Pagi hari yang cerah di awali kicauan burung dan hijau nya daun bersama tetesan embun, terlihat seorang gadis mungil dan manis sedang menyirami tanaman di kebun kecil depan rumah nya yang sederhana namun tertata rapi dan indah. Gadis berkulit kuning langsat, rambut lurus hitam kecoklatan sepanjang bahu, mata bulat dan lesung pipi di pipi kanan nya membuat nya semakin cantik dan anggun ketika tersenyum. Dia bernama Shelomita Deane Putri atau yang akrab dipanggil Shelo, usia nya baru 21 tahun dan saat ini sedang mengemban pendidikan di Universitas Harapan Indonesia melalui jalur beasiswa prestasi. Shelo sedang berada pada semester akhir kuliah nya dan mempersiapkan skripsi. Beberapa lelaki di kampus nya menaruh harapan untuk bisa menjadi kekasih nya, akan tetapi Shelo menghiraukannya karna saat ini yang terpenting bagi nya adalah keuarga. Shelo hidup bersama ibu dan adik perempuannya yang masih kelas 1 SMA yang bernama Sesilia Jeane Putri dan seorang ibu tunggal yang dengan tekun menafkahi kedua putri nya dengan menjual bunga. Ayah Shelo meninggal ketika dia masih SMP karena kecelakaan kerja sehingga membuat nya tumbuh menjadi anak yang mandiri. Saat ini kondisi kesehatan ibu nya sedang menurun, membuat nya gampang lelah ketika merangkai bunga pesanan konsumen, mau tidak mau Shelo sebagai anak pertama harus bisa mandiri dan membantu ibu nya untuk menghasilkan uang.
Dan semua nya pun berubah begitu menyeramkan dan menyakitkan bagi Shelo dimana ia harus merelakan harapannya dan menjaga hati ibu serta adiknya.. Sungguh, bahkan air mata yang tak terhenti pun membuat nya tak bisa keluar dari takdir yang salah untuknya.
Di dalam sebuah gereja yang sudah berhiaskan dekorasi pernikahan, beberapa tamu yang hadir termasuk ibu dan Sesil yang mengisi barisan depan dengan tatapan haru bahagia melihat Shelo yang tampak begitu anggun dan cantik mengenakan gaun putih pernikahannya, tudung gaun menutupi wajahnya yang tidak memancarkan aura kebahagiaan sama sekali sambil membawa bucket bunga mawar putih rangkaian ibu nya dan menggandeng pria yang 30 cm lebih tinggi dari nya, berparas tampan namun tatapan nya tajam tanpa senyuman, proporsional dengan rambut hitam rapi serta tuxedo hitam yang serasi dengan gaun Shelo.
“ Saudara Arvinas Javier Osmond, bersediakah engkau mengambil Shelomita Deana Putri menjadi istri mu yang sah dan satu-satu nya baik dalam keadaan sehat maupun sakit, kaya maupun miskin serta suka maupun duka? “ Ucap Pastur Frans yang memimpin wedding ceremony.
“ Ya. Saya bersedia.” Jawab Arvi tanpa pikir panjang dengan suara lantang dan cool nya.
“ Saudari Shelomita Deana Putri, bersediakah engkau menerima Arvinas Javier Osmond menjadi suami mu yang sah dan satu-satu nya baik dalam keadaan sehat maupun sakit, kaya maupun miskin serta suka maupun duka? “ Lanjut Pastur Frans.
Namun Shelo pun menitihkan air mata seakan ingin menolak nya, hati nya begitu sesak dan marah tetapi tidak bisa terlebih lagi melihat wajah haru dan bahagia ibu dan adik nya yang sedang menyaksikan mereka. “ Ya. Saya bersedia.” Jawab Shelo dengan suara lirih dan seakan tak berdaya.
Mereka pun saling memasang cincin pernikahan pada jari masing-masing, Arvi memegang pinggang Shelo untuk menariknya lebih dekat dan menatapnya tajam begitu pula dengan Shelo yang begitu penuh kebencian menatap Arvi.
Ketika saat nya untuk wedding kiss, Arvi pun perlahan berbisik “ Mari bekerja sama untuk tidak saling merugikan, aku sudah bertanggung jawab atas noda yang dibuat oleh adik ku.. menyelamatkan ibu mu dan menyekolahkan adik mu. Yang perlu kamu lakukan hanya sadar diri, sekarang kamu adalah Nyonya Arvi. Kelas sosial mu sudah tidak sama lagi “ Selesai mengatakan hal mengerikan itu, Arvi pun mencium bibir Shelo yang bahkan tidak bisa memejamkan mata karna kebencian nya yang meluap pada Arvi terutama adik nya, Evan.
……………………………………………………………..
Tiga bulan sebelum pernikahan Shelo dan Arvi,
Mereka berdua adalah pribadi yang sama sekali tidak saling mengenal. Kesialan yang dialami Shelo bersumber pada Evan Gregorius Osmond, atau yang akrab di sapa Evan.
Evan pemuda yang tampan dan kaya, kulitnya putih badan nya bagus tinggi dan idaman para gadis di kampus nya. Akan tetapi, bagi Evan masa muda nya adalah masa untuk ber senang-senang bahkan dalam hal cinta. Ia hanya ingin memuaskan rasa penasaran nya ketika menginginkan sesuatu termasuk perhatian Shelo, seorang gadis biasa yang puluhan kali menolak ajakan Evan walau hanya sekedar untuk makan siang.
“Kenapa sih lo jual mahal banget ?” Kata Evan yang dengan percaya diri menyamai tiap langkah Shelo yang sudah biasa mengabaikan Evan sambal berlalu pergi.
“Cari aja target lain, kenapa mesti gue sih” Jawab Shelo santai tanpa melihat Evan dan terus berjalan ke kelas. Terlihat ketika memasuki kelas, ada 2 sahabat Shelo yang melambaikan tangan dan sudah menyediakan kursi kosong untuk Shelo. Mereka adalah Ayu dan Mia, sahabat Shelo dari SMP yang tau semua apa yang disukai dan tidak disukai oleh Shelo, termasuk ketika ia kehilangan ayah dan berada di titik terpuruk sekalipun, mereka selalu ada.
“Hmm… Lagi.. Lagi.. “ Sahut Ayu lelah melihat kelakuan Evan.
“Hai guys, untung gue gak telat. Pesenan bucket hari ini banyak banget.” Kata Shelo menyapa sahabat sahabat nya tanpa menghiraukan Evan yang masih ada di sebelahnya.
“ Jadi gimana? Gue jemput ya” Kata Evan di sela-sela obrolan Shelo.
“Udah deh van, lo jangan gangguin Shelo terus. Gak akan mempan, mending cari yang lain aja” Kata Mia to the point.
“Gue.. Evan Gregorius Osmond, gak ada kata menyerah dalam kamus gue” Jawab Evan percaya diri.
“Hei, gue kasih tau ya. Seorang putra dari keluarga Osmond gak akan ngikutin cewe biasa kayak gue. Jadi, ambil tas lo ini dan pake duit lo buat cewe lain.” Shelo pun tanpa ragu mendorong Evan menjauh dan kali ini berhasil membuat pemuda badung itu pergi ke kelas lain, namun apa boleh buat Shelo terlanjur mendapatkan perhatian dari anak-anak lain yang berada di dalam kelas terutama para wanita yang iri melihat Shelo dan menjadikan nya bahan gosip.
“Sok jual mahal banget sih tuh cewe”
“Cantik juga gue, mahasiswi beasiswa aja belagu”
Perkataan-perkataan itu tentu menyakiti telinga dan hati Shelo, tetapi ia berusaha cuek dan focus untuk segera menyelesaikan masa study nya yang kurang 1 semester ini.
Waktu jeda mata kuliah pun tiba, Shelo dan sahabat nya bercanda gurau bersama menuju cafeteria yang ada di kampus sambil membahas tugas yang diberikan dosen kepada mereka.
“Shel, besok kan kita Cuma 1 mata kuliah doang. Nonton yuk” Ajak Ayu
“Gue sih mau mau aja, tapi besok ada pertemuan tahunan kampus kan. Dan lo tau, gue harus dateng. Buat kelanjutan beasiswa gue di semester akhir ini.” Jawab Shelo menyayangkan.
“Oya, denger-denger Osmond Group taun ini jadi donatur terbesar Shel. Pantes aja si Evan makin bertingkah.” Kata Mia sambil memberikan minuman botol kepada Shelo yang sedang menyiapkan laptop untuk mengerjakan tugas.
“Ga peduli gue, mau dia anak donatur atau bukan. Gue dapetin beasiswa kan bukan karna dia, tapi karna mati-mati an belajar supaya masuk 10 besar fakultas.” Jawab Shelo tegas.
“Iya juga sih, tapi ada gosip tuh dari si cewe-cewe yang iri sama lo. Kata nya semua gara-gara Evan, jadi lo bisa dapet beasiswa. Emang gila ya tuh mulutnya” Sahut Mia merasa geram.
“Biarin aja. Jangan bahas yang ga penting. Kita kerjain tugas aja” Kata Shelo meredam amarah Mia.
…………………………………………………………
Keesokan pagi nya tampak Shelo yang sudah berdandan rapi dengan kemeja putih dan rok hitam nya berjalan ke ibu nya yang sedang sibuk merangkai beberapa bunga, sedangkan Sesil sudah pergi ke sekolah mendahului Shelo.
“Cantik nya anak mama” Kata ibunya sambil membelai rambut Shelo yang tersisir dan terurai rapi sebahu.
“Ibu nya cantik, anaknya pasti cantik dong. Hehehe… sini aku bantu in, ma” Shelo dengan tanggap membantu ibu nya merangkai bunga yang tersisa beberapa lagi.
“Hari ini pertemuan donatur ya, maaf ya mama ga bisa nemeni kamu. “ Kata ibu Shelo yang memang dalam kondisi kurang sehat.
“Gapapa ma, tenang aja. Shelo bisa kok dateng sendiri, gak akan ada masalah.” Jawab Shelo menenangkan.
Beralih ke kampus Shelo, dimana semua penerima beasiswa dan para dosen berkumpul di aula pertemuan untuk mempersiapkan serta menyambut para donatur yang akan datang. Kurang lebih ada 100 mahasiswa termasuk Shelo yang ikut berpartisipasi dalam acara itu. Shelo sebagai Senior membimbing junior-junior nya dan menjadi salah satu panutan disana.
Mobil-mobil mewah pun berdatangan satu demi satu dan mendapatkan penyambutan ramah dari mahasiswa, para dosen dan juga rector. Semua mata terutama para wanita tertuju pada salah satu anggota donatur yang terlihat asing dan baru pertama kali mengikuti acara ini. Dia adalah Arvinas Javier Osmond, anak tertua dari Hendra Osmond pemilik Osmond grup yang merajai bisnis di bidang furniture bahkan sampai ke luar negeri dan beberapa retail bisnis lainnya termasuk Department Store dan hotel bintang 5. Arvi saat ini berusia cukup matang yaitu 30 tahun dimana ayahnya mempercayakan sebagian besar saham kepada Arvi untuk dikelola sebaik mungkin. Arvi masuk dalam top 10 pengusaha muda paling sukses di Indonesia walaupun pembawaan nya yang angkuh dan dingin tidak mengurangi daya tariknya. Setelan jas coklat tua, sepatu dan jam tangan branded semakin melengkapi pesonanya.
“ Saya sangat bersyukur bahwa tahun ini, Osmond Group bisa berpartisipasi lebih besar dari tahun lalu untuk mensejahterakan mahasiswa mahasiswi yang sudah berusaha keras mendapatkan beasiswa prestasi. Saya berharap semangat kalian tidak pernah padam dalam memperjuangkan pendidikan dan cita-cita kalian. Disamping itu, saya ingin memperkenalkan anak sulung saya yang begitu membantu Osmond Group selama kurang lebih 5 tahun ini sehingga semakin besar dan jaya. Arvinas Javier Osmond.” Sambutan bapak Hendra selaku CEO Osmond di iringi oleh tepukan tangan meriah dan tatapan kagum terus mengiringi tiap langkah Arvi hingga sampai di atas panggung.
Pembawaan nya yang dingin dan tidak mudah tersenyum mencuri perhatian banyak orang yang ada di gedung itu termasuk Shelo.
“Bisa-bisa nya kakak sama adik bagai langit dan bumi.” Gerutu Shelo ketika melihat Arvi dan membandingkannya dengan sosok Evan yang sering mengganggu nya.
Acara ramah tamah pun berlanjut, tentunya para donatur diberi ruang khusus dengan hidangan berkelas dan pelayanan bak di hotel bintang lima. Sedangkan para mahasiswa dan lainnya makan siang di gedung pertemuan lainnya.
Ketika sedang menikmati minumannya, Shelo pun terkejut melihat Evan yang ternyata ikut hadir dan sekarang semakin dekat menghampirinya.
“Gimana? Masih ga mau jalan sama gue? Gue bisa nurutin semua apa yang lo mau.” Kata Evan slengekan sambil merangkul pundak Shelo dan tanpa pikir panjang Shelo menyingkirkan tangan Evan dan pundaknya.
“Gue cuma butuh 1 dari lo. Jauhin gue.” Sindir Shelo tegas dan bergegas pergi meninggalkan Evan namun malah tertahan karena tangan kiri nya di genggam erat oleh Evan.
“Gue kan uda pernah bilang, kalo ga ada kata menyerah dalam kamus gue. Ehm.. apa perlu gue beli semua bunga nyokap lo supaya lo terkesan.” Perkataan Evan yang mulai membawa bawa ibu nya pun membuat Shelo geram dan nyaris melemparkan sisa air di gelas nya ke wajah Evan, namun apa daya sebuah tangan yang lembut dan kuat menahan tangan kanan Shelo.
“Kak Arvi??” Sahut Evan kaget seraya melepaskan genggaman nya.
Shelo pun juga terkejut dan terdiam melihat lelaki yang beberapa menit lalu membuatnya kagum sedang berdiri di sebelahnya dan menggenggam tangan nya.
“Apa yang mau kamu lakukan ke adik saya?” Kata Arvi sambil menatap tajam kearah Shelo.
“Maaf, jangan salah paham.” Jawab Shelo merasa takut dan mengurungkan niatnya untuk menyiram Evan.
“Gak ada apa-apa kok kak, cuma bercandaan aja sama temen.” Kata Evan mencari-cari alasan. Shelo pun tersenyum merasa konyol melihat Evan yang jadi kikuk di hadapan Arvi.
“Jangan buang waktu dengan yang gak penting. Kakak suruh kamu nyusul untuk gantiin kakak nemeni papa. Malah main-main sama yang ga penting.” Arvi pun mengomeli Evan di depan Shelo yang menjadi ikut geram ketika mendengar perkataan Arvi yang seolah memposisikan Shelo sebagai barang yang tidak penting.
“Maaf sebelumnya, kaka atau pak. Jadi maksud nya saya ga penting?” Tanya Shelo mulai berani.
“Ya memang kamu siapa saya? Apa penting nya buat saya?” Jawab Arvi santai.
“Harusnya gue siram dua-duanya.” Gerutu Shelo sambil memegang erat gelas minumnya.
“Kamu kan sudah tau siapa saya dan Evan, ga seharusnya kamu seperti itu. Kamu bisa kuliah sampai sekarang juga karna kebaikan saya yang ga seberapa.” Arvi pun menutup percakapan itu dengan kalimat yang menyakitkan dan pergi begitu saja, Evan pun yang merasa dilindungi oleh kakak nya pergi mengikuti Arvi sambil tersenyum nakal kepada Shelo. Kebencian pun tumbuh dalam hati Shelo yang merasa direndahkan.
………………………………………………………….
Pada waktu siang di hari Minggu, terlihat Shelo yang bersantai di rumah bersama ibu dan Sesil. Mereka menata tangkai-tangkai bunga dan membersihkannya bersama untuk di taruh pada vas sambil bercengkerama. Shelo pun mulai melupakan apa yang terjadi kemarin bersama Osmond brothers yang begitu mengganggu nya.
“Sesil, kamu udah telpon jasa mobil untuk angkut pesanan hari ini?” Tanya ibu mereka sambil menata beberapa vas yang sudah terisi bunga.
“Beres ma, nanti jam 4 (sore) uda ready kok.”
“Emang sebanyak ini mau di antar kemana ma?” Tanya Shelo sambil terus membantu.
“Kemarin sore mama dapet pesenan 30 vas bunga dari hotel Osmond. Kata mereka mau ada acara.”
Mendengar nama Osmond, Shelo pun berhenti sejenak seakan tidak percaya.
“Osmond? Sejak kapan mereka jadi customer floris mama?” Tanya Shelo curiga.
“Baru kali ini sih nak. Mama juga sempat tanya mereka dapat kontak mama darimana. Yang bikin mama percaya, karna mereka langsung bayar 50%. Mintanya juga bunga-bunga yang gampang, ya jadi mama ga pikir panjang lagi.”
“Ya harusnya di selidiki dulu dong ma, kalo penipuan gimana” Kata Shelo curiga.
“Ya enggak lah kak, mereka berani langsung bayar. Aku sendiri tadi juga ikut cek mutasi di rekening mama. Ini namanya rejeki tak terduga kak, disyukuri aja.” Lanjut Sesil positif thinking. Namun Shelo tetap merasa ada yang aneh dan serba kebetulan.
Tepat jam 4, mobil yang akan mengantar pesanan pun datang. Satu per satu vas bunga di naikkan dan Sesil sudah bersiap untuk mengantarnya, namun Shelo buru-buru mengambil tasnya dan mencegah Sesil. Dengan pakaian ala kadarnya, kaos putih celana jeans biru dan sepatu kets, ia menghentikan Sesil yang hendak masuk ke mobil.
“Stop. Biar kakak aja yang antar.” Sahut Shelo mengherankan ibu dan adiknya.
“Udaaah. Aku aja gapapa kak. Istirahat aja di rumah, persiapan proposal skripsi.” Sesil pun tidak menurutinya.
“Aku aja dek. Feeling ku yang pesen temen kuliah ku deh. Makanya mau aku pastiin.” Jawab Shelo beralasan.
“Temen kamu?” Ibu nya pun ikut heran.
“Iya ma, temen aku kan ada yang part time disana.
Makanya mau sekalian aku temuin.” Jawaban Shelo pun meyakinkan ibu yang memang sangat percaya pada nya.
“Ya udah, cepetan pulang ya tapi kalo udah selesai. Cuaca nya mau hujan nak.” Kata ibunya sambil membelai kepala Shelo.
“Oke ma. Mama cepet istirahat aja. Jangan lupa minum obat dan vitaminnya. Bye bye”
Shelo pun akhirnya melakukan perjalanan untuk memenuhi rasa penasarannya dan memakan waktu 2 jam untuk sampai ke hotel Osmond yang letaknya cukup jauh dari rumahnya dan berada di tengah kota metropolitan. Sesampainya disana Shelo mencari informasi tentang siapa sebenarnya yang memesan bunga-bunga itu.
“Pesanan nya atas nama Bapak Evan Osmond,” Kata salah satu customer service nya.
Mendengar itu Shelo pun se akan terbakar api kemarahan, dan merasa bahwa apa yang dilakukan Evan hanya untuk mempermainkan diri dan keluarga nya terlebih lagi Shelo melihat ibunya yang begitu bahagia mendapat pesanan sebanyak itu seakan semua hanya lah permainan.
“Apa saya bisa bertemu dengan Bapak Evan? Mungkin dia sedang tertawa sambil menunggu saya.” Tanya Shelo dengan ekspresi yang penuh emosi. Mereka pun segera menghubungi Evan yang memang sesuai prediksi Shelo sedang berada disana. Tentu saja dengan senang hati Evan menerima permintaan Shelo untuk bertemu, staff hotel pun mengantar Shelo ke kamar VIP Evan. Langkah kaki Shelo pun terasa berat namun rasa marah dalam dirinya terus membuatnya ingin melampiaskan pada Evan.
Mereka pun akhirnya bertemu di kamar VIP yang sangat indah dan luas, perabot nya semua bernilai puluhan sampai ratusan juta dan membuat Evan dengan leluasa menyombongkan diri.
“Sebenernya maksud lo apa sih? Sampe kapan lo mau gangguin gue?” Kata Shelo dengan nada tinggi dan amarah yang tak tertahankan.
“Tenang dulu Shel. Duduk dulu.” Jawab Evan santai sambil minum minuman beralkohol yang membuatnya makin buruk. Namun Shelo tidak mendengarkan kata-kata Evan dan tetap berdiri menjaga jarak darinya.
“Gue gak ada maksud apa-apa kok. Gue Cuma mau ngebantu usaha nyokap lo. Emang ada yang salah?”
“Jawaban lo terlalu konyol. Jangan pernah bawa-bawa keluarga gue buat mainan lo. Kenapa sih harus gue? Lo kaya, lo bisa beli apapun itu. Please.. mulai hari ini, anggap kita ga kenal.” Shelo pun to the point kepada Evan, namun sebaliknya.. Evan semakin tertarik kepada Shelo yang sangat sulit dia taklukkan. Evan pun berdiri dan mendekati Shelo.
“Itulah yang gue suka dari lo. Memang apapun bisa gue beli, tapi kenapa buat dapetin lo susah banget? Bahkan seorang Evan pewaris Osmond, ga bisa dapetin lo.” Jawab Evan yang mulai kehilangan akal dan Shelo menyadari nya, ia terus berusaha menjauh dari Evan yang sudah berbau alkohol.
“Lo gila Evan, lo uda ga waras. Nyesel gue nemuin lo dan ngikutin permainan lo.” Ketika Shelo hendak pergi, dengan cepat Evan menarik tubuh Shelo dan memeluknya. Shelo pun melawan dan melarikan diri dari Evan tapi gagal. Tubuh Evan yang tinggi selalu mengungguli langkah Shelo.
Evan pun semakin hilang akal karena pengaruh alkohol, Shelo berteriak minta tolong tapi tidak akan ada satu pun yang mendengarnya karena dinding yang kedap suara.
Evan memeluk dan berusaha mencium Shelo yang terus meronta dan menangis.
“Please Evaan… lepasin gue.” Hingga Shelo pun memohon sejadi-jadinya. Namun Evan tidak mempedulikan dan menuruti hawa nafsu nya. Karena Shelo yang begitu keras kepala dan memberontak, Evan pun memukul dan menampar Shelo dengan keras hingga pingsan.
Satu demi satu evan melepas pakaian Shelo hingga terlihat seluruh tubuh Shelo yang selama ini tertutup dan membuat Evan semakin bergairah. Ia melihat kecantikan Shelo dan tubuhnya yang harum, dengan segera evan juga membuka pakaiannya dan mulai menyentuh serta merenggut yang selama ini dijaga oleh Shelo.
Malam pun semakin larut, Shelo yang tanpa pakaian dan hanya tertutupi selimut sadar. Ia begitu frustasi melihat keadaannya terlebih lagi Evan yang sudah menghilang setelah melecehkannya. Shelo hanya bisa menangis dan berharap itu semua mimpi. Ia beranjak dari tempat tidur dan mengambil semua pakaian yang tercecer di lantai. Shelo semakin merasa sakit dan sesak dalam hati, dimana ia menyadari bahwa sudah tidak virgin lagi.
Ia keluar dari hotel dengan rambut yang masih acak-acakan, terlihat 30 panggilan tak terjawab dari ibu dan Sesil yang khawatir karena Shelo tidak kunjung pulang. Malam semakin larut, hujan semakin deras dan Shelo memutuskan untuk pulang di tengah hujan. Ia menangis marah dan merasa jijik, terbersit dalam pikiran nya untuk melaporkan Evan ke kantor polisi tapi setibanya di depan kantor polisi, langkahnya pun terhenti dan berbalik. Pikiran Shelo sangat kacau dan takut jika ibunya mengetahui semua itu pasti akan langsung jatuh sakit.
Shelo memutuskan pulang naik taksi dengan baju yang basah dan tangisan yang tak bisa berhenti. Namun ketika sampai di depan rumahnya dengan segera dia menghapus air matanya dan mencoba memperlihatkan ekspresi seakan tidak terjadi apa-apa.
……………………………………………
Keesokan pagi nya di kediaman Evan, ia tampak tidur dengan nyenyak dan merasakan efek dari alkohol semalam yang ia minum dengan berlebihan. Evan yang sambil sempoyongan berjalan menuju kamar mandi masih belum mengingat perbuatan keji yang ia lakukan pada Shelo. Selesai mandi, Evan turun untuk sarapan bersama kakaknya yaitu Arvi. Seperti biasa mereka memang hampir setiap hari hanya berdua di rumah karena orangtua nya yang selalu sibuk berpindah pindah kota dan luar negeri untuk menjalankan bisnis sekaligus ber foya-foya dan menjadikan Arvi sebagai penanggung jawab Osmond Group. Arvi yang sudah tampak rapi dengan setelan jas sepatu dan tas kerja nya hanya bisa menghela nafas melihat kelakuan adiknya yang tidak kunjung dewasa.
“Udah sadar?” Tanya Arvi ketus.
“Semalem, aku ga begitu mabuk kok.” Jawab Evan ngeles.
“Oya? Ga begitu mabuk tapi butuh 2 orang buat gendong ke kamar.” Sindir Arvi lagi..
Namun Evan diam terpaku seakan mulai mengingat kejadian kemarin termasuk apa yang dia perbuat pada Shelo. Evan pun terkejut atas perbuatan nya sendiri dan mencoba mengelak namun ingatan itu terbesit jelas hingga ia memecahkan gelas yang berisi susu dan mengagetkan Arvi.
“Pagi-pagi ngagetin aja. Kenapa sih?” sahut Arvi protes sambil meletakkan koran pagi yang ia baca.
“Kak… Spertinya kemarin…” Jawab Evan tergagap takut.
“Kemarin kenapa?” Tanya Arvi yang mulai curiga dengan ekspresi Evan yang tidak pernah dilihatnya se gelisah ini.
“Gak jelas.” Sahut Arvi sambil menggelengkan kepala dan meninggalkan Evan pergi. Arvi pun bergegas ke kantor seperti biasa.
Pikiran Evan pun dihantui rasa takut dan rasa gelisah, “Gimana kalo Shelo lapor polisi?” “Bodo banget sih gue, pake acara mabuk” Gerutu Evan dalam pikirannya yang semakin tidak karuan. Evan pun memutuskan menyusul kakaknya ke kantor, karena dia sudah tidak tau apa yang harus diperbuat dan satu hal yang pasti bahwa Arvi tidak semengerikan ayahnya.
Sesampainya Evan di perusahaan, ia pun langsung naik dan menunggu di ruangan Arvi yang begitu tertata elegan di gedung pencakar langit itu. Evan terus menunggu Arvi yang masih mengikuti meeting bersama klien-kliennya baik dari dalam maupun luar negri.
2 jam berlalu, Arvi pun heran melihat Evan yang sudah berada di ruangannya.
“Ngapain disini? Ga ke kampus?” Tanya Arvi sambil berjalan duduk di kursi kerja nya.
“Kak, ada masalah gawat kak. Aku ga mau dipenjara.” Kata Evan yang hanya besar di mulut saja tetapi takut menghadapi kenyataan.
“Penjara? Apa maksudnya?
Evan pun menceritakan semuanya dari awal sampai akhir kepada Arvi yang mulai ikut gelisah dan pusing atas kelakuan adiknya.
Berbeda dengan Evan yang bisa menceritakan kejadian itu kepada Arvi, Shelo mengurung diri di kamar dan tidak mau makan sama sekali. Bahkan melewatkan kuis di kampus hingga membuat ibu nya khawatir.
“Shel, kamu sakit?” Tanya ibunya khawatir.
“Enggak ma, lagi ga pengen ngapa-ngapa in aja.”
Jawab Shelo yang tidak berani memandang ibu nya dan terus menahan air matanya.
“Cerita dong sama mama. Gak biasa nya kamu begini.”
Shelo pun segera menghapus air matanya dan bangun sambil memeluk ibunya.
“Lagi butuh pelukan mama biar semangat. Hehehehe” Sebisa mungkin ia menutupinya.
Tiba-tiba hp Shelo berbunyi dan ternyata telpon dari nomor asing. Arvi menyuruh sekretarisnya untuk menghubungi Shelo dan meminta nya agar datang ke kantor Arvi. Mendengar itu amarah Shelo pun seakan tersulut kembali. Tanpa pikir panjang ia bergegas membersihkan diri dan berpakaian rapi untuk memenuhi permintaan Arvi.
Shelo yang dengan amarah begitu besar bergegas menuju ruangan Arvi dan terlihat Arvi yang sudah berdiri di samping meja kerja nya seakan memang menunggu Shelo, sedangkan Evan hanya bisa menunduk kebingungan dan salah tingkah di belakang Arvi apalagi melihat tatapan mata Shelo yang seakan ingin membunuh Evan.
“Br*ngseekkk… dasar bed*bah” Shelopun tak kuasa menahan amarahnya dan berlari menuju kearah Evan namun Arvi menahan nya, tubuh Arvi yang tinggi mampu membuat tubuh mungil Shelo tertahan. Usaha untuk memukul dan melukai Evan pun seraya membuat keributan dan menarik perhatian beberapa staf Arvi. Arvi pun mengisyaratkan pada sekretarisnya untuk menutup pintu dan mencegah agar tidak ada yang tau.
“STOP” Bentak Arvi sambil memegang kedua lengan Shelo yang sudah kacau dan menangis tersedu-sedu.
“Saya suruh kamu kesini, bukan untuk bikin keributan.” Kata Arvi tegas.
“Bisa-bisa nya anda melindungi baj*ngan seperti dia. Biar dia menyelesaikan masalahnya sendiri dengan saya. Jangan ikut campur.” Jawab Shelo tanpa ampun sambil melihat kearah Evan yang juga merasa frustasi dan bingung apa yang harus diperbuat. Sedangkan Arvi melihat pakaian Shelo yang robek di bagian pundak nya karena kejadian tadi.
“Saya tau apa yang diperbuat adik saya sangat keterlaluan, saya minta maaf.”
“Maaf??? Anda kira dengan maaf semua bisa kembali seperti semula?” Jawab Shelo yang masih menangis.
Evan pun memberanikan diri mengambil inisiatif untuk meminta maaf pada Shelo.
“Shel, plis maafin gue. Gue gak sadar, gue gak sengaja.” Mendengar itu Shelo pun semakin muak dan bertambah benci.
“Maaf? Sampe kapan pun gue ga akan maafin lo. Lo itu br*ngsek, lo pikir karna lo kaya bisa nidurin tiap cewe seenak nya aja.” Jawab Shelo emosi.
“Gue kan uda minta maaf, gue gak sengaja. Lagian hari gini, itu udah biasa terjadi.” Evan yang awalnya takut mulai melupakan kesalahannya.
“Apa?? Uda biasa???” Shelo pun melepaskan diri dari Arvi yang terdiam memikirkan solusi sementara Shelo berhasil menampar Evan. Pertengkaran pun kembali terjadi dengan Evan yang mulai berani membalas tetapi Arvi menghalangi nya. “STOP” Bentak Arvi menghentikan mereka berdua.
“Hei kamu, saya gak akan menghalangi kamu untuk lapor polisi.” Jawaban tak terduga pun keluar dari mulut Arvi mengejutkan Shelo terutama Evan.
“Kamu punya bukti? Ingat, yang kamu hadapi adalah keluarga Osmond. Pilihan ada di tangan kamu.” Kata Arvi pada Shelo, “Evan, lo tau kan apa yang bakal papa lakukan kalo sampe dia tau tentang hal ini. Hal yang bisa mencoreng nama baik Osmond.” Arvi mengingatkan Evan dengan tatapan tajam seolah mereka tau seberapa buruk yang bisa di lakukan ayahnya. “Wanita ini bisa dibunuh.” Sambung Arvi dengan suara lirih kepada Evan.
Shelo pun makin bingung dengan situasinya, terlebih karena perkataan Arvi bahwa lawannya adalah keluarga yang bisa membeli apapun bahkan keadilan dan terlebih lagi Shelo mengkhawatirkan kondisi ibunya jikalau mengetahui bahwa putri yang selama ini dia andalkan mengalami pelecehan seksual.
Kaki Shelo pun terasa lemas setelah menguras banyak energi untuk melampiaskan kemarahan nya, ia pun tertunduk dan menangis. Arvi yang melihat kekacauan ini pun dengan segera memikirkan solusi pintas nya. Arvi menunduk mendekat ke arah Shelo,
“Hei, kamu.” Kata Arvi memanggil Shelo, dan Shelo pun memandang Arvi.
“Sekarang pilihan ada di tangan mu, kamu mau melawan atau biarkan saya ber tanggung jawab ?”
…………………………………………………
Keadaan di ruangan Arvi menjadi lebih kondusif setelah Shelo dengan berat hati meredam emosi dan kemarahannya serta mencoba mendengarkan apa yang ingin dikatakan oleh Arvi. Begitu pula dengan Evan yang masih dalam kecemasan, di sisi lain ia juga merasa takut jika ayahnya sampai tahu tentang masalah ini yang bisa mencemarkan nama baik Osmond Group yang tampak sempurna di mata masyarakat.
“ Menikah adalah solusi nya. “ Kata Arvi mengejutkan Shelo dan Evan yang berada disana.
“ APAAA?? “ Seru Evan yang tampak tidak bisa menerima keputusan itu.
“ Kaakk.. Ga mungkin aku nikah di umur segini, masih jauh banget kak. Aku ga mau.” Tolak Evan tanpa pikir panjang.
“ Sorry, gue juga ga sudi nikah sama cowo kurang ajar sperti lo.” Sahut Shelo tidak mau kalah.
“ Bukan menikah dengan Evan, tapi menikah dengan ku. Semua tanggung jawab akan aku ambil alih termasuk keluarga mu dengan satu syarat, jangan pernah menceritakan masalah ini kepada siapa pun jika tetap ingin kehidupan keluarga mu aman.” Jawab Arvi semakin mengejutkan Shelo.
“ Waaahh.. pasti bahagia sekali ya punya seorang kakak seperti anda yang bahkan rela menanggung kesalahan fatal adiknya. Saya ga perlu belas kasihan anda, dan saya bisa membocorkan kelakuan menjijikan pewaris Osmond kapan saja. “ Ancam Shelo yang semakin penuh kebencian, ketika ia hendak menyudahi percakapan tidak masuk akal itu..
Arvi menahan nya dan menarik tangan Shelo serta berkata “ Bukan hanya kamu saja yang akan dalam bahaya, tetapi keluarga mu. Ini bukan ancaman, tapi ini adalah sesuatu yang harus kamu ketahui. Sedikit saja nama Osmond tercemar, orangtua ku tidak akan melepaskan mu begitu saja. “
Kalimat Arvi pun membuat Shelo terpaku diam dan berdebar membayangkan apa yang benar-benar akan terjadi pada keluarga yang sangat ia cintai.
“ Apa yang kamu alami tidak akan bisa saya tukar dengan uang sebanyak apapun, tapi ijinkan saya untuk bertanggung jawab atas hidup dan keluarga mu. “
Sosok Arvi yang dingin dan terkesan jahat sesungguhnya memiliki tujuan yang baik yaitu menghindarkan Shelo dari kemungkinan buruk yang bisa saja terjadi. Shelo pun tidak memberi jawaban kepada Arvi dan pergi begitu saja meninggalkan mereka berdua.
“ Kakak uda gila ya? Kenapa harus nikahin dia sih ? “ Tanya Evan heran dengan solusi tidak masuk akal dari kakak nya. Lalu Arvi menunjukkan sebuah sebuah foto wanita cantik nan elegan dari ipad yang ibu nya kirim untuk nya kepada Evan yang masih tidak mengerti maksud Arvi.
“ Mama pengen aku segera menikah, bahkan uda set up untuk jodohin aku sama cewe ini.Kara. Dengan adanya kebodohan yang kamu lakukan, sekalian aja manfaatin wanita itu untuk menggagalkan perjodohan konyol ini." Kata Arvi sambil memukul kepala Evan.
“ Terserah deh mau kakak apain dia, pliiss.. selamatin aku kak gimanapun caranya. Kalo papa tau pasti habis riwayatku. “ Sahut Evan memelas dan memegang tangan Arvi.
Pada saat yang berbeda ketika dalam perjalanan pulang, Shelo terus memikirkan perkataan Arvi dengan penuh kebencian tetapi juga merasakan suatu ketakutan karna yang dia hadapi adalah keluarga yang mampu membeli apapun termasuk berbuat apapun. Shelo mencemaskan ibu dan adiknya jika karna sikap gegabah nya mempermalukan keluarga Osmond, namun juga tak bisa dipungkiri betapa sakit hati Shelo atas penghinaan yang dia alami. Sambil terus membaca berita tentang Osmond Group, ada panggilan masuk ke hp Shelo yang ternyata dari Sesil.
“ Halo kak.. mama kak.. “ Kata Sesil yang suaranya terdengar sambil menangis.
“ Sesil.. mama kenapa ? “ Mendengar itu Shelo pun ikut cemas.
“ Mama pingsan, sekarang lagi di Rumah sakit Medika jaya kak.. cepetan kesini, aku takut mama kenapa-napa.” Jawab Sesil semakin membuat Shelo resah.
“ Ok.. ok, kamu tenang dulu.. kakak akan segera kesana. “ Jawab Shelo dan dengan segera ia memerintahkan sopir taksi untuk mengganti arah ke RS Medika Jaya. Sesampainya disana Shelo berlari ke pusat informasi dan menemui Sesil yang menunggu di depan ruang UGD.
“ Sesil… “ Kata Shelo sambil memeluk Sesila yang masih menangis khawatir. CObaan seakan bertubi-tubi mendatangi kehidupan Shelo hingga air matanya terasa kering untuk bisa menyampaikan rasa sedih di hatinya.
Setelah beberapa saat dokter yang memeriksa ibunya pun kelur dan mengajak Shelo serta Sesil untuk membicarakan tentang ibunya.
“ Ibu Maudy memiliki tumor di kepala dan termasuk jenis yang ganas. Untungnya tumor bu Maudy masih pada fase stadium awal. Semakin cepat ditangani kemungkinan untuk sembuh semakin besar. “ Kata dokter Hans yang menangani ibunya.
“ Tumor ?? Jadi selama ini mama saya sering sakit kepala, mudah lelah dan mual karena tumor ? “ Sahut Shelo yang selama ini tidak menyangka bahwa penyakit ibunya akan separah ini. Ia hanya mempercayai ibunya bahwa semua gejala dan rasa sakit yang diderita hanyalah penyakit biasa, namun sekarang semua terungkap.
“ Berapa biaya yang harus saya siapkan untuk ibu saya dok ?? apapun akan saya lakukan asal ibu saya selamat. “ Sahut Shelo tanpa ragu demi keselamatan ibunya.
“ Saya masih belum bisa mengestimasi biaya keseluruhan karna butuh pemeriksaan dan terapi lebih lanjut pada ibu anda. Untuk sementara waktu, bu Maudy harus dirawat dan diterapi untuk mengurangi rasa sakitnya. “
…………………………………………………….
Keesokan pagi nya, Sesil dan Shelo terlihat terus menjaga ibunya di rumah sakit dan mengesampingkan hal lain termasuk sekolah mereka. Ibu mereka pun tampak sedikit demi sedikit membuka mata dan melihat kedua putrinya yang sudah berada disamping nya dengan tangis haru.
“ Shelo.. Sesil… “ Panggil ibunya.
“ Mama.. akhirnya mama sadar, Shelo takut banget mama kenapa-kenapa. “ Kata Shelo sambil menggenggam erat tangan ibunya.
“ Mama udah ga merasakan sakit kok. Kita pulang aja ya. “
“ Ga boleh ma.. mama harus mengikuti pengobatan dulu sampe sembuh. “ Sahut Sesil yang juga berada disebelah ibunya.
“ Nak.. kita ga bisa terus berada disini, biaya nya akan semakin mahal. Mama cukup minum obat sperti biasanya. “ Mendengar itu, betapa hancurnya hati Shelo yang dengan keadaan ekonomi pas-pasan tidak bisa memberikan pengobatan untuk ibunya. Akan tetapi Shelo adalah gadis yang optimis dan berusaha mencari jalan keuar untuk menyelamatkan ibunya.
“ Mama jangan mikir biaya ya, yang penting mama fokus sembuh dulu. Shelo akan cari cara untuk mengatasi masalah ini. “
“ Shel, mama ga mau kamu repot cari uang kesana sini. Mama yang seharusnya mencukupi kamu dan Sesil, memberi pendidikan yang baik.. melihat kalian menikah dan bahagia. “ Kata ibu yang menjadi haru ketika melihat kedua putrinya harus ikut kesusahan selama ini.
“ Mama jangan ngomong gitu, Sesil sama kak Shelo bahagia kok. Asal sama mama, kita bahagia. “ Jawab Sesil menangis di pelukan ibunya. Melihat hal tersebut Shelo tidak bisa tinggal diam, ia pun memikirkan jalan pintas yang sebelumnya tidak pernah terbesit dalam pikirannya. Shelo mengambil hp nya dan berjalan keluar dari kamar, dengan segera ia mencari nomor terakhir yang menghubunginya yaitu sekretaris Arvi.
“ Saya ingin bertemu dengan pak Arvi. “ Kata Shelo singkat dan penuh keyakinan.
Beberapa jam kemudian, Shelo sudah berada di ruangan Arvi. Ia sempat mengganti pakaian nya dan bergegas menemui Arvi yang masih sibuk meeting saat ini. Antara ya dan tidak, ekspresi itu lah yang terlihat dari raut wajah Shelo saai ini.
Dia merasa gelisah, entah apa yang dia lakukan saat ini benar atau tidak. Terlihat Arvi yang dengan sikapnya yang cool seperti biasa memasuki ruangan kerjanya bahka tanpa memperhatikan Shelo yang sudah sedari tadi menunggunya. Arvi melepas jas merah tua dan menaruhnya di kursi kerja sambil duduk. Shelo memberanikan diri untuk mendekat ke meja kerja Arvi.
“ Ada yang perlu saya bicarakan. “ Kata Shelo sambil menatap Arvi penuh kebencian.
“ Kamu sudah punya jawaban ? “ Jawab Arvi sambil membaca beberapa dokumen di mejanya.
“ Anda bilang akan bertanggung jawab. Apa anda bisa menjamin keselamatan keluarga saya ? “ Tanya Shelo memastikan.
“ Saya bukan tipe lelaki yang suka menarik apa yang sudah saya katakan. Asal kamu juga bisa menjaga nama baik Osmond Group, sebenarnya untuk kebaikan mu sendiri. “ Jawab Arvi terlihat santai dan mulai memperhatikan Shelo yang berdiri di hadapannya..
“ Apa harus dengan sebuah pernikahan ? Karna saya masih belum siap, dan saya tidak bisa menikah dengan orang sembarangan. “ Kata Shelo mempertegas tawaran Arvi.
“ Kamu pikir, kamu layak untuk saya ? “ Jawab Arvi sambil tersenyum pahit. Ia beranjak dari tempat duduk nya dan berjalan mendekati Shelo yang semakin melangkah mundur karena takut.
“ Dengan pernikahan, saya bisa bertanggung jawab penuh atas kerugian yang kamu alami karna adik saya. Selain itu, lebih mudah bagi saya untuk mengawasi dan memastikan kamu tidak sembarangan bicara tentang keluarga saya. “
Pernyataan Arvi seakan menjadi sebuah peringatan bagi Shelo yang saat ini berada dalam kondisi tersudutkan antara butuh tapi benci.
“ Selamatkan ibu saya. “ Kata Shelo dengan mata yang mulai berkaca-kaca karna itu begitu melukai harga dirinya yang seharusnya tidak diperlakukan seperti ini.
“ Jadi ? Kita sepakat ? “ Tanya Arvi sambil mengulurkan tangan tetapi Shelo goyah lagi.
“ Kenapa ? kamu ragu ? tenang saja, pernikahan ini hanya formalitas supaya saya bisa bertanggung jawab penuh atas kamu dan keluargamu. Mengingat kesalahan Evan yang sangat fatal dan demi nama baik keluarga saya. Saya juga tidak punya waktu untuk sembarangan menyentuh kamu. Cukup nikmati fasilitas menjadi istri saya, dan jika urusan kita sudah selesai. Kita bisa berpisah. Semua tergantung sampai kapan kamu mendendam dan membutuhkan saya. “ Lanjut Arvi panjang lebar seakan merendahkan Shelo.
“ Anda pasti berpikir untuk mengasihani saya saat ini atas perbuatan memalukan Evan. Tapi asal anda tahu, bukan berarti semua ini bisa diselesaikan dengan uang begitu saja. Ini semata-mata untuk melindungi keluarga saya dari kekuasaan kalian yang bisa membeli apapun dengan uang. “ Shelo membalas ucapan Arvi dan dengan berani menatap mata Arvi yang tetap saja terlihat santai. Arvi hanya tersenyum kecil dan kembali mengulurkan tangan kepada Shelo. Kesepakatan pun terbentuk dengan sebuah keterpaksaan Shelo yang menerima jabat tangan Arvi.
……………………………………………..
Tiga hari kemudian, terlihat Shelo berdiri di loby rumah sakit dengan dres merah muda soft yang simple namun membuat Shelo tampak anggun. Tampak mobil mercy berhenti di depan loby dan sekretaris Arvi yang bernama Resa membuka pintu belakang mobil mempersilahkan Arvi yang dengan rapi menggunakan pakaian kerja nya seperti biasa menyempatkan diri mampir ke rumah sakit sambil membawa bunga lily.
Matanya pun tertuju pada Shelo dan menghampirinya, tak lupa Resa lelaki lebih muda dan manis yang sudah 7 tahun menjadi sekretaris Arvi mengikuti tiap langkah Arvi.
“ Aku ga punya banyak waktu disini, jadi usahakan jangan terlalu banyak basa-basi. “ Arvi pun memulai percakapan dengan kalimat ketus yang tidak enak untuk didengar namun sudah menjadi hal biasa bagi Shelo.
“ Sama. Aku juga ga berharap, mama terlalu lama ketemu dengan anda. “ Balas Shelo yang mulai terbiasa dan terlihat lebih santai menghadapi Arvi.
Mereka bertiga pun menghampiri kamar ibu Shelo yang memang sudah menantikan kedatangan Arvi, pria yang secara mendadak Shelo ceritakan sebagai kekasih yang beberapa bulan ini mengisi hari-harinya tanpa diketahui oleh ibu dan adiknya. Termasuk biaya perawatan dan operasi yang akan segera dilakukan ibunya bisa berlangsung karena Arvi yang menanggung penuh. Meskipun dengan berat hati Shelo harus mengarang cerita untuk meyakinkan ibunya bahwa Arvi adalah pria baik hati pilihan Shelo.
“ Selamat pagi, saya Arvi. Maaf baru bisa menjenguk tante, karna saya banyak urusan. “ Sapa Arvi dengan sikap tidak berubah walau berhadapan dengan orang yang lebih tua. Namun ibu Shelo yang memang dasarnya baik hati dan begitu percaya dengan pilihan putrinya, tetap menyambut Arvi dengan senyuman hangat.
“ Nak Arvi, terimakasih banyak ya atas bantuan dan perhatian nya. Maaf, karna Shelo baru memperkenalkan tante pada Nak Arvi sekarang.. ketika kondisi tante seperti ini. “ Jawab ibu Shelo dengan lembut
“ Ga masalah tante, ini memang sudah tanggung jawab saya sebagai calon suami Shelo.” Perkataan tak terduga Arvi sontak mengejutkan seisi kamar termasuk Resa dan Shelo yang tidak menyangka Arvi akan to the point pada hari itu juga. Shelo pun menarik Arvi, namun Arvi menahan tubuhnya dan tetap berdiri tegak tidak terpengaruhi.
“ Kenapa harus dibahas sekarang sih ? “ Protes Shelo pelan supaya tidak menimbulkan kegaduhan.
“ Maksud nak Arvi apa ? tante ga menyangka akan se mendadak ini. Shelo masih 21 tahun dan kuliahnya belum selesai. “ Ibu Shelo mencoba memberi pengertian.
“ Saya tidak bisa menunggu lama. Usia saya sudah matang untuk menikah dan saya memacari Shelo juga untuk saya nikahi. Dan kurang dari 3 bulan mendatang, saya ingin Shelo sudah sah menjadi istri saya. “ Kata Arvi semakin to the point membuat Shelo pusing kelabakan.
“ Ma, nanti aku bisa jelasin ke mama. Sebenernya…. “ Belum selesai Shelo bicara, Arvi menarik pinggang Shelo agar lebih dekat dengan Arvi.
“ Saya harap bisa mendapat restu dari tante. Saya akan bertanggung jawab penuh atas hidup tante, Shelo dan Sesil. “ Tegas Arvi semakin membingungkan ibunya.
Setelah kejadian tak terduga itu, Shelo pun semakin bingung harus berbuat apa di hadapan ibunya yang terdiam dan terlihat menjadi kepikiran. Shelo masuk ke kamar ibunya sambil membawa air minum sedangkan Sesil duduk sambil mengerjakan tugas dari sekolah. Shelo mau tidak mau mengambil cuti kuliah untuk merawat ibunya, meskipun sangat disayangkan bahwa kurang sedikit lagi untuk lulus.
“ Ma… maafin Shelo ya, hari ini bikin mama shock. “ Kata Shelo mendekati ibunya dan duduk sambil menggenggam tangan ibunya.
“ Shel.. mama mau tanya serius sama kamu. Apa kamu yakin dengan pilihan mu ? “ pertanyaan tiba-tiba dari ibunya membuat Shelo tergagap untuk menjawab.
Dalam hati kecilnya tentu Arvi bukan yang dia inginkan, yang ada hanya kebencian pada Arvi terutama Evan adiknya yang saat ini entah bersembunyi dimana tanpa kabar. Namun mengingat kesepakatan yang sudah mereka buat, terlebih Arvi juga sudah menanggung full biaya rumah sakit ibunya bahkan sampai uang sekolah Sesil.. tidak mungkin bagi Shelo untuk mengelak, karna pasti akan berakibat fatal.
“ Apa semua ini kamu lakukan karna mama ? “ Sambung ibu Shelo merasa bersalah
“ Bukan, tentu aja bukan ma.. Arvi memang inisiatif sendiri kok, dia juga merasa kalau keluarga kita sudah menjadi tanggung jawabnya. “ Shelo merasa tertekan dan berat harus mengatakan hal yang bertolak belakang dengan kejadian sesungguhnya. Namun senyuman ikhlas ibunya menyentuh hati Shelo.
“ Kamu sudah dewasa.. apapun pilihan kamu, mama selalu percaya. Dari remaja tidak ada sosok lelaki yang melindungi kamu. Mungkin ini sudah saatnya bagi kamu untuk mendapatkan sosok lelaki seperti Arvi. “ Kalimat yang begitu menyentuh dari ibunya membuat Shelo tidak kuasa menahan air matanya. Sesil yang ikut mendengar percakapan itu mulai memahami alur kisah kakak nya walau dia belum sempat melihat Arvi. Sesil pun menghampiri ibu dan kakaknya seraya memeluk mereka. Isak tangis haru pun mewarnai malam itu.
“ Aku juga berharap, kakak bahagia dengan pilihan kakak. “ kata Sesil semakin menghanyutkan suasana.
………………………………………..
Seminggu setelah operasi ibu Shelo, keadaan semakin membaik dan tiba saatnya Shelo bertemu dengan keluarga Osmond di suatu makan malam di rumah orang tua Arvi yang mewah.
Arvi membawa stylis andalan nya untuk merias Shelo, tak lupa beberapa gaun yang akan dicoba oleh Shelo. Arvi pun secara langsung memastikan penampilan Shelo yang saat ini berada di apartmen Arvi yang jarang disinggahi sambil menyusun apa saja yang harus Shelo katakan nanti saat menghadapi orang tuanya.
Riasan tipis nan elegan mempercantik Shelo, dengan rambut yang terurai rapi dan gaun Sabrina hitam melengkapi keanggunan Shelo. Arvi menunjuk salah satu sepatu heels branded yang berjejer dihadapan nya dan pilihan jatuh kepada heels 7 cm berwarna hitam menyerasikan dengan gaun Shelo. Walau tidak terbiasa, namun tidak ada yang bisa Shelo lakukan selain menuruti Arvi yang lebih mengenal berbagai aksesoris branded ini.
Selesai berias, Shelo pun dihadapkan pada sebuah cermin yang memantulkan penampilannya saat ini dari ujung kepala sampai kaki. Arvi mendekat dan berdiri di belakang Shelo yang setinggi telinga Arvi karena sepatu heels yang dipakainya.
“ Setidaknya, itik buruk rupa pun bisa jadi angsa yang menawan dalam hitungan jam.” Kata kasar Arvi merendahkan Shelo, namun kedua tangan Arvi melingkarkan sebuah kalung berlian yang terdesain mungil dengan simbol A pada liontin nya.
“ Apa perlu sampe se berlebihan ini. “ Sindir Shelo tampak muak.
“ Kamu tidak bisa terlihat biasa di depan orang tua ku. Setidaknya mereka melihat kalau memang kamu yang aku pilih. Awalnya akan sulit dan mereka pasti menentang, karena tidak ada yang bagus dari background keluarga mu. Jadi malam ini, berjuanglah.” Kata Arvi sambil tersenyum sinis pada Shelo.
Ingin sekali rasanya tamparan mendarat ke wajah Arvi, tapi itu hanya akan menambah masalah baru.
Mereka berdua pun dengan serasi memulai sandiwara ini, sesuai dugaan ketika memasuki rumah Arvi yang megah, mata Shelo terperanjat kagum sambil menggandeng Arvi berjalan menemui orang tuanya. Shelo tidak begitu disambut oleh orang tua Arvi, tatapan tajam dan sinis sudah diterima Shelo bahkan sebelum ia memperkenalkan diri.
“ Selamat malam om.. tante.. saya Shelomita Deane Putri. “ Kata Shelo tergagap gugup.
“ Silahkan duduk. Kamu pasti sudah tau kan siapa saya.“ Jawab ayah Arvi ketus.
“ Ma.. pa… jangan terlalu membuat dia tertekan, gimana pun juga dia pilihan ku. “ Kata Arvi tanpa ragu.
“ Arvi… kenapa kamu ga bicara dulu sama mama. Kenalan mama semua kecewa dengan keputusan kamu ini. “ Sahut ibu Arvi tanpa mempedulikan Shelo yang ada tepat di depan nya.
“ Ma.. masalah pernikahan, biar aku yang pilih sendiri. Cukup urusan bisnis saja yang kalian atur semua. “ Jawab Arvi to the point lagi.
“ Apa kamu yakin Arvi ? Papa memang tidak pernah membahas soal ini dengan kamu tapi bukan berarti kamu bisa asal pilih. Usia kalian terpaut 10 tahun, keluarganya juga sama sekali jauh dari ekspektasi keluarga kita. “ Tambah Papa Arvi semakin menghina Shelo yang tampak sudah sangat geram namun hanya bisa menundukkan wajahnya yang merah padam.
“ Aku yakin pa dengan pilihan ku. Lagipula, Osmond Group ga butuh penyokong darimana pun. Papa kan sudah berhasil membuat Arvi menjadi seperti yang papa mau. Jadi untuk masalah pernikahan, biar aku yang tentukan sendiri. “ Jawab Arvi tanpa rasa takut dan langsung pada intinya.
Shelo harus menahan suasana yang tidak menyenangkan itu untuk beberapa jam hingga makan malam selesai. Penghinaan yang diterimanya hari ini, membuatnya semakin benci kepada Arvi dan keluarganya terlebih lagi saat mengetahui bahwa Evan sudah dengan begitu bebasnya melanjutkan kuliah di Amerika, meninggalkan bekas yang hanya ditanggung oleh Shelo sendiri. Namun semua sudah terlanjur berjalan sesuai dengan yang Arvi inginkan, sampai hari dimana perawatan ibu Shelo selesai dan berjalan lancar membuat kondisi nya makin membaik dan melegakan hati Shelo, sementara itu kehidupan baru dimana hari pernikahannya tiba mengubah perjalanan hidup nya dengan status baru yaitu Nyonya Arvinas Javier Osmond, istri putra sulung dari keluarga Osmond.
Kehidupan baru mulai dijalani oleh Shelo yang pindah ke apartmen Arvi setelah acara pernikahan selesai. Apartmen mewah milik Arvi yang jarang disinggahi tampak begitu indah dengan penataan serba putih dan grey pada dinding dilengkapi perabotan lengkap dan tentu saja mahal.
Ada 2 kamar tidur, ruang tamu, ruang keluarga, dapur lengkap dengan peralatannya, ruang pakaian Arvi beserta semua sepatu dan aksesoris lainnya yang memiliki ruangan tidak kalah besar dari kamar tidur.
Satu kata yang Shelo rasakan adalah Asing, semua tampak asing dan tidak nyaman baginya terutama dengan status baru sebagai seorang istri yang tidak pernah terbayangkan akan tiba secepat ini di usianya yang masih 21 tahun. Shelo menikmati pemandangan malam dari balkon apartmen Arvi sambil merenungkan hal-hal apa yang akan terjadi setelah ini, akankah dia mampu bertahan.
Terlihat Resa yang dengan leluasa keluar masuk apartmen Arvi, membawakan beberapa barang-barang pindahan Shelo. Melihat Shelo yang saat ini mau tidak mau ikut menjadi bos nya, Resa pun menghampiri Shelo dengan sopan.
“ Ada lagi yang bisa saya bantu bu ? Pak Arvi akan segera tiba, beliau masih berada di rumah orangtua nya untuk mengambil beberapa barang. “
“ Sudah. Sepertinya semua sudah. Ehm.. kamu sudah lama kan kerja ikut Arvi. “ Tanya Shelo penasaran dan menyebut nama suami nya tanpa rasa hormat.
“ Lumayan bu, sudah sekitar 7 tahun saya menemani pak Arvi. “
“ Aku sangat merasa asing, tidak tau apa yang harus aku lakukan setelah ini. Menjadi istri seorang putra sulung Osmond bahkan tidak pernah aku mimpikan. “ Jawab Shelo dengan senyum kecil yang baginya hal ini masih terasa konyol.
“ Anda tenang saja. Mungkin saya tidak bisa menjamin 100% kehidupan rumah tangga dengan pak Arvi akan bagaimana. Tapi 1 hal yang saya yakin bahwa beliau adalah pribadi yang penuh tanggung jawab dan tidak akan menyakiti wanita. “ Mendengar perkataan Resa, Shelo hanya tersenyum setengah tidak percaya apalagi melihat karakter Arvi yang arogan dan suka seenaknya saat mengambil keputusan.
“ Besok anda akan bangun pagi untuk ikut ke kantor. Sebaiknya anda cepat istirahat.” Sambung Resa.
“ Buat apa?” Tanya Shelo tidak mengerti.
“ Besok pagi akan ada artikel terkait pernikahan anda di berbagai media. Saya berharap anda bersiap dan ikuti saja apa yang pak Arvi katakan. Anda sekarang memiliki tanggung jawab besar sebagai pendamping pak Arvi, tentu saja seluruh staf kantor harus melihat anda. Karna mendampingi pak Arvi dalam acara-acara pertemuan akan menjadi sebagian kesibukan anda mulai saat ini.” Resa dengan tersenyum menjelaskan keadaan yang akan dilalui Shelo setelah menjadi istri seorang Arvinas Javier Osmond.
Resa terlihat senang karna pada akhirnya, Arvi memiliki pendamping yang bisa diajak ke berbagai acara dan ia tidak perlu repot menyingkirkan wanita-wanita yang mengejar Arvi.
Beberapa menit kemudian setelah percakapan mereka selesai, Resa meninggalkan Shelo dan menyambut Arvi yang baru datang sambil membawa tas yang berisi beberapa barang penting miliknya. Sekiranya apa yang dikerjakan Resa sudah selesai, ia pun pergi meninggalkan mereka berdua. Shelo tampak gugup dan salah tingkah melihat Arvi yang mulai menata beberapa barang yang ia bawa.
“ Kenapa masih berdiri disitu? Ga mau bantu?” Kata Arvi terlihat lebih santai berbicara pada Shelo. Perlahan Shelo yang sudah memakai piyama mendekat dan membantu mengeluarkan beberapa barang Arvi dari tasnya seperti buku, laptop dan beberapa pakaian.
“ Masalah kamar, aku boleh tidur di kamar yang itu ?” Tiba-tiba Shelo memulai pembicaraan sambil menunjuk salah satu kamar, yang jelas bukan kamar utama.
“ Kenapa ? kamu khawatir aku apa-apain ?” Tanya Arvi to the point seperti biasa.
“ Aku masih merasa gak nyaman aja. Pernikahan ini kan cuma formalitas sperti katamu.”
“ Terserah aja, kalau mau pakai kamar itu juga silahkan. Ke kamar ku juga silahkan, yaahh.. siapa tau aku bisa bantu menghilangkan trauma mu. “ Jawab Arvi menawarkan diri setengah menggoda Shelo yang terlihat gelisah.
“ Ga usah repot-repot. Kalau begitu, aku tidur dulu. Barang-barang mu sudah selesai aku keluarkan dari tas." Kata Shelo acuh dan mengambil tas yang dibawakan oleh Resa yang berisi barang-barang nya.
“ Resa sudah bilang kan, kalau besok kamu harus ikut ke kantor. Jangan sampai terlambat. “ Sela Arvi sambil melihat Shelo berlalu pergi masuk ke kamar tidur.
Tepat seperti yang dikatakan Arvi, waktu menunjukkan pukul 8 pagi namun belum ada tanda-tanda dari Shelo yang keluar dari kamar. Berbeda dengan Arvi yang sudah rapi dengan setelan kemeja dan sepatu pantovel sambil mengikat dasi serta memperhatikan kamar Shelo yang masih terlihat tenang.
Ketenangan itu tidak bertahan lama, ia mendengar suara berisik dari kamar Shelo dan benar saja perempuan itu keluar dengan tergesa-gesa dari kamar karna menyadari bahwa dirinya sudah terlambat bangun.
Dengan muka natural bangun tidur dan piyama yang sama, ia melihat Arvi yang sudah berdiri tampan dihadapan nya.
“ Maaf, kemarin ga bisa tidur. “ Kata pertama Shelo di pagi hari ini.
“ Its oke, aku ga perlu repot-repot masuk paksa untuk bangunin kamu. “ Kata Arvi yang duduk di meja makan sambil mengambil koran paginya.
Shelo pun kelabakan melihat isi kulkas yang tidak sesuai ekspektasinya, hanya ada air mineral, beberapa kaleng soda dan bir.
“ Cuma ini ?” Gerutu Shelo kebingungan karna dia berniat membuat sarapan untuk Arvi.
“ Resa belum sempat belanja. Apartmen ini jarang aku kunjungi kecuali saat butuh tempat sendirian. Kamu bisa hubungi Resa, minta apa yang kamu mau. “ Kata Arvi sambil terus membaca korannya.
Shelo pun melihat beberapa kopi saset di meja dapur dan membuat seadanya untuk Arvi. “ Hari ini aku belum bisa buat sarapan, jadi ini dulu. Untuk isi kulkas biar aku yang belanja sendiri “ Kata Shelo sambil menyuguhkan kopi.
Arvi meneguk kopi buatan Shelo dan seketika ekspresi gagal tersirat di wajah Arvi.
“ Sebelum bikin sarapan, mending belajar bikin kopi dulu. Terlalu manis. “ Sahut Arvi membuat Shelo tersenyum keji.
“ Ya emang, biar diabetes sana. “ Gerutu Shelo sambil berlalu pergi masuk ke kamar dan bersiap ikut Arvi ke kantor.
Tiga puluh menit setelah selesai bersiap, Shelo dan Arvi pun pergi ke kantor bersama Resa yang sudah menjemput mereka di apartmen. Sepanjang perjalanan terlihat Shelo yang gugup dan tanpa ekspresi, Arvi yang duduk di sebelahnya pun mulai memperhatikan Shelo yang terlihat kurang rapi dengan kemeja maroon dipadukan celana jeans hitam dan tentunya sepatu kets kesukaan Shelo.
“ Ga usah takut, ga akan ada yang berani sentuh kamu di kantor. Semua pasti udah baca berita pagi ini. “
“ Aku cuma merasa ga nyaman aja ketemu banyak orang asing, apalagi di sekitaran lingkup Osmond.”
Jawab Shelo jujur dengan ketidaknyamanan ini.
“ Ya, kamu harus membiasakan diri mulai sekarang.”
Setibanya di kantor, beberapa staf menyambut Shelo dengan tatapan heran seakan mengatakan bahwa wanita yang mendampingi bos mereka sungguh jauh dari ekspektasi. Mulai dari pakaian non formal Shelo yang sederhana serta wajah Shelo yang masih terlihat muda seperti anak kuliahan terpaut usia yang lumayan jauh dengan Arvi.
Namun opini itu sama sekali tidak mengganggu Arvi, dengan sekejap dia menggandeng tangan kanan Shelo dengan senyuman hangat dihadapan para staf nya.
“ Jangan gugup. Mulai hari ini mereka semua adalah karyawan mu, Nyonya Arvinas.” Kata Arvi berbisik mendekat ke wajah Shelo dengan sedikit menggoda.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!