Tok
Tok
Tok
"Khayla!!! Kau sudah bangun? Kita harus bergegas!" teriak Rayshard, sahabat Khayla di depan pintu kamar Khayla.
"Iya, tunggu sebentar." seru Khayla.
Tak lama Khayla keluar dengan memakai kaos warna hitam andalannya dipadukan dengan jaket jeans, dan celana jeans hitamnya. Tak lupa kaca mata hitam menutupi mata coklat indahnya. Rambut panjangnya yang tak pernah sekalipun ia gerai. Ia lebih suka menguncirnya ala ekor kuda agar lebih mudah dalam bekerja. Dan satu lagi, ia selalu memakai topi andalan peninggalan mendiang ayahnya.
"Ayo, berangkat!" ucap Khayla.
Khayla dan Ray berjalan menuju mobil jeep milik Rayshard. Khay, biasa Khayla dipanggil, adalah seorang detektif swasta yang menangani kasus-kasus yang tak bisa dipecahkan oleh pihak kepolisian.
Sudah tiga tahun sejak lulus dari perguruan tinggi, Khay lebih memilih menjadi detektif karena kesukaannya pada hal yang menantang adrenalinnya. Ditambah sifatnya yang tomboy tak bisa membuatnya bekerja kantoran layaknya gadis-gadis lain yang memakai setelan kerja dipadukan dengan rok pendek atau celana kain. Ah, Khay tidak akan bisa memakai itu.
Bersama dengan Ray, sahabatnya sejak duduk di bangku kuliah, dan juga modal dari orang tua Ray yang seorang petinggi di kepolisian, dua sahabat ini mendirikan kantor detektif swasta yang membantu para klien dari semua kalangan, entah itu kalangan bawah, menengaj, atau pesohor sekalipun, dan seringkali pekerjaan mereka tidak mendapat imbalan sama sekali apabila memdapat klien dari kalangan bawah, karena mereka memang bekerja dari hati.
Khay dan Ray menuju ke sebuah TKP (tempat kejadian perkara) dimana pembunuhan baru saja terjadi. Sebenarnya disana sudah ada beberapa polisi yang bertugas. Namun karena rasa penasaran Khay yang besar, ia tak bisa membiarkan kasus itu menggantung terlalu lama. Jiwa kedetektifannya seketika menyeruak jika mendengar tentang kasus pembunuhan.
"Sepertinya kasus ini ada hubungan dengan kasus pembunuhan sebelumnya. Jangan-jangan pelakunya adalah orang yang sama." bisik Khay pada Ray.
"Ayahku bilang, kita jangan ikut campur untuk kasus ini. Kita cari kasus lain saja." jawab Ray.
"Kenapa?"
"Entahlah. Ayah bilang dia takut kita terluka."
"Cih, yang benar saja. Aku sudah terbiasa terluka." Khay menaikkan kaosnya dan memperlihatkan luka bekas sayatan di perut sebelah kirinya.
Ray buru-buru menurunkan kembali kaos Khay. Ia takut jantungnya makin berdebar ketika melihat bagian tubuh Khay yang terekspos oleh matanya. Mereka memang sangat dekat bahkan tak risih berpelukan atau saling mencium pipi. Tapi jika mengenai bagian tubuh yang tertutup kain, tentu saja Ray merasa risih jika harus melihatnya.
Seorang petugas polisi menghampiri mereka yang sedang mencari bukti yang mungkin saja tersembunyi disuatu tempat.
"Hei kalian! Setahuku pihak kami tidak meminta bantuan kalian. Sebaiknya kalian pergi dari sini." ucap petugas polisi bernama Harry.
"Memang tidak ada yang meminta kami, tapi kami sendiri yang memang ingin ikut terlibat." jawab Khay lantang.
"Khay, sudahlah. Sebaiknya kita pergi." Ray berusaha menarik tangan Khay.
"Cepat sana bawa rekanmu pergi dari sini! Dia hanya akan mengganggu penyelidikan kami." ucap Harry lagi sinis.
"Justru kalian lah yang sudah mengganggu penyelidikan kami!" bantah Khay tidak terima.
Ray makin menarik lengan Khay menjauh dari tempat itu. Khay pun mengalah. Ia tak mungkin menentang keinginan sahabatnya itu.
"Kita pergi saja! Bagaimana kalau meminum segelas es teh? Itu akan menyegarkan otakmu." ucap Ray dengan menyenggol lengan Khay.
"Hmmm, baiklah. Aku tidak akan bisa menolak permintaan sahabatku ini." balas Khay dengan merangkul bahu Ray.
Mereka pun menaiki mobil jeep milik Ray dan membelah jalanan kota D yang sangat asri itu.
.
.
.
"Kau tidak rindu rumahmu?" tanya Ray di kala menyeruput es tehnya.
Khay hanya mengedikkan bahunya. Sudah dua bulan ini Khay belum pulang ke rumah. Bukan tanpa alasan. Ia tak ingin berdebat dengan ibunya yang selalu menginginkannya menjadi seperti saudara kembarnya yang bernama Khania.
Khania adalah kakak kembar Khayla. Meski wajah mereka sama persis, namun sifat dan sikapnya sangatlah berbeda. Khania adalah gadis lemah lembut yang sangat feminim. Ia bahkan tak pernah memakai celana dan selalu memakai dress atau rok.
Berbeda dengan Khay yang tak pernah memakai rok sekalipun. Mungkin saat mereka masih balita ia pernah memakainya, tapi beranjak remaja, Khay merasa memakai rok bukanlah jati dirinya.
Khania bekerja sebagai guru taman kanak-kanak di Kota M. Ia merantau kesana sejak lulus kuliah. Ibunya bangga melihat Khania yang selalu menuruti kemauannya. Berbeda dengan Khay yang selalu membantah.
Ketika Khay memutuskan menjadi detektif, ibunya sangat geram dan tak mengajak Khay bicara selama berbulan-bulan. Di tambah dengan beberapa luka yang Khay dapatkan karena menangani kasus, membuat ibunya selalu meminta Khay untuk berhenti menjadi seorang detektif.
Namun Khay tak mengindahkan keinginan ibunya dan malah kabur dari rumah dan tinggal di asrama kantornya selama ini.
Ray terkadang sedih melihat Khay yang sebenarnya merindukan sosok ibunya. Meski tak pernah ia perlihatkan di depan Ray, tapi ia yakin jika Khay ingin di perhatikan oleh ibunya sama seperti kakak kembarnya.
"Woi!! Kok malah melamun? Jangan bilang kau melamun jorok ya?!" suara Khay membuyarkan lamunan Ray.
"Astaga, Khay! Ini masih siang, untuk apa aku melamun jorok!"
"Lalu jika sudah malam kau bisa melamun jorok?"
"Dasar kau! Makanya sana cari pacar! Sepertinya kau kesepian, Khay."
"Tidak! Tidak! Bersama pria bukanlah prioritasku saat ini. Kau sendiri? Kenapa tidak mencari pacar?"
"Entahlah. Aku juga sedang tidak ingin berhubungan dengan gadis manapun, kecuali kau."
"Cih, dasar!!!" Khay mengacak rambut Ray yang agak panjang itu.
"Kau masih ingin membuktikan pada ibumu jika pekerjaanmu ini sangat membanggakan?"
"Yap, tentu saja! Aku akan menunggu hingga ibu bisa bangga padaku!" ucap Khay penuh keyakinan. "Ayo, pergi! Es tehnya sudah habis. Kita kembali ke kantor saja. Kasihan Lusi menunggu disana sendiri." Ajak Khay sambil berjalan keluar warung tenda itu.
.
.
.
Malam harinya, entah kenapa Khay merasa hatinya tak tenang. Ia merasa ada yang sesak didalam dadanya. Perasaan tak tenang seperti ini biasa ia rasakan jika saudara kembarnya sedang mengalami sesuatu kesulitan atau terjadi hal yang buruk. Karena mereka kembar, terkadang insting mereka sangatlah peka satu sama lain meski mereka terpisah jarak yang jauh.
Khay mencoba menghilangkan rasa sesak itu dan mencoba untuk memejamkan mata. Sudah pukul satu dini hari dan Khay hanya bergulang-guling tanpa bisa menutup mata.
Karena rasa penasaran yang tak terbendung lagi, Khay meraih ponselnya dan mencoba menghubungi Khania.
"Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada diluar service area. Silahkan tinggalkan pesan setelah bunyi berikut..."
"Hah?! Kakak? Apa yang terjadi? Tidak biasanya ponselnya tak aktif begini. Jangan-jangan terjadi sesuatu dengannya?" gumam Khay lirih dengan keringat yang mulai membasahi pelipisnya.
#Bersambung...
...*******////***///*****///*****///...
Hai hai hai, Mamak hadir dengan cerita baru nih. Sudah lama terpendam namun baru sempat kutulis. Semoga kalian sukak ya!!!
Dukung terus karya Mamak dengan memberi Like, komen positif, dan vote.
Cerita ini akan Slow-UP ya!
Terima kasih🙏🙏
Khania Anjani dan Khayla Anjani, gadis kembar yang memiliki wajah yang sama persis namun kepribadian mereka sangatlah bertolak belakang. Menginjak remaja, Khayla mulai menunjukkan sisi tomboy dalam dirinya. Ia tak suka berbagai hal berbau wanita yang terlalu berlebihan. Hanya rambutnya saja yang dibiarkan panjang karena ia tak suka berambut pendek.
Berkebalikan dengan Khayla, Khania adalah gadis lemah lembut dan sangat feminim. Ia selalu berpenampilan anggun dengan gaunnya.
Meski sifat mereka bertolak belakang, namun mereka saling menyayangi satu sama lain. Khania yang dianggap sebagai kakak karena lahir lebih cepat lima menit dibanding Khayla, selalu melindungi adik kembarnya itu, apalagi jika Khayla sering berbuat onar dan membuat ibu mereka marah. Khania selalu membela Khay didepan ibunya.
Hingga mereka melanjutkan pendidikan di universitas, saudara kembar ini juga kompak mendaftar di universitas yang sama namun berbeda jurusan. Khayla di jurusan hukum, dan Khania yang memilih jurusan psikologi.
Selama kuliah, Khay tak pernah mengenal laki-laki, kecuali Rayshard, anak seorang petinggi polisi yang memiliki hobi yang sama dengannya. Mereka sama-sama suka dengan misteri dan hal berbau detektif. Yah, karena komik yang mereka sukai pun sama, serial Detective Conan, komik asal Negeri Matahari Terbit.
Terkadang Khay dan Ray diminta menyelidiki hal-hal aneh yang terjadi di kampusnya. Seperti kasus-kasus bunuh diri mahasiswa yang ternyata tertekan karena terlalu banyak tugas dari dosen. Hingga misteri mahasiswi hilang dan ditemukan tewas karena hamil diluar nikah. Dan pelaku utamanya siapa lagi jika bukan sang kekasih.
Mereka berdua dijuluki 'RK Detektif' oleh teman-temannya. Hingga lulus kuliah, mereka masih bersahabat dan ketika Ray mengutarakan niatnya untuk mendirikan sebuah kantor detektif swasta pada ayahnya, ternyata ayah Ray menyetujui hal itu.
Khay sangat senang karena akhirnya mereka benar-benar menjadi seorang detektif meski jalan yang mereka lalui tidaklah mudah. Mereka menjalani beberapa tes dari fisik, hingga kemampuan otak. Juga tes teka teki misteri yang ternyata mampu mereka berdua pecahkan.
Namun ketika Khay mengutarakan niatnya bekerja sebagai detektif, ibunya menentang. Seorang wanita tidaklah pantas bekerja dengan hal berbahaya seperti itu. Tapi Khay memang keras kepala, dia terus saja melanjutkan mimpinya menjadi seorang detektif. Ia hanya merasa, jika suatu saat ia bertemua pria yang akan menjadi suaminya, tentu saja pria itu harus mengerti jika pekerjaan istrinya memang cukup berbahaya dan menyita waktu juga tenaga.
Lalu bagaimana dengan Khania? Khania yang lemah lembut berhasil meraih gelar sarjananya dan memutuskan untuk merantau ke kota M yang lebih besar di banding kota D tempat dia tinggal sekarang.
Selain banyak gedung menjulang tinggi, Kota M juga menyimpan berjuta mimpi untuk Khania. Ia ingin bertemu pangerannya di kota itu. Entah apa yang dia pikirkan. Tapi kisah Cinderella sepertinya sangat melekat di hati Khania. Hingga ia ingin menjadi seperti Cinderella yang dicintai pangeran tampan.
Khania memulai kehidupannya di Kota M dengan bantuan temannya yang sudah lebih dulu bekerja disana. Temannya yang bernama, Nina, bekerja di sebuah yayasan milik keluarga konglomerat terkenal disana. Yayasan itu memiliki beberapa sekolah mulai dari pendidikan usia dini, hingga ke tingkat universitas. Nina menjadi pengajar di tingkat menengah pertama di salah satu sekolah milik yayasan itu.
Sedangkan Khania, lebih memilih melamar sebagai pengajar di tingkat taman kanak-kanak. Kecintaannya pada anak-anak membuatnya selalu bahagia jika di kelilingi banyak anak kecil.
Khay yang mengetahui jika ibunya, Amara, menyetujui kakaknya untuk merantau, merasa diperlakukan tidak adil.
"Kenapa ibu mengijinkan kakak untuk pergi, sedangkan aku? Aku bahkan tak kemana-mana, bu. Aku tetap di kota ini tapi ijinkan aku untuk menjadi detektif." pinta Khay.
"Tidak! Sekali ibu bilang tidak, tetap tidak!" tegas Amara.
Khania beberapa kali membujuk ibunya lewat sambungan telepon, namun usahanya juga sia-sia. Mungkin sifat keras kepala ibunya menurun pada Khay yang juga kukuh mempertahankan keinginannya.
Beberapa bulan hidup di Kota M, Khania merasa hidupnya baik-baik saja. Gaji yang dia dapat sangatlah lebih dari cukup dan kadang mengirimkan sedikit uang untuk ibunya yang tinggal di Kota D.
Dan akhirnya, setelah menunggu selama empat bulan, Khania benar-benar dipertemukan dengan pangeran berkuda putihnya.
Namun di jaman sekarang, tidak ada pria yang menunggangi kuda ya. Lebih tepatnya turun dari mobil mewah berwarna putih.
Hari itu adalah hari ulang tahun Yayasan Anak Bangsa. Dan pendiri sekaligus pemilik yayasan tentu saja hadir di acara tersebut. Banyak yang terkagum-kagum dengan ketampanan pria yang akan mewarisi yayasan ini, juga perusahaan besar yang terkenal di Kota M.
Rakha Wicaksana. Pria 27 tahun itu terkenal sangat ramah dan sopan dengan semua orang. Meski terlihat dingin tapi setelah mengenalnya, orang-orang akan melihat sisi lain dari dirinya.
Khania yang saat itu sedang sibuk menata makanan untuk acara hari ini, tak sengaja bertemu dengan Rakha. Saat itu, Rakha seperti melihat bidadari yang turun ke bumi. Wajah cantik dengan rambut panjang tergerai. Lalu senyum yang selalu terulas di bibir tipisnya, membuat Rakha langsung jatuh hati padanya.
Usai acara itu, Rakha diam-diam mencari tahu tentang Khania. Ternyata dia mengajar di kelas taman kanak-kanak. Hal itu membuat Rakha makin jatuh hati dengannya.
Khania sangat menyayangi anak-anak didiknya. Dan suatu siang, Rakha menunggu Khania hingga selesai mengajar.
"Maaf, Tuan menunggu siapa? Semua murid sudah pulang." tanya Khania sopan.
"Saya menunggu ibu gurunya..." jawab Rakha di iringi senyum maskulinnya.
Wajah Khania seketika memerah dan menunduk.
#Bersambung...
Hai hai, Mamak datang dengan cerita baru 😃😃😃
Jangan lupa selalu dukung ya 😚😚😚
Karena kalian adalah... semangatku 💪💪
Terima kasih 🙏
Khania tersipu malu mendengar kalimat Rakha. Ia tidak tahu jika Rakha adalah pemilik yayasan tempatnya bekerja.
"Boleh saya berkenalan dengan ibu guru?" tanya Rakha sopan. Ya, pria ini memang terkenal dengan kesopanan dan kebaikan hatinya.
Mimpi apa aku semalam? Kenapa tiba-tiba ada pria yang datang padaku?
"Saya Khania, Tuan. Kalau boleh saya tahu..."
"Rakha. Rakha Wicaksana." Rakha mengulurkan tangannya.
Khania menyambut uluran tangan Rakha.
Sepertinya namanya tidak asing. Pernah dengar dimana ya?
"Jangan panggil 'tuan'. Panggil saja Rakha." ucap Rakha.
"Ah, iya. Tapi Tuan, Eh Rakha ada keperluan apa?"
"Tidak ada. Saya hanya... ingin mengenalmu lebih jauh..." ucap Rakha to the point.
Wajah Khania bersemu merah. Entah ini suatu keberuntungan atau bukan, Khania masih belum tahu.
Penampilan Rakha yang rapi dengan setelan jas nya, menunjukkan jika dia bukan dari kalangan biasa seperti Khania.
"Apa boleh saya mengantarmu pulang?" tanya Rakha.
"Hah?" Khania terkejut.
"Jangan takut, saya hanya ingin tahu tempat tinggalmu."
"Umm, saya tinggal di apartemen dekat sini." jawab Khania kembali menunduk.
Khania memang tidak ahli menghadapi pria. Ia sangat gugup jika berhadapan dengan pria.
"Maaf kalau saya membuatmu tidak nyaman. Tapi jika kau tidak keberatan, apa saya boleh menemuimu lagi setelah ini?"
Khania mengangguk. Rakha tersenyum manis ke arah Khania. Senyum yang bisa membuat hati wanita bertekuk lutut di depan Rakha.
.
.
.
Beberapa bulan telah berlalu, hubungan Rakha dan Khania semakin dekat saja. Khania bahkan rela tidak pulang ke kota halamannya karena ia ingin terus bersama Rakha. Sejauh ini Khania belum menceritakan hubungannya dengan Rakha pada ibu atau saudara kembarnya.
Hingga akhirnya Khania setuju menerima perasaan Rakha, dan mereka mulai berpacaran. Rakha masih menyembunyikan identitasnya sebagai pemilik yayasan tempat Khania bekerja. Rakha tahu dengan sifat Khania yang sederhana, pasti ia tidak akan mau menerima Rakha yang seorang pria kaya.
Namun, setelah hubungan mereka dirasa sudah cukup untuk saling mengenalkan keluarga, akhirnya di hari jadi mereka ke 6 bulan, Rakha membawa Khania ke rumahnya dan bertemu dengan keluarganya.
Rakha tinggal dengan ibunya dan dua adiknya. Ibu Rakha bernama, Liana. Richie Wicaksana, adik lelaki Rakha, dan Ghaniya Wicaksana, si adik bungsu.
Tak ada keanehan dalam keluarga itu. Khania merasa di terima sebagai tamu di rumah itu, meski ia bukan dari kalangan orang kaya seperti mereka.
.
.
.
Khay mengelap keringat yang mengalir di pelipisnya. Ia mencoba menghubungi nomor ponsel kakaknya kembali. Dan hasilnya masih sama.
"Kakak... Kenapa perasaanku tidak enak? Apakah terjadi sesuatu denganmu di Kota M, atau ini hanya perasaanku saja?" gumam Khay.
"Ah, sudahlah. Mungkin hanya perasaanku saja. Sebaiknya aku tidur saja. Kalau terlambat nanti pasti si Ray akan marah lagi padaku." Khay pun memejamkan matanya dan menuju ke alam mimpi.
Keesokan paginya, seperti biasa Ray menggedor pintu kamar Khay karena Khay tak juga menjawab panggilan darinya.
"Khay!!! Kau sudah bangun?" ucap Ray dengan menggedor pintu kamar Khay.
Khay yang baru saja terbangun merasa terganggu dengan suara Ray yang berteriak. Ia pun akhirnya beranjak dari tempat tidur dan membuka pintu.
"Ya ampun, Ray! Ini masih pagi dan kau sudah berisik!!" sungut Khay dengan menggaruk kepalanya.
"Astaga, Khay! Kau ini anak perawan tapi kau sangat jorok! Dan ini sudah tidak pagi lagi. Apa kau tidak punya jam di kamarmu?" sungut Ray tak kalah sengit.
"Hmm, sorry sorry. Aku tidak bisa tidur semalam, jadi...akhirnya aku terlambat bangun. Ya sudah, aku akan mandi dulu."
Khay kembali masuk dan tak lama ia keluar dengan outfit andalannya, kaos lengan pendek dan celana jeans.
Khay mengajak Ray untuk sarapan lebih dulu meski sudah bukan waktunya sarapan pagi.
"Ada apa dengan jam tidurmu? Apa kau terlalu banyak pikiran hingga tak bisa tidur?"
"Entahlah. Aku hanya merasa ada yang tidak baik tentang Kak Khania. Kau tahu 'kan jika perasaan kami sangatlah peka. Jika terjadi sesuatu dengan salah satu diantara kami, pasti yang lain juga merasakannya."
"Hmm, jadi karena itu. Kau sudah menghubunginya?"
"Sudah, tapi ponselnya tidak aktif. Dia tidak pernah seperti ini sebelumnya." Khay mulai menunjukkan wajah cemas.
"Sudahlah, mungkin ponsel Khania mati dan dia lupa mengisi daya nya." ucap Ray berusaha menenangkan Khay.
"Hmmm, semoga saja begitu. Bagaimana dengan kasus pembunuhan kemarin, apa sudah ada titik terang?"
"Belum. Kita ambil kasus yang lain saja. Aku tidak mau ambil resiko. Apalagi jika polisi sampai mengancam kita."
"Ah, kau sangat tidak asyik. Baru di gertak segitu saja kau menyerah." Khay mengerucutkan bibirnya.
"Terserah kau saja! Yang jelas aku tidak mau ambil resiko!"
Saat masih berdebat, tiba-tiba ponsel Khay berdering. Sebuah panggilan dari ibunya.
"Ibu?" Khay mengernyitkan dahinya.
"Hei, kenapa tidak kau angkat?" tanya Ray melihat Khay hanya memandangi ponselnya.
"Ibuku? Aku tidak percaya jika dia masih ingat denganku..."
"Ck, kau ini. Angkat saja dulu! Siapa tahu ada hal penting."
Dengan malas Khay menjawab panggilan dari ibunya.
Wajah Khay berubah serius dan sedikit menakutkan, menurut Ray.
"Ada apa ini? Pasti ada hal yang penting 'kan." Gumam Ray menatap wajah serius Khay.
Khay mengakhiri panggilan dengan ibunya. Ia mencoba mengatur nafasnya. Masih tak percaya tentang hal yang dikatakan oleh ibunya.
"Khay... Are you okay?" tanya Ray dengan melambaikan tangannya di depan wajah Khay.
"Seperti dugaanku, Ray. Terjadi sesuatu dengan Kak Khania."
"Heh?! Kau serius?!"
Khay mengangguk pelan dengan ekspresi wajah yang sangat sulit diartikan oleh Ray.
#Bersambung...
berikan dukungan untuk karya baru Mamak ini yaa...
Meski baru bab2 awal, semoga kalian sukak dengan ceritanya yg agak berbau2 misteri 😬😬😬
terima kasih 🙏🙏😊😊
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!