NovelToon NovelToon

Suamiku Duda Kaya Tajir Melintir

Ainaya Putri

Matahari terbit dari timur, dan sudah menyusup masuk ke dalam kamar Ainaya Putri, dia bergegas bangun dari tempat tidurnya dengan cepat, karena jika terlambat bangun pasti mamanya Naya akan memarahinya habis-habisan.

"Aduh, sudah jam berapa sekarang? Pasti mama akan memarahiku habis-habisan," Kata Naya, sambil membereskan tempat tidurnya.

Ainaya Putri gadis cantik berusia 19 tahun, yang begitu ceria dan selalu ingin sama seperti dengan teman-teman yang lainnya, tapi kehidupannya tidak sesuai apa yang dia inginkan. Dia hidup dengan ibu dan kakak laki-lakinya, karena bapaknya meninggal waktu Naya masih bayi. Dan sang ibu tidak pernah menceritakan kenapa bapaknya meninggal?

Ibu Naya, namanya Ibu Ratih beliau sangat jahat, kejam dan suka marah-marah pada Naya. Padahal Naya sudah berkerja keras jualan kue dan terpaksa berhenti sekolah karena ibunya yang menyuruhnya.

"Naya!!" Teriak Ratih, dia merasa kesal karena Naya sudah jam 6 pagi belum keluar dari kamarnya.

"Dasar, anak kurang ajar jam segini dia belum bangun!" gerutu Ratih sambil duduk di sofa ruang keluarga.

Ketika Naya telat bangun, pasti Ratih akan memarahinya habis-habisan. Bahkan Ratih akan bersikap kasar dan kejam pada Naya sang gadis malang itu.

Mendengar teriakan sang mama, Naya langsung berlari keluar dari kamarnya dengan cepat.

"Naya, bisa-bisanya kamu terlat bangun pasti mama akan marah-marah." Batin Naya dalam hatinya.

Sesampainya di ruang keluarga Naya menghentikan langkah kakinya dengan nafas tersengal-sengal, karena berlari dari dalam kamarnya wajah Naya tampak ketakutan.

Kamar Naya terletak di belakang jadi untuk menjunu ke ruang keluarga Naya berlari biar cepat.

‌"Iya ma." Naya menundukkan kepalanya, dia tidak berani menatap wajah sang mama karena mamanya sudah menatap dirinya dengan tatapan tajam.

"Dasar, bisa-bisanya jam segini kamu baru bangun!" Teriak Ratih dengan lantang, membuat putra kesayangannya yang masih tidur terbangun.

"Ada apa mama teriak-teriak pagi, pasti mama marahin Naya lagi." Batinnya.

Devan yang masih terlelap tidur, sungguh dia merasa terganggu dengan teriakan mamanya yang terdengar lantang dan bisa membuat gendang telinga Evan pecah.

Devan, laki-laki yang sering dipanggil oleh Naya Kak Evan. Dia adalah kakaknya Naya dia sangat baik dan juga sangat sayang pada Naya.

Devan beranjak dari tempat tidurnya, dia keluar dari kamarnya untuk melihat apa yang terjadi diluar sana?

Kadang Naya berpikir kalau Naya ini sebenarnya anak kandung mamanya atau bukan? Apalagi hampir setiap hari mamaya memarahinya bahkan jika Naya melakukan sedikit kesalahan saja, maka itu akan membuat mamanya sangat marah sekali pada dirinya.

Setiap hari Naya disuruh jualan kue keliling, dan jika kue-kue itu tidak habis pasti mamanya akan memarahinya dan tidak segan-segan akan memperlakukan Naya dengan kasar.

Kehidupan Naya, memang sangat menyedihkan. Dia juga tidak tahu apa yang membuat mamanya begitu tidak suka pada dirinya?

"Maaf ma, Naya kesiangan bangunnya." Naya menundukkan kepalanya, dia tidak berani melihat sorot mata sang mama yang seolah-olah akan menerkam mangsanya.

"Maaf saja terus! Sekarang cepet, kamu bereskan rumah dan itu cucian sudah numpuk dibelakang, ingat kamu cuci menggunakan tanganmu dan jangan sekali-kali menggunakan mesin cuci!" Sentak sang mama, Naya langsung belalu pergi ke belakang.

Tiba-tiba badan kekar Devan menghalangi sehingga Naya menabraknya.

"Kak Evan, maaf Naya buru-buru!" Naya menundukkan kepalanya, dia berniat melanjutkan langkah kakinya menuju ke belakang, tapi dengan cepat Devan menarik tangan Naya.

Naya merasa deg-deggan, dia sungguh takut pada mamanya.

"Kak, lepaskan tangan Naya!" Lirih Naya.

Devan tidak menghiraukan apa yang dikatakan oleh Naya, dia tetap menahan tangan Naya dengan erat.

"Mama, mama ini apa-apaan?" Kata Devan, dia mendekati mamanya yang sedang duduk di sofa sambil mengandeng tangan Naya.

Tatapan Ratih sungguh tidak suka pada Naya, membuat Naya semakin ketakutan dan ingin buru-buru pergi ke belakang, tapi tangan Evan terus memegangi tangannya dengan erat.

"Kak, lepaskan tangan Naya!" Pinta Naya dengan suara lirih, tapi Evan tetap tidak melepaskan tangan Naya dari cengkraman tangannya

"Apasih Van, mama hanya menyuruh dia untuk mencuci pakaian!" Jawab Mama Ratih dengan begitu santainya.

"Mama, Janganlah terlalu kasar pada Naya. Dia baru 19 tahun dan pasti masih sangat membutuhkan perhatian dan kasih sayang dari mama." Tutur Devan, dirinya merasa geram pada mamanya padahal Naya sudah berkerja keras bahkan Naya sampai berhenti sekolah karena takut dengan mamanya tapi mamanya terus jahat pada Naya.

"Evan, kamu itu tidak tahu apa-apa! Lagian apapun yang mama lakukan pada anak itu. Itu semua pantas dia dapatkan." Sentak Ratih, dia tidak terima Evan sampai melawan dirinya hanya gara-gara Naya.

"Mungkin, jika kamu kamu tahu yang sesungguhnya nak. Apa kamu akan tetap menyayangi Naya seperti sekarang ini?" Batin Ratih dalam hati.

"Mama bilang, tidak pantas dia dapatkan! Katakan ma, Naya kurang baik bagaimana? Naya selalu menurut pada mama. Tapi mama tidak pernah sedikitpun menyayangi Naya dengan tulus, apa salah Naya ma?" Jawab Evan dengan lantang, nafas mengebu-gebu karena dirinya sungguh marah pada mamanya.

Ratih menatap Evan dengan tatapan membunuh, sungguh gara-gara Naya, Evan sudah berani melawan dirinya. Rasanya tangan mulus Ratih ingin sekali menampar pipi mulus Evan, tapi Ratih tidak melakukan hal itu. Biar bagaimanapun Evan adalah anak kesayangan Ratih, dia tidak mau sampai menyakiti Evan sedikitpun. Tapi lain lagi jika tangan itu dibuat menyakiti Naya, maka dengan senang hati Ratih akan melakukannya tanpa merasa kasian sedikitpun pada Naya.

"Kak Evan, sudah! Mama hanya menyuruh Naya mencuci pakaian dan beres-beres rumah saja kok kak." Lerai Naya dengan suara yang begitu lembut.

Mata Ratih langsung melirik Naya dengan tajam, rasanya dia benci sekali pada Naya.

"Diam kamu! Tidak usah sok-sokan menjadi penengah, dasar gadis pembawa sial." Sentak Ratih, dia mengangkat tangannya dan hendak men*mpar pipi mulus Naya, tapi dengan sigap Evan menahan tangan mamanya dengan tangan kekarnya.

"Mama, hentikan! Jangan sakiti Naya! Dia juga anak mama." Cegah Evan, sungguh mata Evan sudah sangat di penuhi dengan amarah.

"Evan, berhentilah membela gadis sialan ini!" Sentak Ratih dengan lantang, tatapannya begitu tajam pada Naya.

Pelan-pelan Naya melepaskan tangannya dari tangan Evan, air matanya sudah jatuh membasahi pipi mulusnya. Hatinya terasa sakit karena mamanya selalu mengatakan kalau dirinya adalah gadis pembawa sial.

"Apa, aku ini gadis pembawa sial, kenapa mamaku begitu tidak suka padaku? Apa bedanya aku dan Kak Evan? Kak Evan, begitu sayang di sayang sama mama. Tapi Kenapa mama tidak bisa menyayangiku sedikitpun?" Naya terus bertanya-tanya pada hatinya.

"Naya?!" Panggil Evan, tapi Naya langsung berlari menuju ke belakang.

Sungguh Evan juga selalu berpikir, kenapa mamanya begitu membenci Naya? Apa yang membuat sang mama begitu membenci adik kesayangannya itu?

"Apa? Gadis sialan itu sudah pergi, sudahlah Van lebih baik kamu mandi dan siap-siap berangkat kerja! Tidak usah kamu urusin gadis itu lagi," Ratih manatap Evan dengan tatapan marah.

"Ingat ma, mama sudah tua. Ada baiknya mama jaga kesehatan dan jangan suka marah-marah, suatu saat jika Naya hidupnya bahagia pasti mama akan menyesal." Evan memberikan peringatan pada mamanya.

Bukannya mendengarkan peringatan dari anaknya, Ratih malah tertawa ngakak seolah-olah dia meremehkan apa yang dikatakan oleh anak laki-lakinya itu. Baginya Naya itu gadis pembawa sial, jadi tidak mungkin kalau hidup Naya akan bahagia.

"Evan, dia akan bahagia? Sekolah saja dia tidak lulus. Lagian dia juga cuma jualan kue, hidup bahagia darimana? Uang saja dia tidak punya, makan saja setiap hari mama kasih dia dengan makanan sisa." Ratih tertawa dalam hatinya.

"Sudahlah, tidak usah banyak ceramah! Ada baiknya kamu kerja saja biar kamu sukses dan tidak seperti gadis itu." Ratih memperkencang tawanya, membuat Evan menggelengkan kepalanya.

"Percaya pada kakak, kakak yakin suatu saat hidup kamu akan bahagia Naya." Batin Evan dalam hatinya.

Karena lelah menghadapi sang mama yang begitu kejam dan jahat, Evan berlalu pergi masuk ke dalam kamarnya untuk bersiap-siap berangkat kerja.

Naya sedang meratapi nasibnya, dia duduk sambil bersandarkan kulkas yang ada di dapur, satu pertanyaan yang selalu ada di benaknya adalah, aku ini sebenarnya anak mama bukan? Kenapa mamaku begitu tidak suka padaku, dia juga sangat benci padaku.

Isak tangis Naya semakin kencang, tapi dia berusaha menahannya, dia menyeka air matanya sendiri yang terus mengalir deras di pipi mulusnya.

"Kuat Naya, kamu harus kuat! Kamu tidak boleh lemah, percayalah setiap cobaan pasti ada hikmahnya!" Naya memberikan dukungan untuk dirinya sendiri.

Dia beranjak dari tempat duduknya, lalu segera melakukan pekerjaan rumah tangga yang tadi di suruh oleh mamanya. Karena jika Naya tidak melakukannya pasti mamanya akan kembali marah-marah lagi pada dirinya.

"Nyuci, habis nyuci beres-beres rumah, lalu pergi jualan kue keliling." Naya berusaha tersenyum, dia ingin menghadapi semua cobaannya dengan senyuman.

Setelah selesai semuanya, Naya segera pergi berangkat berjualan kue keliling, tanpa sarapan lebih dulu Naya langsung berangkat keliling jualan kue, seperti biasanya Naya baru boleh makan kalau dia sudah pulang jualan.

Melihat Naya berangkat jualan kue, Ratih senyam-senyum.

"Awas saja jika jualan kuenya tidak habis." Batin Ratih penuh ancaman.

Ntah apa yang akan terjadi jika kue-kue jualan Naya tidak habis?

BERSAMBUNG

Terimakasih para pembaca setia 😊

Jualan kue keliling

Melihat Naya berangkat jualan kue, Ratih senyam-senyum.

"Awas saja jika jualan kuenya tidak habis." Batin Ratih penuh ancaman.

Ntah apa yang akan terjadi jika kue-kue jualan Naya tidak habis?

Naya berkeliling mengelilingi komplek perumahan yang tidak jauh dari rumahnya, berharap kue-kuenya laku habis terjual hari ini.

"Kue-kue, rasanya enak... ibu-ibu mau beli kue tidak?" Naya menawarkan kue-kuenya kepada ibu-ibu yang sedang duduk sambil ngegibah.

Biasalah namanya ibu-ibu, wajar saja jika mereka kerjaannya ngegibah.

"Boleh nak, buat teman ngobrol." Jawab salah satu ibu-ibu yang ada di situ.

"Berapaan nak kuenya?" Tanya salah satu ibu-ibu yang lainnya lagi.

"Harganya 2 ribuan bu." Jawab Naya sambil tersenyum.

Para ibu-ibu itu, memilih beberapa kue-kue yang mereka suka. Setelah selesai mereka membayar kue-kue yang mereka beli, sungguh hati Naya bahagia karena satu persatu kue-kue Naya laku terjual.

"Terimakasih ya ibu-ibu, sudah membeli kue-kue saya." Ucap Naya dengan sopan.

"Sama-sama nak." Jawab ibu-ibu secara bersamaan.

Naya kembali berkeliling untuk menjual kue-kuenya, teriak demi teriak Naya lakukan berharap kue-kuenya hari ini habis terjual.

"Kue-kue, rasanya enak....!" Naya melangkahkan kakinya dengan semangat, tiba-tiba perutnya berbunyi kruyukkk....

"Rasanya, lapar sekali! Jika aku makan satu kue ini dan uangnya kurang, pasti mama akan marah padaku, sabar ya cacing-cacing di perutku yang baik nanti kita akan makan setelah sampai dirumah." Batin Naya dalam hatinya.

Meskipun rasanya sangat lapar, tapi Naya tetap semangat berjualan kuenya.

Jam sudah menunjukkan menunjukan pukul 9 pagi, akhirnya kue-kue Naya habis terjual dan dengan langkah kaki bahagia Naya pulang ke rumahnya.

Sesampainya di rumah, Ratih sudah menghadang Naya di ambang pintu dengan tatapan garangnya.

Naya tersenyum "Untung saja, jualan kueku hari ini laris manis," Naya merasa bahagia.

Sesampainya di depan pintu, belum sempat masuk ke dalam rumah. Ratih sudah menodong uang yang hari ini Naya dapatkan.

Dengan tatapan tidak suka "Mana, uangnya? Awas saja jika kue-kuenya sampai tidak habis." Sorot mata Ratih penuh dengan ancaman.

Naya mengeluarkan uang yang di dapatkan hari ini pada Ratih "Ini ma, uangnya. Kuenya habis terjual ma," Naya tidak berani menatap mata tajam Ratih.

Ratih mengambil uang itu dengan kasar di tangan Naya " Sini, kamu masuklah! Ingat makan kamu yang ada di meja dapur! Kalau yang ada di meja makan itu buat Evan." Ucap Ratih dengan tatapan sengit pada Naya.

Naya tersenyum, dia menganggukkan kepalanya pertanda mengerti. Dia sudah paham karena setiap hari mamanya itu selalu memisahkan makanan dirinya dan kakaknya. Hampir setiap hari Naya di kasih makanan sisa bekas semalam oleh Ratih sedangkan Evan selalu diberikan makanan yang baru dan tentunya bergizi.

Kadang Naya suka menangis dalam hatinya, tapi mau bagaimana lagi? Jika Naya melawan bisa-bisa Naya tidak di kasih makan oleh Ratih, bagi Naya yang penting dia bisa makan setiap hari itu sudah membuat dia sangat bersyukur.

Sesampainya di dapur, Naya membuka makanan yang sudah tertata rapi di atas meja dapur yang isinya nasi sisa dan lauk sisa semalam.

"Tidak apa-apa, yang penting perutku kenyang daripada aku sakit gara-gara tidak makan." Naya tersenyum dalam hatinya.

Naya mulai menikmati makanannya, biarpun dengan buliran air mata yang sudah membahasi pipi mulusnya.

Suap demi suap, Naya memasukkan makanan ke dalam mulutnya, biarpun rasanya sudah agak tidak enak tapi Naya terus memakannya penting perutnya kenyang.

Naya membayangkan jika dirinya jadi orang kaya nanti, pasti dia tidak akan makan makanan sisa lagi. Pasti dia juga akan hidup bahagia dan tentunya tidak akan di perlakukan kejam oleh mamanya. Tapi sayangnya itu hanya sebuah hayalan Naya, segeralah Naya menepis semua hayalannya dengan cepat.

Setelah selesai makan, Naya mencuci piringnya.

Ratih sedang duduk di sofa ruang keluarga sambil menghitung uang penghasilan jualan kue hari ini.

"Tidak sia-sia aku membesarkan gadis si*lan itu. Setidaknya dia bisa mencari uang untukku," Ratih senyam-senyum sendiri sambil menghitung uang-uang yang ada di tangannya.

"Nayaaaaaa......!!" Teriak dengan lantang.

Naya yang sedang duduk, bergegas pergi untuk mememui mamanya "Iya ma, sebentar!" Jawab Naya dengan suara agak keras.

Ratih menatap Naya dengan tatapan tidak suka "Apa, kamu sudah makan?" Tanya Ratih dengan nada membentak.

"Sudah ma." Jawab Naya singkat.

Ratih beranjak dari tempat duduknya, dia mendekati Naya "Ingat ya, jangan pernah bilang pada Evan, kalau aku memberikan kamu makanan sisa setiap hari!" Sorot mata Ratih penuh dengan ancaman.

Naya menundukkan kepalanya "Iya ma, aku tidak akan bilang pada Kak Evan." Jawab Naya dengan suara pelan.

"Awas saja jika kamu berani mengadu!" Sentak Ratih, sambil menj*mbak rambut Panjang Naya membuat Naya merintih kesakitan.

"Iya ma, tidak akan." Naya memegangi rambutnya yang di j*mbak oleh Ratih.

Mungkin jika Naya mengadu pada Evan, pasti Evan akan memarahi mamanya habis-habisan.

"Baguslah, ingat!" Ratih memberikan peringatan kepada Naya, sambil mendorong Naya hingga Naya terjatuh di lantai.

Brukkkkk...... Naya terjatuh

Ratih tertawa penuh kemenangan, rasanya dia puas sekali sudah menyakiti gadis yang dirinya benci itu.

"Mama, aku pingin denger mama panggil aku dengan sebutan nama dan aku ingin di peluk sama mama. Setiap hari aku hanya mendapatkan perlakuan kasar," Naya menangis dalam hatinya.

Ratih pergi meninggalkan Naya begitu saja, tidak ada rasa ibah ataupun simpati sedikitpun pada Naya. Naya bangun dari tempatnya terjatuh, lalu dia berjalan menuju ke kamarnya.

Sesampainya dikamar Naya duduk di lantai sambil bersandarkan lemari pakaian plastik yang ada di kamarnya yang kecil, terletak di belakang dengan alas tidur hanya kasur lantai, di situlah tempat Naya istirahat setiap hari.

Sangat berbeda dengan Evan, Evan mempunyai tempat tidur yang nyaman dan tentunya sangat berbeda dengan kamar milik Naya.

Dulu Evan pernah meminta Naya untuk tidur di kamarnya dan Evan tidur di sofa, tapi Naya menolaknya dengan alasan dia tidak mau kalau sang mama sampai memarahi kakaknya itu. Evan sudah memaksa tapi Naya kekeh tidak mau menerima tawaran dari Evan.

"Kenapa, mamaku begitu membenciku? Apa salahku?" Naya sering sekali pada dirinya sendiri, tapi dia juga belum menemukan jawabannya.

Karena merasa sangat lelah, Naya merebahkan tubuhnya di atas kasur lantai itu. Walaupun rasanya tidak nyaman tapi bagi Naya yang sudah terbiasa, dia pasti bisa tidur dengan nyenyak.

Jam menunjukkan pukul 7 malam, Evan baru saja pulang dari kantornya, dan tentunya orang yang pasti dia cari-cari adalah Naya adik kesayangannya itu.

Evan melihat ke setiap ruangan, tapi Naya tidak ada "Naya kemana, padahal aku belikan sate untuk dia?" Tanyanya pada dirinya sendiri.

Ratih yang baru saja keluar dari kamarnya, langsung menyapa Evan dengan lembut "Anak mama, kamu sudah pulang." Sapanya dengan begitu lembut.

"Sudah ma, oh iya Naya mana ma?" Tanya Evan.

Seketika sorot mata Ratih menjadi malas mendengar nama Naya "Mama juga tidak tahu, keluyuran kali anak itu." Ratih berlalu pergi, kini dirinya sudah duduk di kursi meja makan untuk makan malam.

"Padahal, aku bawakan sate buat dia. Aku lihat dia ke kamarnya dulu ya ma!" Evan tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh mamanya, segeralah dia pergi ke kamar Naya untuk mengeceknya.

Sesampainya di depan kamar Naya, Evan mengetuk pintu kamar Naya. Tapi Naya tidak menjawabnya, Evan memegang gagang pintu kamar Naya lalu membukanya dan dia langsung tersenyum melihat adiknya sedang tertidur pulas.

"Aku bangunkan sajalah, sayangkan aku sudah belikan dia sate ayam." Batin Evan dalam hatinya.

Evan melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar Naya, dia duduk di dekat Naya tidur, dengan sabar Evan membangunkan Naya.

Pelan-pelan Naya membuka matanya, dia tampak terkejut "Kak Evan." Lirihnya sambil tersenyum.

"Bangunlah, ini kakak bawakan sate buat kamu!" Pinta Evan dengan nada lembut.

Naya membenarkan posisinya, sekarang posisi dia sudah duduk. Betapa bahagianya Naya dibawakan sate oleh Evan, sungguh ini adalah makanan yang jarang dia makan selama ini, Naya makan sate kalau Evan membelikannya saja.

"Ayo, makan di meja makan!" Ajak Evan, Naya terdiam sejenak seketika dia tampak berpikir.

"Jika aku makan di meja makan, pasti mama akan membuat masalah, mama juga pasti akan memarahiku." Batin Naya dalam hatinya.

"Naya, makan di kamar saja kak. Soalnya Naya masih mengantuk." Jawab Naya dengan alasan yang menurut dirinya tepat.

Evan menganggukkan kepalanya, dia mengacak-acak rambut Naya dengan pelan "Baiklah, tapi kamu harus makan ya!" Pinta Evan dengan lembut.

Naya menganggukkan kepalanya " Kak Evan, tidak makan?" Tanya Naya dengan nada lembut.

"Kakak sudah makan di kantor, kakak sangat lelah. Kakak istirahat dulu ya." Jawab Evan, dia bergegas pergi dari kamar Naya.

Evan langsung masuk ke dalam kamarnya, dia tidak mau makan malam bersama mamanya juga karena dia masih kesal gara-gara masalah tadi pagi.

"Kamu, tidak makan dulu nak?" Tanya Ratih pada Evan, yang hanya berlalu pergi tanpa menyapanya.

"Aku sudah makan ma." Jawab Evan dengan singkat.

Pikiran Ratih langsung berputar, setalah Evan masuk ke dalam kamarnya. Ratih beranjak dari tempat duduknya dan langsung menuju ke kamar Naya dengan buru-buru, sorot matanya dan expresinya tampak marah.

Naya yang hendak menikmati satenya, kaget karena tiba-tiba Ratih membuka pintu kamarnya dengan kasar.

"Naya.....!?" Tatapan Ratih begitu garang pada Naya.

Ntah, apa yang akan terjadi pada Naya?

BERSAMBUNG

Terimakasih para pembaca setia 🤗

Ratih marah-marah

Naya yang hendak menikmati satenya, kaget karena tiba-tiba Ratih membuka pintu kamarnya dengan kasar.

"Naya.....!?" Tatapan Ratih begitu garang pada Naya.

Ntah, apa yang akan terjadi pada Naya?

Naya yang sudah membuka bungkus satenya untuk di makan, dia cepat-cepat menutupnya kembali "Iya ma, ada apa?" Tanya Naya dengan wajah ketakutan.

Ratih melihat ada sate dan dia langsung mengambilnya dari tangan Naya dengan kasar, dia menaruhnya kembali sate itu ke dalam plastik kresek "Dengar ya! kamu itu cukup makan-makana sisa dan makanan ini tidak cocok buat kamu," Ratih menatap garang Naya dan berlalu pergi dari kamar Naya.

Seketika harapan Naya untuk makan sate hancur begitu saja. Padahal dia jarang sekali makan enak, tapi sekalinya dia akan makan enak mamanya langsung mengusiknya bahkan Ratih juga mengambil sate itu dan dia berlalu pergi begitu saja meninggalkan kamar Naya.

Setelah mamanya keluar dari kamarnya, Naya hanya diam. Naya menjatuhkan tubuhnya di atas kasur lantai yang setiap malam di gunakan untuk tidur. Seketika dia membuang pikirannya jauh-jauh untuk menikmati sate yang dibelikan oleh kakaknya.

Sesampainya di meja makan, Ratih tertawa senang, dia membuka sate itu dari bungkusnya lalu menikmatinya dengan penuh nikmat.

"Dasar Evan, makanan seenak ini di kasih pada anak s*alan itu. Enak saja mending buat mama. Jadi aku kenyang." Batin Ratih dalam hatinya.

Dari kecil Naya sudah hidup sengsara, dia sangat di benci oleh sang mama. Dia juga tidak pernah mendapatkan pelukan dari Ratih, kadang Naya suka ingin di peluk oleh sang mama. Tapi untuk saat ini itu semua hanya impian yang belum bisa iya dapatkan.

Naya memeluk guling kesayangannya, air matanya sudah membasahi bantal guling kesayangannya itu.

"Sudahlah, aku tidur saja lagian sudah malam juga. Kalau nanti aku bangun terlambat pasti mama akan marah-marah lagi." Naya memejamkan matanya sambil mempererat pelukannya pada guling kesayangannya itu.

Setelah selesai makan, Ratih langsung pergi masuk ke dalam kamar. Bahkan meja makannya saja masih berantakan.

"Biarkan saja, gadis s*alan itu yang membereskan semuanya besok pagi. Yang penting aku sudah kenyang." Ratih berlalu pergi dari meja makan.

Sesampainya di kamar Ratih merebahkan tubuhnya dan langsung memejamkan matanya, Ratih tertidur begitu nyenyak.

Ratih enak tidur dengan perut kenyang, tapi dia sama sekali tidak pernah memikirkan Naya. Bagi Ratih kalau Naya kelaparan juga dia tidak akan perduli.

Jam menunjukkan pukul 4 pagi, Naya sudah bangun untuk membantu sang mama meyiapkan kue-kue untuk dijual nanti.

Semua kue-kue sudah matang dan Naya langsung merapikan kue-kuenya di atas nampan lebar dan keranjang yang biasanya dia gunakan untuk berjualan kue.

Ratih melirik ke arah Naya " Ingat, jika. kue-kue ini belum habis. Kamu tidak boleh pulang!" Bentak Ratih, membuat Naya langsung menganggukkan kepalanya dengan cepat.

Setelah semua siap, Naya juga sudah mandi dan berganti pakaian dengan rapi. Naya siap untuk berjualan kue keliling.

Naya menuju meja makan, dia hendak sarapan lebih dulu. Tapi mata Ratih menatapnya dengan tatapan tajam "Jualan dulu, baru makan!" Sentak Ratih dengan lantang.

Sebelum mamanya memarahinya habis-habisan, Naya bergegas pergi dari rumah untuk segera berjualan kue.

Mungkin jika tadi ada Evan di situ, pasti Ratih dan Evan akan kembali berdebat seperti kemarin.

"Cepat sana pergi, ingat kamu boleh makan kalau dagangan kue kamu habis. Tapi kalau tidak habis, jangan harap aku akan memberikan makan sama kamu hari ini." Sentak Ratih yang lagi-lagi membuat Naya merasa takut.

Seperti biasa Naya melangkahkan kakinya keluar dari rumah, dalam hatinya berharap kue-kuenya laku terjual agar dia bisa makan kenyang.

Apalah Naya dia setiap hari hanya berjualan kue, sebenarnya Naya ingin berkerja di PT atau sama seperti teman-temannya, tapi mengingat sekolah Naya saja tidak lulus jadi harapan Naya putus begitu saja.

Naya terus berkeliling sambil berteriak-teriak "Kue-kue, enak rasanya, siapa yang mau beli?"

Banyak ibu-ibu yang keluar dari dalam rumah untuk membeli kue Naya, karena menurut mereka kue-kue yang di jual oleh Naya rasanya enak jadi mereka hampir setiap hari membelinya.

Seperti biasanya Naya melayani para pelanggannya dengan sopan dan sabar, akhirnya setelah beberapa lama akhirnya Naya selesai melayani semua pembeli, Naya tersenyum bahagia karena kue-kue jualannya laku tapi belum habis.

Langit begitu mendung, sepertinya akan turun hujan "Aku lapar sekali." Lirih Naya sambil memegangi perutnya.

Naya duduk di bawah pohon yang begitu rindang, kakinya terasa pegal jam sudah menunjukkan pukul 9 pagi tapi kue-kue Naya belum terjual habis.

Naya melihat ke arah langit, dia tersenyum "Mungkin, jika aku punya uang banyak. Mamaku pasti tidak akan membenciku," Naya tersenyum, karena itu hanya sebuah harapan yang akan menjadi angan-angan dalam hidupnya.

"Pak Arif, hentikan mobilnya!" Pinta seorang laki-laki yang tidak lain adalah bosnya.

Arif menghentikan mobilnya "Ada apa, Tuan?" Tanya Arif pelan.

Tatapan mata laki-laki itu tertuju pada Naya yang sedang duduk di pohon rindang, laki-laki itu tiba-tiba tersenyum, ntah apa yang membuat dia tersenyum melihat Naya?

Arif menatap bosnya dengan tatapan penuh tanda tanya " Tuan, kenapa anda tersenyum?" Tanya Arif bingung.

"Gadis itu cantik sekali." Cetus laki-laki itu, membuat Arif tersenyum kecil.

"Apa itu tandanya, Tuan Raka Kumara sudah mulai membuka hatinya untuk wanita lain?" Batin Arif dalam hatinya.

Raka Kumara, dia adalah duda muda yang kaya raya tajir melintir, dia mempunyai semuanya dan tentunya banyak wanita di luar sana yang ingin menjadi pendamping hidupnya. Tapi sayangnya dia sudah menikah dengan wanita yang dia cintai selama ini dan wanita yang di cintanya itu ternyata selingkuh dengan sahabatnya sendiri, akhirnya Raka menceraikan istrinya.

Selama ini Raka mengalami sakit hati yang begitu dalam, Raka sangat mencintai sang istri bahkan apa saja dia lakukan untuk istrinya, bulanan dia cukupi, tapi karena waktunya yang jarang di rumah dan tentunya kurang buat mantan istrinya dulu membuat mantan istrinya dulu sering kesepian, karena rasa kesepiannya akhirnya Mantan istrinya memutuskan untuk berselingkuh dengan sahabatnya Raka.

"Iya tuan gadis itu cantik sekali, dia namanya Naya, dia biasa jualan kue keliling di komplek sini." Jelas Pak Arif.

"Pak Arif, mengenalnya?" Tanya Raka memastikan.

"Iya saya mengenalnya, memangnya kenapa tuan?" Tanya Pak Arif sambil tersenyum.

Raka hanya tersenyum malu-malu

"Aku akan menjadikanmu istriku." Batin Raka dalam hatinya.

Raka memperhatikan Naya dengan tatapan lembut lalu dia kembali tersenyum.

Melihat langit semakin gelap, tetesan air hujan mulai menetes, Naya hanya bisa menghela nafasnya dengan pelan "Jangan hujan dulu, dagangan aku belum habis." Naya meneteskan air matanya.

Raka terus memperhatikan Naya "Pak, sudah mau hujan, turunlah borong semua dagangan gadis itu!" Suruh Raka, dia mengambil uang dari dompetnya beberapa lembar lalu memberikannya pada Pak Arif "Pak, tolong uang ini buat beli semua dagangan gadis itu!"

Arif menerima uang dari bosnya "Baik Tuan, saya turun dulu!" Jawab Pak Arif.

Pak Arif berjalan menghampiri Naya, Melihat Pak Arif datang Naya tersenyum dan buru-buru menghapus air matanya.

"Dek Naya, saya borong semua kue Dek Naya." Kata Pak Arif dengan nada lembut.

"Bapak kenal saya?" Tanya Naya.

"Kenal, kan kamu setiap hari jualan kue di komplek ini," Jawab Arif sambil tersenyum.

Arif kenal dengan Naya, karena kadang ada ibu-ibu yang membicarakan tentang Naya, ibu-ibu di komplek ini biasanya menyebut Naya dengan sebutan tukang kue cantik.

"Iya pak, bapak tadi bilang mau borong kue jualan saya?" Tanya Naya memastikan.

"Iya dek." Jawab Pak Arif.

Arif adalah supir pribadi Raka usianya sudah 40 tahun lebih.

Naya mengucapkan syukur dalam hati, dia buru-buru memasukkan kue-kue dagangannya ke dalam plastik. Setelah selesai dia memberikan semua kue-kue itu ke Pak Arif "Ini pak, kue-kuenya."

Arif menerima kue-kue yang sudah di masukkan ke dalam plastik " Iya dek, berapa semuanya?" Tanya Arif dengan nada lembut.

"200 ribu pak." Jawab Naya dengan sopan.

Arif memberikan uang yang diberikan oleh bosnya pada Naya, Naya ternganga karena uang yang di bayarkan oleh Arif begitu berlebihan.

"Pak, ini kebanyakan uangnya." Naya hanya mengambil 200 ribu dan sisanya dia memberikan kembali pada Arif.

Arif tersenyum " Tidak apa-apa dek, itu sisanya buat kamu!" Tolak Arif dengan sopan.

Naya masih tidak percaya, dia masih ternganga tapi Arif sudah berlalu pergi menuju mobilnya.

Dia memberikan semua kue-kue yang di suruh borong tadi pada sang bos.

"Jalan sekarang pak! Kue-kue ini bagikan saja pak pada orang-orang! Dan untuk seterusnya bapak borong terus kue-kue yang di jual oleh gadis itu." Raka menatap Pak Arif dengan tegas.

"Siap tuan." Jawab Pak Arif sambil menyalakan mesin mobilnya dan berlalu pergi dari tempat itu.

Naya senyam-senyum sendiri, dia sangat bahagia. Mungkin ini pertama kalinya Naya memegang uang satu juta yang diberikan oleh pak Arif tadi.

"Mimpi apa, aku semalam dapat uang sebanyak ini."

Naya melangkahkan kakinya menuju ke rumahnya, sebelum sampai rumah dia menaruh uang yang tadi di saku celananya.

"Aku tidak mencuri, karena ini rejeki aku yang penting aku setoran uang kue pada mama tidak kurang." Batin Naya dalam hatinya.

Sesampainya di rumah, Naya membuka pintu rumahnya karena tidak di kunci jadi dia langsung masuk begitu saja.

"Mama...."

BERSAMBUNG

Terimakasih para pembaca setia 😊

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!