NovelToon NovelToon

Titip Salam

Keroyokan

#1

Keroyokan

"Kamu pasti curang kan? Kamu utak-atik motor aku waktu kita semua lagi lengah, ya kan?" Suara dengan intonasi tinggi itu penuh dengan amarah hingga menggema dalam kesunyian sebuah gang yang gelap.

"Kamu kenapa gak bisa terima kekalahan. Aku kan sudah bilang sebelumnya, motor kamu perlu istirahat. Kekalahan itu akibat kesombongan kamu sendiri."

Ada perdebatan sengit disana. Seseorang dengan kesombongan yang merasa telah direndahkan akibat sebuah kekalahan yang tidak bisa dia terima. Seseorang lainnya berusaha meluruskan apa yang menjadi kesalah pahaman akibat sebuah prasangka yang tak beralasan.

"Omong kosong! Guys, bereskan."

Suara pukulan demi pukulan disusul raungan kesakitan menggema di tengah-tengah minimnya pencahayaan dan gelapnya malam.

Ini adalah pengeroyokan!

...

(Pov. Diana)

Malam minggu merupakan malam yang terasa lebih panjang dari pada malam-malam lainnya. Karena pada malam minggu kehidupan hiruk pikuk jalanan lebih padat bahkan sampai pagi buta pun masih ada saja kendaraan yang berlalu lalang.

Pada momen malam minggu umumnya digunakan oleh para orang tua mengajak jalan-jalan anak-anak mereka tanpa khawatir anak-anak tidur kemalaman atau tidak mengerjakan pr sekolah karena esoknya mereka libur.

Selain itu pemuda pemudi juga memanfaatkan malam minggu untuk jalan-jalan nongkrong bareng teman-teman dan mungkin ada juga yang lebih dari sekedar teman atau istilahnya pacar.

Kalau aku sih, jangan ditanya. Jangankan pacar, teman nongkrong saja tidak punya. Semua teman sepergaulanku tipe anak rumahan. Kami jarang sekali keluar rumah untuk hal-hal diluar tugas sekolah. Mungkin karena kami tidak punya kendaraan pribadi dan rumah kami cukup berjauhan. Tapi tidak masalah, toh masa remajaku tetap asik dan menyenangkan menurutku.

...

Namaku Diana Shandy. Aku adalah siswi kelas 3 di SMP N 15 Gresik. Kota kecil yang masuk ke dalam Provinsi Jawa Timur ini merupakan Kota kelahiran sekaligus tempat dimana aku dibesarkan sampai saat ini.

Aku pingin banget cerita panjang lebar tentang Kota kelahiranku ini. Tapi gak usah lah kayaknya ya, Kalian tinggal cari tahu dari laman internet pasti sudah banyak banget informasi di sana. Pokoknya Kotaku ini selain banyak polusi industri, banyak makanan dan jajanan enak, ceweknya caem caem loh..

Ehem, contohnya sebut saja aku. (Huweeek)

Hahaha.. Becanda.

Kebetulan malam ini adalah malam Minggu. Aku menghabiskan malam mingguku dengan hang out bareng teman satu geng-ku.

Tapi bohong! Hahaha..

Espektasi anak muda pasti seperti itu di malam Minggu. Tapi nyatanya sekarang aku sedang ngedate dengan buku dan alat tulis guna mengerjakan tugas kelompok praktikum biologi

dirumah temanku, Hera, sejak sore hari tadi.

Seperti yang aku katakan sebelumnya, aku tipe anak rumahan yang keluar rumah hanya untuk urusan sekolah.

Yah, seperti saat ini. Kalau tidak ada tugas sekolah lebih nyaman di rumah menonton televisi sambil bermalas malasan. Hahaha.. (tim rebahan)

"Huft.. Akhirnya selesai juga" kataku sambil meregangkan otot lengan dan leher setelah lelah menunduk untuk mengerjakan tugas praktikum biologi.

"Iya tinggal disalin aja di lembar folio kan, biar aku aja besok yang tuliskan." Sahut Hera temanku.

"Oh iya Di, kamu pulang malem-malem sendirian berani gak? Kalo gak biar ntar minta tolong diantar mamaku aja gimana?" Kata Hera dengan wajah khawatir.

Hera sangat mengerti aku anak rumahan yang sangat jarang keluar malam-malam. Apalagi jalan sendirian. Padahal ini kategori masih belum terlalu malam. Mungkin baru satu jam yang lalu matahari pulang beristirahat.

"Gak usah Her, aku berani kok pulang sendirian, gak usah repot-repot." Jawabku.

"Atau kamu mau telpon ayahmu biar dijemput?"

"Gak usah lah, lagian ini kan malam Minggu jadi jalanan pasti rame. Aman lah..". Dalam hati aku berkata kalau aku sudah SMP sudah saatnya aku lebih mandiri. Tidak boleh merepotkan Ayah apalalgi untuk hal yang seharusnya mampu aku atasi sendiri.

"Ya udah kalo gitu. Mau langsung pulang atau nyantai dulu aja disini?".

"Langsung pulang aja deh, dari pada kemaleman".

Aku segera membereskan alat tulis dan buku-buku milikku yang berserakan ke dalam tas ransel hijau army favoritku. Sebelum pulang aku berpamitan pada mamanya Hera dulu. Ini adalah adab bertamu yang diajarkan oleh orang tuaku. "Kalo mau pulang harus pamit, biar gak disangka kambing main nyelonong aja, gak sopan." Aku selalu memegang teguh norma kesopanan itu.

Kalian juga harus begitu ya.

Rumah Hera tidak begitu jauh dari rumah tinggalku. Yah, kurang lebih berjalan kaki lima belas menit lah, kalau melalui jalan tikus alias menerobos gang-gang sempit.

Seperti yang aku katakan pada Hera, jalanan memang lebih ramai dari biasanya. Maklum, ini kan malam Minggu. Aku pun berjalan santai dan tidak ada rasa cemas atau takut berjalan kaki sendirian. Malah aku memanjakan mataku menoleh kiri dan kanan seolah menikmati pemandangan malam di jalanan kota yang sangat jarang aku dapatkan.

Aku sudah setengah perjalanan. Kini saatnya memilih jalan pintas melalui gang-gang pemisah antara dua jalan Kota.

Banyak gang yang bisa dipilih untuk dilewati. Namun lebih amannya aku memilih gang yang padat rumah penduduk karena otomatis memiliki pencahayaan yang lebih terang dari pada gang yang jarang rumah penduduknya. Maklum, aku memang tidak nyaman dengan kegelapan dan tidak punya banyak nyali untuk hal-hal yang berbau mistis.

Aku tidak suka gelap. Oleh karena itu sebisa mungkin aku tidak akan pernah memilih jalur yang minim pencahayaan. Salah satu jalur yang akan aku hindari adalah gang Lawas yang

berarti gang kuno atau gang lama yang hanya ada gedung dengan dinding menjulang tinggi dan beberapa rumah kuno peninggalan Belanda yang tidak berpenghuni manusia. Kalau tidak naik motor dibonceng ayahku, aku tidak pernah melewati gang itu. Apalagi malam-malam begini. Dalam pikiranku bila melewati gang Lawas yang panjang bagai lorong gelap gulita itu seperti berada pada dimensi lain. Takutnya ujung gang itu bukan mengarah pada sisi jalan di sana, melainkan di dunia gaib. Ah, seramnya.. Bisa dibayangkan lah ya betapa horrornya suasana di

area itu.

Biarpun di jalanan terlihat ramai dan banyak pengendara, tapi di gang itu begitu sepi dan minim pencahayaan yang membuat fantasi-fantasi horor bahkan hanya ketika memandangnya.

Meskipun tidak mau melewati gang Lawas, tapi setiap melewati bibir gang itu mataku selalu saja menoleh menyisir kegelapan di gang itu. Seperti ada daya magnet memancing rasa penasaran, yang menarik urat leherku untuk menoleh meski hanya sekilas. Kalian pasti juga pernah merasakan rasa penasaran yang tinggi untuk menoleh ke tempat yang gelap bahkan mencekam meskipun enggan untuk berada disana.

Kini kakiku mulai melangkah di bibir gang Lawas. Seperti biasa leherku spontan menoleh ke dalam gang yang gelap tersebut.

Apa itu? Ada apa disana?

Aku terpaku melihat segerombolan orang di tengah-tengah gang. Sedang apa mereka? Sepertinya ada sesuatu yang tidak beres.

...

Bersambung...

Author's cuap :

Hai teman-teman terimakasih sudah mampir. Novel ini adalah karya pertamaku di NT.

Sebelumnya mohon maaf bila gaya bahasa mungkin masih terkesan berantakan, sambil belajar ya...

Novel yang aku tulis adalah kisah remaja dan berharap bisa menjadi bacaan ringan untuk para pembaca mulai dari mulai dari usia remaja. karena jujur sedikit miris ketika di novel dan komik yang banyak konten dewasanya ternyata pembacanya adalah mereka yang masih dibawah umur. Syedih akuh tuh..

Selanjutnya semoga novel ini bisa menghibur dan bermanfaat untuk pembacanya.

Jangan lupa klik tanda jempol di bawah sebagai bentuk support kamu untuk author

Terimakasih..

Jiwa Kesatria

Author's cuap :

Terimakasih teman-teman pembaca sudah lanjut ke episode ini.

Kalo teman-teman pembaca pada antusias dengan jalan cerita yang aku tulis, aku jadi makin semangat dong buat lanjut..

Oh ya, jangan lupa setelah membaca episode ini, klik tanda jempol di bawah sebagai bentuk support kamu untuk author,

yuk ah, next..

 

#2

Jiwa Kesatria

Aku masih terpaku menatap kerumunan beberapa orang di tengah-tengah gang yang bagaikan lorong panjang gelap gulita tersebut. Aku masih ingin memastikan bahwa mereka benar-benar manusia dengan kaki yang menapak tanah. Jujur aku orangnya sedikit penakut untuk urusan dedemit.

Sayup-sayup ku dengar kata-kata kasar, ancaman, dan sumpah serapah keluar dari mulut mereka. Kalau didengar dari suaranya, mereka seperti kumpulan beberapa remaja laki-laki yang mungkin usianya tak jauh denganku.

Aku semakin menajamkan mata dan telingaku. Tak berapa lama kemudian, terlihat empat orang diantaranya memukuli seseorang lagi yang telah terpojok di dinding bangunan gedung tua yang menjulang tinggi. Aku membekap mulutku menutupi rasa terkejut atas apa yang aku lihat.

Sebenarnya bukan urusanku untuk turut ikut campur. Tetapi, rasanya tidak tega melihat ketidak adilan terpampang didepan mata seperti ini. Bila mereka berkelahi satu lawan satu sih, kubiarkan saja. Karena ini lawan yang tidak seimbang aku tidak bisa diam saja. Bagaimana bila nanti dia mati? Berarti aku akan turut menanggung dosa membiarkan ada angkara murka yang seharusnya bisa aku cegah. Apalagi suasana sekeliling memang sepi. Apa memang harus aku yang menolongnya? Ah, aku harus turun tangan.

Sepertinya mereka hanya sekumpulan anak-anak berandalan pengecut yang akan kabur ketika ada orang lain yang melihat aksi mereka. Dari suara yang masih cempreng dan postur tubuh mereka yang tidak begitu besar dariku, aku yakin mereka benar-benar masih bocah. Tapi mereka bawa senjata tidak ya? Lebih baik aku tidak dating denga tangan kosong.

Aku mencari sesuatu sebagai senjata untuk menakut-nakuti mereka. Tapi kalau terpaksa akan kugunakan sebagai pelindung diri sehingga memberi kesempatan aku untuk kabur apabila terdesak. Aku kan juga tidak mau malah menjadi korban berikutnya. Kalau situasi memang tidak baik, aku akan kabur dan berteriak mencari bantuan. Anggap saja itu planning B.

Kuambil balok kayu ukurang lengan orang dewasa dan beberapa kaleng bekas di tumpukan rongsokan yang berada di bibir gang itu. Cukup lah..

Kupasang penutup kepala jaketku untuk menutupi wajahku supaya tidak sampai dikenali. Lebih tepatnya lebih baik aku harus terlihat sebagai laki-laki. Mereka akan meremehkan aku bila tau aku perempuan. Jangan salah, satu tingkat lagi aku sedang menuju sabuk hitam. (Sombong sedikit)

Aku mulai berjalan perlahan mendekati mereka. Dari jarak kurang dari lima meter aku dapat melihat wajah-wajah pengroyok itu. Kutandai kalian ya..

Tunggu! Aku seperti mengenali salah satu diantara mereka.

"Itu terlihat seperti Mario," gumamku tanpa bersuara.

Mario adalah teman seangkatanku namun berbeda kelas. Dia adalah salah satu siswa yang cukup populer di sekolahku. Dia adalah kapten di tim futsal sekolah, dia juga merupakan salah satu personil band sekolah, dan dengan tampang yang rupawan pula sudah pasti menjadi bintang yang cukup dikenal oleh para siswa maupun para guru. Fans fanatiknya sudah tidak terhitung. Apa benar dia sekeren itu?

Aku melonggarkan tenggorokanku berusaha menciptakan suara barritone se-garang mungkin.

"Woooiii... Jangan main keroyokan!" teriakku sambil melempar kaleng bekas ke arah

mereka untuk menarik perhatian mereka dengan menimbulkan kegaduhan.

Gila! Nekat juga aku. Aku seperti kerasukan arwah Bruce Li saja. Entah dari mana keberanian yang aku miliki sekarang.

Ku lebarkan lenganku agar tampak kekar sambil mengangkat balok kayu yang cukup besar seolah bersiap menghempaskan semut-semut nakal yang berebut batu manis alias permen.

Dengan percaya diri aku berjalan dengan langkah sedikit dipercepat mendekat ke arah mereka. Sudah cukup sangar gak sih?

"Ada yang dateng, kabur aja yuk," begitu sayup-sayup yang kudengar dari bisikan salah satu diantara mereka.

Wajah mereka berempat tampak panik melihat ada orang yang mendekat tenngah memergoki mereka

sedang melakuakn tindakan keroyokan. Namun, salah satu dari mereka lebih tepatnya seseorang yang bernama Mario tersebut berbalik menghadapku seperti sedang menantangku.

"Siapa kamu? Gak usah ikut campur urusan orang kalo gak mau kena masalah juga." Ucap Mario dengan intonasi tinggi.

Waduh! Aku sedikit tersentak. Ternyata diluar dugaanku. Diantara mereka ada yang bernyali dan balik menantangku. Aku pikir mereka akan langsung kabur terbirit-birit begitu melihat ada orang lain yang melihat aksi pengeroyokan yang mereka lakukan. Padahal aku sudah membawa pentungan balok kayu sebesar ini. Rupanya mereka bukan bocah ingusan yang mudah ditakut-takuti. Sempat menyesal karena merasa sok jagoan. Tapi karena sudah terlanjur basah begini, baiklah kalau begitu. Sepertinya hanya aku harapan pemuda yang bonyok itu.

"Sini maju kalau berani." Gertakku dengan suara yang masih dibuat se ngebass mungkin.

Tampak Mario mulai berjalan ke arah ku sambil mengepalkan tangan.

Waduh, waduh, gawat!

Aku berusaha menyembunyikan rasa panik dan bersiap mulai memasang kuda-kuda mengambil ancang-ancang memberi perlawanan balik.

"Hyaaaat.."

Nah lo.. Berantem beneran nih..

Sebelum bogeman Mario itu sampai kepadaku, kulemparkan balok itu ke perutnya untuk memberi jarak, kemudian kutendang sekaligus balok kayu yang menghantam perut Mario hingga dia terdorong ke belakang dan terjerembab ke tanah.

Tidak sia-sia aku mengikuti ekskul bela diri. Ternyata sangat berguna disaat seperti ini. Aku cuma berharap yang kulakukan ini memihak pada yang benar.

Sontak ketiga teman Mario yang lain berusaha memapah Mario untuk bangkit.

“Kita cabut aja Mar! Dari pada ntar malah banyak orang yang datang.” Bisik-bisik teman Mario.

Aku sedikit khawatir apakah tendanganku terlalu keras? Apakah menyerang bagian vital? Perasaan sih tidak!

"Awas kamu ya." Teriak Mario mengancam sambil menunjuk kearahku dan pergi menggunakan motor yang diparkir dekat sana dengan saling berboncengan.

"Fiuh.. Segitu doang. Hahaha, Selamat.." Batinku dengan sedikit rasa sombong.

Setelah yakin mereka berempat telah pergi, aku mendatangi seseorang yang sudah terduduk lemas di sudut tembok, si korban pengeroyokan.

"Kamu gak apa apa?" Tanyaku pada anak laki-laki yang sedang meringis kesakitan.

"Gak

apa-apa gimana? sakit semua ini." Sahutnya sambil berusaha berdiri.

Melihatnya sedikit kesulitan akupun memegangi lengannya dan membantunya bediri.

"Terimakasih ya," ucapnya kemudian.

"Iya sama-sama, rumah kamu disekitar sini? Apa kamu bisa pulang sendiri?"

Aku melihatnya mengernyit heran.

"Kamu cewek?" Dia malah balik bertanya sambil memasang tampang terkejut mendengar suaraku yang sudah normal kembali.

Ups, apa sebaiknya aku pura-pura pakai suara ngebass lagi?

"Iya, aku cewek, emangnya kenapa?" Jawabku sambil sedikit cengengesan.

Aku melihatnya tersenyum sambil geleng geleng kepala.

"Gila ya, berani banget kamu. Sekali lagi terimakasih ya, aku bukan orang sini. Rumah aku lumayan jauh. Aku kuat bawa motor sendiri kok,"

“Kamu bukan maling ayam kan? Atau maling jemuran?”

Cowok itu tergelak mendengar pertanyaanku. “Memangnya aku ada tampang seperti itu?”

Aku memperhatikannya sekilas. Wajahnya tidak menunjukkan tampang maling atau berandalan. Sepertinya dia anak baik-baik. Semoga saja dia adalah benar-benar korban. Jadi aku tidak perlu merasa bersalah menendang Mario barusan.

"Ya udah hati-hati, buruan pulang trus cepet diobatin lukanya. Aku balik dulu ya."

"Tunggu!" Katanya sambil meraih lenganku kemudian memberikan uluran tangan mengajakku bersalaman.

"Aku Willy,"

Aku memandangnya lagi selama beberapa saat. Meskipun bonyok-bonyok, ganteng juga ternyata. Hehehe..

"Aku Diana," Jawabku sambil tersenyum dan membalas uluran tangannya.

"Okeh, aku balik yah, hati-hati di jalan, daa daaah" Aku melambaikan tangan dan berbalik memunggunginya untuk melanjutkan perjalanan pulang. Lebih baik segera pergi takutnya Mario malah membawa massa yang lebih banyak.

"Diana, mau aku antar?"

Waduh, sebenarnya lumayan juga dapat tumpangan gratis. Tapi bisa gempar orang serumah lihat aku diantar pulang sama cowok. Tidak.. tidak..

"Gak usah, rumah aku dekat sini." Jawabku sopan lalu berbalik berlawanan arah dari arah Mario dan teman-temannya kabur tadi. Semakin jauh dari titik lokasi dan semakin mendekati bibir gang..

Tunggu sebentar,

Aneh! Tak kudengar suara motor dinyalakan atau pergerakan di belakang. Apa jangan-jangan orang itu ternyata hantu gang ini yang sedang mengerjai aku? Dan ketika aku menoleh dia sudah raib menghilang entah kemana.

Aku membuka penutup kepalaku dan tiba-tiba merasakan angin dingin meniup tengkuk leherku. Aku mulai dibuat merinding oleh suasana horor ini. Pelan-pelan kuberanikan diri menoleh kebelakang memastikan keadaan di belakang.

deg..

deg..

Ternyata...

...

Bersambung...

Author's cuap :

Ini nih, mulai horror kan..

Pertanda Apa?

Author's cuap :

Terimakasih untuk temen-temen yang masih setia lanjut bacanya,

Jangan lupa nih, kalo udah selesai baca episode ini,klik tanda jempol 👍 dibawah sebagai bentuk support kamu buat author

Next...

 

 

3

Pertanda Apa?

(pov. Willy)

Vroom.. vroom.. vroom..

Ini adalah Sabtu malam atau sering disebut malam Minggu. Semua orang yang kujumpai di jalanan tampak tertawa bahagia penuh keceriaan bersama keluarga dan teman-teman menikmati libur akhir pekan. Yah, kecuali aku.

Namaku R. Willy Ardian. Aku siswa kelas 3 di SMP N 10 Gresik. Aku lahir di Yogyakarta dan baru pindah ke Kota Gresik ketika masuk sekolah dasar.

"Malam minggu kelabu." Itulah tagline yang cocok untuk apa yang aku alami saat ini. Betul-betul sial nasibku. Muka babak belur dan sekujur tubuh serasa remuk setelah mendapat welcome party (dari sudut pandang penuh ironis) sekelompok berandalan pengecut yang tidak terima atas sebuah kekalahan.

Untung saja “si item” motor kesayanganku tidak menjadi korban kedua amukan bocah-bocah berandalan itu. Andai saja malaikat penolongku tadi terlambat beberapa menit saja, si item sudah dipastikan menjadi kenangan.

Ku pacu kuda besi tahun 80-an barang antik nan eksotis, si itemku sayang untuk menjelajah keramaian jalanan kota dengan perasaan geram bercampur cemas. Geram dengan ulah pengeroyokan Mario cs, rival ku di sirkuit

liar pinggir Kota beberapa hari lalu, dan rasa cemas untuk hukuman apa yang akan diberikan mamaku saat beliau melihat wajah tampan anak nya penuh luka lebam. Aku tidak bermaksud kepede-an dengan mengatai diriku tampan, tapi aku hanya mengutip pujian dari mamaku yang selalu mengatakan aku adalah anaknya yang paling tampan. Aku percaya pada mamaku.

Bayangkan saja, ini baru pertama kali aku turun balapan. Tapi hadiah kemenangan yang aku dapat sungguh diluar dugaan. Mungkin ada campur tangan petuah dari mamaku yang telah aku langgar. Beliau mengizinkan hobi otomotifku, namun sangat melarang keras aku terjun ke dunia balap liar.

"Ini nih hasilnya kalau gak nurut kata mama." Itulah kalimat yang selalu terlontar ketika ada hal buruk yang menimpaku akibat dari ulahku sendiri yang tidak patuh akan peringatan-peringatan dari mamaku. Seolah ada kekuatan magis bersifat kutukan didalamnya.

Tapi semua ibu, kurang lebihnya akan melakukan hal yang sama tak pernah bosan memberikan petuah-petuah bijak sebagai pembelajaran tentunya agar anak-anaknya tidak melakukan tindakan di luar batas. Itu adalah

tanggung jawab ibu dalam mendidik anaknya. Maafkan anakmu ini ma, anakmu ini hanya manusia biasa yang penuh dengan rasa penasaran.

Aku benar-benar takut membayangkan tampang sangar mamaku ketika marah. Ketika beliau bertanya dari mana aku mendapatkan luka-luka polkadot di wajahku ini? Ketika beliau tau aku turun ke arena balapan? Beliau pasti akan sangat shock, matanya melotot lebar, berkacak pinggang sambal menggelengkan kepala. Lalu setelah itu sesi persidangan akan dimulai. Palu akan diketok sembari dibacakannya hukuman.

"Willy, kamu tidak boleh keluar rumah kecuali sekolah dan ekskul selama tiga bulan!"

dan,

"Willy, mama potong uang jajan kamu juga!"

Terakhir, yang paling tidak aku inginkan.

"Willy, motor kamu mama sita selamanya, alias mama jual!"

Aaarrrggh...

Aku tidak sanggup berpisah dengan si item. Aku sudah merawatnya dengan cinta kasih sejak dia buluk hingga sekarang mulus, seksi, dan mengkilat. Si item sudah seperti sahabatku, pendengar setia keluh kesahku, tempat berbagi rahasia tanpa harus takut rahasia itu bocor kemana-mana.

...

"Aku Diana,"

Tiba-tiba terbayang lagi senyum itu. Senyum seorang kesatria penolongku. Dia ternyata seorang perempuan. Perempuan yang benar-benar pemberani.

"Diana.." gumamku.

"Siapa ya, dia? Sepertinya dia seumuran denganku."

Aku menjadi sangat penasaran dibuatnya. Sosok pemberani yang tiba-tiba muncul dari kegelapan. Melangkah maju tanpa ada rasa gentar padahal dia kalah jumlah. Empat lawan satu, Empat kubu lawan dan hanya dirinya seorang berbekal balok kayu. Aku? Bahkan berdiri pun masih belum sanggup ketika itu. Aku tidak mungkin bisa membantunya bila perkelahian benar-benar terjadi saat itu.

Mengingat kejadian demi kejadian itu membuatku semakin takjub padanya. Dia bisa memukul mundur Mario hanya dengan sekali tendangannya. Syukurlah pihak lawan terlalu pengecut untuk melanjutkan perkelahian dan memilih kabur setelah melihat Mario tersungkur. Aku pastikah Mario pasti sangat malu ketika tau dia hampir memukul perempuan namun sekaligus berhasil dikalahkan oleh perempuan ajaib itu. Hahaha.. rasakan kau Mario!

Hal terakhir yang membuatku merasa geli sendiri dengan tingkah konyolku. Yah, ketika pengeroyokan telah berlalu meninggalkan aku dan gadis itu.

Pikiranku melayang pada titik akhir perjumpaanku dengannya. Ketika itu aku menawarinya tumpangan untuk mengantarnya pulang. Tetapi dia menolak dan memilih berjalan kaki. Dia beralasan rumahnya sudah tidak jauh lagi. Mungkin dia merasa ragu aku bisa membawanya pulang dengan selamat melihat kondisiku yang babak belur. Dia memilih berbalik kemudian berjalan menjauh.

"Apa dia malaikat ya? Tapi kok gak cantik-cantik amat sih, hehe.." candaku dalam hati yang masih mengagumi keberanian cewek itu sambal menatap punggungnya yang berbalut jaket abu-abu dengan tas ransel hijau army yang sedari tadi digendongnya. Seperti anak sekolahan yang baru pulang dari bimbelnya.

Lucunya, aku tidak segera pergi meninggalkan lokasi kejadian, untuk segera pulang seperti yang dilakukan oleh gadis itu.

Aku malah berdiri mematung memandangi punggung gadis yang sudah menolongku itu menjauh dan semakin jauh. Lama aku memandanginya, entah apa yang aku tunggu. Aku terhipnotis.

Aku jadi teringat salah satu adegan film layar lebar yang pernah aku tonton di televisi "Kalau ada cewek berjalan pergi menjauhi kamu, tapi di beberapa langkah kemudian dia menoleh ke arahmu, wah.. itu tandanya ada sesuatu. Kejar!"

Situasi ini begitu mirip dengan adegan film itu. Mungkinkah setelah beberapa langkah dia akan menoleh seperti pemeran wanita di film itu?

Aku meraup wajahku dan tertawa geli dalam hati dengan pikiran-pikiran konyolku.

"Kamu mikir apa sih Willy.." gumamku.

Lebih baik aku segera pulang dan mengobati luka-luka ini. Badanku juga terasa nyeri dimana-mana dan butuh istirahat.

Saat tanganku meraih helm, kulihat sesuatu yang membuatku kembali mematung.

Eh,

"Dia menoleh,"

Seketika pikiranku menjadi linglung.

"Dia tersenyum,"

Astaga! Jantung ini menjadi tak terkendali.

Akupun spontan membalas senyum dan melambaikan tangan perlahan.

Pertanda apa ini? Apakah yang dikatakan oleh adegan film itu benar? Ada sesuatu diantara kami saat ini? Benarkah secepat pertemuan singkat ini dapat memberikan sesuatu yang baru antara kami? Atau hanya aku

sendiri yang merasakannya? Lantas untuk apa dia kembali menoleh menatapku sekali lagi? Apa aku harus mengejarnya? Tapi untuk alasan apa? Tuhan, kenapa pikiranku menjadi penuh drama.

Aku meringis geli sambil memeluk erat gulingku ke kiri dan ke kanan. Konyol sekali..

Tok.. tok..

Suara ketukan pintu membuyarkan lamunanku. Aku semakin meringkuk memeluk guling dan menyembunyikan wajahku yang tidak akan terlihat juga sebenarnya karena keadaan lampu yang sengaja kupadamkan dari tadi.

Karena tidak ada jawaban, pintu pun dibuka. Aku mendengar langkah kaki mendekat dan tangan hangat membelai kepalaku.

Yah, kebiasaan mamaku di malam hari untuk memastikan anak-anaknya tidur tepat waktu. Hanya sebentar saja, kemudian aku mendengar langkah kaki itu menjauh dan suara pintu ditutup.

Baiklah, untuk malam ini aman. Semoga besok pagi memar nya sudah tidak terlalu membekas.

Pikiranku kembali lagi pada gadis itu, Diana. Mungkinkah kita akan berjumpa lagi?

Mungkin dong..

Please God, bikin jadi mungkin..

...

Bersambung..

Teman-teman jempolnya 👍 di bawah jangan lupa ya,,

Komen dan vote juga,

Support author biar makin semangat nulisnya

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!