Itnas terisak di sela shalat malamnya. Kata-kata Yudha sang suami masih terekam jelas di otaknya. Masih terbayang sang suami bersimpuh di kakinya untuk memohon restu agar mengizinkannya menikah lagi.
"Mas, mengapa baru sekarang kau mengatakan itu setelah aku bersusah payah belajar mencintaimu dan akhirnya berhasil. Akan dibawa kemanakah rasa ini? Mengapa dengan mudahnya kau patahkan ini semua?"
"Maafkan aku Dek! Aku tidak tahu kalau dia hamil anakku."
"Kupikir kau lelaki yang setia." Itnas merasa sakit dan kecewa mendapati sang suami telah menanam benihnya di rahim wanita lain meskipun itu terjadi sebelum pernikahannya. Kenapa Yudha menyanggupi pernikahannya dulu kalau ternyata waktu itu dia sedang menjalin kasih dengan orang lain?"
"Maafkan Dek, maafin aku! Aku tidak bermaksud menyakiti ataupun mengkhianatimu." Yudha memeluk Itnas dengan erat sambil mengucurkan air matanya. Dia tidak menyangka kalau Talitha akan masuk ke dalam rumah tangganya membawa masa lalu yang sebenarnya ingin dikuburnya dalam-dalam. Namun, apalah daya dia datang membawa benihnya.
"Aku tidak bisa ikhlas dimadu Mas, tetapi aku juga tidak mungkin memisahkanmu dengan darah dagingmu sendiri. Aku harus apa?"
Keduanya terdiam larut dalam pikiran masing-masing. Sepintas muncul kata cerai di benak Itnas. Namun, segera ia tepis mengingat umur pernikahannya baru seumur jagung. Apa kabar papanya nanti kalau tahu itu semua, bisa-bisa beliau akan drop kembali. Apalagi kalau tahu menantu pilihannya telah menghamili anak orang. Itnas tidak mau kehilangan papa kesayangannya. Akhirnya dia terpaksa mengambil keputusan yang menyakiti hatinya itu.
"Baiklah Mas nikahilah dia jika benar anak yang dikandungnya adalah anakmu, tapi kumohon jangan sampai keluargaku tahu, terutama Papa! Kamu tahu kan seberapa besar aku menyayanginya?"
Yudha mengangguk dia paham kalau Itnas dekat dengan papanya. Dia pun tahu kalau perjodohan yang dirancang mertuanya itu sebenarnya tidak diinginkan Itnas. Namun, karena patuh dan sayangnya terhadap sang papa ditambah sang papa yang tidak menerima penolakan akhirnya Itnas menerimanya.
****************
Flash Back On
Beberapa bulan yang lalu di sebuah club malam.
Senyuman Gladis yang merekah sedari tadi saat sang pujaan hati mengajaknya kencan tiba-tiba layu ketika mengetahui bahwa Regan membawanya ke sebuah club malam bukan ke cafe atau ke tempat romantis seperti yang ada dalam khayalannya. Gladis tidak pernah ke tempat ini jadi dia merasa asing dan takut berada di tempat seperti ini. Selain musiknya keras memekakkan telinga banyak para pengunjung yang mabuk membuat pemandangan semakin mengerikan di mata Gladis.
"Re, aku mau pulang aku tidak suka tempat ini," rengek Gladis. Memang dia adalah gadis manja dan polos.
"Kalau kamu tidak suka kamu diam saja dan kalau kamu juga tidak suka minuman ini...." Regan menjeda ucapannya sambil menunjuk minuman keras yang memabukkan di hadapannya. "Kamu bisa memesan minuman yang lain," lanjutnya.
Gladis mengangguk. "Aku mau orange juice!" Regan pun memesankan orange juice sesuai permintaan Gladis.
Setelah pesanan datang Gladis meneguk minumannya dengan sekali tegukan. Entahlah dia benar- benar haus sekali. Selesai menghabiskan minumannya dia memandang wajah Regan
lekat-lekat. Wajah yang selalu membuatnya senyum-senyum sendiri kala mengingatnya dan membuat dirinya selalu jatuh cinta karena wajah Regan memang benar-benar tampan. Namun, entah kenapa melihat wajah Regan yang setengah mabuk kini, timbul firasat yang tidak baik seperti akan terjadi sesuatu yang buruk kepada dirinya.
Ah, semoga tidak terjadi apa-apa. Semoga hanya firasatku saja.
Gladis diam menunggu Regan berbicara, tetapi sekian lama menunggu Regan tak kunjung berbicara, dia malah asik dengan minumannya. Padahal Gladis mengharapkan Regan mengatakan cintanya malam ini. Ya walaupun tempatnya tidak seperti yang diharapkan paling tidak dia mengungkapkan perasaannya agar Gladis tahu bahwa cintanya tidak bertepuk sebelah tangan.
Tak berapa lama datanglah segerombolan pemuda menghampiri meja mereka. Gladis terkejut dan sedikit merinding seperti melihat hantu menilik penampilan mereka yang acak-acakan dan sepertinya mabuk juga. Salah satu dari mereka menghampiri Gladis dan mencoba merayu.
"Hai cantik, maukah malam ini kau menemaniku?" Akan kubuat malam ini menjadi malam yang sangat berkesan untukmu. Yakinlah malam ini aku akan membuatmu sebahagia mungkin."
"Apaan sih!" Gladis geli sekaligus bergidik ngeri melihat tingkah laku mereka, sudah tidak bisa mengurus dirinya sendiri malah mikirin orang lain dan apa katanya tadi mau membuatnya bahagia padahal dirinya sendiri seperti orang stres. Gladis diam tak bergeming melihat pria gila itu terus mengoceh dengan gombalannya.
Karena Gladis acuh pemuda tersebut mulai bersifat kurang ajar dengan menyentuh dan membelai pipi Gladis
"Plak." Satu tamparan mendarat mulus di pipi pemuda tersebut membuat temannya yang lain pada menertawakan pemuda itu.
"Jangan kurang ajar ya Lo sama gue!" bentak Gladis.
"Emang kamu bisa apa kalo gue kurang ajar sama Lo?"
"Re!" panggil Gladis mencoba meminta pembelaan dari Regan. Namun, yang diajak bicara malah cuek dan tetap asik dengan minumannya.
Melihat Regan yang tak bergeming Gladis kesal kemudian beranjak dari duduknya. Ketika hendak melangkah keluar dari ruangan salah satu dari mereka menarik tangan Gladis hingga terjatuh. Merasa tidak aman karena melihat orang di sekitarnya semua pada cuek, Gladis mencoba menelpon Itnas.
"Nas, tolongin gue di club x...." Belum sempat meneruskan bicaranya ponsel Gladis dirampas oleh salah satu dari mereka.
Sedangkan Regan yang mendengar Gladis menelpon Itnas tersenyum licik. "Berhasil, akhirnya kau masuk perangkap gue."
Itnas yang mendengar suara Gladis yang minta tolong dan juga ponselnya mati mendadak menjadi panik. Diambilnya kunci mobilnya dan tanpa pamit pada siapapun ia melajukan mobilnya menuju club x tersebut.
Sesampainya di club dia mencari keberadaan sang sahabat. Dia mendapati sahabatnya hendak diperkosa di dalam salah satu room di club tersebut.
"Hentikan! Apa yang kau lakukan dengan sahabatku?"
Mendengar sebuah suara yang lantang Regan menoleh kemudian menjentikkan jarinya menyuruh temannya untuk menangkap Itnas dan melepaskan Gladis. Seolah menyatakan bahwa target sudah didapat. Itnas mencoba melawan tapi sayang tenaganya kalah jauh apalagi mereka itu bertiga sedangkan Itnas hanya seorang diri. Gladis diseret keluar oleh salah satu dari mereka kemudian ketika mereka mau menutup pintu ruangan tersebut tangan Gladis menahannya.
"Hei, untuk apa kamu masih disitu. Keluarlah!" perintah Regan.
"Tidak. Lepaskan dulu sahabatku!"
"Hahaha ... kamu pikir aku akan mudah melepaskan setelah susah payah aku mendapatkannya? Keluarlah aku sudah tidak membutuhkanmu karena sebenarnya dialah yang kuinginkan!" Suara Regan menggelegar memenuhi ruangan.
"Aku ingin malam ini dia membayar sakit hatiku karena telah berani menolakku dulu," lanjutnya.
"Hahaha ... bersiaplah Nona. Malam ini aku akan mencabik-cabik tubuhmu." Kali ini tangannya menunjuk Itnas.
Mendengar pernyataan Regan Gladis sekarang mengerti bahwa dirinya hanya dijadikan pancingan untuk memanggil Itnas ke tempat ini. Perasaannya kini campur aduk antara menyesal dan tidak enak pada Itnas. Entah keberanian darimana Gladis tiba-tiba menyerang mereka dan tidak sengaja dia menemukan balok kayu sehingga dia memukul kepala Regan dengan kayu tersebut.
"Lari Nas!" teriaknya. Itnas yg terlepas dari cengkraman mereka langsung lari meninggalkan club itu. Sesampainya di pintu keluar tak sengaja dia melihat Yudha salah satu karyawan papanya.
"Mas Yudha!" panggilnya dengan nafas tersengal-sengal.
"Tolong aku," lanjutnya.
Yudha mengernyitkan dahi tidak mengerti dengan apa yang terjadi. Itnas merogoh saku celana jeansnya dan memberikan kunci mobil pada Yudha.
"Tolong setirkan mobilku dan anterin aku ke rumah Papa!" pintanya.
Yudha hanya mengangguk kemudian mengikuti Itnas ke dalam mobil dan melajukan mobilnya ke rumah Pak Husein.
Sedangkan di dalam club Gladis yang terus memberontak akhirnya tertangkap juga karena tubuhnya sudah lemah. Regan menyuruh anak buahnya untuk menguncinya di dalam salah satu room. Kemudian dia menghampiri Gladis dan mencumbunya dengan kasar. dia merobek baju Gladis dan memperkosanya secara kasar.
"Inilah hukuman untuk orang yang berani melawanku!"
Bersambung...
"Inilah hukuman buat orang yang berani melawanku!"
"Kenapa kau tega Re, apa salahku padamu?"
"hiks ... hiks ... hiks." Gladis menangis tersedu-sedu. Sakit di sekujur tubuhnya sangatlah terasa. Namun sakit di hatinya jauh lebih besar. Bagaimana mungkin pria yang dipuja dan dicintainya selama ini malah menghancurkan hidupnya. Mengambil mahkota paling berharga dalam hidupnya yang selama ini dia jaga baik-baik. Terlebih cara mengambilnya dengan cara kasar dan brutal.
"Bukankah sudah kubilang pergi dan jangan campuri urusanku, tetapi kau malah menghalangi rencanaku. Jadi jangan salahkan aku kalau aku menghukummu seperti ini."
"Cuih." Gladis meludahi wajah Regan. "Dasar kau memang laki-laki brengsek! Menyesal aku mengenalmu."
"Hahaha ... sayangnya penyesalanmu terlambat." Regan mengusap wajahnya dan meninggalkan Gladis seorang diri.
Setelah Regan pergi Gladis merenungi semua yang telah terjadi pada dirinya. Timbul sesal dalam hati mengapa dia mau diajak Regan ke tempat terkutuk semacam ini apalagi dia sampai berbohong kepada bundanya bahwa dia akan pergi bersama Itnas.
Gladis mencoba berdiri "Aw ... sakit," lirihnya. Dia memeriksa tubuhnya ternyata dia baru sadar kalau sekarang tubuhnya dalam keadaan bugil tanpa sehelai benangpun. Dia kemudian memungut pakaiannya yang terserak di lantai.
"Kenapa robek semua? Sekarang aku harus memakai apa?" tanyanya pada diri sendiri. Dia bingung harus minta bantuan siapa padahal sekarang telah larut malam dan club sepertinya sudah sepi sedang ponselnya hilang entah kemana. Untunglah ada selimut di dekatnya.
Dia menggulung tubuhnya dengan selimut tersebut dan meringkuk di ranjang sambil menangisi nasibnya sendiri. Karena kelelahan akhirnya dia tertidur.
Keesokan harinya seorang cleaning servis pria menemukannya dalam keadaan pingsan. Pria tersebut memanggil rekannya yang wanita untuk memeriksa tubuh Gladis karena semenjak tadi dibangunkan gadis di hadapannya tidak bereaksi sama sekali. Namun, ketika diperiksa denyut nadinya masih hidup. Si cleaning servis wanita memeriksa tubuh Gladis yang terbalut selimut dan dia kaget mendapati tubuh gadis yang ditemukannya dalam keadaan t*lanjang.
"Tubuhnya polos, jangan-jangan dia perempuan bayaran," tebak si wanita.
"Masak sih perempuan bayaran nasibnya seperti ini." Si cleaning servis pria tidak yakin kalau gadis di depannya seorang j*lang. Dalam bayangannya kalau dia seorang ****** pasti dia sudah pulang dengan membawa segepok uang di tangannya, tetapi ini apa, gadis tersebut meringkuk tanpa busana dan lupa pulang bahkan pingsan seperti ini.
"Atau dia kena tipu partner ranjangnya sudah tidak dibayar malah ditinggal," lanjut si wanita.
Si pria menggeleng, "Aku tidak yakin. Sepertinya ada yang ganjil. Mana bajunya?"
Mereka berdua mencari baju Gladis dan ketika menemukannya mereka terkejut karena baju tersebut robek.
"Dia diperkosa," kata mereka hampir bersamaan.
"Jo, tolong belikan baju untuknya!" perintah sang cleaning servis wanita kepada si cleaning servis pria yang ternyata bernama Jojo.
"Baiklah. Kau jaga dia Rim!" pinta Jojo kepada Rima si cleaning servis wanita yang ternyata bernama Rima.
Rima mengangguk kemudian mengeluarkan minyak kayu putih yang selalu standby di dalam saku bajunya. Dia mengoleskannya di kening Gladis.
Perlahan Gladis tersadar dari pingsannya. "Aku lapar," lirihnya.
Rima yang mendengar Gladis mengatakan lapar langsung menelpon Jojo supaya temannya itu juga membeli makanan.
Tiba-tiba Gladis teringat dengan kejadiaan semalam, sehingga dia terisak kembali. Rima memeluk dan menenangkan Gladis. Namun tangisnya malah semakin menjadi ketika Rima memintanya untuk menceritakan apa yang telah terjadi pada dirinya.
Setelah sedikit tenang akhirnya Gladis menceritakan semuanya kepada Rima dan pembicaraan terjeda karena Jojo datang membawa pakaian dan makanan.
Rima meminta Jojo untuk keluar dulu sementara Gladis memakai pakaiannya. Kemudian ketika Gladis hendak melanjutkan ceritanya Rima meminta Gladis untuk makan terlebih dahulu setelah itu baru melanjutkan ceritanya.
Gladis hanya mengangguk dan ketika mulai menyendok makanannya dia bertanya pada Rima, "Ibu tidak makan?"
"Saya sudah sarapan tadi di rumah jadi Neng makan saja, nggak usah mikirin kami!"
"Iya Bu, terima kasih. Saya tidak tahu nasib saya akan seperti apa kalau tidak ada Ibu."
"Neng yang sabar ya! Ini sudah takdir dari Yang Maha Kuasa. Neng yakin saja kalau semua yang terjadi pasti ada hikmahnya. Nanti setelah Neng makan Ibu akan mengantarkan ke rumah Neng," lanjutnya.
Gladis hanya mengangguk dan menyantap makanannya. Dia begitu lahap memakan nasi di hadapannya padahal hanya nasi pecel dengan ikan tahu dan tempe, tetapi karena semenjak semalam dia tidak makan ditambah tenaganya yang terkuras habis tadi malam membuatnya kelaparan.
Setelah selesai makan Rima mengantarkan Gladis ke rumahnya dengan menaiki angkutan umum.
Sedangkan di rumah bunda Lila semakin panik memikirkan anak semata wayangnya yang sejak semalam tidak pulang. Dia menghubungi ponsel Gladis tetapi tidak aktif begitupun dengan Itnas, dari semalam ponselnya tidak aktif karena setelah kejadian semalam Itnas langsung tertidur sebab kelelahan. Dia sampai lupa dengan Gladis begitupun dengan ponselnya yang sudah lowbet.
Setelah melihat Gladis pulang akhirnya bunda Lila bisa bernafas lega. Namun, setelah mendengar cerita Rima (ya terpaksa Rima yang menceritakan pada bunda Lila karena Gladis tidak berani bercerita apalagi dia masih syok) tentang yang terjadi pada Gladis bunda Lila menjadi murka.
Bukannya menyemangati sang anak bunda Lila malah menyalahkan Gladis karena telah berani berbohong kepadanya padahal selama ini dia termasuk anak yang patuh.
Bunda Lila mendatangi kediaman Itnas dan membuat kekacauan di sana. Dia menyalahkan Itnas akan tragedi yang terjadi pada sang anak. Dia juga meminta pertanggung jawaban Itnas atas semua yang terjadi.
Mendengar penuturan Bu Lila Papa Husein pun murka. Dia marah dan kecewa mendapati kenyataan bahwa Itnas pergi ke club malam apalagi sampai menyebabkan salah seorang temannya diperkosa. Padahal Papa Husein selalu mewanti-wanti agar Itnas jangan sampai pergi ke tempat hiburan malam. Setelah menyelidiki dengan siapa Itnas pergi akhirnya Papa Husein menyimpulkan bahwa Itnas menjalin hubungan dengan Yudha padahal kan sebenarnya Itnas hanya kebetulan bertemu dengan Yudha pas melarikan diri.
Walaupun Itnas menjelaskan kejadian yang sebenarnya pada sang papa tetapi Papa Husein tetap tidak percaya karena bagi Papa Husein sekali seseorang mengkhianati kepercayaannya berarti orang tersebut tidak dapat dipercaya. Jadi Papa Husein memutuskan Itnas harus menikah dengan Yudha. Mau tidak mau harus mau karena Papa Husein tidak menerima penolakan.
Itnas terus saja menentang keinginan sang papa dengan meminta bantuan sang mama untuk menjelaskan bahwa ia telah punya kekasih.
Akhirnya sang papa memberi waktu selama seminggu untuk Itnas membawa kekasihnya kehadapan papanya.
Setelah satu minggu Vierdo tetap tidak dapat dihubungi karena sepertinya ponselnya mati. Itnas menghubungi teman-teman Vierdo mencari kabar keberadaan Vierdo di luar negeri namun hasilnya nihil. Mereka tidak ada yang mengetahui keberadaan Vierdo pasalnya sudah hampir sebulan Vierdo menghilang dan tidak masuk kuliah.
Akhirnya pada waktu yang ditentukan Itnas terpaksa menerima perjodohan yang dirancang sang papa.
Sementara di tempat lain Gladis yang mendengar berita bahwa dirinya menjadi pembicaraan orang-orang yang tahu bahwa dirinya diperkosa menjadi depresi. Padahal dia tidak ingin banyak orang tahu dengan tragedi yang menimpa dirinya. Namun, orang-orang menjadi tahu karena ulah sang bunda yang membuat kekacauan di rumah papa Husein.
Flash Back Off.
Bersambung...
Setelah mendapat restu dari Itnas Yudha disibukkan dengan persiapan pernikahannya. Sedangkan Itnas memilih menikmati kesendiriannya. Dia memilih pantai untuk meluapkan kekesalannya. Dia menangis, berteriak dan sesekali melempar batu ke ombak di sana hingga tak disadari gerimis mulai datang dan perlahan menjadi hujan lebat. Itnas tetap diam di tempat. Berdiri di atas pasir yang menjadi pijakannya. Guyuran air hujan yang deras tak ia gubris karena di dalam hati sakitnya jauh melampaui itu semua.
Di sudut yang berbeda di tempat yang sama. Di sebuah cafe pinggir pantai Vierdo meneguk capuccino hangatnya. Sesekali mengedarkan pandangan ke seluruh area pantai. Tak sengaja matanya menangkap sosok perempuan yang tengah kehujanan.
"Apa gerangan yang membuat perempuan itu berdiri di tengah derasnya hujan seperti ini," gumamnya. Vierdo berinisiatif meminjam payung pada pelayan cafe kemudian beranjak menghampiri perempuan tersebut. Alangkah terkejutnya dia ketika melihat perempuan itu adalah wanitanya sendiri.
"Nanas," lirihnya.
Vierdo meletakkan payungnya di atas pasir kemudian dia memeluk tubuh Itnas dari belakang. Meresapi tubuh wanitanya yang sangat ia rindukan. Merasai aroma yang selalu menjadi candunya dahulu. Aroma yang tidak pernah berubah. Rencananya besok dia akan membawa kekasihnya untuk memperkenalkan pada papa dan mamanya, menepati janji yang sempat tertunda.
Itnas pun meresapi pelukan hangat yang menenangkan itu. Entah mengapa jiwanya sedikit damai. Sudah lama kenyamanan seperti ini tidak pernah dia rasakan bahkan bersama Yudha sekalipun hingga ia lupa untuk sekedar berpikir siapa orang yg memeluknya kini.
"Aku merindukanmu sayang!"
Itnas tersentak mendengar suara itu bukan suara Yudha melainkan suara orang lain. Namun suara tersebut tidak asing di telinganya.
Masih dalam pelukan Vierdo, Itnas mendongakkan wajahnya ke atas. "Kak Vier!" serunya. Antara syok dan kedinginan tubuhnya bergetar hebat kemudian perlahan meluruh dan pingsan.
Vierdo panik melihat kekasihnya pingsan. Akhirnya dia memutuskan menggendong ke mobil dan membawanya pulang ke rumah orang tuanya.
Sesampai di rumah mommy-nya ikut panik melihat Vierdo membawa seorang wanita pingsan dengan pakaian yang basah, Vierdo pun tak kalah basahnya.
"Dia siapa Vier? Kenapa dia pingsan? Apa yang kau lakukan padanya?"
Bukannya menolong mommy-nya malah memberondol dengan pertanyaan-pertanyaan.
Beruntung Pak Dafid -papanya Vierdo- bisa bersikap tenang. "Bantulah dulu dia Mom!"
Mommy kemudian menyuruh Vierdo membawa Itnas ke kamarnya.
"Keluarlah dulu Nak biar mom gantiin bajunya dulu! Oh ya tolong ambilkan baju Keysa, ya! Kayaknya baju adikmu itu akan pas di tubuhnya."
Vierdo beranjak dari kamarnya dan menghampiri kamar adiknya di lantai bawah. "Dek pinjam bajunya!"
"Apa sih Kak, datang-datang pinjem baju. Mau jadi cewek jadi-jadian apa? Emang udah bosen ya jadi cowok!"
"Lo tuh kalo ngomong suka ngaco. Cepetan ambilin dan kasih ke mommy!" Vier keluar dari kamar Keysa.
"Di kamarku," teriaknya.
"Iya, Kak!" Keysa tak kalah berteriak.
"Bawel banget sih jadi cowok," lirihnya. Dia tidak habis pikir buat apa sih mommy-nya meminta baju Keysa. Dengan rasa penasaran yang tinggi dia beranjak ke kamar kakaknya dengan sebuah gamis yang dia ambil dari lemarinya dengan asal tarik saja. Mana dia tahu model baju apa yang dipesan mommy-nya itu.
Alangkah terkejutnya Keysa ketika mendapati seorang perempuan terbaring di ranjang kakaknya dengan pakaian basah dengan mommy-nya yang mengolesi minyak kayu putih di keningnya.
Mommy menoleh, "Key, sini bantu mom!" Dengan cekatan mommy mengganti baju Itnas dibantu Keysa. Perlahan Itnas mulai tersadar dan mengerjabkan matanya.
"Saya dimana?" tanyanya dengan suara lirih.
"Kamu di rumah Tante."
Beralih ke Keysa, "Keysa tolong buatkan teh hangat ya!"
"Yes Mom." Keysa berlalu pergi ke dapur membuatkan pesanan mommy-nya.
Itnas memeriksa tubuhnya kenapa pakaiannya berbeda. Wajahnya tampak berpikir
dan mommy paham itu. "Maaf Tante lancang mengganti bajumu!"
"Tidak apa Tante. Terima kasih!"
Sedangkan di luar sana Vierdo yang baru selesai mandi dan sudah berpakaian rapi ditarik papanya untuk dibawa ke kantor. Padahal niatnya dia ingin bersama Itnas seharian ini dan juga akan mengantarnya pulang nanti. Namun, ternyata meskipun hari ini libur tapi Vierdo harus mempersiapkan dirinya untuk acara pergantian jabatan mengganti pak Dafid besok. Hari ini dia harus belajar tentang cara mengelola perusahaan dengan papanya dan dengan Wendi sang asisten karena besok setelah peresmian dia akan langsung menggantikan papanya itu.
"Pa, tapi bagaimana dengan Nanas?"
"Perempuan tadi?"
Vierdo mengangguk.
"Biar pak sopir yg mengantarnya nanti." Papa Dafid menghampiri sopir sang istri dan
memerintahkan supaya sang sopir mengantarkan Itnas kalau nanti sudah mau pulang sedangkan sang sopir cuma manggut-manggut sambil mengatakan, "baik Tuan!"
Setelah vierdo pergi Itnas menanyakan keberadaannya pada keysa. Dia takut Vierdo masih ada di luar menunggunya. Itnas masih belum siap untuk menjelaskan semua yang telah terjadi padanya. Dia tidak ingin melihat raut kekecewaan di wajah Vierdo setelah tahu bahwa dirinya telah menikah padahal mereka baru saja bertemu setelah dua tahun berpisah. Ya mereka tidak pernah bertemu semenjak Vierdo memutuskan melanjutkan S2 nya ke luar negeri tepatnya ke negara Inggris. Vierdo belajar ilmu bisnis di University of Manchester supaya setelah lulus dia bisa langsung menggantikan papanya mengelola perusahaan sesuai harapan kedua orang tuanya.
Selama dua tahun Vierdo dan Itnas menjalin hubungan jarak-jauh karena selama itu Vierdo tidak pernah pulang ke Indonesia. Biasanya apabila ada keluarga yang kangen baik itu papa Dafid, mommy Victoria maupun Keysa mereka lah yang akan menyambangi Vierdo di Inggris sekaligus pulang kampung sebab mommy victoria berasal dari sana.
Setelah mendengar penjelasan dari Keysa bahwa Vierdo telah pergi karena ada kepentingan yang mendadak, akhirnya Itnas bisa bernafas lega. Dia pamit pulang pada Mommy Victoria, tetapi ditahan supaya tidak pulang sebelum makan siang bersama Mommy Victoria dan Keysa.
Sebenarnya Itnas sudah menolak secara halus ajakan Mommy Victoria. Namun, karena Mommy Victoria memaksa akhirnya Itnas mengalah karena merasa tidak enak.
Setelah makan siang berakhir akhirnya Itnas diizinkan pulang, tetapi saat Itnas mencoba menelpon taksi online Mommy Victoria mencegahnya. Mommy memanggil Bik Ani supaya memberitahukan pada sopirnya untuk mengantar Itnas pulang sedangkan pak sopir yang telah lebih dulu diperintah pak Dafid sudah siap menunggu di pintu mobilnya.
"Katakan pada Nyonya saya sudah menunggu di mobil!" pinta Pak Sobri, sang sopir.
Bik Ani menyampaikan pada Mommy Victoria bahwa pak Sobri sudah siap. Itnas lalu berpamitan pada Mommy Victoria dan Keysa. Dia mengambil tangan mommy dan menciumnya. Dia juga menjabat tangan Keysa sambil mengucapkan terima kasih kepada anak dan ibu tersebut. Kemudian melangkah menghampiri Pak Sobri.
Setelah Itnas masuk ke dalam mobil, Pak Sobri menyetir mobilnya dengan kecepatan sedang. Setelah menempuh perjalanan hampir setengah jam Itnas meminta pak Sobri menghentikan mobilnya.
"Stop Pak! Berhenti di sini!" pintanya.
"Lho Neng kok berhenti di sini?" Pak Sobri kaget Itnas meminta berhenti mendadak di pinggir jalan.
"Iya Pak, rumah saya sudah dekat kok. Biar saya jalan kaki saja."
"Bukankah lebih baik saya antar saja Neng sampek rumah?"
"Gak usah Pak. Saya masih mau mampir beli gado-gado dulu." Itnas menghampiri abang tukang gado-gado yang mangkir di pinggir jalan.
"Sial!" katanya ketika melihat pak sopir tetap di tempat tidak melajukan mobilnya.
Itnas yang tadinya hanya pura-pura ingin membeli gado-gado akhirnya benar-benar membeli gado-gado karena tidak mau dianggap berbohong.
Sebenarnya Itnas ingin menghindari Pak Sobri karena takut kalau pak Sobri tahu alamat rumahnya, dia akan memberikan alamatnya kepada Vierdo. Namun, sampai pesanan Itnas selesai dibungkus Pak Sobri tetap diam di tempat tidak bergeming sama sekali.
"Pak kok tetep diam di situ sih. Emang Bapak nggak mau pulang?" kesalnya.
"Ah iya Neng tapi Bapak masih mau pesan gado-gado juga.
"Bang gado-gadonya ya, makan di sini!"
"Ashiap Pak," jawab abang penjual gado-gado.
Melihat pak Sobri memesan gado-gado buru-buru Itnas melangkahkan kakinya untuk pulang. Itnas menyetop tukang ojek dan meminta mengantarnya ke rumah.
Melihat Itnas menyetop ojek buru-buru Pak sobri membayar pada si abang penjual padahal gado-gado belum selesai diracik.
"Gado-gadonya Pak," kata si abang.
"Udah kenyang Bang," jawab Pak Sobri asal.
Si abang menggaruk tengkuknya yang tidak gatal bingung dengan sikap pak Sobri.
Kalo udah kenyang ngapain mesen gado-gado.
"Ah sudahlah mungkin ini rejeki anak sholeh," gumamnya pada diri sendiri.
Sementara pak Sobri melajukan mobilnya mengejar tukang ojek yang membawa Itnas. Bukan apa-apa pak Sobri sudah dipesan pak Dafid untuk mengetahui di mana Itnas tinggal. Pak Dafid curiga ketika melihat tadi pagi Itnas yang pingsan dibopong Vierdo ke rumahnya dalam keadaan basah.
"Pasti ada apa-apa," pikir pak Dafid tadi pagi.
Pak Sobri menjaga jarak agar Itnas tidak tahu kalau dirinya dibuntuti. Sampailah Itnas di depan pintu pagar besi berwarna biru dia masuk ke dalam dan membuka pintu rumahnya.
"Akhirnya dapat juga," Pak Sobri bernafas lega kemudian memutar mobilnya kembali ke rumah majikannya.
Bersambung....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!