NovelToon NovelToon

Pernikahan Bayaran

Pengenalan

Lunika, gadis cantik dan sederhana. Usia Lunika kini sudah memasuki usianya yang terbilang dewasa, usianya yaitu 27 tahun. Lunika kerap dipanggil dengan nama Lunik, badan kecil namun tetap terlihat cantik. Meski usia Lunika sudah dewasa, Lunika tetap terlihat muda dan cantik. Wajah paras ayunya masih terlihat sangat muda seperti usia 22 tahun. Tidak ada yang tidak menyukai Lunika, semua lelaki yang tengah melihatnya akan jatuh hati dengannya. Kesehariannya hanya kerja dan bekerja tanpa mengenal apa itu lelah. Ketika suatu hari, ia harus berhadapan dengan kondisi ibunya yang kritis. Lunika harus berjuang sendiri untuk menghidupi ibu asuhnya dan dirinya sendiri tanpa bantuan siapapun.

Entah masalah dari mana, Lunika harus menerima pernikahan yang menurutnya sangatlah rendahan. Ia merasa terhina dengan pilihannya sendiri. Namun mau bagaimana lagi, Lunik sangat membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Mau tidak mau, Lunika rela melakukan semuanya demi pengorbanannya pada orang tua asuhnya.

Sedangkan Zicko Wilyam, putra semata wayang dari pasangan Zayen dan Afnaya. Usianya kini sudah memasuki 25 tahun. Kedua orang tuanya memberi kebebasan untuk putranya dalam segi apapun, selagi putranya masih dapat untuk dipantaunya. Kedua orang tua Zicko tidak pernah mempermasalahkan apa yang kerap diinginkannya. Apapun yang menjadi keputusannya, sang ayah maupun ibunya tidak pernah mengikut campur urusan putranya.

Hingga sampai suatu hari, dimana Zicko harus mencari ide untuk menghindari dari kejaran seorang wanita yang tidak pernah ia cintai. Demi menjauhi wanita yang tengah tergila gila dengannya, Zicko memilih mencari seorang istri yang dapat menuruti kemauannya.

Selain menghindar dari seorang wanita yang tengah mengejarnya, Zicko pun mencoba menghindar dari perjodohan yang akan dipilihkan oleh kedua orang tuanya. Namun, tetap saja tidak akan ada paksaan dari kedua orang tuanya.

"Zicko, kamu mau kemana?" tanya sang ayah sambil melangkahkan kakinya menuju ruang makan.

"Zicko mau ada acara dengan teman teman Zicko, Pa ... Ma. Oh iya, Papa makan malam berdua saja, atau ... hubungi kakek dan Omma saja." Jawab Zicko dengan enteng sambil mengenakan jaketnya.

Penampilan Zicko tidak jauh seperti ayahnya yang biasa biasa saja. Bahkan, kedua orang tuanya tidak pernah mempermasalahkan atas penampilan putranya itu. Apapun yang sudah menjadi kebiasaan putranya, sang ayah tidak pernah ikut campur. Karena, sang ayah sendiri mampu menyelesaikannya tanpa ada yang mengingatkannya.

Begitu juga dengan Zicko, dirinya pun mampu memposisikan penampilannya. Namun, Zicko lebih banyak aktivitasnya diluar bersama teman temannya dari pada menyibukkan untuk mempelajari dunia perkantoran. Meski begitu, seorang Zicko mudah untuk mempelajarinya.

Bagaimana tidak, perjalanan Zicko lebih banyak di luar Negri daripada di tanah Air. Ia merasa bosan dengan dunianya yang berurusan dengan perkantoran. Zicko lebih memilih sesuatunya yang menurutnya ia sukai, ia tidak menyukai sesuatunya dengan paksaan.

Setelah pergi dari rumah, kini kedua orang tua Zicko hanya berdua saja duduk di ruang makan tanpa adanya putra kesayangannya.

"Sayang, sepertinya memang benar dengan apa yang dikatakan Zicko. Bagaimana kalau kita meminta Papa dan Mama untuk pulang ke tanah air? agar kita tidak kesepian." Ucap sang istri meminta persetujuan.

"Tidak, aku tidak ingin Zicko semakin tidak terkontrol. Aku takut, jika Papa dan Mama terus memanjakan Zicko. Bisa bisa tekanan darahku naik tanpa aku minta, biarkan saja Zicko mau seperti apa. Yang terpenting, kita pantau terus apa yang diinginkannya. Sudah cukup Zicko semakin pemalas, susah untuk dikendalikan. Jangan sampai keras kepalanya semakin menjadi. Biarkan saja, Zicko mencari dunianya yang mau seperti apa. Jika putra kita salah dalam menerapkannya, baru kita ikut campur dengan urusannya. Selagi kita masih dapat mengawasinya dan memantaunya dengan ketat, kenapa tidak?" Jawab sang suami yang tidak bisa goyah dengan keputusannya.

"Tapi aku merasa kesepian, setidaknya aku ada teman di rumah ini, sayang." Ucap sang istri sambil merayu.

"Baiklah, terserah kamu saja. Jika Adelyn tidak mengizinkan, kamu jangan memaksanya. Aku tahu, kamu sangat dekat dengan mama. Tapi, aku tidak ingin Zicko semakin manja jika Mama dan Papa tinggal bersama kita. Kamu tahu sendiri, 'kan? mama selalu mengomeliku ketika aku mengendalikan Zicko. Ah! sudahlah, ayo kita makan malam. Setelah itu, bagaimana kalau kita jalan jalan keluar. Siapa tahu saja, ada yang bisa menghilangkan kejenuhan kita." Jawabnya, kemudian mengajak sang istri untuk jalan jalan malam.

Berbeda dengan Zicko, kini dirinya sedang berkumpul bersama teman temannya disuatu tempat yang cukup tidak ramai. Tepatnya pada tempat yang sangat sederhana, tempat yang dimana dijadikan tongkrongan anak anak biasa.

Hanya minuman bersoda dan cemilan ala kadarnya, tidak lebih dari itu.

"Zicko, kamu ini orang kaya loh. Kenapa kamu mau maunya berteman dengan kita kita, seharusnya kamu itu berteman yang sesuai dan sepadan dengan kamu. Ya, yang jelas sejajar lah denganmu." Ucap salah satu temannya, kemudian menenggak minumannya.

"Aku bosan, aku sendiri lebih menyukai kepribadianku yang seperti ini. Kalian tahu? hidup mewah itu sulit, dan menurutku membosankan. Yang jelas tidak ada sesuatu yang menantang, yang ada hanya bersaing." Jawabnya Zicko sambil mengunyah kacang kulit.

"Suit, suiiiit." Beberapa laki laki teman Zicko tengah jahil dengan sosok perempuan yang lewat didepannya.

"Hei! kalian ini sopan sedikit kenapa, dia itu perempuan. Tidak baik kalian lakukan seperti itu, membuat nyalinya hilang seketika." Ujar Zicko yang tidak menyukai sesuatu yang menggundang keburukan pada kaum perempuan.

"Kamu tidak lagi kasmaran, 'kan? kenapa kamu tiba tiba bisa berkata seperti itu. Jangan jangan kamu menyukainya ya, Zick." Tanya salah satu temannya.

"Enak saja, aku hanya tidak menyukai hal yang seperti kalian lakukan. Cara kalian sangat rendah jika menggoda perempuan. Ah! sudahlah, aku mau pulang." Jawab Zicko, kemudian langsung pergi begitu saja.

Sedangkan dalam perjalanan pulang, Zicko melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Zicko tidak memperdulikan arah mana pun, ia terus mengendarainya tanpa pikir ulang.

"Aaaaa!!!!!"

BRUGG!!!

Seketika, Zicko nyungsep di got yang cukup menjijikan dan banyak lumpur hitam lekat kehitaman mengenai dirinya.

"Brengs*ek!!" ucapan kotornya keluar begitu saja, tanpa Zicko sadari sebelumnya akan ucapannya itu.

"Maaf, aku minta maaf. Aku tidak sengaja, aku hanya ingin menyebrang saja." Ucap seorang perempuan cantik dengan gemetaran, perasaan takut dan cemas teramcampur menjadi satu.

"Minta maaf kata kamu, enak saja. Kamu harus bertanggung jawab atas semua ini. Lihatlah, badanku tercampur lumpur hitam lekat dan juga sangat bau menjadi satu." Jawab Zicko dengan tatapan kesal dan sedikit menahan emosi.

Meski sebenarnya sangat geram, Zicko berusaha untuk tidak menunjukkan emosinya yang berlebihan.

"Hanya itu yang bisa aku lakukan, aku benar benar tidak sengaja saat ingin menyebrang jalan." Ucap gadis itu dengan rasa ketakutannya.

Kesialan Zicko

Perempuan itu masih gemetaran saat berhadapan dengan sosok Zicko. Sedangkan Zicko berusaha untuk bangkit dari posisinya yang tengah jatuh kedalam got.

"Sini, aku bantuin." Ucap perempuan tersebut berusaha untuk bersikap baik, meski dirinya sendiri sangat ketakutan.

"Tidak perlu, nanti badan kamu ikutan kotor." Jawab Zicko, kemudian segera naik keatas.

Sesampainya sudah berhasil, Zicko mencoba membersihkan tangan dan melepas sepatunya yang sangat kotor karena lumpur dari dalam got.

"Lain kali itu, kalau mau menyebrang lihat lihat dong. Nih jadinya, badanku kotor semua gara gara ulah kamu. Dan kamu, harus bertanggung jawab semua ini." Ucapnya dengan tatapannya yang sangat tajam, setajam mata elang yang siap untuk memangsa musuhnya.

"Iya, aku salah. Aku minta maaf, katakan saja apa yang harus aku pertanggung jawabkan. Lagian, kamu mengendarai motornya kek jin irit saja. Oh iya, kelihatannya telapak tangan kamu tergores batu kasar." Jawabnya sedikit gugup, namun tetap pada rasa percaya dirinya itu.

"Enak saja nyalahin aku, ini jalanan luas. Jadi, tidak ada larangan untuk menambah kecepatan dalam melajukan kendaraan. Kamunya saja, jalan main slonong. Kamu pikir, ini jalan milik nenek moyangmu." Ucap Zicko yang tidak mau kalah.

"Kalau kenyataannya memang begitu, kenapa tidak. Anggap saja, ini jalanan milik nenek moyangku. Jadi, suka suka aku dong." Jawabnya sedikit memberanikan diri, meski awalnya ada rasa takut dan gemetaran.

"Das*ar, perempuan aneh." Ucap Zicko dengan ketus, kemudian segera mengangkat motornya.

Perempuan tadi pun ikut membantunya untuk mengangkat motor milik Zicko yang jatuh kedalam got.

"Itu, tangan kamu keluar darahnya, sini aku balut dengan sapu tanganku." Ucapnya, kemudian memberikan sapu tangannya pada Zicko. Sedangkan Zicko mengernyitkan dahinya merasa lucu melihat sebuah sapu tangan yang ada ditangannya.

"Masih ada ya, dijaman modern begini ada perempuan yang masih membawa sapu tangan. Biasanya itu, yang dibawa sebuah tissu. Bukan sapu tangan seperti ini, lucu sekali." Jawab Zicko sambil tertawa kecil, sedangkan perempuan itu hanya tersenyum getir mendengarnya.

"Aku bukan perempuan modern, aku gadis kampungan. Jadi, jangan kamu samakan aku dengan perempuan yang statusnya dari keluarga kaya." Ucapnya sedikit kesal.

"Ingat, kamu masih punya hutang denganku. Aku akan meminta pertanggung jawaban dari kamu. Aku pasti akan mendatangimu dan menagihnya kembali. Aku pastikan, aku dapat menemukanmu." Ucap Zicko dengan tatapan mengancam, kemudian segera ia menaiki motornya.

Sedangkan perempuan itu hanya berdiam diri sambil menahan kekesalan, dikarenakan ucapan dari Zicko yang mendadak membuatnya kesal.

Tanpa pikir panjang, Zicko langsung meninggalkan perempuan tersebut tanpa mengetahui siapa nama dari perempuan yang hampir di tabraknya.

"Da*sar, cowok aneh. Sepatunya pakai ditinggal, lagi. Menyusahkan saja, pasti ini akan dibuat alasan. Menjengkelkan, benar benar membuat tekanan darahku naik drastis." Gerutunya sambil berdecak kesal dan menghentakkan kedua kakinya secara bergantian, kemudian ia melanjutkan perjalanannya menuju rumahnya.

Sedangkan Zicko semakin mempercepat kecepatannya, hingga tidak disadarinya jika dirinya tidak mengenakan sepatunya kembali.

Tidak memakan waktu yang lama, Zicko telah sampai didepan halaman rumahnya. Semua menahan tawa saat melihat penampilan Zicko yang sangat berantakan itu, namun Zicko tidak memperdulikannya.

"Zicko!!" teriak sang ibu karena kaget saat melihat penampilan putranya yang tidak jauh dari kata berantakan dan ancur.

"Zicko!" panggil sang ayah dengan suara kerasnya. Sedangkan Zicko hanya berdiam diri dihadapan kedua orang tuanya.

"Kamu tidak pernah berubah, selalu membuat onar. Dari mana saja, kamu. Apa kamu habis berantem? main balap liar? atau ... kasus yang lainnya?" tanya sang ayah memberondong berbagai macam pertanyaan.

"Zicko sedang sial, Pa ... Ma. Zicko jatuh dari motor, tepatnya nyungsep tuh didalam got. Semua ini gara gara perempuan sialan tadi, penampilanku menjadi berantakan seperti ini. Mama dan Papa, percaya dong sama Zicko." Jawab Zicko berusaha untuk jujur dan meyakinkan kedua orang tuanya.

"Lalu, dimana sepatu kamu?" tanya sang ayah kembali sambil mengecek putranya.

Seketika, Zicko langsung memeriksa kebawah. Tepatnya pada kedua kakinya tanpa alas apa pun.

Zicko hanya tersenyum lebar saat melihat dirinya sendiri yang tidak mengenakan sepatunya.

"Itu, tangan kamu kenapa? kok, dibalut kain?" tanya sang ayah terus mendesaknya.

"Oh, ini tergores batu yang ada di got. Kebatilan perempuan sialan tadi memberiku sapu tangan. Lucu ya, Pa. Perempuan jaman sekarang masih membawa sapu tangan, sangat lucu." Jawab Zicko, kemudian segera ia masuk ke kamarnya.

"Hem, hati hati dengan ucapan kamu itu. Bisa jadi, kamu terbayang bayang dengan wajahnya." Ujar sang ibu sambil meledek.

"Ih, tidak mungkin. Seperti tidak ada perempuan yang lainnya saja, jangan aneh aneh dong, Ma." Jawab Zicko, kemudian langsung menapaki anak tangga.

Sedangkan sang ayah hanya menggelengkan kepalanya karena merasa pusing menghadapi sikap putranya itu.

"Sampai kapan, coba. Zicko akan terus terusan seperti tadi, apa perlu kita jodohkan saja dengan anaknya teman sekolah kamu itu." Ucap ibunya Zicko.

"Putrinya tuan Guntara Ganta, maksud kamu?" ucapnya dan mengingatnya kembali.

"Iya, sepertinya anaknya juga baik dan cantik pula." Ujar sang istri.

"Aku pernah diajaknya untuk berbesan dengannya, tapi aku belum memberi jawaban yang pasti. Karena, aku tidak bisa menjamin pada Zicko untuk menerima perjodohan dari kita." Jawabnya mencoba menjelaskannya.

"Tapi, apa salahnya jika kita mencoba berbicara baik baik dengan Zicko. Siapa tahu saja, Zicko mau menerima perjodohan dari kita." Ucap sang istri berusaha meyakinkan suaminya untuk merayu putranya.

"Kamu ibunya, dekatilah putramu. Mungkin, jika berbicara hati ke hati akan meluluhkan hati putramu itu. Jangan lakukan pemaksaan, aku tidak menyukainya. Bukankah kamu sendiri pernah mengalaminya? termasuk aku sendiri. Karena aku sendiri tidak bisa menjamin, jika Zicko mau menerima perjodohan dari kita." Jawab sang suami menjelaskan pada istrinya.

"Iya, aku tahu itu. Aku akan mencobanya mengajak Zicko untuk mengobrol, semoga saja berhasil." Ucapnya berusaha yakin pada diri sendiri.

"Jangan terlalu dipaksakan, jika sudah waktunya untuk berubah juga akan berubah tanpa adanya paksaan. Biarkan Zicko mencari jati dirinya sendiri, tugas kita menasehati dan memantaunya." Jawabnya meyakinkan istrinya.

Ibunya Zicko hanya mengangguk, kemudian membuang nafasnya dengan kasar. Lalu, kedua orang tua Zicko kembali masuk kedalam kamarnya.

Sedangkan Zicko sedang membersihkan diri didalam kamar mandi. Setelah selesai, Zicko langsung segera keluar dari kamar mandi dan mengenakan baju tidurnya.

Saat mengeringkan rambutnya, Zicko menatap dirinya melalui cermin yang ada dihadapannya. Tiba tiba ia teringat pada sosok perempuan yang hampir saja akan ditabrak olehnya.

"Cih! perempuan sialan itu, kenapa mesti nangkring di otakku ini. Benar benar bikin sial, itu perempuan. Awas saja, aku akan mencari keberadaannya dan akan aku akan membalasnya. Gara gara dia, aku yang tampan ini harus masuk got begitu saja." Gerutunya, kemudian menyisiri rambutnya yang hitam lekat.

Kerinduan

Ketika selesai mengeringkan rambutnya, Zicko memilih duduk bersantai di balkon sambil menghirup udara malam sambil memainkan ponselnya.

"Ah! iya, aku mau meminta Feri untuk menyelidiki siapa perempuan sialan itu. Enak saja, mau aku lupakan begitu saja. Tidak, sepertinya perempuan sialan itu sangat menguntungkan." Ucapnya lirih sambil mengetik pesan untuk Feri.

"Ehem ehem, sudah malam Zick, kenapa kamu belum tidur juga?" tanya sang ibu mengagetkan.

"Eh, Mama. Zicko belum bisa tidur, Ma. Mama sendiri kenapa belum tidur? memangnya papa kemana?" jawab Zicko dan balik bertanya. Lalu, sang ibu duduk disebelah putranya.

"Papa sedang sibuk dengan dunia kerjanya, apa kamu tidak kasihan?" jawab sang ibu sedikit menyindir.

"Gampang kok, Ma. Papa bisa cari seseorang yang dapat dipercaya, beres kok Ma." Ujar Zicko dengan entengnya, tanpa sedikitpun merasa tersindir.

"Zicko, kamu sudah bukan anak remaja lagi. Usia kamu sudah pantas untuk terjun di Kantor. Kamu satu satunya harapan papa dan Mama, tidak ada yang lain. Kamulah penerus selanjutnya, siapa lagi Zick?" ucap sang ibu mencoba mengingatkan putranya.

"Iya deh, iya. Mulai besoknya, Zicko mau terjun di Kantor. Tapi, ada syaratnya." Jawab Zicko memberi syarat.

"Apa syaratnya? katakan saja, sayang."

"Mama dan papa jangan urusin urusan Zicko, itu saja kok Ma." Jawab Zicko sambil menarik nafasnya dalam dan membuangnya kasar.

"Iya, terserah kamu saja. Mama dan papa sama sekali tidak akan ikut campur urusan kamu, jika kamu tidak melakukan kesalahan." Ucap sang ibu.

"Baiklah, Zicko akan menuruti permintaan mama untuk terjun ke Kantor." Jawab Zicko.

"Ehem ehem," suara deheman tengah mengagetkan. Zicko sendiri langsung menoleh kearah sampingnya.

"Papa, ada apa?" tanya Zicko sambil meletakkan ponselnya diatas meja kecil yang ada didepannya. Sang ayah pun ikut duduk disebelah putranya.

"Tidak ada apa apa, Papa hanya sedang senang saja. Akhirnya, kamu mau menuruti permintaan Papa dan Mama. Baiklah, mulai besok kamu akan memulai aktivitasmu di Kantor. Karena kamu adalah satu satunya harapan Mama dan Papa." Jawab sang ayah, kemudian menepuk punggung berkali kali milik putranya dengan pelan.

"Iya, Pa. Zicko hanya ada permintaan, Papa dan Mama tidak perlu ikut campur dengan urusan Zicko." Ucap Zicko yang tidak ingin urusan pribadinya ada yang ikut campur.

"Tenang saja, Papa dan Mama selalu memberi kebebasan untuk kamu. Apapun yang menjadi pilihan kamu, Mama dan Papa tidak ada paksaan untuk kamu. Yang terpenting setiap keputusan kamu dapat dicerna dengan baik, maka Papa dan Mama tidak akan ikut campur dengan urusan kamu." Jawab sang ayah mencoba meyakinkan putranya.

"Baiklah kalau begitu, Zicko mau istirahat." Ucap Zicko, kemudian ia bangkit dari posisi duduknya dan segera kembali masuk kekamar.

Sedangkan kedua orang tuanya menarik nafasnya dan membuangnya dengan lega. Kini, tidak ada lagi beban berat untuk dipikulnya. Harapan yang sempat tertunda, kini mulai berjalan dengan baik.

Setelah itu, kedua orang tua Zicko kembali ke kamarnya untuk istirahat. Vicko yang merasa sangat mengantuk, segera ia memejamkan kedua matanya. Berharap, ia dapat tidur dengan pulas.

Sedangkan di lain tempat, ada sosok perempuan yang sedang sibuk menyelesaikan pekerjaannya.

"Lunik, sudah larut malam. Ayo istirahatlah, kasihan badan kamu kalau kamu sering tidur dilarut malam." Ucap seorang ibu dengan tubuh lemahnya.

"Tidak apa apa kok, Bu. Lunik sudah terbiasa melakukan ini, ibu tidak perlu khawatir. Lagian juga tinggal beberapa baju lagi, sebentar lagi juga selesai kok, Bu." Jawabnya yang terus mencoba meyakinkan ibunya.

"Ya sudah kalau begitu, ibu mau istirahat. Ingat, setelah selesai menyetrika baju langsung tidur. Ibu tidak mau melihat kamu sakit, kamu mengerti?" ucap sang ibu mengingatkan.

"Iya, Bu. Tenang saja, selesai ini Lunik akan segera istirahat." Jawabnya sambil menyetrika.

Saat mau masuk ke kamar, kedua mata ibunya tiba tiba tertuju pada sepasang sepatu yang begitu asing dimata ibunya.

Dengan lekat, sang ibu mendekati sepatu tersebut dan memeriksanya.

"Sepatu siapa ini, Lunik?" tanya sang ibu penasaran. Seketika, Lunik tercengang saat mendengar pertanyaan dari ibunya.

'Aduh! kenapa aku lupa menyumputkannya, ibu pasti curiga.' Batin Lunik, kemudian menepuk keningnya cukup kuat karena reflek kaget.

Lunik segera mematikan setrikaannya, kemudian mendekati ibunya untuk menjelaskannya.

"Ini sepatu milik seseorang yang tadi jatuh di got sebrang jalan sana, Bu. Tadi orangnya lupa bawa pulang, jadi Lunik yang akhirnya membawa pulang sepatu ini." Jawab Lunik berusaha jujur dan sedikit takut.

"Awas ya, jika kamu diluaran sana ada janji dengan laki laki lain." Ucap sang ibu dengan tatapan tajamnya. Sedangkan Lunik sendiri berusaha untuk tenang, agar terhindar dari ketakutan.

"Iya, Bu. Lunik tidak bohong, nanti kalau bertemu dengan orangnya akan Lunik kembalikan sepatu ini." Jawab Lunik mencoba meyakinkan ibunya.

"Ya sudah, ibu mau istirahat." Ucap sang ibu, Lunik hanya mengangguk. Kemudian, ia kembali melanjutkan pekerjaannya yang hampir selesai.

'Selamat, selamat. Untung saja, ibu tidak menghukummu. Ini semua gara gara laki laki sialan itu, aku harus mendapatkan getahnya. Awas saja, kalau sampai aku bertemu dengannya. Akan aku lemparkan itu sepatu ke mukanya, biar jadi badut sekalian hidungnya.' Batin Lunik sambil berdecak kesal.

Setelah pekerjaannya selesai, Lunik segera beristirahat didalam kamar. Saat merebahkan tubuhnya diatas tempat tidur, tiba tiba ia teringat masa masa sulit yang tengah dilewatinya sebagai anak jalanan yang tidak tahu siapakah orang tuanya. Seketika, buliran air matanya tengah membasahi pipinya.

Tidak terasa, usianya kini sudah memasuki usia yang cukup dewasa. Nafas beratnya kini terasa sulit untuk di kontrolnya, begitu pahit perjalanan hidupnya.

'Apakah aku ini masih memiliki orang tua? dimanakah mereka? apakah aku ini anak yang tidak di rindukan? atau ... aku hanya sebagai anak pembawa sial. Tapi, aku merindukan mereka. Iya, mereka yang berstatus orang tua kandungku. Yang entah dimana keberadaannya, kemana aku harus mencari. Satupun, tidak ada bukti yang aku miliki.' Batinnya sambil menarik nafasnya yang begitu terasa berat dan sangat sesak didadanya, kerinduan yang bertahun tahun harus ia pendam sendiri tanpa ada titik terang untuk didapatkannya.

Tanpa Lunika sadari, dirinya tengah tertidur pulas setelah menangis karena kerinduannya kepada kedua orang tuanya yang sudah sekian lama dirindukannya.

Disaat itu juga, sang ibu asuhnya ikut bersedih tatkala melihat anak asuhnya yang terlihat bersedih.

'Maafkan ibu, nak ... kamu pasti merindukan kedua orang tuamu. Ibu tidak bisa berbuat apa apa, ibu hanya menyelamatkan kamu dari kejaran satpol PP yang tengah merazia anak jalanan diwaktu itu. Ibu hanya bisa memberi doa, semoga kelak kehidupanmu akan kamu temui kebahagiaan.' Batin sang ibu sambil mengusap air matanya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!