NovelToon NovelToon

RAFFASHA

HUKUMAN

“Satu..., Dua..., Tiga...” teriak seorang wanita sambil mengangkat benderanya. Terlihat 2 motor melaju dengan kencangnya membelah jalanan yang sunyi malam itu. Keduanya berlomba untuk jadi yang pertama.

Motor merah terlihat duluan sampai ke garis finish mengalahkan lawannya.

“Mulai sekarang lo gak ada urusan lagi sama gue.” Ucap seorang pemuda yang memenagkan pertandingan itu.

“Gue gak bakal nyerah untuk ngalahin lo, ingat itu.” Balas pemuda yang kalah, kemudian berlalu diikuti beberapa motor dibelakangnya. Ya merekalah geng serigala yang termasuk salah satu geng kuat diantara geng lain.

“Gue yakin dia punya rencana buruk setelah ini.” Ucap Farid.

“Tetap pada kesepakatan yang kita buat.” Ucapnya optimis. Kemudian mereka berlalu sambil merayakan kemenangan tersebut.

***

“Raffa!” teriak sang mama melihat putranya tidur di sofa ruang tamu.

“Apasih ma?” iya mencoba membuka mata melihat mamanya yang berteriak.

“Kamu mabuk lagi kan?” tanya mamanya penuh emosi.

“Nggak ma, Raffa gak mabuk. Semalam Cuma terlalu ngantuk jadi tidur disini deh.” Balasnya ngeles.

“Mama potong uang jajan kamu minggu ini.” Ucap mama kemudian berlalu.

“Ma, please jangan dipotong belanjan Raffa dong ma. Nanti gimana bilangnya sama teman-teman Raffa, masa Raffa anak orang kaya tapi gak ada uang jajan.” Ia berusaha membujuk sang mama.

“Keputusan mama sudah bulat.” Mama benar-benar marah padanya.

Ia duduk di sofa dengan frustasi, kalau saja malam itu ia mendengar ucapan sahabatnya hal ini tidak akan terjadi.

Flash back on

“Bro, kita mau kemana nih?” tanya Denis.

“Biasalah bro, merayakan kemenangan kita.” Balas Raffa santai.

“Lo yakin kesini lagi?” tanya Farid.

“Gak masalah, asalkan gak banyak-banyak.” Ucapnya.

“Gue gak mau tanggung jawab ya bro, sejak kejadian lo diusir dari rumah gara-gara mabuk, kami udah janji sama orangtua lo buat larang lo kalau hal itu terjadi lagi.” Ucap Andrew.

“Mama gak bakalan tahu kalau gak dikasih tau.” Ucapnya lagi dengan santai.

“Terserah lo deh, kita gak tanggungjawab ya. Kita aja gak berani minum sejak itu.” Balas Andrew lagi.

“Cemen lo pada, masa diancam gituan aja udah pada jera. Katanya anak motor, masih aja pengecut.” Racaunya yang sudah minum beberapa gelas minuman.

“Gimana nih anak?” tanya Denis.

“Gak peduli lagi gue. Antarin aja nanti dia pulang.” Denis mencari kesibukan memainkan gawainya.

Raffa benar-benar mabuk, hingga ketiga temannya mengantarnya sampai rumah.

Flash back off

***

Raffa turun dari kamarnya untuk sarapan, ia melihat adiknya menyiapkan bekal tidak seperti biasanya.

“Tumben lo bawa bekal.” Ucapnya cuek.

“Tumben apanya, ini untuk kakak. Mama bilang siapin bekal untuk kakak. Karena mulai hari ini hingga seminggu kedepan uang jajan kakak akan dipotong 80%.” Ucap adiknya.

“apa? 80%?” ia tak percaya mamanya benar-benar melakukan ancaman itu.

“Yasudah ya kak, daripada nanti kakak kelaparan di sekolah mending bawa bekal ini ya. Udah Ura siapin kok. Bye kakak sayang, yang semangat ya sekolahnya. Jangan boros-boros.” Kali ini adiknya sengaja mengolok dirinya.

“Sial.” Ia melempar sendok ditangannya ke lantai kemudian berlalu tanpa membawa bekal yang sudah disiapkan sang adik.

Ia mengendarai motornya dengan kecepatan balap, ia benar-benar frustasi hari ini. Ia sampai di sekolah setelah gerbang ditutup.

“Gak punya perasaan emang.” Ujarnya, menyepak pagar dihadapannya.

Ia menelpon teman-temannya, berharap salah satu diantara mereka bisa menolongnya.

“Farid, Denis dan Andrew tinggalkan Hp kalian disini.” Ucap mama Raffa sebagai kepala sekolah disana.

“Baik buk.” Ketiganya mengeluarkan Hp kemudian meletakkannya diatas meja.

“Mulai sekarang jangan beri bantuan apapun pada Raffa,” ucap mama Raffa. Masih belum ada jawaban dari ketiganya karena takut.

“Kalian dengar itu?” suara mama Raffa meninggi.

“Dengar buk.” Jawab mereka bersamaan.

“Bagus, mulai hari ini Raffa akan dihukum dan kalian jangan pernah bantu dia. Atau saya akan meminta orangtua kalian meperlakukan hal yang sama seperti saya meperlakukan Raffa.” Ancaman yang membuat ketiganya kikuk.

“Baik buk.” Tanpa diminta jawaban ketiganya menjawab bersamaan.

“Sekarang kalian boleh pergi.” Ucap mama Raffa. Ketiganya berlalu dengan khawatir.

Disisi lain Raffa sibuk menelpon satu-persatu dari ketiga temannya tapi tidak ada yang aktif.

“Pada kemana lagi mereka, gak tau temannya dalam kesusahan apa?” umpatnya.

Hingga jam 9 siang gerbang sekolah masih belum terbuka, ia duduk di salah satu kantin yang ada di depan sekolah.

“Gue laper banget njir, tadi gue gak jadi makan lagi. Bekal yang disispin juga gak gue bawa, uang gak ada. Apes banget sih nasib gue.” Gerutunya.

Jam 10 bel istirahat berbunyi, ia siap-siap akan masuk ke sekolah. Entah karena lupa atau terlalu haus, ia mengambil sebotol teh gelas di pendingin kemudian berniat untuk membayarnya.

“5000 nak.” Ucap buk Ina penjaga kantin.

Ia merogoh sakunya, tidak ada uang. Ia melihat isi dompetnya juga tidak ada uang. Ternyata di sampingnya ada seorang wanita yang akan mebayar makan juga.

“Astagah gue kok bisa lupa, gue kan gak ada uang.” Batinnya.

“Buk, ini bayar belanjaannya. Sekalian sama minumannya juga ya buk.” Ucap si wanita itu.

Raffa masih mematung menggenggam botol tehnya dengan penuh kekesalan. Ia tak sadar kalau wanita yang tadi di sampingnya sudah membayarkannya.

“Buk gak jadi tehnya, saya balikin aja ya.” Ucapnya lemah.

“Kok dibalikin nak, sudah dibayar sama si Diya tadi.” Ucap buk kantin.

“Ibuk yang bener?” tanyanya tak percaya.

“Bener nak.” Jawab si ibuk.

Kantin bagian depan sekolah sangat jarang ditempuhnya makanya orang-orang disana tidak banyak yang mengenalnya. Karena sebagian besar siswa-siswi berbelanja di kantin sekolah yang jauh lebih elit dan terjamin.

Ia berjalan memasuki kawasan sekolah, “Baik juga tuh cewek, apa dia gak tau ya kalau gue anak pemilik sekolah? Ah bodo amat yang penting hari ini gue bisa minum gratis.” Batinnya.

Ketiga temannya tampak memasuki kelas. “Heh mau pada kemana?” ketiga temannya berhenti mendengar kata-kata itu.

“Lo kemana ajah sih Raf.” Kali ini Denis pura-pura tidak tahu apa yang terjadi.

“Lo pada emang gak tau atau pura-pura gak tau ha?” tanyanya geram.

“Yang kita tahu, tadi mama lo minta kita buat nyerahin Hp, ya kita mana berani melawanlah. Bisa-bisa kita dikeluarin lagi dari sekolah.” Balas Farid.

“Apa? mama menyita Hp kalian?” ia tak percaya.

“Ngapain juga bohong bro.” Kali ini Andrew memperlihatkan wajah sedihnya.

“Gue dihukum seminggu ini gara mabuk semalam, uang jajan gue gak dikasih.” Ia bercerita tampak memprihatinkan sekali.

“Ngeyel sih.” Bisik Denis.

“Gue nyesel banget ngulang hal itu. Gue juga gak nyangka mama bakal semarah ini.” Ia menundukkan kepalanya, “Bahkan kalian juga kena getahnya.” Ia menatap temannya satu persatu.

“Udahlah, gak usah mewek gitu lo. Cemen banget.” Farid mengulang ucapannya tadi malam.

Mereka berempat tertawa bersamaan

Jangan lupa Like & komen ya guys...😉

terimakasih🤗

Bertemu Lagi

Pulang sekolah Raffa langsung ke rumahnya untuk mengambil hati sang mama.

“Kak Raffa tumben cepat pulang.” Siapa lagi kalau bukan adiknya yang paling bawel, gak jauh beda sama mamanya.

“Bisa diam gak?” kesalnya, berlalu begitu saja ke kamarnya.

“Raffa, mama mau gomong.” Langkahnya terhenti mendengar ucapan mamanya.

“Mampus gue, mama mau bilang apalagi nih.” Batinnya, berbalik arah berjalan menuju sumber suara.

“Ada apa ma?” tanyanya lembut.

“Besok motor kamu akan mama sita.”

“Ma, gak bisa gitu dong mama. Raffa ke sekolah naik apa dong?” sanggahnya.

“Angkot.” Sepatah kata itu seperti merubah dirinya.

“Uang belanja 20 ribu sehari, mama rasa itu cukup.” Ucap mama, sambil menyodorkan uang duapuluh ribuan. Mau tidak mau ia harus menerima uang itu dan berlalu tanpa sepatah katapun.

“Kenapa lihat mama segitunya?” tanya mama pada Naura.

“Mama kejam banget sih sama kak Raffa.” Ucapnya manyun.

“Mau mama gituin juga ha?” ancam mamanya.

“Ehehe, nggak ma. Ura baik kok, patuh semua perintah mama.” Ucapnya membujuk.

“Kalau patuh, beresin sisa makan siang tadi.” Ucap mama.

“Kan ada bibi di dapur ma.” Sanggahnya.

“Katanya patuh...,” ia buru-buru ke dapur untuk melakukan apa yang diminta mamanya.

“Emang ya, anak zaman sekarang susah diajarin. Dibilang gak dididik, tiap hari dikontrol kegiatannya namun akhirnya kaya gini juga.” Racau mamanya sambil menyusun makalah di atas meja.

***

Raffa

Mama benar-benar marah sama gue, buktinya hukuman gue malah tambah berat sekarang, pasti teman-teman gue juga udah diancam sama mama.

Pagi ini gue lihat Naura pergi sekolah dengan motor maticnya, sedangkan gue harus nunggu angkot dekat halte yang tak jauh dari rumah. Gue sengaja pake masker, biar mereka gak tahu siapa gue.

Sepertinya tak ada angkot atau emang gue yang gak tau sama sekali, bus sekolah berhenti kebetulan Cuma gue sendiri yang naik di halte ini.

Gue nyari tempat duduk yang kosong, ternyata masih ada tepatnya di samping seorang gadis yang seregamnya persis kaya seragam gue, untung gue pake jaket sama masker.

Gak salah lagi, dia cewek yang waktu itu bayarin minuman gue pas di kantin. Dia asik membaca bukunya sesekali menganggukkan kepala pertanda ia paham dengan bacaannya.

Ternyata naik bus tidak seburuk yang gue pikirin, sesak, bau dan tidak nyaman. Di bus ini tenang banget kok, apalagi alunan musik yang begitu ringan tidak mengganggu pendengaran. Penumpangnya juga tertib semua.

Ponselnya bergetar ia merogohnya dari tas, terlihat jelas disana terpampang nama Devvina, mungkin temannya.

“Assalamu’alaikum Pin,” ucapnya.

“...” gue gak dengar apa jawaban temannya.

“Bentar lagi gue nyampe kok.” Ucapnya. Ia mengucapkan salam kemudian menutup telpon.

Ternyata memang tidak lama setelah itu bus berhenti tepat di depan gerbang sekolah. Mata gue tiba-tiba ngikutin dia kemana aja pasti tepat nemuin dia.

Ia berjalan bersama dua orang temannya yang sudah menunggu dekat parkiran, gue juga gak tahu kenapa gue ngikutin dia.

“Hei, udah sampe aja lo.” Denis menepuk pundak gue.

“Yok ke kelas.” Ucap Anrew. Gue lupa kalau gue sedang ngikutin cewek itu.

Belum sampai di pintu kelas, Sonia menghampiri gue. “Raf, nanti malam kamu datangkan ke acara ulang tahun Sherly?” tanyanya. Dia emang ribet orangnya, mau dekatin gue mulu.

“Gue belum tahu.” Jawab gue kemudian masuk ke kelas dan nimbrung dengan teman-teman gue.

Pulang sekolah gue bersama teman-teman gue ditantang oleh geng Srigala, gue gak punya motor lagi. Gue menolak permintaan mereka karena takut mama bakal tahu.

Saat gue sampai di rumah, Denis nelpon gue. Dia bilang Refan digebukin sama geng Srigala, karena geng gue menolak permintaan mereka untuk balapan.

Gue diam-diam minjam motor Naura dan datang ke basecamp. Refan sudah dibawa ke rumah sakit. Kali ini bukan tentang balapan tapi tentang aksi balas dendam.

“Ternata si cemen sudah datang.” Remehnya.

“Diam lo, lo yang pengecut. Lo punya dendam sama gue, bukan sama teman-teman gue.” Bentak gue melayangkan tinju ke wajahnya. Dari bibirnya keluar darah segar.

“Menantang lo.” Ujarnya. Akhirnya terjadi adu tenaga diantara kami, dengan perjanjian tanpa alat. Teman-teman gue baru pada datang saat kami hampir kalah.

Yang gue pikirkan saat ini gimana caranya gue gak kena tinju, karna gue takut mama bakalan marah lagi karena ulah gue.

Demi mama, gue lawan mereka semampu gue. Gue rela ditinju dibagian manapun asal jangan wajah. Denis sudah baka belur, begitu juga dengan Andrew.

Tersisa beberapa orang lagi yang masih maju, Satria sudah duluan babak belur karna gue.

Akhirnya mereka mengalah dan bubar dari lokasi. Denis dan Andrew segera dibawa ke klinik milik tantenya Farid. Tante memang sudah mengerti apa yang terjadi.

Posel gue bergetar, terlihat pesan masuk dari seseorang. “Kita belum selesai”. Ternyata mereka belum menyerah.

***

Diya bersama kedua sahabatnya sudah siap-siap akan berangkat ke acara ulang tahun teman sekels mereka yaitu Sherly.

“Rumahnya gede banget.” Ucap Diya setelah sampai di depan rumah Sherly.

“Datang deh lebaynya.” Ucap Deana.

“Nanti aku ajak ker umah aku, gak kalah gedenya sama rumah si Sister (mereka memanggil Sherly dengan sebuta sister).” Sambung Devvina.

“Benarana ya Pin.” Ucap Diya berbinar.

“Yok masuk.” Ajak Deana.

Tamu undangan sudah berdatangan sambil mencicipi hidangan yang telah disiapkan.

“Eh lihat tuh Raffa cs, keren banget.”

“Gue dekat ama Andrew aja udh syukur, apalagi Raffa.”

“Gak nyangka gue kalau Sherly bakal undang mereka.”

Banyak lagi celoteh cewek-cewek yang lain tentang keempat pria yang sedang berjalan itu.

“Kok lebay banget ya.” Ucap Dea.

“Gak usah dipikirin, nikmati aja hidangannya.” Balas Diya. Ya dia memang pecinta makanan, gak heran kalau tiap acara dia paling didepan kalau soal makanan.

Deana malah manyun mendengar jawaban Diya, sedangkan Devvina tetap menatap pada 4 orang tersebut.

“Coba deh sebutin nama panjang si Pina.” Ucap Diya tiba-tiba.

“Devvina Azizah Harits.” Jawab Dea santai.

“Kalau nama lengkap si Farid?” ia bertanya sambil menikmati hidangan di hadapannya.

“Harits Farid Anhar.” Jawab Dean lagi.

“Coba cari kesamaanya?” tanya Diya lagi.

Dea dan Devvina tampak berfikir.

“Harist.” Teriak Dea, ucapannya membuat orang-orang menoleh padanya.

Diya dan Devvina menarik tangannya menjauhi mata-mata yang menoleh.

“Astagah Dean, kamu tuh ya bikin ulang lagi.” Kesal Devina.

“Maaf aku gak sengaja.” Ucapnya menundukkan kepala.

“Yaudah jangan diulangi lagi ya Dean, Pina juga gak boleh marah-marah.” Ucap Diya.

“Habis dia nyebelin Diya.” Jawab Devina.

“Yaudah ayok masuk lagi, makanannya belum dicicipi semua.” Ia melenggang masuk lagi ke ruangan.

“Diya....” teriak keduanya lebih kesal lagi, sambil mengikuti Diya masuk.

Diya berjalan menuju mereka semula, kedua temannya menyusul di belakangnya. Kakinya tersandung karpet kemudian terjatuh, kebetulan ada laki-laki di depannya. “Aaa...” terikanya.

Keduanya sama-sama terjatuh pada posisi yang tidak mengenakkan, Diya di atas dan laki-laki itu di bawahnya. Semua mata tertuju pada keduanya.

“Dia lagi.” Batinnya, masih belum sadar kalau semua mata menyaksikannya.

“Raffa.” Teriak Sonia. Barulah keduanya sadar. Devina mengacungka tangannya untuk membatu Diya berdiri begitu juga dengan Farid. Sontak semua bersorak melihat ketidak sengajaan tersebut.

“Cieeeee....” Devina langsung menarik tangan Diya dan berlalu dari kerumunan orang diikuti oleh Dea.

“Kamu gak apa-apakan Diy?” tanya Dea.

“Aku gapapa kok, tapi yang tadi....” air matanya menetes.

“Jangan nagis gitu dong Diy.” Dea merangkulnya diikuti oleh Devina.

“Tadikan gak sengaja Diy.” Balas Devina.

“Aku kan malu.” Jawabannya membuat temannya tersulut emosi, Cuma karna malu sampai nangis gitu.

“Yok pulang tenangin diri dulu, nanti malunya.” Jawab Devina menarik tangan Diya menuju mobilnya.

...

Bukan Aku

Saat naik bus lagi-lagi ia mencari gadis yang berulah tadi malam, tapi kali ini ia tidak ada. Sampai di sekolah ia menelusuri parkiran, teman-temannya juga tidak kelihatan. Ia memutuskan untuk terus berjalan ke kelasnya.

Disisi lain Diya sudah duduk di kursinya nimbrung bersama teman-teman lain.

“Diya, lihat ini.” Ucap Tika, sambil memperlihatkan sebuah foto kejadian tadi malam sedang viral di beranda instagram sekolahnya.

“Siapa sih adminnya ini?” gerutu Devina marah.

“Namanya aja kecelakaan, kok diviralkan gini sih?” balas Dea.

“Udah ya Pina, Dean. Diya gapapa kok.” Ia memperlihatkan senyumnya.

“Yang sabar ya Diya.” Ucap teman-teman cewek yang lain.

Sherly datang, “Diya, kamu gapapakan.” Ucap Sherly. Walaupun Sherly girl famous di sekolah, ia berhati baik tidak seperti girls famous lainnya.

“Diya baik-baik saja kok Sister.” Ia mengacungkan jempolnya pertanda baik.

“Gue juga mau minta maaf, tadi malam karpet bagian sana lupa dipasangi lem, makanya kebuka gitu. Sampai kamu jatuh.” Ia merasa bersalah.

“Udah kok, Diya baik-baik saja.” Jawabnya.

Disisi lain, Raffa cs melihat berita viral tersebut dan akan mencari siapa pelaku yang memposting foto itu ke sosial media sekoah.

“Cari tahu orangnya sampai ketemu.” Ucapnya.

“Gue udah minta bantuan temen gue yang kuliah IT, sekarang lagi proses pelacakan.” Ucap Andrew.

“Oh ya ngomong-ngomong Farid sama cewek yang semalam kok bisa samaan ya.” Ledek Denis.

“Diam lo.” Balas Farid tidak suka.

“Sehati kali.” Balas Andrew.

“gadis itu tidak akan baik-baik saja setelah ini.” Tegas Raffa.

“Lo mau apain itu gadis sih bro, jelas-jelas itu kecelakaan. Bukan kesalah dia.” Farid membelanya karena tidak tau maksud Raffa.

“Biar gue yang bantu terror tuh cewek.” Balas Denis.

“Mata lo di terror.” Jawaban Raffa membuat Denis terdiam.

“Insgram sekolah akan dilihat semua orang termasuk geng sebelah, mereka pasti ngira gadis itu ada hubungannya sama gue.” Ia tak melanjutkan ucapannya.

“Gue gak sampai mikir kesana,” ucap Andrew.

“Benar juga ya, kaya kejadian sama si Fitri.” Balas Farid.

Flash back on.

Saat itu Raffa baru pindah ke sekolah barunya.

“Sini gue bantuin, lo gapapakan?” ia menolong wanita yang tersenggol oleh angkot.

“Gue gappa, thanks udah bantuin.” Ucap wanita itu, “Kenalin gue Fitri, kayaknya kita satu sekolahkan.” Sambil mengacungkan tangan.

“Eh iya, gue Raffa.” Ucapnya. Ternyata ada orang yang sengaja mengambil foto saat keduanya berjabat tangan dan foto itu tersebar.

Setelah kejadian itu, banyak hal yang mengganggu fitri. Mulai dari terror kertas yang bertulisan tinta darah, kecelakaan saat berangkat sekolah. Dan banyak hal lain yang membuatnya tidak nyaman di sekolah tersebut dan memilih pindah sekolah.

Flash back off

***

“Cari tahu tentang gadis yang ada di foto ini.” Chat itu masuk ke HP seseorang.

“Baik bos, akan kami selidiki.” Balasnya.

“Secepatnya.”

***

Saat jam istirahat Diya tidak berani ke kantin, ia hanya menitip cemilan pada kedua sahabatnya. Sonia bersama dua orangnya mendatanginya ke kelas.

“Ternyata ini cewek kampungan yang sengaja dekatin Raffa.” Sindir Milka.

Diya mengetahui dirinya yang disindir hanya diam dan menundukkan kepalanya ketakutan, selama sekolah disini ia tidak pernah berurusan dengan girls famous seperti mereka.

“Lo masih baerani dekatin dia ha?” Sonia menarik hijab bagian belakangnya.

“Ampun.” Ucapnya.

“Awas kalau lo dekatin dia lagi, lo bakal berhadapan sama gue.” Bentak Sonia.

Kemudian ketiganya berlalu dari kelasnya, kebetulan di kelas sedang tidak ada orang. Diya menangis sambil menekukkan wajahnya menghadap kel lantai. “Ya Allah, bukan aku yang salah. kenapa mereka menyalahkan aku Ya Allah.” Tangisnya.

“Diy, kok nangis sih?” tanya Dea.

“Aku ingat kejadian tadi malam, aku gak berani keluar kelas.” Sedihnya.

“Gak usah gitu juga kali.” Ucap Devina.

“Aku malu.” Ucapnya lagi.

Pulang sekolah, Diya menunggu semuanya pulang. Barulah ia berani keluar dari kelas dan menunggu Bus di halte depan sekolah. Hujan pun tiba, jam sudah menunjukkan pukul 3 sore, bus sepertinya tidak lewat lagi kalau sudah jan segini. Ia berjalan menyusuri jalan dingah hujan lebat.

Ia tak menyadari ada seseorang yang mengikutinya dari belakang. Tetap berjalan walaupun hujan lebat, berjalan menuju jalan tikus yang ia ketahui. Ia sampai di kontrakannya kemudian membersihkan badan dan sholat Ashar.

Ia berangkat sekolah lebih pagi dari yang biasa serta pulang sekolah lebih lambat agar ia tidak melalui kerumunan orang yang membicarakannya

***

“Siapa gadis yang bersamamu dalam foto itu?” tanya mama.

“Dia bukan siapa-siapa ma, malam itu tidak sengaja terjatuh dan Raffa juga ikut jatuh.” Belanya.

“Ma, please ma. Jangan potong uang jajan Raffa lagi ya ma.” Bujuknya.

“Selagi kamu belum berubah, mama gak akan meringankan hukuman kamu.” Jawab mama.

Kemudian ia pamit berangkat sekolah dan lebih pagi dari yang biasanya. Setelah naik bus ia tak sengaja melihat gadis yang selama ini ia cari-cari, karena beberapa hari ini gaid itu hilang begitu saja.

Ia duduk disampingnya lagi, tumben gadis itu tidak membaca buku, gadis itu hanya diam dan menatap keluar. Diwajahnya terukir kesedihan, ponselnya gadis itu berdering ternyata pesan masuk. Ia penasaran melihat pesan masuk tersebut, “Gue tunggu lo di taman sepulang sekolah.”

Ia tidak bisa melihat pesan tersebut, namun pura-pura bergerak hingga pnsel gadisnitu terjatuh dan ia membantu mengambilnya, hingga pesan itu benar-benar dapat ia baca.

“Maaf, gue gak sengaja.” Ucapnya.

“Gapapa, makasih ya.” Balasnya menyunggingkan senyuman terpaksanya.

Bus berhenti di depan gerbang sekolah, mereka turun bergantian. Ia mengikuti gadis itu hingga sampai ke kelas.

“Ternyata ia kelas 12 IPS 1, pantas gue jarang lihat.” Batinnya. Ia melihat gadis itu sedang menangis dari pintu yang tak jauh dari tempat dia berdiri.

Deg, jantungnya tiba-tiba berdebar melihat gadis itu menangis. “Apa yang terjadi sama gue? Gue kok ikut ngerasa sakit saat lihat dia nagis.” Batinnya, kemudian berlalu ke kelasnya.

***

“Ini bos informasi tentang gadis itu.” Ucap seseorang, memberikan selembar map padanya.

“Namanya Shanum Diya Syakira, ia kost sekitar 3 km dari sekolah, yang lain bisa bos baca.” Ucapnya.

“Kerja yang bagus, jangan lupa tugas kalian selanjutnya.” Ucap sang bos.

“Baik bos.” Jawabnya.

**

“Tumben lo mau belanjan di kantin ini?” tanya Denis.

“Gue mau suana baru aja.” Jawabnya, padahal ia ingin memastikan gadis itu baik-baik saja.

“Disini juga nyaman kok.” Balas Farid.

“Bilang aja lo mau lihat cewek yang semalam.” Balas Denis. Ya memang dia agak kasar wataknya.

“Iri bilang bos.” Balas Andrew. Mereka menyantap makanan yang sudah dipesan.

“Diya suka gak ya sama kerupuk yang ini?” tanya Devi.

“Suka, yakin aja deh. Diya kan doyan makan.” Ucapnya kemudian mereka tersenyum. Mereka tidak sadar kalau sepasang telinga mendengar percakapan keduanya.

“Cewek pembawa sial itu kemana sih, gak kelihatan?” tanya Denis asal.

“Asal ngomong ajah tu mulut.” Balas Andrew.

“Kok pada belain dia sih?” tanyanya sewot. Tidak ada jawaban dari Raffa ataupun Farid. Sepertinya Farid memahami pemikiran Raffa saat ini.

Seperti biasa Diya menunggu semua orang pulang terlebih dahulu, baru keluar dari kelasnya.

“Lama banget si tuh cewek.” Batinnya saat menunggu tidak jauh dari gerbang sekolah. “Ha itu dia.” Ia mengikuti gadis itu, berjalan menuju taman yang tidak jauh dari sekolah.

Tampa ia ketahui juga ternyata temannya Farid, juga menbuntutinya dari belakang. Terlihat gadis itu duduk disebuah kursi sambil mengetik sesuatu di ponselnya.

Terlihatlah rombongan motor gede menuju taman dan berhenti disana bersamaan.

“Ternyata mereka nyari gara-gara sama gue.” Batinnya.

“Raffa sepertinya mengikuti gadis ini, dan benar disana ada geng srigala. Gercep juga nih si bos.” Batinnya.

Mereka mendekati kursi yang diduduki gadis itu, dan tertawa seperti setan yang dapat mangsa.

“Ternyata lo ceweknya si brengsek itu.” Ucapnya sambil menarik kebelakang hijab gadis itu.

Raffa hendak beranjak dari tempat duduknya akan menyusul gadis itu, tapi Farid datang dan mencegahnya.

“Lo, kenapa lo disini?” ia heran melihat Farid susah menarik tangannya.

“Lo gak boleh gegabah, kalau lo nolongin dia sekarang, mereka bakal percaya kalau lo benaran pacaran sama tuh cewek. Gua yakin dia gak bakal apa-apain gadis itu, itu hanya mengancam lo. Percaya lah.” Bujuk Farid.

Mereka berdua memilih tempat yang agak jauh dari lokasi dan melihat dari kejauhan.

“Lo ngaku deh, lo pacaran kan sama cowok yang ada di foto ini.” Bentaknya.

Ia masih diam ketakutan.

“Lo bisu atau gimana ha?” bentak laki-laki yang lain.

“Bukan aku pacarnya, foto yang kalian lihat itu hanya kecelakaan saat pesta.” Ucapnya tanpa rem karna takut.

“Ternyata kalian sekongkol.” Ucapnya sambil

mengeluarkan ponselnya dan menelpon nomor Raffa.

“Gadis lo ada sama gue, kalau lo gak datang dalam waktu 5 menit dia bakal habis.” Ucapnya.

“Lo ngomong apasih, gue gak ada pacar. Lo harus tau itu.” Jawab Raffa.

“Lihat aja, lo bakal nyesel. Heh, coba lo ngomong sama dia.” Bentaknya pada gadis itu untuk bicara pada orang yang ia telpon.

“Saya baik-baik saja.” Ucap gadis itu pada orang yang ditelpon.

Plak, satu tamparan mengenai wajah mulusnya. “Masih berani sekongkol kalian? Kalau lo gak datang gadis ini gak bakalan selamat.” Ucapnya sambil mematikan telpon.

“Gue gak mungkin biarin dia disakitin gitu.” Ucapnya tetap ditahan Farid.

“Percayalah, mereka gak bakal lakuin lebih jauh.” Bujuknya lagi.

Setelah 1 jam yang ditunggu tidak kunjung datang, mereka memutuskan untuk pergi.

“Lo, rasain akibatnya kalau melawan gue.” Ucapnya marah. Ia mendoron gadis itu hingga terjatuh ke rumput.

“Sial.” Teriak Raffa, ia hanya bisa melihat gadis itu disakiti tanpa bisa melakukan apa-apa.

“Gue gak salah kalau lo benaran jatuh cinta sama tuh cewek, sampai lo rela buntutin dia sejauh ini.” Ucap Farid.

“Gue gak sanggup lihat dia lagi.” Ucapnya kemudian berlalu entah kemana.

Gadis itu berjalan dengan lunglai menuju halte dekat sekolah, kemudian pingsan.

Bersambung

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!