..."Dipisahkan oleh fajar. Disatukan oleh senja. Itulah kita" - Bulan dan Matahari...
...__________________________...
...Happy Reading...
"Mas, jawab aku! Siapa dia?!" Aku menunjuk wanita yang kini sedang duduk menutupi tubuhnya dengan selimut.
"Diam kamu! Ini bukan urusanmu!" Dia meninggikan suaranya. Jari telunjuknya menuding tepat di depan wajahku.
"Bukan urusanku? Cih, aku ini istrimu! Gimana bisa ini bukan urusanku?!"
Plak!
Satu tamparan keras mendarat dipipiku. Meninggalkan rasa panas dan nyeri yang teramat menyakitkan. Tanganku terulur memegang pipiku. Menatap suamiku yang wajahnya sudah merah padam.
Bahkan rasa sakit tamparan ini tidak ada apa-apanya dengan sakit di dadaku. Rasa sakit berkecambuk dalam dada. Menggores dan menusuk bagai pedang menancap di dada.
Air mataku menetes membasahi pipi yang terasa nyeri. Betapa teganya dia berbuat seperti ini padaku.
"Kamu wanita tidak tau malu! Berani-beraninya kamu masuk ke ruanganku tanpa permisi!" Dia menarik rambutku menyeret ku sampai keluar dari ruangannya.
"Keluar kamu!" Dia menghempaskan tubuh ku ke lantai dengan kerasnya. Banyak karyawan yang berkumpul untuk melihat keributan ini.
Dengan emosi yang menggebu, tanpa bicara aku langsung pergi meninggalkan kantornya. Air mataku ku hapus dengan kasar. Ku melajukan mobilku dengan kecepatan tinggi, membelah jalanan kota yang sedang ramai saat itu.
Memori-memori indah antara kita terulang bagai kaset rusak dipikiranku. Emosi yang membuncah sampai ubun-ubun tak dapat ku kendalikan. Sampai sebuah mobil tiba-tiba berada didepanku.
BRAK!!!
Mas ... aku bawa adek pergi ya.
Biar ku ceritakan masa-masa indah kami yang terjalin dengan sangat manis. Ketika dia selalu ada di dekatku dengan segala pengorbanan yang telah ku lakukan.
Papaku yang telah begitu percaya menyerahkan ku padanya. Aku rasa lebih baik saat itu Papa tidak pernah membantunya untuk bertahan hidup.
Inilah kisah kami.
Awal mula perjalanan hidupku yang menyakitkan dimulai.
...---***oOo***---...
"Hey everybody! Good morning and always happy!"
Teman-teman hanya tersenyum mendengar teriakan nyaring yang selalu ku serukan setiap pagi. Mereka benar-benar sabar, hehehe
"Pada ngerjain apa nih?"
Aku mendekati meja Vita yang sedari tadi sibuk menulis dibukunya.
"Ada PR matematika. Kamu udah ngerjain?"
"Emang ada PR ya? Mampus! Aku lupa huwaaaa gimana ini? Mana gurunya killer lagi."
Aku rasanya ingin menangis. Bagaimana bisa aku melupakan tugas dari guru killer?!
Matilah aku
Tuhan berikan keajaiban.
*Tak ada gunanya merengek! Ayo kerjakan sebelum guru killer itu datang* - batinku menyemangati diri sendiri
Baru saja ku keluarkan bukuku untuk menyalin tugas Vita. Tapi tidak jadi karena..
*BRAK*
"Heh cabe! Berani-beraninya Lo deketin cowok gw! Sok kecantikan banget Lo!"
Tiba-tiba seorang wanita yang aku tau bahwa dia adalah kakak kelas sekaligus salah satu murid yang terkenal alias famous disekolah ini. Dia menggebrak mejaku dengan sangat keras.
Aku hanya mematung menatapnya. Aku benar-benar tak mengerti apa yang dia ucapkan. Mendekati cowoknya? Siapa?
"Lo tuli ya?! Jawab!" Ucapnya menggebrak mejaku lagi
"Ma..maaf kak, cowok siapa ya?" tanyaku sambil menunduk
*Wanita ini benar-benar menyeramkan* - batinku
"Halah! Gak usah sok polos deh Lo! Lo deketin cowok gw **VINCENT**!" Ucapnya dengan penuh penekanan.
"Enggak kak. Kemarin kak Vincent hanya meminta bantuan ku untuk--"
"Untuk apa? Gak usah ngeles deh Lo! Dasar Lo nya aja yang kegatelan"
Penyihir emm maksudku wanita itu ingin meraih rambutku. Beruntung guru sudah datang.
"Hei kamu! Ngapain kamu disini?! Kembali ke kelasmu sekarang!"
Wanita itu hanya memutar bola matanya.
"Awas Lo!" Ia menunjuk tepat didepan wajahku. Tatapannya seperti ingin memakan ku, aku jadi merinding.
Perasaan ku kini cukup lega setelah wanita yang menyeramkan itu pergi. Akhirnya aku bisa belajar dengan tenang, damai, dan sentosa.
"Ayo kumpulkan PR nya"
Aku tersentak. PR? Lah lah lah... ternyata itu si guru killer matematika.
...~~~...
Dan disinilah aku berakhir.
Dihukum untuk membersihkan kamar mandi yang kotor dan bau ini. Hariku sungguh sial.
Padahal sekolah adalah tempat yang ku harapkan menjadi tempatku untuk istirahat sejenak dari sulitnya hidup ini. Tapi semua hancur gara-gara PR matematika.
Aku jadi semakin membenci matematika.
Mulutku terus menggerutu. Memberikan sumpah serapah dan mengabsen para hewan di kebun binatang.
Maksudku ayolah. Disini kan ada tukang bersih-bersih. Kenapa harus dihukum membersihkan toilet?
"Hai cantik. Butuh bantuan?"
...~~~...
***Kringgg***
***Saatnya pulang. Sampai bertemu esok hari***.
Bel pulang telah berbunyi. Semua murid bergegas membereskan barang-barangnya untuk segera pulang ke rumah mereka yang penuh kasih sayang dah kebahagiaan.
Wajah mereka penuh keceriaan. Berbeda denganku.
Berjalan menyusuri jalanan kota yang cukup ramai. Ini sungguh melelahkan. Terkadang aku ingin menyerah pada dunia. Namun aku yakin, suatu hari akan ada pangeran berkuda yang akan membuatku bahagia dengan kehadirannya.
*Ting*
"Hai Sonne. Tumben telat, biasanya gercep banget."
Ini Nata, temanku di kafe. Tempatku bekerja paruh waktu untuk membayar uang sekolahku. Beruntung aku mendapat sedikit bantuan beasiswa, jadi tak terlalu berat.
"Biasalah. Fans ku kan banyak. Tadi pada nunggu didepan gerbang sekolah." jawabku yang kelewat nyeleneh.
"Hilih, emang ada yang ngeidolain babi hutan." cibirnya
"Wah...gak tau aja kamu. Aku kan primadona." sahutku sambil mengibaskan rambutku ala-ala iklan shampo.
"Ya in aja biar seneng."
"Hehehe, aku ganti baju dulu ya. Bye bye~"
Ini bukan kafe mewah seperti yang kalian bayangkan. Ini hanya kafe kecil yang sederhana. Cocok bagi orang-orang yang mencari ketenangan dan kedamaian karena tak terlalu ramai.
"Silahkan mau pesan apa?" tanyaku kepada pelanggan yang datang.
"Americano 12 shots."
Sontak aku membulatkan mata. 12 shots?! Apa orang ini gila? Lidahku langsung mati rasa membayangkan betapa pahitnya kopi itu.
Dan kita kedatangan satu lagi pelanggan yang gila.
"Bubble tea 100% sugar, tolong."
100% ?!
Maksudku ... hei. Dia bisa diabetes dengan gula sebanyak itu!
Belum lagi rasa yang sangat manis itu. Aku tak akan mau meminumnya bahkan jika dibayar sekalipun.
eh
Tergantung berapa bayarnya.
Kalo dibayar 100jt ya kali mau ditolak. Kemanisan biar lah. Pikir belakang aja, ye kan hahaha ... haha ... ha ... garing-\_-
Siang berganti petang. Ini saatnya kafe tutup.
Apa? Pulang?
No no no. Setelah ini aku masih bekerja di restoran Jepang dekat sini.
Capek ya? Sama kok, aku juga.
...~~~...
"Capek banget,huh. Rasanya aku mau langsung lompat ke kasur sekarang juga. Mana laper banget lagi."
Aku berjalan membuka pintu rumah. Sepi ... Apa papa belum pulang? Tapi biasanya sudah dirumah kok. Masa bodoh dengan kesunyian ini.
Aku berjalan ke dapur untuk mencari makanan. Perutku terus saja berbunyi dari tadi.
"Baru pulang?" ucap seorang lelaki dengan nada dingin. Menyandarkan tubuhnya diambang pintu.
"eh,pa-papa. Baru aja, pa." ucapku gugup
"Hari ini kamu gajian kan. Bawa sini uangnya."
"Ta ...Tapi pa. Sonne butuh buat beli buku." aku menundukkan kepalaku
"Berani lawan papa kamu ha?! Bawa sini uangnya!"
Papa menarik tasku sampai aku jatuh terduduk. Ia mengeluarkan semua isi tasku dan mengambil semua uang gajian ku. Aku hanya bisa menangis. Uangku, hasil kerja keras ku, milik ku. Bagaimana aku akan membeli buku sekarang?
"Jangan pa. Sonne mau beli buku."
*Plak*
Satu tamparan keras mendarat di pipi ku. Meninggalkan bekas merah yang terasa panas.
"Berani kamu melawan papa?! Dasar anak kurang ajar!"
Papa menendang kepala ku dengan sangat keras sampai terbentur ke dinding. Lalu menyeret ku ke kamar mandi dan mengunciku disana.
"Tidur kamu disana sampai besok pagi!"
Aku hanya bisa terisak. Kenapa papa tega meninggalkan ku dikamar mandi yang dingin ini? Kepalaku terasa nyeri. Pipiku sakit
"*Bunda...aku lelah*."
...***To Be*** ***Continued***...
\---***oOo--- \= Beda hari
~~~ \= Di hari yang sama
... \= Beberapa menit (kurang dari 2 jam)
.
. \= Pertukaran POV***
.
..."Kita ada untuk saling melengkapi. Bukan memiliki." - Bulan dan Matahari...
..._____________________________...
...Happy Reading...
Tap Tap Tap
Suara langkah kaki yang terburu-buru. Mengejar waktu yang tak mau menunggu.
Aku berlari terburu-buru untuk masuk kelas. Jika kalian menebak bahwa aku bangun kesiangan itu salah besar. Hari ini aku harus berjalan kaki ke sekolah karena you know lah.
Papa mengambil semua uangku, jadi aku tak punya uang untuk naik bus. Rumah dan sekolah ku jaraknya lumayan jauh. Aish... bisa-bisa aku kehilangan berat badan lagi jika seperti ini terus.
Tapi aku harus selalu berusaha tersenyum. Aku ingin menebar aura positif kepada teman-temanku. Aku tak ingin menghancurkan hari indah mereka.
"Hello everybody! Good day!" Aku menyapa dengan penuh keceriaan.
"Cappucino" Guru menjawab dengan wajah datar.
Lah udah ada gurunya. Sial maning, sial maning. Aku langsung menautkan kedua tanganku didepan sambil menundukkan kepala.
"Eh, selamat pagi pak. Maaf saya terlambat datang." Aku membungkukkan badan sungkan. Aku emang malu-maluin tapi masih punya rasa malu tau. Yah walau cuma sedikit.
"Kenapa terlambat?" Pak Guru melipat tangannya didepan dada.
"Maaf pak. Saya tadi ke sekolah jalan kaki. Rumah saya lumayan jauh." Aku menjawab dengan seadanya. Tidak dibuat-buat, aku lelah berbohong.
"Ini peringatan pertama. Lain kali jangan terlambat lagi. Cepat duduk." Titah pak guru.
Syukurlah gurunya masih berbaik hati kepadaku. Gak kayak guru yang itu tu, yang botak bersinar kayak bola lampu.
..."Eh, jangan dicontoh ya teman-teman. Menghina guru itu tidak baik. Nanti ilmunya gak bermanfaat loh" - Author LiDyra....
Aku segera mendudukkan diri. Hari ini aku mandi 2x deh, tadi pagi dan sekarang mandi keringat. Pagi-pagi udah bau keringat aja, eww.
"Tumbenan kamu jalan kaki. Bukannya biasanya naik bus?" Vita mengubah posisi tubuhnya menghadap padaku.
"Hehe, iya nih. Lagi pengen aja." Jawabku...bohong.
Maaf ya, Vita. Aku cuma gak mau bikin kamu khawatir sama aku.
"Itu pipi kamu kenapa? Kok merah gitu?" Vita memegang pipiku yang ditampar papa.
Apakah pipiku semerah itu? Padahal aku sudah berusaha menutupinya dengan cream. Apakah aku harus terus berbohong seperti ini? Aku tak suka. Aku ingin bebas. Aku....lelah.
"Ah, pipi ku? Ini cuma---"
"Anak-anak tolong perhatiannya. Hari ini kita kedatangan murid baru perpindahan sekolah. Silahkan masuk." Pak guru memotong pembicaraan ku.
Seorang siswa masuk ke dalam kelas dengan senyuman yang mengembang di wajahnya. Dunia serasa meluruh, setiap pasang mata tertuju padanya.
"Terimakasih pak. Selamat pagi, Nama saya Tsuki, murid pindahan dari sekolah XX. Salam kenal." Ucapnya dengan senyum yang sangat menawan.
"Tsuki silahkan duduk di bangku yang kosong." Pak guru mempersilahkannya duduk.
Ada 3 bangku kosong di kelasku. Di samping gadis dan bangku kosong di pojok kelas. Aku pikir ia akan duduk di sebelah wanita itu.
But, thats wrong.
Dia duduk di bangku pojok kelas sendirian didekat jendela.
Why?
...~~~...
Ring~
Saatnya istirahat~
Bel dari surga telah berbunyi. Begitu merdu bukan? Bagaikan kicauan burung dipagi hari, merdu dan menenangkan. Membangkitkan semangat murid-murid yang sudah muak akan buku tebal di depannya.
Aku segera memasukkan buku ku ke dalam tas. Mengingat aku tak punya uang jadi aku ingin ke taman dan membaca buku. Lebih tepatnya melihat para pria bermain basket, hehehe.
"Hai, boleh aku tahu namamu?" Tsuki tiba-tiba sudah berada di sampingku. Ia mengulurkan tangannya.
"Boleh." Aku tersenyum manis, "Aku Sonne." Ucapku menjabat tangan besarnya.
"Aku Tsuki, senang berkenalan denganmu." Dia kembali tersenyum. Astaga, senyum itu. Dia memiliki senyum yang benar-benar menawan. Sampai-sampai para gadis di kelasku langsung menatapku sinis.
Tidak biasanya mereka seperti itu.
Usut punya usut ternyata Tsuki bersikap dingin dan acuh kepada mereka. Aish...bukan salahku jika dia dingin kepada mereka bukan?
"Kamu ingin kemana?" Tanya Tsuki mengikuti langkah ku dari belakang.
Aku serasa diikuti sama Titan. Dia benar-benar tinggi dengan bahu yang bidang dan tegap.
"Aku mau ke taman." Jawabku dengan nada riang tetap melangkahkan kakiku.
"Kamu tidak ingin ke kantin?" Dia terus saja mengikutiku. Hahaha dia lucu sekali.
"Enggak, aku mau baca buku aja." Ucapku menunjukkan buku yang ku bawa.
"Kamu tidak lapar? Bukankah ini waktunya makan siang?" tanyanya lagi.
"Enggak, aku gak bawa uang. Tadi kelupaan, hehehe." Bohong, aku bahkan tak punya uang.
Dia langsung menarik tanganku begitu saja, "Ayo, aku akan mentraktir mu."
Dia...Tsuki. Dia benar-benar manis.
Dia terus menggandeng tanganku ke kantin. Berjalan di koridor yang ramai bersamanya membuat kami mendapatkan berbagai macam tatapan. Ada yang terpesona dengan Tsuki, tapi ada juga yang menggunjing ku karena dekat-dekat dengan anak baru ini.
Kami berada di kantin sekarang. Benar saja , Tsuki mentraktirku. Aku jadi tak enak hati. Kita baru saja berkenalan tapi dia sudah mentraktirku.
Lain waktu aku akan mentraktir mu. Aku janji. Kamu udah baik sama aku. Padahal kita baru aja ketemu, haha.
Kami berbincang-bincang. Membahas pelajaran, sekolah sampai hal-hal yang tidak penting lainnya.
Bercanda gurau dengannya ternyata sangat mengasyikkan. Kami tertawa bersama, sampai-sampai menjadi pusat perhatian.
Memalukan memang. Tapi juga menyenangkan.
Kami mengobrol banyak hal dan sekarang aku tau, Dia menyukai hal-hal yang berbau sastra sama seperti ku. Terkadang membuat puisi tentang perasaannya atau sesuatu yang sedang terlintas pikiran.
Mewujudkannya dalam rangkaian kata indah dengan penuh makna. Kesukaannya terhadap rangkain kata indah itu berpengaruh pada gaya bicaranya yang agak kaku, hahaha. Tapi dia lucu.
Dia juga memiliki keluarga yang lengkap dan harmonis. Ibunya yang menyayanginya dan selalu menjaganya. Ayahnya yang menuruti setiap keinginannya. Ia dikelilingi kasih sayang dari orang tercinta.
Tak sepertiku yang--- ah sudahlah.
Mendengar ceritanya membuatku menjadi iri.
"Sonne. Ish kamu nih, ke kantin gak ngajak-ngajak." Vita tiba-tiba datang dan duduk di sampingku.
" Ya maaf, tadi niatnya mau ke taman. Tapi dia menarik ku ke kantin." Aku menunjuk Tsuki menggunakan ibu jariku.
"Eh iya, kita belum kenalan. Namaku Vita." Ucap Vita mengulurkan tangannya.
"Tsuki." Ucapnya tanpa menjabat tangan Vita.
"Umm AC nya dingin sekali ya, hahaha." Ucap Vita sambil menarik kembali tangannya yang tidak dijabat oleh Tsuki sambil membuang pandangannya.
Padahal tak ada AC disini. Yang ada hanya Angin Cepoi- Cepoi.
Suasananya jadi agak canggung sekarang. Tsuki diam saja dan Vita juga. Mungkin efek kejadian tadi kali ya.
"Ayo kembali ke kelas. Sebentar lagi waktunya bel masuk." Aku bangkit dari dudukku diikuti mereka - Tsuki dan Vita-
"Aku ke toilet dulu deh. Bye~ sampai jumpa dikelas." Vita pergi meninggalkan kami.
"Yuk, ke kelas." Ajakku sambil tersenyum.
"Iya. Ayo." Ucapnya diakhiri senyuman.
Padahal dari tadi dia tidak tersenyum sama sekali. Benar-benar unik.
...~~~...
Langit berubah kehitaman. Sang Surya menyembunyikan dirinya dibalik selimut awan yang menghias samudera.
Mendung.
Mungkin sebentar lagi akan hujan.
Menyusuri jalanan kota sendirian. Tanpa teman. Jangan hujan...
Aku tidak suka.
Tinn Tinn
"Sonne, kamu pulang jalan kaki?" Tsuki menghentikan motornya tepat disampingku.
Laki-laki itu, ia mengendarai motor yang mewah. Jaket hitam. Helm hitam. Waw serasa dibawa menjelajah ke dunia Oren.
"Hehe, iya nih. Lagi pengen jalan kaki." Jawabku ngelantur.
"Ayo, aku antar kamu pulang." Dia menawarkan tumpangan.
"Eh gak usah. Aku mau kerja part time dulu." Aku mencoba mencari alasan agar tidak merepotkannya terus.
"Kamu kerja dimana? Aku akan mengantarmu." Dia selalu tersenyum...kepadaku.
"Aku hari ini ada jadwal part time di kedai ramen. Deket sini kok, gak usah dianter." Tolakku halus.
"Aku akan mengantarmu. Sepertinya hujan akan turun. Nanti kamu sakit." Dia tetap memaksa.
Aduh, jangan terlalu baik kayak gitu. Aku jadi gak enak sama kamu nya. Apalagi lihat reaksinya murid-murid tadi yang gak enak banget dilihat. Ngeri ah.
"Gak usah Tsuki. Makasih ya udah nawarin aku."Aku tersenyum manis kepadanya. Dia laki-laki yang baik. Aku tak ingin merepotkannya terus.
"Sonne. Aku suka....
Kamu"
...To Be Continued...
Kalo ada typo kasih tau Dyra ya~
Semoga kalian selalu bahagia
(。◕‿◕。) ♡
..."Cinta tak dapat dilihat, namun bisa dirasakan"...
...____________________________...
...Happy Reading...
Kedai ramen hari ini sangat ramai. Banyak sekali pelanggan yang datang.Sampai-sampai mereka harus antri di depan kedai.
Ini hari yang melelahkan.
Angin malam menemani Rembulan yang bersinar terang di kolam tinta dengan pasir gemerlap menghiasinya.
Tadi sore, Tsuki akhirnya mengantarku ke kedai. Dia terlalu bersikukuh. Senyuman terpahat di bibirku.
Sebenarnya, apa makna suka yang dikatakan Tsuki?
Aku suka...kamu
Suka yang seperti apa? Dia mentafsirkan istilah suka seperti apa? Kata-kata itu terus terputar diotakku bagai kaset rusak.
.......
.......
.......
"Tsuki, ayo makan malam sayang." Ucap bunda dari balik pintu kamarku.
"Iya, bunda."
Waktunya makan malam. Ada banyak hal yang ingin aku ceritakan kepada ayah dan bunda.Sekolah baru. Teman baru. Suasana baru. Dan....gadis itu.
Gadis yang membuatku tertarik padamu saat pertama kali bertemu. Aku masih ingat betul, saat itu pertama kali aku melihatnya. Dia sedang duduk sendirian diayunan taman kota. Rambutnya yang terurai dan wajah manisnya membuatku terasa tersihir.
Aku segera turun ke bawah. Ayah dan Bunda pasti sudah menungguku.
"Selamat malam, ayah, bunda." sapaku dengan senyuman termanis yang aku punya.
"Malam, sayang. Tsuki mau makan pake yang mana, hm?" Ucap bunda dengan lembut.
"Tsuki suka semua yang bunda masak."
"Kamu harus makan yang banyak. Biar tumbuh sehat dan kuat." Ucap ayah sambil mengusap rambutku.
Aku suka suasana ini. Sangat hangat dan penuh kasih sayang. Ayah dan bunda selalu memberiku banyak cinta. Itu membuat hatiku terasa hangat.
"Gimana sekolahnya? Kamu suka gak?" Ayah membuka pembicaraan.
"Iya, Aku sangat senang sekolah disana."
"Apakah sekolahnya nyaman sampai-sampai kamu langsung suka?" tanya Bunda.
"Tsuki mendapatkan teman yang sangat manis, bunda. Dia membuatku nyaman."
Wajah Sonne seketika terlukis indah dibenak ku. Dia gadis yang manis dan ceria.
Dia selalu menebarkan aura positif kepada orang-orang disekitarnya. Itu membuatku nyaman.
"Syukurlah kalo kamu nyaman disana. Bunda khawatir kamu tidak suka." Bunda tersenyum lega.
"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Aku suka disana. Sekolahnya nyaman sekali, tempatnya bersih--bla bla bla----
Ini menjadi perbincangan yang menyenangkan. Aku selalu suka saat makan malah bersama Ayah dan Bunda.
Aku sangat menyayangi mereka.
Aku...hanya ingin bersama mereka lebih lama lagi.
.......
.......
.......
Dear memory.
Hari yang panjang sekali lagi telah ku lalui.
Belajar dan bekerja. Aku suka keduanya. Saat dimana aku beristirahat sejenak. Keluar dari rumah yang penuh kehampaan dan kesendirian.
Aku ingin punya teman cerita.
Tempat dimana aku bisa membagi keluh kesah ku.
Bunda...aku rindu
Ku tutup buku diary merah ku. Rumah ini begitu senyap. Seperti tak ada kehidupan di dalamnya.
Hari ini memang melelahkan, tapi juga menyenangkan.
Sosok Tsuki terbayang-bayang dipikiran ku. Bukankah dia laki-laki yang unik?
Cara dia bicara membuatku terkikik geli.
Ting
Suara notifikasi dari hp ku. Siapa ya?
LINE
Tsuki🌙
/ Hai, Sonne
20.35
/ Apa kamu sudah tidur?
Aku mengganggu tidak?
20.36
^^^Enggak kok^^^
^^^Iya nih, aku belum tidur. Belum ngantuk, hehehe^^^
^^^20.36^^^
|Kamu sudah mengerjakan tugas matematika?
20.36
|Aku sudah nih. Mau lihat?
20.40
Aku ternganga. Dia mengerjakannya sendiri? Bagaimana bisa? Bahkan melihatnya saja membuat mataku sakit.
Aku rasa dia akan menjadi saingan berat ketua kelas kami yang selalu mendapat peringkat pertama.
^^^Kamu ngerjain itu sendiri?^^^
^^^Waw fantasic~^^^
^^^20.45^^^
|Iya, baru saja selesai.
20.45
|Salinlah. Cepat tidur. Ini sudah malam
20.45
|Semoga mimpi indah.
20.45
|Good night 🌕✨
...---oOo---...
Esok pagi yang cerah. Matahari menampakkan dirinya. Membagi cahaya kepada dunia. Memberi semangat untuk memulai hari yang indah.
Weekend yang indah penuh anugrah. Tapi aku tetap tak bisa bermalas-malasan. Aku harus segera membereskan rumah sebelum papa memukul ku nanti.Tidak ada pembantu disini. Hanya aku dan papa. Selama ini aku yang selalu mengerjakan pekerjaan rumah.
Memasak, mencuci, menyapu, mengepel, dll. Semua aku yang urus. Jadi aku selalu bangun pagi sekali sebelum ayah bangun.
Pagi ini aku ingin masak sayur lodeh dan ikan tambah sambal. Wah rasanya pasti sangat nikmat.
Perutku sudah keroncongan saja, hahaha
Oh ya, tentang papa,
Papa bekerja kok. Dia juga membayar uang sekolah dan berbaik hati membagi makanannya dengan ku. Lalu kenapa aku harus bekerja?
Ya karena ayah hanya membayar yang pokok saja. Seperti SPP dan membelikan seragam.
Untuk buku dan keperluan lainnya aku harus cari uang sendiri. Aku masih bersyukur papa mau menyekolahkan ku.
Prang!
Apa itu? Aku langsung menuju sumber suara. Aku melihat papa berjalan dengan terhuyung. Sepertinya papa mabuk lagi.
"Papa. Kenapa papa mabuk lagi?" Aku panik. Setiap papa pulang dalam keadaan mabuk pasti akan ada hal buruk yang terjadi padaku.
"DIAM KAMU!" Papa meninggikan intonasinya.
Papa mendekatiku dengan langkah gontai, dia mencengkeram rahangku dengan sangat kuat.
"Wajah ini...wajah yang sudah membunuh istri ku!" Papa mendorongku sampai aku terjatuh ke lantai.
"Matilah kau anak pembawa sial!"
Ayah menendang ku dengan sangat keras. Ia terus memberiku tendangan bertubi-tubi tanpa bekas kasihan.
"Papa...ampun.." ucapku lirih diantara isakan tangis. Tanganku gemetar hebat. Memori-memori kekerasan fisik terputar kembali.
"Kenapa kau harus lahir kedunia ini hah?!"
Bugh!
Papa menendang perutku sekuat tenaga lalu pergi meninggalkan ku sendiri.
Darah keluar dari mulutku akibat tendangan papa diperutku.
Sakit
Sangat sakit
Aku tak dapat bergerak. Tubuhku seperti mati rasa. Hanya tangisan yang bisa ku lakukan.
Apa salahku? Aku tidak bermaksud untuk membunuh Bunda.
Aku juga ingin hidup bersama bunda.
Pa, aku tak bermaksud mengambil bunda dari sisi papa.
Sonne, hanya ingin kasih sayang papa
.........
Cukup lama aku terduduk di sana. Meratapi nasib yang entah kapan berakhir.
Air mataku bahkan sudah mengering. Bajuku penuh dengan noda darah. Ugh menjijikan.
Bau amis darah memenuhi ruangan.
Dengan susah payah aku bangkit. Menahan rasa sakit yang menjalar di seluruh tubuhku.
Aku berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Menatap diriku di pantulan cermin kamar mandi.
Mengerikan
Aku segera melepas pakaianku lalu memasukkannya ke mesin cuci. Ku nyalakan shower.
Guyuran air dingin menyentuh kulit memarku. Membawa pergi darah yang ada.
Air...bisa kah kau membawa pergi juga rasa sakit ini?
Terkadang aku ingin menyerah. Tapi apalah daya.
Banyak orang diluar sana yang berjuang hanya untuk bernafas di keesokan hari.
Siapa aku yang telah diberi kehidupan namun ingin membuangnya begitu saja?
Aku tak punya untuk itu.
Aku akan berjuang...
Aku yakin, suatu hari nanti papa akan menyayangiku dengan sepenuh hati.
Aku akan melakukan apapun itu untuk mendapatkan cinta dari Papa.
"Aku pasti bisa. Aku yakin itu." Batinku menyemangati diri sendiri yang tengah terluka ini.
Setelah aku selesai bersih-bersih. Ku lihat note kecilku.
Hari ini ada jadwal part time. Aku rasa tak bisa. Tubuhku terlalu sakit untuk itu, bergerak pun susah.
Tapi rumah ini terlalu sunyi. Aku butuh mengistirahatkan otakku sejenak.
Akhirnya aku berjalan-jalan ke taman kota.
Mendudukkan diriku diayunan tunggal. Melihat anak kecil berlarian kesana-kemari. Bermain bersama orangtuanya. Sungguh nikmat hidup mereka.
Bisa bermain tanpa beban. Tak ada yang perlu dipikirkan. Tak ada tekanan berarti. Ditambah kasih sayang dari orangtuanya. Lengkap sudah kebahagiaan yang mereka dapat.
Aku duduk melamun. Pikiranku terbang ke antah-berantah.
"Kamu sedang apa disini?"
...To Be Continued...
Kalo ada typo kasih tau Dyra ya~
Semoga kalian selalu bahagia
(。◕‿◕。) ♡
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!