"Aku janji bikin hidup Moza menderita seperti apa yang udah dia lakuian sama Sasa, dengan bertunangan sama dia, aku lebih leluasa nyiksa batinnya sampai dia mati secara perlahan."
Tubuh Tiara gemetaran mendengar percakapan Daniel dan Andre. Daniel adalah laki-laki yang baru saja menyematkan cincin di jari manis kakaknya, sedangkan laki-laki muda yang berdiri di sampingnya merupakan sahabat sekaligus sekretaris Daniel.
"Udah kuduga, kalau tujuanmu deketin Moza cuma karena mau balas dendam atas kematian Sasa."
"Jelaslah! Aku nggak pernah cinta sama dia. Moza perempuan paling menjijikan yang pernah aku kenal karena dia udah buat sahabat kita hancur dan sekarang giliran aku yang kasih dia pelajaran!"
Telinga Tiara menjadi panas, ia yang awalnya berniat masuk ke dalam lift tidak menyangka akan melihat Daniel di depan salah satu kamar hotel tempat kakaknya melangsungkan acara pertunangan. Tiara tidak menyangka kalau Daniel yang selama ini dikenalnya selalu perhatian dan menyayangi kakaknya, ternyata memiliki sisi lain yang kejam dan menakutkan.
Tiara harus segera menemui Moza agar Moza tau seperti apa calon suaminya.
'Daniel brengs*k, aku nggak akan biarin rencanamu berhasil.'
Andai saja gaun yang ia pakai tidak menghambat pergerakannya, Tiara pasti sudah berlari dari tempat ini sebelum Daniel melihatnya.
Daniel memicingkan mata ketika melihat siluet wanita bergaun hitam seperti tergesa-gesa menjauhinya, dari jarak yang sudah semakin jauh barulah ia menyadari siapa pemilik bahu halus itu.
"Sial! Tiara, tunggu!"
Tiara menoleh melihatnya, raut wajah wanita bertubuh mungil itu seperti menahan amarah, bahkan Daniel hampir tidak mengenali wajah yang biasanya dihiasi senyuman manis itu. Apa Tiara mendengar semuanya? Dengan langkah tegap ia mendekati Tiara, tetapi wanita itu semakin menjauhinya.
"Tunggu atau kau akan menyesal!" Namun Tiara tetap tidak menghiraukan peringatannya, ia pun mengejar Tiara sampai berhasil mencekal tangan Tiara.
"Aku bilang berhenti! Sebaiknya jangan ikut campur, anggap aja kau nggak dengar apapun yang barusan kau dengar." Daniel mencengkram tangan Tiara.
"Dasar laki-laki jahat! Kamu pikir aku takut, huh! Aku akan bilang sama semua orang siapa kamu sebenarnya, biar kak Moza dan orang-orang tau kalau ternyata Daniel laki-laki pengecut dan brengs*k yang cuma mau mengahancurkan kakakku!"
"Cukup, Tiara!" bentak Daniel. Mereka saling bersitatap. "Jangan buat aku ngelakuin sesuatu yang bisa buat hidupmu dalam penyesalan!"
"Kamu pikir aku takut? Aku rela ngelakuin apapun demi kebahagiaan kakakku, dan kamu nggak bisa hentikan aku!"
"Kalau gitu, jangan salahkan aku!" Daniel tidak pernah main-main, dengan gerakan cepat ia menggendong Tiara.
"Dasar kurang ajar! Turunkan aku, Daniel!"
Tiara meronta dan memukul bahu Daniel, tetapi laki-laki ini tetap tidak perduli.
"Perempuan ini biar jadi urusanku. kau urus bagianmu," ucap Daniel setelah Andre membukakan pintu kamarnya.
"Jangan sakiti dia!" seru Andre.
"Akh cuma mau main-main sama dia!"
"Lepasin, aku! Kak Andre tolong aku!" teriak Tiara meminta tolong sebelum Daniel menutup pintu, sayang Andre tidak berniat untuk menolongnya.
Andre masih berdiri di tempatnya, ia bingung harus melakukan apa, ingin menolong Tiara, tetapi ia tidak memiliki kuasa apapun, akhirnya Andre menjalankan perintah Daniel untuk menghapus bukti rekaman CCTV yang bisa menjerat Daniel.
Begitu masuk ke kamar, Daniel menghempaskan Tiara di atas ranjang lalu merobek gaun malamnya.
"Daniel gila, sampah! Lepaskan aku!" Tiara menutupi bagian dada yang sudah terekspose. Daniel benar-benar sudah melecehkannya, ia menangis tetapi calon kakak iparnya sama sekali tidak menghiraukannya.
"Bukannya ini yang kau mau?" Daniel menyeringai jahat, kilatan nafsu tergambar jelas dari sorot matanya, ia seperti seekor Elang yang siap menyerang mangsanya.
"Tolong jangan lakuin ini, kak ... tolong lepaskan aku dan kak Moza," ucap Tiara lirih di bawah kungkuhan Daniel.
"Nggak bisa! Baik Moza atau pun Tiara harus ngerasain apa yang dirasakan Sasa dulu, sekarang giliran gue yang hancurin kalian!"
"Kakak salah paham, Sasa yang udhmmmpp
Daniel tidak membiarkan Tiara bicara, ia mencium Tiara dan bermain-main di sana. "Buka mulut loe!" Daniel memaksa gadis ini membuka mulutnya, tetapi Tiara menggigit bibirnya.
"Akh Tiara!" Daniel menghapus darah segar di sudut bibirnya. Melihat perlawanann Tiara membuat nafsunya semakin menggelora.
"Kamu menjijikan, kak!"
"Dan kau menggairahkan."
Daniel tetap melanjutkan aksinya, ia membuka satu persatu pakaiannya, ketika Daniel membuka celananya, Tiara mengambil kesempatan melarikan diri sampai berhasil memegang handle pintu, namun sayang pintu tidak bisa dibuka.
"Kau nggak bisa lari dariku, nggak sekarang ataupun selamanya." Dengan tubuh polos tanpa sehelai benang, ia mendekati Tiara.
"Daniel sampah, biarkan aku pergi!"
"Mimpi!"
Daniel menarik pinggang Tiara lalu kembali menghempaskannya di atas ranjang, ia mencium Tiara tanpa membiarkan gadis ini membantahnya, tangan Daniel pun sudah menjelajahi setiap permukaan kulit Tiara.
Air mata Tiara semakin deras, ntah sejak kapan Daniel berhasil melepas gaunnya, ia memukul dan mencakar Daniel, tetapi percuma sebab Daniel tetap berhasil menguasai tubuhnya.
"Kamu masih perawan?" Daniel tercekat ketika kesulitan melakukannya, tetapi nafsu sudah tidak bisa ia bendung lagi.
Tiara sudah ternoda ketika Daniel berhasil menyatukan tubuh mereka. Tiara bagaikan boneka yang tidak memiliki hak apapun di bawah kungkuhan Daniel.
Daniel meninggalkan beberapa jejak kepemilikannya di sana, setelah tuntas dan puas melakukannya ia mengambil gambar Tiara dengan kamera ponsel miliknya.
"Laki-laki brengs*k dengan begini aku memiliki bukti untuk mengungkap kebusukanmu!" Tiara menutupi tubuhnya dengan selimut putih yang sudah ternoda bercak merah.
"Sebelum itu terjadi aku yang akan lebih dulu nyebarin foto-foto loe ini. Aku pastikan wajahmu akan terpampang nyata di berbagai media, otomatis nama baik Moza akan hancur di hari itu juga."
"Sialan kamu, Daniel! Kenapa kamu sejahat ini!"
"Karena kau yang mau! Jangan salahkan aku Tiara!" Daniel mengambil gaun Tiara yang sudah tidak layak pakai. 'Aku kasih pilihan, keluar dari sini pakai gaun jelek ini biar mereka tau apa yang udah kita lakuin di sini, atau tetap di sini sampai besok ada orang yang ngantar pakaian untukmu." Daniel memakai pakaiannya di depan Tiara.
"Kamu licik! Aku membencimu seumur hidupku!" Tiara melempar bantal tepat mengenai wajah Daniel. Laki-laki berhati iblis ini benar-benar sudah berhasil menjebaknya.
Daniel tertawa. "Kamu yang mau sayang." Tanpa meminta ijin Tiara, ia mengecup kening calon adik iparnya. "Terima kasih, sayang. Aku harus pergi karena kakakmu sudah menunggu."
"Pergilah kau ke neraka Daniel! Maafkan aku, kak ... maafkan aku," lirih Tiara menatap nanar pintu yang baru saja ditutup Daniel.
***
Terima kasih sudah mampir❤. Bagi yang merasa sama dengan novel lain, cus dibaca keseluruhannya😂
Suasana di Balroom hotel berbintang lima masih dipenuhi orang-orang penting yang sengaja datang demi memenuhi undangan calon pengantin. Banyak yang memuji kecantikan Moza seorang model terkenal yang baru saja menyandang status sebagai tunangan Daniel, namun tidak sedikit mata yang iri melihatnya, begitu banyak wanita cantik disekitar Daniel, kenapa pengusaha muda itu justru memilih Moza yang masih terbilang baru di dunia modeling?
Moza memilih diam ketika mendengar sebagian orang mencibirnya, wanita berusia 25 tahun ini tidak perduli sebanyak apa orang-orang di luar sana membencinya, yang paling penting adalah Daniel sudah resmi menjadi miliknya.
Sedari tadi Moza gelisah karena sudah hampir setengah jam Daniel tidak kembali, padahal sebelumnya Daniel hanya ijin pergi sebentar untuk mengangkat telepone, tetapi sampai sekarang calon suaminya itu belum datang juga, sampai tiba-tiba ada tangan melingkari pinggangnya.
"Lama, ya?" Daniel memeluk Moza dari belakang, sontak menarik perhatian para tamu dan wartawan yang siap mengabadikan moment romantis mereka.
"Kamu buat aku takut, aku pikir kamu pergi!" Moza memutar badan dan melingkarkan tangannya di leher Daniel. "Kamu dari mana aja?" Bibir Moza mengerucut, ia marah karena terlalu lama menunggu Daniel.
Daniel tersenyum teringat apa yang barusan dia lakukan dengan adik kesayangan Moza. Ntah apa yang akan terjadi dengan Moza jika tau ia baru bersenang-senang dengan Tiara.
"Tadi ada urusan yang harus aku selesaikan, tapi sekarang semua udah beres."
"Urusan apa sampai kamu ninggalin acara kita?"
"Bukan apa-apa yang penting aku sudah ada di sini."
Daniel memberi kode kepada Andre untuk memutar musik disaat itu juga irama music kembali terdengar, Daniel mengajak Moza berdansa di depan semua tamu mereka, ia bersikap seperti seperti biasa sampai membuat Moza benar-benar merasa tersanjung.
"Terima kasih untuk semuanya," bisik Moza lirih di telinga Daniel. "Aku cinta kamu, Daniel."
Daniel hanya mengangguk kecil, bibirnya terasa kaku mengucapkan kata cinta untuk Moza, selama ini ia hanya pura-pura mencintai Moza, karena memang sebenarnya ia hanya ingin menghancurkan hidup Moza. Perlahan tapi pasti Moza sudah berada dalam perangkapnya, bahkan ia pun mendapatkan Tiara sebagai bonusnya.
Masih di tempat yang sama, Tiara membuang gaunnya ke sembarang arah kini gaun cantik dari kakaknya sudah tidak layak untuk dipakai lagi, dengan masih memakai selimut yang menutupi tubuhnya, ia tertatih ke kamar mandi.
Tiara menangis di bawah kucuran air shower yang mengalir deras, ia membersihkan seluruh tubuhnya, Tiara meraja jijik dengan dirinya sendiri karena terdapat jejak merah yang ditinggalkan laki-laki bermuka dua itu di tubuhnya.
Air matanya menjadi saksi betapa Tiara menyesali apa yang sudah terjadi, harusnya malam ini menjadi malam terindah untuk Tiara dan kakaknya, tetapi kenyataanya malam ini merupakan malam terkutuk untuknya, sebab kehormatan dan kesuciannya sudah direnggut secara paksa oleh laki-laki yang dianggapnya seperti kakaknya sendiri. Hanya dengan satu malam laki-laki itu sudah menghancurkan masa depannya.
Setelah merasa cukup, Tiara membuka lemari dan mengambil kemeja warna putih yang tergantung rapi di sana, ia tidak perduli ini milik siapa yang pasti Tiara tidak mau terjebak di tempat terkutuk ini.
"Kamu nggak bisa mengancam aku, Daniel. Aku sudah terlanjur hancur sampai ke dalam hati ini, kamu tidak akan bisa menjebakku lagi, biarkan aku saja yang menderita asalkan kak Moza bisa lepas darimu."
Lift yang membawa Tiara sudah berhenti di lantai tertinggi hotel bintang lima itu. Tanpa perduli dengan penampilannya ia kembali menemui kakaknya, namun langkahnya terhenti saat melihat Daniel berdansa dengan Moza.
Moza tampak sangat bahagia sepanjang acara ia tidak pernah berhenti tersenyum seolah menunjukkan ke semua orang dia adalah wanita yang paling beruntung karena dicintai laki-laki seperti Daniel.
"Dia tidak pantas untukmu, kak...."
Tiara mengepalkan tangan, air matanya kembali lolos melihat Daniel mencium kening kakaknya, ingin sekali ia menarik dan memaki Daniel di depan semua orang, tetapi bagaimana dengan Moza? Apakah Tiara tega menghancurkan kebahagiaan kakaknya?
"Terima kasih sudah menjadi saksi cinta kami. Saya Moza Rosdiana adalah wanita yang paling bahagia mendapatkan cinta dari laki-laki seperti Daniel, saya akan mengorbankan apapun demi keutuhan cinta kami, di sini di hadapan kalian semua saya berjanji tidak akan pernah meninggalkankan Daniel."
Riuh tepuk tangan kembali menyadarkan Tiara kalau memang malam ini merupakan malam penting untuk kakaknya, Tiara merasa muak melihat laki-laki bermuka dua yang selalu menunjukkan senyumannya, Daniel benar-benar sudah berhasil menipu semua orang.
'Aku membencimu Daniel'
Tiara tidak bisa menguliti Daniel di tempat, sebab begitu banyak wartawan di sini, pun ia tidak memiliki bukti yang cukup kuat untuk mengungkapkannya kepada kak Moza. Daniel benar, nama baik kak Moza dipertaruhkan di sini. Bagaimana kalau laki-laki gila itu menyebarkan fotonya kepada wartawan? Lagi dan lagi Tiara tidak bisa berkutik.
Hanya Moza yang ia miliki, setelah kedua orang tua mereka meninggal, Moza yang membanting tulang untuk membayar biaya pendidikannya, bahkan saat itu Moza menolak tawaran untuk menjadi bintang iklan salah satu produk kecantikan karena tidak tega meninggalkan Tiara sendirian di kampung.
"Aku tidak akan menghancurkan mimpimu, kak ... tidak akan." Biarkan malam ini Tiara mengalah, memilih kembali ke rumah dengan membawa hati yang sedang dilema.
***
Pukul 12 malam Moza sampai di rumah, ia gelisah karena sedari tadi tidak melihat Tiara bahkan sampai acara pertunangannya usai pun Tiara belum juga menunjukkan wajahnya, karena alasan inilah Moza menolak tawaran Daniel untuk tetap bermalam di hotel, ada sopir yang mengantar Moza sementara Daniel tetap di hotel bersama rekan bisnisnya.
Moza tersenyum melihat adiknya tidur pulas di atas ranjang, ia menyingkap rambut yang hampir menutupi wajah adiknya lalu mencium keningnya dengan sayang.
Tiara terbangun karena menyadari kehadiran seseorang di sampingnya. Begitu melihat Moza ia duduk dan memeluk kakaknya.
"Kakak ... maafkan, aku," lirih Tiara, tubuhnya bergetar hebat saat bersentuhan dengan Moza.
"Tiara ada apa? Kenapa menangis?" Moza membelai halus punggung adiknya.
"Maafkan aku, kak. Tolong maafkan aku."
Moza melepas pelukannya lalu memerhatikan wajah sembab adiknya. "Jelaskan ... kenapa harus minta maaf? Apa kamu nangis karena ini?"
Tiara menggigit bagian dalam bibirnya, itu menjadi kebiasaanya jika sedang gugup.
"Kak ... apa nggak ada laki-laki lain yang bisa kakak cintai selain Daniel?"
"Maksudmu?" Moza selalu sensitif jika ada yang menyinggung Daniel. "Apa selama ini kamu juga seperti orang-orang di luar sana nggak pernah suka sama hubungan kami?" selidik Moza.
***
Jangan lupa tinggalkan jejak^.^
"Kakak bisa mengerti kalau orang lain tidak suka sama hubungan kami, tetapi kakak sulit menerima kalau adik kakak juga menantang hubungan ini, apa karena ini kamu minta maaf?"
'Kakak pasti depresi lagi kalau tau apa yang sudah dilakukan Daniel.'
Tiara hanya bisa membatin, ketakutannya kini seperti seorang tersangka yang diadili hakim, padahal kenyataannya dialah korban yang sesungguhnya.
"Jawab Tiara, kenapa kamu diam aja? Apa ada yang kamu sembunyikan dari kakak?"
Moza menyentuh bahu Tiara, matanya menyipit melihat tanda merah di leher adiknya. Moza jelas tau tanda itu berasal dari mana, tetapi siapa pelakunya karena selama ini Tiara tidak pernah dekat dengan laki-laki manapun.
"Tiara! Kamu jelaskan semuanya, atau kakak yang cari tau sendiri?" Moza menyentuh rambut Tiara, tetapi Tiara menepis tangannya.
"Ak-aku." Tiara menelan ludahnya, ntah mengapa tiba-tiba tenggorokannya menjadi kering, ia mendadak bingung harus mulai dari mana membongkar kebusukan Daniel.
"Ini bukan apa-apa, aku alergi cuaca."
Tiara tersenyum tipis. "Kakak nggak marah selagi kamu bisa menjaga diri. Sekarang tidurlah, besok kita bahas lagi."
Tiara meraih tangan Moza. "Kak tunggu, aku rasa ada yang salah di sini, laki-laki seperti Daniel bisa mendapatkan perempuan manapun di luar sana, tetapi kenapa dia memilih kakak?"
"Kamu mau bilang kalau kakak tidak lebih baik dari perempuan lain?"
"Bukan itu maksudku, kak. Cuma aku rasa ini terlalu cepat, bahkan tadi di sana tidak ada satupun anggota keluarganya yang hadir, padahal sebentar lagi kalian mau menikah, apa kakak tidak curiga? Aku takut Daniel punya rencana jahat sama kakak."
"Tidak ada yang harus dicurigai. Keluarga Daniel masih di luar negri, jadi kamu tidak perlu berpikir yang berlebihan seperti ini."
"Tapi firasatku bilang kalau Daniel bukan laki-laki baik, kak."
"Itu karena kamu baru mengenalnya, banyak yang mengira kalau Daniel laki-laki yang angkuh, tapi sebenarnya dia laki-laki terbaik yang pernah kakak kenal, dia yang bantu bayar uang sekolahmu, dia yang setiap bulan mengirimkan uang bulanan untukmu, dia yang membelikan semua pakaianmu dan dia membelikan rumah ini untuk kita tempati, dan kamu bilang dia bukan laki-laki yang baik?"
"Bukannya selama ini kakak yang membeli pakaian dan mengirim uang untukku?"
"Tidak ... Daniel tidak pernah lupa denganmu. Setiap membeli pakaian untukku, dia pasti meluangkan waktu untuk memilih pakaianmu, semua Itu karena dia sudah menganggap kamu seperti adiknya sendiri. Daniel juga yang sudah membantu kakak menjadi model terkenal seperti sekarang, dan kakak tidak akan bisa hidup tanpa Daniel."
Tiara dan Moza tidak tau kalau laki-laki yang mereka bicarakan tengah menahan amarah di tempat lain. Daniel murka karen tidak melihat Tiara di kamarnya, perempuan kecil itu memang lain dari yang lain, ketika di luar sana banyak wanita berlomba mendekatinya, Tiara justru melawan dan menjauh darinya.
"Kau memang pembangkang yang lincah, tapi aku suka itu."
Daniel menjatuhkan tubuhnya di ranjang yang masih berantakan akibat ulahnya beberapa jam yang lalu.
***
Moza menata makanan di atas meja, nasi goreng dan telur mata sapi setengah matang menjadi santapan sarapan mereka pagi ini, belum sempat ia memanggil Tiara, adiknya itu sudah turun dengan menarik koper kecil miliknya.
"Tiara, kamu mau ke mana bawa koper itu?"
"Mulai hari ini aku tinggal di kontrakan Tiwi, lumayan bisa menghemat ongkos karena dekat sama tempat kerjaku."
"Kamu jangan aneh-aneh ya, kalau kamu di sana kakak nggak bisa mantau kamu, dek. Lagipula kalau kamu nggak kerja, kakak masih bisa kok menuhi kebutuhanmu."
"Aku juga pengen hidup mandiri, kak. Biar nggak nyusahin kakak sama calon suami kakak itu!"
"Kata siapa kamu nyusahin kami? Daniel juga nggak akan setuju kamu pergi dari rumah ini!"
"Nggak usah sebut nama dia lagi, kak!" Tiara duduk dan mulai menyantap sarapannya.
"Jangan terlalu membenci Daniel, sebentar lagi dia menjadi kakak iparmu!"
Selera makan Tiara benar-benar sudah hilang, mendengar nama laki-laki jahat itu saja sudah membuat ia mual, apalagi tinggal di rumahnya ini? Tiara bisa mati ngenes di sini.
***
"Tiwi, mulai hari ini aku numpang tinggal di rumahmu, ya!"
Tiara meletakkan nampan kosong di meja dapur, sudah hampir lima bulan ini dia bekerja sebagai pelayan restoran ternama.
"Ada angin apa? Rumah itu nggak seluas istana yang selama ini kamu tempati."
"Itu bukan istana, tapi neraka yang sengaja disiapkan iblis untukku!"
"Iblis mana yang bisa membangun rumah seluas itu?" tanya Tiwi. "Sisakan satu untukku, ya!"
"Iblis itu harusnya dimusnahkan sampai tidak tersisa!" Terutama Iblis seperti Daniel.
Di tempat yang sama tepatnya di meja dekat sudut jendela, tiga orang laki-laki baru saja memasuki Restoran terssbut, mata Daniel terus mengekori setiap sudut ruangan mencari seseorang yang sudah membuatnya tidak bisa tidur sepanjang malam, apalagi pagi ini ia mendapat informasi yang membuat kepalanya semakin berdenyut karena Tiara sudah memutuskan ke luar dari rumahnya.
"Si pembangkang itu harus dikasih pelajaran," gumam Daniel.
"Lagi ngincar siapa, loe!" tanya Yoga, dia teman Daniel sekaligus pemilik Restoran ini.
"Bukan siapa-siapa." Daniel berpura-pura membaca menu, agar tidak ada yang curiga dengannya.
"Yoga, calon adik ipar Daniel belum ada yang punya'kan?" tanya Wira, dia sudah lama jatuh hati dengan Tiara.
"Kabar burung yang gue denger, sekarang ini Tiara lagi nunggu seseorang dari masa lalunya, calon suaminya, mungkin."
Wira melongos kesal. "Calon suami? huh padahal gue naksir banget sama Tiara, udah cantik, ramah, baik tapi sayang dia udah ada yang punya, kalau gue jadi Daniel mending gue pilih Tiara daripada kakaknya."
"Cinta nggak bisa dipaksakan," seloroh Yoga.
Tanpa mereka sadari ada tangan yang mengepal kuat di bawah meja, ntah mengapa setelah mendengar kalau Tiara menunggu calon suami dari masa lalunya membuat hati dan pikiran Daniel panas seperti terbakar api cemburu.
Yoga memanggil Tiara dan menyuruhnya membawakan tiga cangkir kopi ke meja no 6.
Beberapa saat kemudian Tiara datang membawa pesanan si pemilik Restoran. Tiara terkejut melihat Daniel sudah menatapnya dari jauh, bahkan mata laki-laki itu hampir tidak berkedip melihatnya.
'Untuk apa dia datang ke sini?'
Tangan Tiara gemetaran meletakkan gelas berisi kopi panas itu di atas meja, sebab tiba-tiba ia merasakan hawa dingin menyelimuti tubuhnya.
"Tiara, kamu sudah punya calon suami, ya?" tanya Wira, ia ingin mendengar jawaban langsung dari Tiara.
Tiara tersenyum manis sembari meletakkan gelas terakhir untuk Daniel.
"Sudah," jawab Tiara.
Daniel menggebrak meja sampai membuat gelas berisi kopi panas itu jatuh menimpa kaki Tiara.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!