basi dulu, Andre pun ikut emoesi dan akhirnya ikut nyolot, “Permisi ya. Kan lo duluan yang nabrak. Kenapa malah nyalahin gua?”

“Pokoknya, gua ngak mau tau, lu mesti ganti gua punya HP, titik,” sahut perempuan tersebut, kali ini cukup keras sampai sedikit bergaung.

“Dih, enak banget lu asal ceplas-ceplos .Jelas-jelas lu yang salah malah nyalahin orang. Ogah.” Andre membalas, dalam hatinya sebenarnya dia ingin mengumpat kata-kata kasar. Namun, tersadar ketika melirik orang-orang di sekitarnya yang berlalu lalang sambil berbisik.

“Aduh pagi-pagi Ren, lu sudah ribut aja sama anak orang. Cewek pula.”, dan masalah lainnya bertambah ketika Dimas datang entah dari mana.

Dimas, merupakan salah satu teman baiknya, walaupun terkadang ngeselin dengan mulut embernya dan sering nyerocos tidak tau tempat namun, Dimas merupakan salah satu teman terbaik yang selalu ada saat ia susah.

“Ah sudahlah. Gini aja, lu tungguin gua di sini pas pulang. Gua bawa lu ke konter HP buat ganti atau servis or whatever it’s. Oke?.” ucap Andre mengakhiri berusaha untuk mengkahiri pertengkaran tersebut.

Dia hanya tidak mau masalah tambah rumit dan malah menjadi bahan gibah Dimas dan satu teman baiknya lagi—yang kebetulan mereka bertiga satu kelas.

“Wah, hebat juga lu, baru haru pertama sudah bisa berantem sama cewek cakep.”, perkataan Dimas tersebut seolah menjadi kalimat pembuka sekaligus peringatan bagi dirinya untuk menguatkan mentalnya.

***

Dan betul saja apa yang Andre perkirakan, Dimas beserta temannya satu lagi bernama Brandon, terus menempel ketat dirinya sambil menggodanya soal kejadian pagi ini.

Bahkan sampai membuatnya tidak bisa fokus dengan sesi pengenalan lingkungan sekolah gara-gara kedua temannya ini—yang rasanya sangat ingin ia menyumpal kedua mulut di sampingnya ini dengan kain.

Saat pulang sekolah pun, Dimas dan Brandon masih tetap tidak melepasnya dan terus menggibahinya sampai telinganya sangat panas dan emosinya hampir meledak. Entah bagaimana kalau orang lain yang menghadapi kedua laki-lai bermulut emak-emak ini.

“Eh, jadi bagaimana? Lu betul-betul mau ganti HP itu cewek?”, tanya Dimas,

“Wah, baru hari pertama katanya sudah dapat cewek cakep aja lu, langsung nge-date pula. Gila lah, kalah lu Dim.”, tambah Brandon,

“Bisa diam ngak sih lu berdua.”, jawabnya dengan emosi sambil memukul kepala kedua temannya yang tukang gosip tersebut dengan buku sebelum memasukkannya ke dalam tas, “Dan juga, nge-date apaan? Ini cuma bentuk tanggung jawab dari seorang pria yang peduli dengan imagenya.”, tambahnya sambil mengenakan tasnya dan berjalan meninggalkan Dimas dan Brandon.

“Alah bokis, palingan juga lu bakal suka ntar. Ingat, benci akan menjadi cinta pada akhirnya. Dan juga dia lumayan cakep loh, kenapa ngak sekalian aja pacarin dulu.”, kata Dimas yang sekarang ini--bersama dengan Brandon--mengikutinya dari belakang sambil terus menggodanya.

“Kayaknya kurang keras lu gua pukul ya? Mau gua pukul lagi?”, kali ini, karena sudah terlalu emosi dan enek dengan tingkah mereka berdua, Andre melayangkan ipadnya dan hampir saja memukul duo cerewet tersebut dengan ipad.

“Secakep apa sih sebenarnya, jadi penasaran gua. Kalo si buaya ini sampai comel minta ampun berarti ada yang wow lah dari itu cewek.”, Brandon kemudian bertanya.

Alasan kenapa Dimas dijuluki buaya oleh Andre dan Brandon bukan lain karena kemampuan Dimas yang bisa menggaet cewek manapun yang disukainya dan bahkan pernah sekali, ketahuan menjalin 3 hubungan dalam waktu yang sama. Perbuatan tercela yang sangat hebat bukan?

“Lu liat aja sendiri ntar. Palingan si kunyuk satu ini yang sebenarnya suka, cuma strateginya dia aja bawa-bawa nama gua.”, balas Andre sembari menunjuk Dimas saat mereka bertiga akan menuruni tangga.

Saat tiba di dekat gerbang utama sekolah, karena perempuan tersebut belum datang sama sekali, dan dia tidak terlalu ingat dengan wajahnya, Andre memilih untuk duduk di salah satu kursi dekat gerbang yang biasa digunakan penjemput untuk menunggu sembari membuka sesuatu di ipadnya.

Sedangkan Dimas dan Brandon, keduanya terlihat duduk di salah satu kursi yang tidak terlalu jauh dari tempat Andre duduk dan mengawasinya sambil pura-pura mengobrol.

Teringat dengan Pak Budi yang mungkin saja sedang mencarinya saat ini. Andre mengirimkan pesan singkat, menyuruhnya untuk menunggu sebentar.

“Bertanggung jawab juga ternyata lo ya.”, setelah menunggu agak lama,  Andre mendengar suara perempuan yang sangat familier di telinganya; sama persis dengan suara perempuan menyebalkan yang ditemuinya pagi ini.

Mungkin, karena saking jengkelnya dia dengan wanita itu, sampai-sampai suara yang baru saja di dengarnya tadi pagi sudah bisa melekat di pikirannya.

Di kejauhan, Andre melihat Dimas dan Brandon yang senyum-senyum saat mereka bertatapan, dan mengejeknya dengan membentuk hati. Dia hanya membalas kedua orang teman laknatnya itu dengan mengacungkan jari tengahnya secara sembunyi-sembunyi saat keadaan agak sedikit sepi.

“30 menit, ngapain aja lu lama amat?” balasnya setelah melihat jam di ipadnya yang sudah menunjukkan pukul 13.35 atau 35 menit lebih setelah bel pulang sekolah.

“Bukannya itu sudah bagian dari tanggung jawab lu ya?” kata perempuan tersebut.

Reaksi itu membuat Andre sedikit kesal, seandainya yang di depannya ini adalah laki-laki, mungkin saja mereka sudah berakhir dengan adu jotos.

“Ah sudahlah, dari pada buang waktu. Mending kita kelarin urusan kita sekarang, oke? Sekarang, lu mending ikut gue dan jangan banyak tanya kalo HP lu mau diganti.”, kata Andre sembari mengangkat lengannya dan bersikap seperti seorang pelayan di sebuah restoran ketika akan menunjukkan jalan ke meja yang sudah di pesan.

Dalam hatinya dia hanya ingin cepat mengakhiri masalahnya hari ini juga, sekilas ia melihat Dimas dan Brandon tersenyum sambil mengedipkan mata sebelah kanan dengan kompak.

Ch 2. Secercah Memori Dari Masa Lalu

Dalam perjalanan menuju mal, Pak Budi terus-terus saja tersenyum ke arahnya dari balik kaca spion mobil, membuatnya agak risih. Walaupun berulang kali ia tegur dengan pura-pura batuk beberapa kali, tetap saja tidak digubris.

“Maaf pak, ada yang salah dengan penampilan saya ya? Dari tadi saya liat bapak senyum-senyum terus.”, pertanyaan perempuan tersebut memecah keheningan dalam mobil.

“Ah. Ngak ada masalah, cuma saya agak jarang aja liat ponakan saya bawa tamu dalam mobilnya terkhususnya perempuan.”, jawab Pak Budi yang melemparkan senyuman jahil saat mengatakan kata ‘terkhususnya’ seolah ingin menekankan sesuatu.

“Duh, Om. Please, fokus nyetir ajalah. Ngak usah bahas yang lain.”, perintah Andre sambil tetap fokus, memainkan game online di ipadnya. Sesekali ia melihat ke luar jendela agar kepalanya tidak pusing.

“Maaf ya dek, ponakan saya memang agak kaku. Kalo boleh tau namanya siapa ya? Pasti kalian belum saling kenal kan?”, tanya Pak Budi.

Andre ingin memotong dan membantah kalau dia bukan kaku, melainkan tidak ingin berurusan dengan perempuan yang ada di sampingnya. Namun, dia mengurungkan tekadnya.

“Yunita pak.” Jawab perempuan di sampingnya ini,

Mendengar kata ‘Yunita’, Andre langsung teringat dengan momen beberapa tahun lalu saat dia mengikuti salah satu lomba robotika saat SMP. Waktu itu, dia sempat berkenalan singkat dengan seorang gadis yang bernama Yunita juga di kompetisi tersebut.

Walaupun pada akhirnya ia harus menerima kekalahan dan pulang tanpa hasil karena beberapa permasalahan pribadi yang dialaminya. Pada momen itu juga dia pertama kalinya takjub kepada seorang wanita, karena jarang sekali ia melihat wanita yang juga hebat soal robotika.

Sayang sekali waktu itu dia hanya mengingat senyumannya saja karena masih berpacaran dengan orang yang namanya tidak mau dia sebut lagi.

Seandainya, hanya seandainya, dia mengamati dengan baik wajah perempuan tersebut, atau mungkin no.telpon cewek tersebut, mungkin kisahnya menjadi beda sekarang, apalagi mereka berdua punya ketertarikan yang sama di bidang robotika. Siapa tau kan? mungkin saja, mereka akan lebih akur dan cocok satu sama lain.

“Oi," sahut Pak Budi,  "ngelamunin apa kamu. Orang lagi kenalan malah bengong.”, lanjut Pak Budi, menyadarkan Andre yang tanpa sadar terlalu terhanyut dalam kenangan masa lalunya tadi karena mendengar nama ‘Yunita’.

“Apaan sih, orang lagi mikir soal tugas.”, jawab Andre sambil meliat keluar jendela,

Berusaha mengelak kalo dia melamun tadi, dalam pikirannya ia bertanya-tanya apakah Yunita yang ada di sampingnya sekarang adalah Yunita yang dulu ia temui atau bukan.

“Banyak alasan aja kamu. Nama kamu tuh sebutin dulu. Dari tadi di tanyain, kalo orang lagi ngomong ya fokus lah.”, kata Pak Budi yang makin lama membuat dirinya kesal karena Pak Budi terlalu larut dalam perannya.

“Andre.”, jawabnya singkat, di spion tengah ia dapat melihat dengan jelas kalo sekarang, Pak Budi sedang tersenyum lebar.

Melihat Yunita yang tidak merespons banyak, dan hanya tersenyum ramah, membuatnya berpikir mungkin saja dia bukan Yunita yang ia maksud atau mungkin hanya kebetulan namanya saja yang sama. Dalam hatinya ia ingin bertanya, apakah dia pernah mengikuti robotika, namun rasa gengsi dalam dirinya kali ini menang, dan ia memilih diam, fokus kembali ke tabletnya sampai mereka tiba di suatu mall.

Karena parkiran yang cukup penuh, mereka akhirnya diturunkan di drop zone sementara Pak Budi mencari parkiran. Tidak tahan dengan udara panas yang dirasakannya setelah keluar dari dalam mobil, ia langsung mengajak Yunita masuk duluan.

Saat mereka berjalan cukup lama, Andre baru menyadari beberapa mata laki-laki yang menatapi Yunita yang pakaian seragam yang cukup ketat; apalagi ia sendiri perawakannya agak tinggi, kepala Yunita saja bahkan hanya sampai bahunya.

Dan juga, dia memakai sweter yang membuatnya tidak terlalu kentara kalo anak SMA; jika orang tidak memperhatikan celananya. Tidak mau menjadi pusat perhatian, begitu melihat toko pakaian yang berjarak beberapa langkah di depan mereka, ia langsung memegang lengan Yunita, dan mengajaknya masuk ke dalam toko pakaian tersebut.

“Ngapain sih,” protes Yunita dengan wajah yang terlihat kesal,

“Ngak sadar apa kalau lu di perhatikan orang-orang dari tadi?” jelas Andre,

“Ada yang bisa saya bantu?” sapa salah satu pegawai toko yang menghampirinya tak lama setelah mereka masuk.

“Ah, saya mau sweeter yang cukup cocok di badannya (menunjuk Yunita), kalo bisa jangan yang terlalu ketat,” ucap Andre, dan pegawai toko tersebut menatap Yunita sesaat lalu segera pergi meninggalkan mereka.

Namun, setelah masuk ke dalam toko tersebut, ada sedikit rasa penyesalan di hatinya ketika matanya tak sengaja melihat beberapa nama brand terkenal dengan harga yang juga sanggup membuat dompet menangis, tergantung di dinding dalam toko itu.

Akan tetapi, ego dan rasa gengsinya yang lebih tinggi menghalangi pemikiran rasionalnya yang menyuruhnya untuk keluar dari situ.

“Memang apa urusannya sama lu?” ucap Yunita, dengan intonasi orang marah namun dengan volume suara yang agak diturunkan, bahkan hampir mirip dengan berbisik jika lebih pelan lagi.

“Gua ngak suka aja kalo jadi pusat perhatian, puas?” Andre membalas, matanya sekarang tertuju pada salah satu baju kemeja pria yang ada di etalase, yang terlihat agak menarik baginya untuk sesaat.

“Bagaimana kalo yang ini?” ujar pelayan yang tadi menghampiri mereka sembari membawa 4 sweeter berbeda warna,

Tanpa banyak bicara, Yunita kemudian tersenyum yang seperti agak dipaksakan, dan pergi meninggalkannya bersama dengan pelayan toko untuk mencoba sweeternya.

“Enjoy your time,” ucapnya sembari tersenyum dan melambai, berpura-pura untuk menciptakan kesan pasangan yang sedang berbelanja; dalam hatinya ia sangat berharap semoga saja tidak mahal dan ada diskon.

Sekitar hampir setengah jam menunggu, Yunita akhirnya kembali. “Bagaimana?”

“Duh, lama banget sih, lu tuh ganti baju atau...” kata-katanya terhenti saat berbalik melihat Yunita.

Untuk sesaat, ia sempat melamun saat melihat Yunita yang terlihat trendi dan malah tampak bak model dengan tubuhnya yang ramping tersebut. “Sudahkan, itu aja?” dengan cepat ia menguasai dirinya, menyembunyikan ekspresinya tadi dengan mengalihkan pandangan ke tempat lain dan berjalan menuju meja kasir.

Untung saja, harga pakaian tersebut tidak mahal. Dan, melihat orang yang memakainya terlihat bagus, ia juga tidak merasa terlalu rugi-rugi amat—walaupun sebenarnya pikirannya sudah berpikir keras alasan apa yang dia gunakan untuk menjelaskan tagihan CC yang sekarang pasti sudah masuk ke handphone Ibunya; karena CC tersebut memang masih atas nama ibunya.

...***...

Ketika sedang memilih handphone, Yunita terlihat kebingungan. Andre kemudian mendekati Yunita dan salah satu karyawan toko tersebut yang bersamanya. Secara kebetulan, handphone yang sama dengan punyanya dipajang tepat di samping mereka.

Dia akhirnya pura-pura bertanya tentang handphone tersebut. Melihat raut wajah Yunita yang sepertinya terlihat menyukai handphone tersebut saat dijelaskan, dia langsung memberitahu petugas yang tadi kalo ia akan mengambil handphone yang tadi.

“Udah ngak usah, biar gue aja yang bayar,” Di kasir, ketika ia akan membayar, secara mengejutkan Yunita menahan tangannya yang sudah mengeluarkan kartu creditnya yang tadi.

“Hah, kenapa? Kan gua udah bilang bakal gua ganti,” Andre agak heran, sebenarnya dia agak skeptis dan bertanya apakah wanita ini tau harga barang yang akan dibayarnya tersebut.

“Pake ini aja mbak,” ujar Yunita sembari menyerahkan sebuah kartu berwarna hitam.

Andre terkejut ketika menyadari kalo itu adalah Black Card salah satu bak swasta di Indonesia yang cukup terkenal. Ia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Sekarang, ia malah penasaran dan bertanya-tanya siapa sebenarnya wanita di depannya ini.

***

Dalam perjalanan pulang mengantar Yunita, lingkungan tempat tinggal Yunita membuat Andre bergitu penasaran. Apalagi setelah melihat ‘Black Card’ tadi yang tidak semua orang bisa memilikinya.

“Kamu tinggal disini sama siapa?”, tanya Andre dengan sok cool.

Dia berusaha untuk menyembunyikan rasa ingin tahunya ketika mereka memasuki kompleks perumahan yang bisa dibilang cukup mewah.

Semuanya bisa terlihat dari rumah-rumah yang berada dalam kompleks tersebut yang bergaya minimalis modern dengan ukuran yang cukup besar.

“Sama orang tua dan kakakku”, jawab Yunita dengan singkat,

Sampai di depan rumah Yunita, hal pertama yang terlintas di pikiran Andre saat melihat rumah di belakang Yunita tersebut adalah ‘daebak’.

Jika dilihat sekilas, memang tidak ada yang spesial dari rumah tersebut. Tembok tinggi yang mengelilingi rumah tersebut, pagar coklat terbuat dari kayu yang menjadi penghalang jalan masuk utama satu-satunya lalu desain eksterior yang terlihat sederhana tanpa banyak permainan dekorasi.

Akan tetapi jika diperhatikan baik-baik, baru akan tersadar kalo rumah tersebut mempunyai 3 lantai paling kurang. Di tambah lagi di bagian paling atas rumah terdapat tempat yang menurutnya adalah rooftop/tempat BBQ, terlihat jelas dari dekorasinya yang terbuka dengan hiasan lampu dan atap kanopi.

“Ngak mau masuk dulu sekalian pak?”, tanya Yunita saat sesudah turun dari mobil.

“Lain kali aja dek. Orang tuanya sudah nelpon dari tadi.” Jawab Pak Budi, menggerakkan kepalanya menunjuk ke arah Andre.

Selesai berpamitan, Pak Budi kemudian memutar mobil dan kembali menyusuri jalan yang mereka lewati. Untungnya jalannya agak sederhana dan terdapat petunjuk arah sehingga mereka tidak berputar-putar seperti orang ling-lung, tidak seperti saat mengunjungi rumah Dimas yang jalanannya terlalu rumit untuk dihafal.

Dalam perjalanan menuju rumahnya. Andre masih memikirkan tentang identitas Yunita yang sebenarnya. Meskipun menaruh curiga, dalam otak kecilnya malah timbul rasa ingin membuat dia menjadi temannya. Mungkin terdengar hal yang mustahil mengingat ia dan Yunita sudah mempunyai first impression yang cukup buruk.

Namun, bukan tidak mungkin hal itu bisa terwujud. Layaknya pepatah ‘sekeras-kerasnya batu, jika ditetesi air terus menerus pasti akan bolong juga’. Kata-kata inilah yang selalu menjadi andalannya saat bersosialisasi dengan siapa pun itu.

Sementara memikirkan semua hal itu. Dalam hatinya, Andre bergumam, “jikalau memang Yunita orang baik, buatlah dia menjadi temannya namun jika tidak maka biarlah semua urusan mereka selesai sampai hari ini saja.”

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!