“Angel, sayang ayah?” Tanya Hendra pada puteri satu-satunya itu.
“Sayang, saaaaaayaaang banget.”
“Oh, ya? Tapi pasti nanti kalau Angel dewasa dan memiliki pasangan. Sayang Angel ke ayah akan berubah.”
“Tidak akan.” Jawab polos Angel.
Hendra mengelus lembut rambut sang puteri yang berada dalam dekapannya. Dari kecil, Angel memang tidak pernah bisa tidur tanpa sang ayah di sisinya.
Angel adalah anak tunggal dari pasangan Hendra dan Adelia. Namun, Angel tak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu, karena Adelia meninggal tepat dua hari setelah melahirkannya. Adelia kehilangan banyak darah setelah beberapa jam melahirkan buah hati pertamanya itu. Ia Sempat tertolong, tapi keesokan harinya Adelia tidak mampu bertahan dan menghembuskan nafas terakhir tepat di hadapan Hendra.
Kala itu, Hendra sangat terpukul, karena Adelia adalah wanita yang sangat ia cintai. Hendra selalu bertekad menjadikan Adelia sebagai cinta pertama dan akan menjadi yang terakhir. Kemudian, kehadiran sang buah hati itu mengobati rasa kecewanya. Oleh karena itu, Hendra memberi nama puterinya dengan nama Angel Agnita Putri, karena putrinya adalah malaikat pembawa kebahagiaan baginya.
Angel pun tak pernah pisah dari sang ayah. Ia selalu ketergantungan pada sosok itu. Ia juga anak yang penurut dan patuh, sehingga Hendra semakin menyayanginya. Jika Hendra melarang sesuatu padanya, maka Angel tidak akan melakukan itu. Ia hanya akan melakukan apapun yang ayahnya sukai, walau harus mengorbankan apa yang ia sukai.
“Hingga dewasa nanti, tetaplah jadi anak perempuan ayah yang penurut.” Kata Hendra, di sela-sela alam bawah sadar Angel, ketika ia hendak tidur malam, yaitu antara terlelap dan tidak.
Kepala Angel mengangguk, padahal matanya sudah tertutup sempurna. Konon waktu seperti itu adalah waktu yang tepat untuk menghipnotis anak secara alami. Jika melakukan terapi alam bawah sadar ini, keesokan harinya secara otomatis si anak akan melakukan apa yang di katakan orang tuanya pada waktu itu, karena memori akan terekam kuat di waktu itu.
Lalu, Hendra pun tertidur setelah melihat putrinya terlelap. Hampir setiap malam, Hendra menanamkan kata-kata itu pada Angel.
Angel tinggal di Bandung bersama ayah, nenek, dan adik perempuan ayahnya yang bernama Ella. Angel memanggil Ella dengan sebutan ‘Bibi’ atau sama seperti ‘tante’, sedangkan sang nenek di panggil dengan sebutan ‘Enin’. Ella wanita workholic. Ia sibuk berkarir, hingga di usia matang pun, ia tak kunjung menikah.
Keesokan paginya.
Tok.. Tok.. Tok..
Angel membuka pintu rumahnya yang tadi di ketuk. Ia melihat Om Radit, yang merupakan sahabat ayahya berdiri di sana.
“Eh, ini Angel ya?” Tanya Radit dengan senyum sumringah di temani oleh sang istri yang bernama Dila.
“Iya, Om, Tante.” Angel menyalammi punggung tangan Radit dan Dila.
“Eh, ada tamu jauh. Ya ampun, tumben datang di hari kerja begini. Ayo masuk.” Ucap Hendra dari dalam rumahnya.
“Aku sengaja cuti hanya untuk ke rumahmu. Apa kabar?” Radit memeluk sahabatnya itu.
“Alhamdulillah baik. Wah, aku jadi tersanjung” Jawab Hendra.
“Ayo masuk!” Kata Hendra lagi yang langsung menyambut tamunya. Sedangkan Dila hanya tersenyum.
“Angel sudah besar ya.” Kata Dila.
“Iya, cantik lagi.” Sahut Radit.
“Kalau saja Angel sudah lulus SMA, akan om jodohkan dengan Adrian.” Kata Radit lagi yang juga di angguki oleh istrinya.
Hendra tertawa. “Iya, padahal seru ya kalau kita besanan. Tapi Angel baru lulus SMP.”
“Masih ingusan.” Kata Hendra, sambil tertawa diiringi tawa kedua tamunya.
“Ih, Angel udah ga ingusan ayah.” Rengek Angel manja.
Hendra, Radit, dan Dila pun semakin tertawa melihat ekspresi Angel.
“Wah, ada tamu ya.” Nenek Angel ikut keluar dan menyalami tamunya.
Ia pun ikut duduk bersama tamunya itu.
“Enin sehat?” Tanya Dila pada nenek Angel.
“Alhamdulillah sehat.” Jawab Enin.
“Angel tidak sekolah?” Tanya Dila lagi.
“Kebetulan hari ini dia sudah libur, tinggal menunggu penerimaan SMA saja.” Jawab Hendra yang di angguki Angel.
“Main ke rumah tante yuk! Kan kamu lagi libur panjang. Dulu, waktu kecil kamu kan sering nginep di rumah tante.”
Angel menggeleng. “Angel ga bisa tidur kalau ga sama ayah.”
“Uh, dasar anak ayah.” Ledek Radit, membuat semuanya tertawa.
“Ngomong-ngomong ada apa nih?” Tanya Hendra.
“Memang kami ke sini harus ada perlu ya?” Radit bertanya kembali, sambil bergurau.
Hendra tertawa.
“Tapi memang kami ke sini ingin mengantarkan ini.” Radit menyerahkan kertas tebal dengan ikatan tali merah di depannya.
“Wah, jadi Adrian mau nikah? Alhamdulilah.” Ucap Hendra dengan wajah sumringah.
Adrian adalah anak tunggal Radit dan Dila. Sebelumnya, mereka pernah sepakat akan menikahkan Adrian dan Angel. Namun, perbedaan usia Adrian dan Angel cukup jauh dan sekarang Adrian pun telah menemukan tambatan hatinya.
“Padahal, saya tuh pengennya Angel yang jadi istri Adrian.” Ucap Radit lesu.
“Ya, namanya belum jodoh, Dit. Ngga bisa di paksakan atuh. Lagian ini kan wanita pilihan Adrian sendiri.” Sahut Hendra.
“Iya, sih.”
“Nah, itu dia, Ndra. Adrian dan calon istrinya ini ngga bisa di pisahin pisan. Nempel terus kaya perangko. Makanya, di nikahkan weh.” Kata Dila.
“Iya tidak apa, toh Adrian juga sudah jadi dokter.” Kata Enin.
“Iya, Bu. Tapi kan baru lulus sarjana kedokteran, belum jadi apa-apa. Karirnya masih panjang.” Jawab Dila.
“Ya, tidak apa, sambil berkarir tetap membina keluarga.”
“Iya, sih.” Jawab Dila lesu.
Kemudian, kedua keluarga itu bercengkrama hangat, hingga setelah makan siang, baru mereka pamit dan pulang.
****
Malam ini, Hendra, Angel, Enin, dan Ella bersiap menghadiri pernikahan putra tunggal Radit dan Dila. Acara pernikahan berlangsung di sebuah hotel yang cukup terkenal di Bandung.
Setelah melalu puluhan menit perjalanan, mereka pun sampai di sana.
“Wah, pestanya mewah, A.” Kata Ella pada Hendra.
“Iyalah, Radit dan Dila kan juga memang orang kaya. Tapi mereka orang kaya yang tidak sombong. Mereka mau bereman dengan ayah yang biasa saja.”
Nenek dan Ella mengangguk setuju.
Lalu, mereka masuk dan menemui Radit serta menyalami kedua mempelai.
“Hendra.. trima kasih sudah datang.” Radit memeluk sahabatnya.
“Pasti aku datang, Dit.” Hendra pun membalas pelukan itu.
Nenek, Ella, dan Angel pun bergantian bersalaman pada kedua mempelai dan orang tuanya. kemudian, mereka berfoto bersama.
Setelah itu, Angel berkeliling mencari makanan yang ia inginkan. Ia ingin makan yang panas, karena cuaca di luar cukup dingin. Angel mengambil semangkuk kecil bakso dengan kuah yang cukup panas.
Bruk
Angel yang sudah hati-hati membawa mangkuk bakso itu pun menabrak seorang pria berbadan kurus dan tinggi.
“Aww.. panas.” Teriak Angel, tanpa menoleh ke arah pria yang menubruknya itu.
Tiba-tiba pria itu langsung meraih tangan Angel dan meniupnya. Pria itu adalah Malik, keponakan Radit yang sering menginap di rumah Radit setelah kedua orang tuanya bercerai. Ibunya Malik yang juga seroang dokter adalah adik dari Radit. Beberapa waktu lalu, Hendra sempat berpapasan dengan remaja labil itu di rumah Radit, ketika Hendra tengah berkunjung ke rumah sahabatnya itu. Hendra menyebutnya remaja nakal, karena Malik memang terlihat nakal dari cara berpakaian dan tingkah cuek da tidak kenal sopan.
Malik berusia lima tahun di atas Angel, sementara Adrian lima tahun di atas Malik. Walau Malik dan Adrian berbeda usia cukup jauh, tapi keduanya sangat dekat seperti kakak dan adik. Apalagi setelah ayah dan ibu Malik bercerai. Ia semakin dekat dengan keluarga Radit, bahkan ia lebih menghargai Radit sebagai ayah di banding ayahya sendiri.
“Makanya kalau jalan lihat ke depan, jangan nunduk aja!” Kata Malik.
“Ih, kamu tuh yang jalannya selonong-selonong aja.” Cibir Angel.
Namun, pria itu tetap cuek dan tak mengucapkan maaf. Lalu, Tiba-tiba Hendra datang.
“Ada apa Angel? Tanganmu merah.” Ucap Hendra dan dengan cepat menarik tangan Angel yang berada di tangan pria itu.
Hendra menatap pria yang sudah melukai tangan putrinya.
“Kamu, kamu bukannya keponakan Radit?” Tanya Hendra, sambil menunjukkan tangannya ke wajah Malik. Namun, dengan rasa tak bersalahnya, Malik malah pergi meninggalkan Hendra dan Angel di sana.
“Dasar, anak kurang ajar.” Kesal Hendra.
“Siapa sih, Yah?” Tanya Angel.
“Itu keponakannya Radit. Ayah pernah bertemu dengannya di rumah Radit. Kacamata ayah di duduki dan dia tidak minta maaf. Dasar anak tidak tau sopan santun.” Hendra masih kesal menatap Malik dari kejauhan.
Malik pun melihat ke arah Hendra dan tersenyum saat melihat ke arah Angel yang tak melihat ke arahnya.
“Dasar cewek culun.” Gumam Malik sambil tersenyum ke arah Angel. Pasalnya saat ini, Angel menggunakan kacamata dan rambut yang di kuncir dua ke atas. Ia pun memakai kawat gigi.
Enam tahun berlalu, Angel dengan semangat mempercepat kuliahnya dengan mengambil semua mata kuliah yang tersisa, sehingga pada semestr depan ia dapat memulai skripsi. Angel kuliah di Sekolah Tinggi Ilmu Admiistrasi swasta di Bandung. Ia tak di terima di negeri karena pada saat ujian serempak berlangsung, ia jatuh sakit dan tak dapat mengikuti ujian tersebut.
Bibi Ella juga sudah menikah satu bulan yang lalu. Akhirnya, ia menemukan pasangan yang cocok. Kini, ia tinggal bersama suaminya di rumah yang berbeda, walau tak jauh dari rumah Hendra.
“Ngel, setelah lulus nanti, kamu mau apa?” Tanya Bibi Ella yang tengah menikmati makan malam di rumah Hendra.
“Kerjalah, Bi.” Jawab angel, sambil mengunyah makanannya.
“Sudah ada referensi?” Tanya suami Bibi Ella yang bernama Fajar.
Angel menggeleng. “Skripsi juga belum, Mang.”
Amang, panggilan Angel pada Fajar, yang artinya Paman.
“Amang punya temen, katanya perusahaan di kantornya mau mendirikan cabang di Jakarta. Tapi tahun depan, karena sekarang mereka masih fokus di satu kantor pusat yang berada di Bali.”
“Perusahaannya bagus, A?” Tanya Bibi Ella pada suaminya.
“Katanya sih, bagus. Menangani proyek-proyek pembangunan pemerintah. Saat ini bos nya belum butuh sekretaris, karena punya asisten. Tapi mungkin nanti, dia butuh. Semoga saja, pas bos besarnya itu butuh sekretaris, kamu sudah lulus.”
“Aamiin, mudah-mudahan, Mang. Ini juga Angel berusaha untuk cepat lulus.”
“Aamiin.” Ella dan nenek ikut mengaminkan.
Kemudian, Hendra mengelus kepala putrinya.
“Anak ayah, hebat.”
Angel tersenyum. Ia memang ingin sekali membuat ayahnya bangga.
“Tapi, kalau Angel bekerja dengan temanmu itu, dia harus tinggal di Jakarta?” Tanya Hendra yang baru sadar letak perusahaan yang di sebut Fajar tadi.
“Iya sih, A. Jauh ya?”
Hendra mengangguk.
“Jangan khawatir, A. Kan tiga bulan lagi Aa fajar di pindahkan ke Jakarta dan Ella juga sudah di acc akan di pindahkan ke sana. jadi kalau Angel di terima di perusahaan itu, Angel bisa tinggal sama kita. Iya kan A?” Arah mata Ella tertuju pada suaminya.
“Iya, betul.”
Hendra terdiam. Ia menyuapkan makanan itu perlahan.
“Sudah saatnya, kamu melepas Angel, Ndra. Dia sudah besar, biarkan dia mengepakkan sayapnya sendiri.” Kata Enin.
Angel menatap wajah sedih sang ayah. Ia tidak berani mengambil keputusan besar ini sendiri, biar ayahnya saja yang memutuskan. Kalaupun ia tak bekerja di tempat yang Fajar bilang itu, ia tak masalah, yang penting ayahnya bahagia.
“Memang kalau kamu di terima bekerja di Jakarta, kamu mau, Nak?” Tanya Hendra pada putrinya.
Angel perlahan menagnggukkan kepalanya. Ia pun ingin mencoba mandiri. Keinginan yang sudah lama terpendam.
“Tapi kalau ayah tidak suka, tidak apa. Angel bekerja di dekat-dekat sini saja nanti.”
Hendra menarik nafasnya kasar. Sungguh, ini sangat berat. Ia tak pernah jauh dari puterinya.
“Ya sudah, selesaikan dulu kuliahmu. Nanti saatnya tiba, ayah akan ambil keputusan.”
Angel tersenyum dan mengangguk.
****
Waktu terus berjalan, Satu tahun berlalu. Kini Angel tengah bersuka cita, menjadi peserta pada kelulusan Sarjana ilmu administrasi tahun ini.
Hendra di temani oleh sang ibu duduk di bangku penonton. Ia bangga melihat puterinya duduk di antara para peserta yang lulus itu.
Gedung yang luas itu ramai oleh gema suara MC yang meminta para peserta didik yang lulus di sana untuk maju satu persatu. Nama Angel pun di panggil. Angel yang memakai kebaya, di balut pakaian wisuda berwarna hitam dan toga yang menempel di kepalanya itu pun berdiri, lalu berjalan menghampiri beberapa orang sebagai petinggi kampus itu untuk penyerahan ijazah secara simbolik dan menggeser tali toga yang ada di kepalanya.
Setelah semua nama peserta selai di panggil satu persatu, lalu MC kembali menyebut nama Angel sebagai peserta yang lulus dengan hasil cumlaude.
“IPK tertinggi tahun ini adalah Angel Agnita Puteri dari program ilmu administrasi.”
“Aa..” Angel menutup mulut dengan kedua tangannya. ia terkejut dan tak menyangka sama sekali.
“Selamat, Angel.”
“Selamat, ya.”
“Aku udah prediksi, Ngel. Pasti kamu yang dapat IPK tertinggi.”
Ucap teman-teman yang duduk dekat dengannya di sana. Angel pun berdiri sambil menyalami teman-teman yang mmngucapkan selamat padanya itu. Lalu, Ia di minta MC untuk berdiri di ats mimbar dan memberikan sedikit kata sebagai mahasiswa berprestasi.
Hendra semakin bangga dengan putrinya. Angel pun melambaikan tangan, saat ia melewati tempat duduk yang di duduki nenek dan ayahnya itu.
Angel berdiri di atas mimbar dan mendekatkan mulutnya pada mic.
“Ekhem.. Alhamdulillah, Hmm.. Saya grogi karena tidak menyangka akan berdiri di sini.” Ucap Angel dengan kaki sedikit gemetar.
Lalu, ia melanjutkan kembali perkataannya, “sebelumnya saya berucap syukur pada Allah subhanahu wata’ala atas segala nikmat dan karuniaNya. Terima kasih untuk ayahku tercinta, yang telah memberikan seluruh kasih sayangnya, bersusah payah membiayai anaknya untuk bisa menjadi seperti sekarang. Terima kasih ayah karena telah menjadi ayah terbaik di dunia. Terima kasih Enin, nenek Angel tersayang, atas dukungannya selama ini. terima kasih untuk para dosen dan semua orang yang membuat saya bisa berdiri di sini. terima kasih.” Angel meneteskan air matanya, begitu pun Hendra yang berada jauh di sana.
Semua orang bertepuk tangan, setelah mendengar penuturan Angel. Ruangan itu tiba-tiba menggema dengan suara riuh tepukan tangan dan siulan yang semuanya di tujukan pada Angel.
Ayah Angel pun mengeluarkan airmata dengan deras, di temani pelukan sang ibu di sampingnya. Ia merasa telah berhasil mendidik puterinya dengan baik, sesuai janjinya pada almarhumah sang istri sebelum sang istri menghembuskan nafas terakhirnya waktu itu.
Fajar memberikan surat lamaran Angel pada seorang temannya di Jakarta, seperti yang sebelumnya ia katakan.
Dret.. Dret.. Dret..
Ponsel Angel berbunyi dengan panggilan video call, tertera di sana nama ‘Bibi Ella’
“Hallo, Bi. Assalamualaikum.” Wajah Bi Ella dan Angel pun sudah terlihat di layar ponsel itu.
“Apa kabar, Ngel?” Tanya Ella.
“Baik, Bi.”
“Enin dan Aa hendra juga gimana kabarnya? Sehatkan?”
“Alhamdulillah semua sehat.”
“Alhamdulillah.” Ucap Ella di sana.
“Oh, iya. Mang Fajar mau ngomong nih, katanya kamu di minta interview di perusahaan temannya si Aa.”
“Oh, ya?” Tanya Angel dengan Mata berbinar.
Tiba-tiba Ella mengubah wajahnya ke arah Fajar.
“Benar, Ngel. Kamu di minta datang untuk interview. Kamu langsung di jadikan sekretaris bos besar perusahaan teman Amang, dia orang bule, orang Inggris katanya. Kamu mahir bahasa Inggris kan?”
Angel mengangguk. “Iya, Mang. Bisa.”
“Angel, beri ponselmu pada Aa Hendra. Biar Bibi sama Amang yang memina izin supaya kamu di bolehkan kerja di sini.”
Angel mengangguk senang. Sungguh hatinya sangat senang, walau saat ini ia belum di nyatakan di terima di perusahaan orang Inggris itu.
Kemudian, Angel menyerahkan ponselnya pada sang ayah. Lama, Hendra berbincang dengan Ella dan Fajar sambil melirik ke arah putrinya. Sesekali Hendra pun menunduk. Lalu, percakapan melalui video call itu pun berakhir.
Hendra berjalan menghampiri puterinya dan menyerahkan ponsel miliknya itu.
“Ini.”
Angel menerima ponsel yang tadi di pakai sang ayah.
“Bagaimana, Yah? Boleh?” Tanya Angel lirih.
Nenek Angel pun menyaksikan raut wajah tak rela dari Hendra.
“Hmm.. Kamu mau ke Jakarta?” Hendra balik bertanya.
Angel mengangguk pelan. “Tapi kalau ayah tidak izinkan. Tidak apa, Yah. Angel bekerja di sini saja.”
Hendra terdiam. Ia tersenyum karena puterinya begitu patuh dan mengutamakannya.
“Mengapa kamu mau kerja di sana, Ngel?” Tanya Hendra lagi.
“Hmm.. Hanya ingin mengeksplore diri, Yah. mencari pengalaman bekerja di ibukota.”
Hendra kembali terdiam.
“Ayah akan jarang melihatmu. Apa kamu tidak kangen?”
“Hendra, teknologi sekrang semakin canggih. Kamu lihat ella tadi, kita bisa melihat wajahnya dan bagaimana keadaannya di dalam ponsel itu.” Jawab Enin.
Angel tersenyum dan mengangguk.
“Hmm.. Baiklah, pergilah, Nak. Kepakan sayapmu agar dapat terbang tinggi, setelah lelah kembalilah pulang. Ayah akan selalu menunggumu di sini.”
“Terima kasih, Ayah.” Angel langsung memeluk pria paruh baya yang masih terlihat muda itu. Kemudian, ia beralih pada sang nenek dan memeluknya.
“Terima kasih, Nin.”
“Iya, Sayang.” Nenek membalas pelukan itu dan menepouk punggung Angel.
“Kapan kamu berangkat, nak?” Tanya Hendra lagi.
“Lusa, Yah.”
****
Hari ini, Hendra bersiap mengantar puterinya ke rumah Ella, sekaligus ia dan sang ibu berkunjung ke rumah sang adik.
Jarak jakarta Bandung memang tidak terlalu jauh, jika lancar dan tidak macet dalam waktu tiga jam bisa sampai ke sana. Hendra mengendarai sendiri mobilnya. Ia memang seorang enterpreneur, ia membuka usaha kuliner di beberapa kota Bandung.
Hendra tiba di depan rumah Ella dan langsung di sambut oleh sang adik beserta adik iparnya.
“Aa.. Mamah..” Teriak Ella dari dalam rumahnya.
Ia melihat ibu, kakak, dan keponakannnya yang keluar dari mobil.
“Ella.” Enin pun memeluk anaknya.
“Aunty.” Angel pun memeluk bibi nya.
“Halah, biasa juga Bibi, kenapa sekarang jadi aunty? Mentang-mentang mau jadi sekretaris orang bule.” Ucap Ella.
“Latihan, Bi.” Jawab Angel nyengir.
Setelah lama di rumah Ella. Angel pun di lepas oleh sang ayah.
“Cepat atau lambat, memang ini harus terjadi dan memang sudah waktunya kamu mandiri, mengerjakan segala sesuatu tanpa ayah.”
Angel memeluk sang ayah dan menangis.
“Ayah.”
“Janji pada ayah, kalau kamu bisa menjaga dirimu sendiri.” Kata Hendra menampilkan jri kelingkingnya.
“Angel janji ayah.” Angel pun menyatukan jari kelingkingnya pada jari kelingking sang ayah.
Hendra tersenyum.
“Jangan pernah meninggalkan kewajibanmu untuk selalu bersyukur padaNya!” Kata Enin.
Angel mengangguk lagi.
Enin mengelus rambut Angel. “Enin pasti akan sangat merindukanmu.”
“Ayah juga.” Sahut Hendra.
“Angel juga pasti akan selalu merindukan ayah dan Enin.” Angel mengecup pipi kedua orang yang selalu ada di sisinya sejak kecil.
Hendra kembali menepuk punggung putrinya, lalu melepasnya, setelah lama berpelukan.
“Ayah dan Enin, pulang dulu ya.” Ucap Hendra.
Angel, Ella, dan Fajar pun mengangguk.
Mereka kembali ke dalam rumah, setelah mobil Hendra tak lagi terlihat dari pandangan.
“Ngel, istirahat gih sana. supaya besok pagi fresh.” Kata Fajar dan di angguki Ella.
Angel pun mengangguk. Lalu, memasuki kamar yang sudah di siapkan oleh paman dan bibinya itu.
****
Pagi ini, Angel sudah siap dengan pakaian kerjanya. Ia tampak cantik dengan hiasan natural dan bibir berwarna merah muda. Tubuh Angel ramping dan proporsional. Ia tak gemuk juga tak terlihat kurus. Ia cukup memiliki buah dada dan bokong yang padat, tapi tidak besar. Kini, ia juga tak lagi menggunakan kawat gigi dan kacamata. Minus di mata Angel berkurang karena ia rajin meminum jus wortel dan membeli alat terapi mata yang iklannya selalu ada di homeshopping. Ternyta ia cocok menggunakan alat tersebut, hingga minusnya di matanya tinggal 0,25 saja.
“Wah ponakan Bibi udah cantik banget.” Kata Ella yang melihat Angel keluar dari kamarnya menggunakan blouse lengan panjang dan rok sepan selutut berwarna biru dongker.
Angel membiarkan rambutnya terurai, tapi ia menjepit bagian depannya saja agar terlihat rapih.
“Jangan pakai ini!” Kata Ella lagi, sambil melepas jepitan rambut di poni Angel.
Lalu, Ella merapihkan rambut Angel dan sedikit membuat bagian bawahnya bergelombang.
“Nah, seperti ini jadi lebih cantik.” Kata Ella lagi.
“Kamu sudah punya pacar, Ngel?” Tanya Fajar tiba-tiba, sambil menarik kursi di meja makan itu.
“Mana boleh sama ayah.” Jawab Angel yang ikut duduk di hadapan kakak iparnya.
“Tapi, pasti ada donk yang suka sama kamu.”
“Mungkin.” Angel mengerdikkan bahunya.
“Dia tuh, sombong jadi cewek, A. Sama kaya aku dulu.” Sahut Ella yang membuat semuanya tertawa.
“Hmm.. Percaya.” Jawab Fajar.
“Hmm.. kamu emang harus percaya.” Rengek Ella sambil menggelitiki suaminya.
“Iya, percaya. Sayang.”
“Haduh.. sepertinya Angel sudah kenyang.” Angel pun berdiri dan pergi meninggalkan kedua orang yang tenga bermesraan itu.
“Angel makan dulu.” Teriak Ella.
“Ngga ah, nanti takut ngiri ngeliat Amang sama Bibi.” Jawab Angel yang sudah jauh di luar.
“Kamu sih, Angel tuh jomblo.” Ella memukul lengan suaminya.
“Biarin, biar dia ngga jomblo lagi.” Jawab Fajar.
Empat puluh menit, Angel sampai di kantor yang Fajar beri tahu. Agar tidak terlambat, Angel masih menggunakan ojek online, mungkin pulangnya ia akan mencoba menaiki angkutan umum.
Lalu, Bruk
Tiba-tiba Angel bertubrukan dengan pria berbadan tinggi tegap dan berparas tampan. Ada sedikit bulu-bulu halus yang menghiasi bagian dagunya. Pria itu terlihat putih bersih.
“Maaf, Pak. Maaf.” Angel berusaha mengambil kertas yang berserakan di lantai.
“Hey, kalau jalan matanya di pasang. Jangan bengong!” Kata pria itu dengan suara dingin.
“Maaf, Pak. Sekali lagi maaf.” Kata Angel, sambil membungkukkan sebagian tubuhnya.
Pria itu adalah Malik, asisten sekaligus kaki tangan andalan bos besar yang berkewarganegaraan Inggris bernama David. Malik menatap Angel dari kepala hingga kaki. Ia menyipitkan matanya. Ia seperti pernah melihat wajah itu, tapi kapan dan di mana, ia pun lupa.
“Cantik juga.” Gumam Malik dalam hati.
Lalu, Malik merampas kertas yang ada di tangan Angel.
“Sini.”
Ia pun pergi meninggalkan Angel yang masih berdiri.
“Ish, dasar pria sombong.” Gumam Angel dan kembali melangkahkan kakinya ke dalam. Ia pun bertanya pada resepsionis di sana.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!