NovelToon NovelToon

Suamiku Om-Om Galak

Aaa Bunda Tolong!

Prolog

"Aaaa Bunda tolong!"

Bunda Yasmin terlonjak mendengar suara teriakan dari lantai atas. Wanita itu sedang menebak dalam pikirannya tentang apa yang terjadi antara putra semata wayangnya dengan gadis yang baru ia nikahi pagi tadi.

“Baby kenapa? Diapakan sama Damar sampai berteriak begitu?” gumamnya.

Ia beranjak membuka pintu kamar. Suara gaduh semakin terdengar jelas dari sana. Tetapi Bunda Yasmin tidak lantas menuju lantai atas. Ia memilih tidak ikut campur dengan urusan pasangan suami istri baru itu.

Menghela napas, sang bunda masuk kembali ke dalam kamar dan membaringkan tubuhnya di tempat tidur.

“Damar sudah dewasa, dia tahu apa yang terbaik.”

Sementara itu di lantai atas, Baby, seorang gadis berusia 19tahun itu bersandar di dinding dalam keadaan gemetar ketakutan. Ia baru saja mendorong Damar, suaminya, yang mencoba membuka jubah mandi yang membalut tubuhnya.

“Bambang, sini kamu!” ucap Damar setengah berteriak.

“Nggak mau!” Baby menggeser kaki selangkah demi selangkah menjauh dari Damar yang semakin maju mendekati. Sambil berusaha membenarkan jubahnya yang sudah setengah terbuka yang nyaris menampakkan belahan dadanya.

“Menolak suami itu dosa, kamu ngerti nggak sih.”

“Nggak ngerti!” jawabnya dengan cepat.

Semakin kesal dibuatnya, Damar mempercepat langkahnya, menarik tubuh Baby dan menghempasnya hingga terjerembab ke atas tempat tidur. Baby meraih benda apapun yang berada di sekitarnya dan melemparkan ke arah Damar. Bantal kepala, bantal guling, dan selimut sudah teronggok di lantai. Tidak ada lagi benda yang dapat digunakan sebagai senjata untuk melindungi dirinya.

Damar menerkam tubuh Baby dan tak memberinya ruang untuk bergerak. Semakin ia memberontak untuk melepaskan diri, semakin erat pula Damar mencengkramnya.

Keringat dingin sudah membasahi tubuhnya, ada air mata yang tertahan di sana.

“Tolong lepasin, Mas!” lirih Baby seraya memukul-mukul dada Damar dengan tenaga yang tersisa.

Detik itu juga Damar menangkup kedua sisi wajah Baby dan tanpa peduli apapun menyatukan bibir mereka. Kelopak mata Baby mengerjap ketika merasakan bibir Damar bermain di bibirnya.

Agak memaksa, namun tidak kasar. Ada sebuah rasa yang begitu sulit ia pahami. Ini adalah ciuman pertama yang diambil paksa. Mungkin sebentar lagi segel perawan juga akan disobek paksa oleh Damar.

“Bunda tolong ... Mas Damar jahat!” teriak Baby dengan cepat ketika berhasil membebaskan bibirnya dari tawanan suaminya.

“Jangan teriak! Kamu nggak malu teriakan kamu didengar tetangga?”

Mulut Baby terbuka untuk meraup udara demi mengumpulkan tenaga dan berteriak lagi, namun segera dibungkam dengan ciuman oleh Damar.

Kini Baby sudah kehilangan banyak energi. Batinnya berteriak dan meraung memohon pertolongan dari semesta.

Ayah, ibu, Bunda, tolong!

Tidak ada lagi yang bisa ia lakukan selain meremas kain seprai sekuat tenaga. Seluruh keberanian dan tenaganya seperti tercabut dari tubuhnya. Damar bahkan tidak memberinya celah untuk bernapas.

Tiba-tiba ....

Tok Tok Tok! Suara ketukan pintu yang cukup keras membuat ciuman paksa itu terhenti.

“Damar, buka pintunya. Baby kamu apakan sampai berteriak begitu?” desak Bunda Yasmin dari balik pintu.

Mendengus kesal, Damar melotot tajam menatap makhluk lemah yang berada dalam kungkungannya. Ia berdiri dengan tidak relanya, kemudian beranjak menuju pintu. Sementara Baby membenarkan jubah mandi dan meringkuk di sudut ruangan.

“Damar ada apa ini?” bentak Bunda Yasmin sesaat setelah pintu terbuka. Pandangannya menyapu seisi kamar. Cukup berantakan layaknya telah terjadi gempa berkekuatan 9,9 SR.

“Anu, Bun ... Si Bambang teriak-teriak.”

“Namanya Baby, Damar!” seru Bunda Yasmin. “Kamu ini nggak ada lembut-lembutnya sama istrimu. Kamu apakan Baby sampai teriak-teriak begitu?”

Damar tidak menjawab. Hal itu membuat Bunda Yasmin menarik napas panjang seraya melirik Baby yang sedang bersandar di sudut dinding. “Kamu ini manusia, Damar, bukan kucing yang kalau mau 'itu' ribut dulu.”

"Kok malah disamain sama kucing Bun?"

"Karena kelakuan kamu kayak kucing garong." Ia bersungut-sungut memarahi Damar, lalu berjalan mendekat dan memeluk menantunya

“Ya Allah, sampai gemetaran begini. Kamu benar-benar keterlaluan, Mar!”

“Tapi aku belum apa-apain, Bun.”

“Kalau kamu apa-apain bisa pingsan dia!” seru Bunda Yasmin membungkam Damar. Ia membantu Baby berdiri dan mengusap keringat yang bercucuran di kening.

“Takut Bunda, Mas Damar jahat,” ucap Baby terbata-bata menahan rasa takut.

“Sudah, Nak ... Jangan nangis lagi. Tidurnya di kamar bunda saja ya.”

Baby mengangguk.

“Tapi, Bunda—” Damar mencoba untuk protes, namun membungkam begitu mendapat pelototan mata.

“Kamu kalau mau anu seharusnya bisa bujuk pelan-pelan, rayu yang baik. Bukan membuat istri kamu ketakutan seperti ini,” ujarnya. “Malam ini Baby tidur sama bunda.”

🌼🌼🌼

Ini adalah kisah antara Baby dan Damar. Dua orang dengan karakter bertolak belakang yang disatukan dalam sebuah perjodohan.

Damar memiliki karakter tegas cenderung galak, sedangkan Baby seorang gadis pecicilan.

Kisahnya dimulai dari pertemuan tak disengaja berikut ini .....

🌼

🌼

🌼

🌼

Ratusan mahasiswa di salah satu universitas ternama di ibu kota sedang terlibat aksi demo yang berakhir ricuh. Para mahasiswa yang terlibat aksi demo mempersenjatai diri dengan batu dan balok kayu. Bahkan beberapa di antaranya membawa senjata tajam. Mereka melempar batu ke arah polisi sehingga ada beberapa di antaranya yang terluka.

Tak lama berselang Damar, seorang pria yang bekerja sebagai seorang jurnalis dari sebuah stasiun TV ternama tiba di tempat kejadian. Sambil berlari kecil, laki-laki itu merekam aksi para mahasiswa dengan kamera. Dalam hati berdecak heran dengan tindakan brutal beberapa pelajar yang tampak tidak begitu peduli dengan keselamatannya sendiri. Bahkan beberapa diantaranya adalah mahasiswi.

BRUK!

Seorang gadis yang terbilang masih remaja baru saja menabrak tubuh Damar hingga kameranya terjatuh. Sontak mata elang Damar menatap tajam gadis itu.

"Ma-af, Om. Nggak sengaja menabrak Om."

“Enak saja panggil om, saya tidak pernah nikah sama tante kamu!” bentak Damar membuat gadis itu terlonjak.

"Galak amat, Om. Kan sudah minta maaf."

Damar tertawa sinis, lalu meraih kameranya. Ia memeriksa dan memastikan kamera tidak rusak. "Wah rusak. Gara-gara kamu nih LCD kamera saya rusak. Saya pastikan video kamu akan masuk berita utama besok."

Ucapan Damar membuat gadis itu terbelalak. Ia baru tersadar pria di depannya adalah seorang jurnalis, setelah melihat name tag yang menggantung di depan dadanya.

"Om wartawan?" tanyanya bernada takut.

"Kenapa memangnya?" sahut Damar ketus.

Tidak ingin aksi brutalnya tersebar, gadis itu hendak merebut kamera milik Damar. Sehingga Damar segera mengangkat tangannya tinggi-tinggi.

"Om, please! Hapus videonya, Om ..."

Damar hanya berdecih. Tidak mengindahkan gadis yang terus memohon kepadanya.

“Cepat lari, Beb … Itu ada polisi!” teriak seorang mahasiswi sambil menarik lengan temannya.

“Iya, sebentar,” jawab gadis itu, lalu menatap Damar dengan memelas. “Om, please, videonya dihapus ya. Jangan dimasukin ke TV.”

“Saya ini wartawan. Sudah tugas saya mencari berita. Saya bisa pastikan, besok wajah kamu akan muncul di TV,” ancam Damar dengan serius.

Kesal dan merasa tak terima, gadis berpenampilan tomboi itu melayangkan tinjunya ke wajah Damar. Damar yang belum siap dengan serangan itu pun terpaksa harus merasakan sakitnya terkena bogem mentah gadis itu.

“Syukurin!” seru gadis itu, lalu mengambil langkah seribu meninggalkan Damar yang masih mengusap wajahnya yang terasa kebas. Bahkan gadis itu tidak sadar bahwa ponselnya terjatuh.

“Ayo cepat lari, Beb.”

“Sebentar!” Ia mengusap saku celana jeans yang digunakannya dan baru tersadar bahwa ponselnya tidak ada. “Hape aku jatuh, aku mau ambil dulu.” Gadis yang terbilang masih remaja itu hendak kembali untuk mengambil ponselnya yang terjatuh, namun dicegah oleh temannya.

“Sudah gila ya? Tidak usah diambil, kalau kita tertangkap polisi, tamat riwayat kita.” Ia menarik lengan temannya, sehingga langkahnya terlihat menyeret.

“Tapi hape aku—”

“Sudah, cepat lari!”

Damar terus memperhatikan dua mahasiswi itu hingga tidak terlihat lagi, kemudian melirik sebuah ponsel yang tergeletak di antara rerumputan. Perlahan langkahnya terayun menuju benda pipih berwarna rose gold itu.

“Dasar mahasiswi barbar,” gerutu Damar sambil membolak-balikkan benda itu di tangannya. “Mau jadi apa generasi muda negeri ini kalau kelakuannya seperti mereka. Harus diservice ini kamera."

🌼🌼🌼🌼

Duduk di kursi kebesarannya, Damar kembali membuka video rekaman demo mahasiswa yang tadi sempat direkamnya. Ia akan mengedit terlebih dahulu sebelum menyerahkan ke redaksi.

Perhatiannya kemudian teralihkan pada sebuah ponsel yang tadi ia temukan di atas rerumputan. Milik seorang mahasiswi yang baginya memiliki kelakuan di atas nalar manusia normal.

"Baby Aurora ..." gumam Damar sambil membaca nama yang tertera di ponsel. "Namanya tidak sesuai dengan kelakuannya. Ibunya pasti salah memberi nama."

Dddrttttt

Ponsel bergetar tanda panggilan masuk. Damar sengaja tidak mematikan ponsel tersebut, sebab mungkin saja pemiliknya akan menghubunginya.

"Halo ..." ucap Damar sesaat setelah panggilan itu terhubung.

"Om, kembalikan hapeku ..." Suara seorang gadis di seberang sana terdengar memelas.

"Nama kamu Baby Aurora, kan?"

****

Belajar Bertanggung Jawab

"*Iya, Om! Nama*ku Baby."

"Saya akan kembalikan hape kamu, tapi kamu harus bertanggungjawab untuk kerusakan kamera saya."

"Kamera Om rusaknya parah, ya?" Gadis bernama Baby itu kedengarannya terkejut mendengar ucapan Damar.

Damar memutar bola mata sembari menghembuskan napasnya kasar. "Sudah berapa kali saya bilang, saya bukan om kamu!"

"Maaf, Om ... Eh Mas ... Saya akan ganti biaya perbaikannya. Tapi tolong kembalikan hape saya ya? Berapa biaya kameranya, Om?" Kini Baby mulai terdengar sopan.

Namun, rasanya Damar benar-benar tidak tahan bicara dengan gadis itu. Sudah beberapa kali diingatkan, namun ia tetap saja memanggil om.

"Satu juta enam ratus ribu rupiah!"

Senyap! Sepertinya Baby cukup terkejut mendengar harga yang baginya lumayan fantastis itu. Untuk ukuran mahasiswa sepertinya, uang sebanyak itu sangat lah besar, sebab Baby belum punya penghasilan sendiri. Dari jajan pun ia masih mengandalkan pemberian dari orang tuanya.

"Mahal amat, Om ... Eh Mas. Saya tidak punya uang sebanyak itu."

"Ya sudah, hape kamu akan saya jual untuk mengganti kerugian saya."

"Ja-jangan, Om. Hape itu ayah saya yang belikan. Tolong jangan dijual."

"Terserah! Saya beri kamu waktu satu minggu untuk mendapatkan uangnya. Kamu boleh menghubungi saya kalau sudah punya uang."

Setelah mengucapkan kalimat itu, Damar mematikan ponsel milik Baby dan menyandarkan punggungnya di kursi setelahnya.

Damar bisa saja mengembalikan ponsel itu. Uang perbaikan kamera bukan sesuatu yang terlalu besar baginya. Akan tetapi ia ingin gadis seperti baby belajar untuk bertanggung jawab. Bukan hanya membuat ulah dan cuci tangan begitu saja.

🌼🌼🌼🌼🌼

Malamnya …

Setelah melewati hari yang cukup melelahkan, Damar pulang ke rumah. Kedatangannya pun disambut oleh seorang wanita paruh baya dengan senyum ketulusan seperti biasanya. Bunda Yasmin, begitulah panggilan wanita itu.

“Assalamu alaikum, Bunda,” ucap Damar lembut seraya mengulurkan tangan, mencium punggung tangan sang bunda.

“Walaikum salam, Nak,” jawab wanita paruh baya itu sembari menatap wajah anaknya.

Seketika senyum yang menghiasi wajah teduh wanita itu meredup kala mendapati wajah putra semata wayangnya yang lebam di sekitar mata, seperti bekas pukulan. Ia mengulurkan tangan dan mengusapnya. “Ini wajah kamu kenapa, Nak?”

“Awh, jangan ditekan, Bun! Sakit ini.”

“Tapi itu kenapa, Damar?” Wanita itu terlihat sangat khawatir. Takut jika anaknya terlibat perkelahian.

“Tidak apa-apa, Bun. Ini tadi habis meliput demo mahasiswa dan ketemu babi kesasar,” jawabnya asal sambil menjatuhkan tubuhnya di sebuah kursi di dekat pintu, lalu membuka sepatu.

Sontak Bunda Yasmin terkejut mendengar jawaban anaknya. “Ketemu apa?” tanyanya membuat Damar gelagapan.

Tidak ingin membuat sang bunda khawatir, Damar pun menerbitkan senyumnya. “Tidak apa-apa, Bun. Cuma lebam sedikit.” Ia meletakkan sepasang sepatu di rak, kemudian berjalan masuk diikuti sang bunda di belakang punggungnya. “Aku mau ke kamar. Gerah, mau mandi.”

Saat kakinya mulai menjejaki anak tangga, Bunda Yasmin kembali memanggil. “Damar … Cepat mandi. Malam ini kita akan makan malam di rumah teman Bunda, sekalian mengenalkan kamu dengan anaknya.”

Baru beberapa anak tangga terlewati, langkah kaki Damar sudah terhenti. Lagi dan lagi, Bunda nya itu ingin menjodohkannya dengan anak teman semasa sekolahnya. Entah harus menjelaskan dengan cara seperti apa agar Bunda Yasmin mengerti bahwa Damar telah memiliki seorang kekasih yang ia cintai. Dan hanya dengan Tria lah Damar ingin melepas masa lajangnya. Namu hingga kini, Damar tak kunjung mendapatkan penjelasan, mengapa wanita selembut bundanya itu menentang keras hubungannya dengan kekasihnya.

“Bunda …” panggilnya dengan nada lemas, lalu kembali menuruni anak tangga menuju tempat bunda Yasmin sedang duduk. Damar menjatuhkan tubuhnya di sisi sang bunda. “Bunda kan tahu aku sudah punya Tria. Tria itu baik, Bun,” ucapnya melembutkan suara. “Coba Bunda mau mengenal Tria lebih dekat, penilaian Bunda pasti berubah.”

“Damar, kamu yang belum mengenal Tria dengan baik. Bunda tidak mau kamu menyesal di kemudian hari.” Sambil mengusap bahu putranya.

“Tapi, Bun … Tria tidak seperti yang Bunda pikir.”

“Suatu hari, kamu akan tahu sendiri bagaimana Tria yang sebenarnya. Kalau Bunda yang jelaskan kamu tidak akan percaya. sekarang lebih baik kamu mandi, terus kita berangkat.”

Damar menarik napas dalam. Sekali pun ia menolak untuk dijodohkan dengan seorang gadis yang tidak dikenalnya, namun menentang sang bunda untuk saat ini rasanya tidak mungkin. Damar tidak ingin mengambil resiko dengan membahayakan Kesehatan bundanya. Sebab itu, ia memilih menurut saja.

🌼🌼🌼🌼

Pukul tujuh malam mereka telah berada di sebuah rumah sederhana. Damar menatap bangunan di depannya dengan perasaan malas.

“Ini rumah siapa, Bun?" tanyanya sambil meneliti rumah sederhana itu.

"Ini rumah teman bunda. Kamu kenalan saja dulu sama anaknya. Bunda yakin, kamu akan suka. Anaknya masih muda, kok. Cantik lagi."

Damar hanya mengangguk pelan. Baginya tidak ada gadis yang lebih cantik dari kekasihnya, Tria. Dengan langkah malas, ia mengekor di belakang bundanya yang sudah lebih dulu melangkah menuju pintu.

Tok Tok Tok

Tiga kali Bunda Yasmin mengetuk pintu dan menunggu beberapa saat, hingga pintu itu terbuka. Tampak seorang wanita seusia Bunda Yasmin tersenyum menyambut tamunya.

"Assalamu alaikum ..." ucap Bunda Yasmin.

"Walaikum salam, Yasmin!" Dua wanita itu tampak saling berpelukan melepas rindu, seolah lama tak bertemu.

"Maaf Rin, aku baru sempat datang hari ini. Damar sangat sibuk belakangan ini," ucap Bunda Yasmin dengan ramah.

"Tidak apa-apa, Yas. Ini Damar, ya?" tanyanya.

Dengan sopan, Damar menjabat tangan teman bundanya itu dan mencium punggung tangannya. Tentu saja wanita itu senang bukan kepalang, Damar adalah tipe lelaki yang sangat sopan, tampan pula. Sungguh calon menantu idaman.

"Ayo masuk," ucap Bu Rinda.

Bu Rinda mempersilakan Damar dan juga Bunda Yasmin untuk duduk. Mata Damar berkeliling meneliti rumah sederhana itu. Sebuah rumah yang tidak begitu besar, namun sangat bersih. Peletakan barang-barang sangatlah rapi dan menarik. Senyum tipis pun terbit di sudut bibir Damar, saat pandangannya menangkap foto seorang gadis kecil berusia kira-kira lima tahun yang terbingkai indah di dinding. Betapa lucu dan menggemaskannya gadis kecil itu. Kalau sudah besar, pasti dia sangat cantik dan lembut seperti Bu Rinda, begitu pikiran Damar.

"Itu foto anak ibu. Sekarang dia sudah besar. Usianya sekarang sudah 19 tahun," ucap Bu Rinda saat menyadari Damar terus menatap foto anak gadisnya.

Damar hanya tersenyum simpul saat merasa kedapatan menatap foto itu.

"Oh iya, Rin ... Dimana anakmu, aku sudah lama tidak bertemu dengannya," tanya Bunda Yasmin begitu antusias.

"Ada di kamarnya. Mungkin sedang ganti baju. Dia juga baru pulang. Akhir-akhir ini dia sedang sibuk kuliah. Kadang pagi berangkat dan baru pulang sore," jawabnya, kemudian melirik ke sebuah kamar.

"Wah rajin sekali, ya ..." ucap Bunda Yasmin memuji.

"Alhamdulillah, Yas. Dia anak yang baik dan penurut," ucapnya sambil melirik ke sebuah kamar. "Nak ... Ke sini sebentar ..."

"Iya, Bu ... Sebentar!" Terdengar sahutan seorang gadis dari dalam kamar.

🌼🌼🌼🌼🌼

Seharusnya nama Kamu Bambang, Bukan Baby!!

“Ayo diminum dulu, Yas … Nak Damar … ” ucap Bu Rinda dengan ramah.

“Iya, Bu …”

Damar baru saja menyeruput secangkir teh manis buatan Bu Rinda saat seorang gadis keluar dari sebuah kamar. Sontak bola mata Damar membulat penuh, minuman yang baru akan melewati kerongkongannya seolah memaksa untuk keluar kembali. Pun dengan gadis itu yang terlihat begitu terkejut melihat siapa yang sedang duduk di ruang tamu bersama sang ibu.

“Uhuk uhuk!” Damar terbatuk-batuk sambil mengusap dadanya yang terasa sakit akibat tersedak minuman.

Jadi si Bambang ini anaknya Bu Rinda, ya … batin Damar.

Wah gawat! Om itu tahu dari mana alamatku? Batin Baby. Pikirannya sudah kemana-mana. Ia sangat takut jika Damar datang untuk mengadukan kelakuannya di kampus tadi. Ia bahkan belum menyadari keberadaan Bunda Yasmin di sana.

Baby dan Damar saling diam. Baby seperti kaku di tempatnya berdiri dengan kepala menunduk, sementara Damar melayangkan tatapan tidak ramah, membuat nyali Baby menciut. Keheningan terjadi selama beberapa menit. Hingga akhirnya, Bunda Yasmin membuka suara, memecah kebekuan di ruangan itu.

"Baby … Sini, Nak, duduk dekat Bunda ...” panggil Bunda Yasmin. Ragu-ragu Baby mendekat pada wanita paruh baya itu. Sesekali ekor matanya melirik pria dewasa yang sedang duduk di sisi wanita itu.

Baby mencium punggung tangan Bunda Yasmin dan duduk di sisinya. Ia masih bisa mengingat wanita yang merupakan teman lama ibunya itu, walaupun lama tak bertemu. Akan tetapi ada satu pertanyaan yang memenuhi otaknya. Mengapa om galak ini bisa berada di rumahnya?

“Apa kabar, Bunda?” tanya Baby sopan.

“Baik, Sayang. Kamu sudah besar, ya … Cantik lagi,” puji Bunda Yasmin sambil mengusap lembut rambut gadis manis itu.

Apanya yang cantik, Bun? Dekil begitu. Batin Damar.

Laki-laki itu melirik Baby dengan ekor matanya. Dalam benaknya berkata mengapa gadis seperti ini yang hendak dijodohkan sang bunda dengannya. Padahal ada gadis sempurna seperti Tria yang tak hanya cantik dan anggun, tapi juga berpendidikan. Dan tentunya tidak barbar seperti Baby.

“Baby, ini anak bunda, Damar,” ucap Bunda Yasmin membuat Baby sangat terkejut. Pasalnya ia telah diberitahu oleh ibunya, bahwa dirinya telah dijodohkan sejak lama dengan anak Bunda Yasmin.

Apa? Om ini anaknya Bunda Yasmin? Apa artinya om ini yang dijodohkan dengan aku? Yang benar saja, Bu? Apa tidak ada yang lebih muda? Mana om itu galaknya minta ampun. Batin Baby.

Ia melirik Damar sekilas dan langsung menunduk saat Damar menghadiahinya pelototan mata.

🌼🌼🌼

“Jadi kamu anaknya Bu Rinda, ya …" Tatapan Damar masih tak bersahabat. "Coba bayangkan bagaimana reaksi ibu kamu kalau saya beritahu kelakuan anaknya di kampus,” ucap Damar santai, namun seperti sebuah ancaman serius di telinga Baby.

Saat ini Damar dan Baby duduk berdua di ruang keluarga, sementara Bunda Yasmin dan Bu Rinda sedang berada di dapur. Sepertinya mereka sengaja memberi ruang bagi Damar dan Baby untuk saling mengenal lebih jauh.

“Jangan Om …” Dengan wajah memelas, Baby memohon.

“Sudah berapa kali saya bilang, saya bukan om kamu!”

“I-iya, Mas, Maaf … Tolong jangan beritahu ibu. Ibu pasti sedih nanti.”

Damar menghembuskan napas panjang, sembari menyandarkan punggung di sofa. Ia melirik tajam ke arah Baby setelahnya. “Kamu tidak mau ibu kamu sedih. Tapi kenapa kelakuan kamu seperti ini? Ah, Bu Rinda pasti salah memberi nama. Baby terlalu imut buat kamu, tidak sesuai! Seharusnya nama kamu itu Bambang, bukan Baby.”

Baby hanya mencebikkan bibirnya. Ia tak berani menyahut atau membalas. Salah bicara sedikit saja bisa disemprot oleh Damar.

“Bambang kan nama laki-laki.”

“Kelakuan kamu kan memang seperti laki-laki. Saya ada loh, video kamu memanjat pagar.”

Baby akhirnya bungkam.

“By the way … kamu setuju dengan perjodohan kita?” tanya Damar dengan nada yang nyaris tidak berubah sejak tadi. Sangat ketus.

Baby dengan cepat menggeleng. Sebelum mengetahui siapa laki-laki yang hendak dijodohkan dengannya, ia sudah ingin menolak. Akan tetapi Baby tidak bisa membantah permintaan sang ibu. Terlebih sejak ayahnya menghadap yang kuasa beberapa bulan lalu, karena sebuah kecelakaan.

“Tidak. Tapi ibu memaksa.”

“Bagus. Saya juga tidak mau menikah dengan gadis seperti kamu.” Ucapan frontal Damar membuat Baby memberanikan diri menatap wajah laki-laki itu. “Bagaimana kalau kita buat kesepakatan.”

“Kesepakatan?”

“Iya. Saya akan kembalikan hape kamu, dan kamu tidak perlu mengganti kerugian saya. Saya juga akan tutup mulut dan akan menghapus video kamu.”

Seketika wajah Baby berbinar mendengar ucapan Damar. Ponsel akan dikembalikan dan tidak perlu mengganti uang Damar, berikut video tawuran yang akan dihapus. Ah, ternyata Damar tidak seburuk tampilan luarnya. Ia seseorang yang baik, begitu pikir baby.

“Beneran, Mas?” tanya Baby penuh semangat.

“Tapi ada syaratnya.”

Baby mengangguk antusias. Terlibat masalah seperti sekarang terasa bagai dunia akan kiamat baginya. Tentu tawaran Damar bagai oase di gurun pasir. “Apa syaratnya, Mas?”

“Gampang! Tolak perjodohan kita di hadapan bunda dan ibu kamu. Bisa?”

Baby terdiam beberapa saat memikirkan bagaimana cara menolak perjodohan itu. Ia tidak ingin membuat ibunya sedih. Namun, jika Damar mengadukan kelakuan Baby, sama saja dengan menggali kuburannya sendiri. Kini Baby berada dalam dilema besar.

“Tapi bagaimana caranya?”

“Terserah, itu urusan kamu, Bambang! Atau kamu mau saya adukan kelakuan kamu ke Bu Rinda.” Damar terlihat cukup puas setelah melihat wajah Baby yang memucat karena ancamannya.

“Jangan, Mas.” Baby sudah pasrah.

Damar kemudian menjentikkan jarinya, meminta agar Baby mendekat. Ia membisikkan sesuatu yang membuat bola mata gadis itu membulat penuh.

“Ta-tapi, Mas. Saya bisa dimarahin ibu kalau begitu.”

"Bukan urusan saya." Seringai kepuasan terlihat di sudut bibir Damar. Ia seakan tidak peduli dengan wajah Baby yang terlihat frustrasi.

*****

Makan malam pun berlanjut. Baby duduk di sisi Bu Rinda, berhadapan dengan Damar dan Bu Yasmin. Sudah sejak tadi, Damar memberi kode dengan menyenggol kaki Baby di bawah meja. Namun, gadis itu belum juga melakukan apa yang diperintahkan Damar.

“Baby selain kuliah, kegiatannya apa?” Bunda Yasmin membuka suara. Sebab sejak tadi Damar dan Baby saling diam.

“Baby les musik, Yas.” Bu Rinda menjawab setelah beberapa saat anaknya hanya diam. Wanita paruh baya itu mengusap rambut putrinya dengan penuh kasih sayang. “Dia suka main biola.”

“Oh, ya …” Bunda Yasmin terlihat antusias. "Bagus sekali, Nak."

Sementara Baby sudah terlihat tidak nyaman dengan posisi duduknya. Damar terus menggerakkan kakinya di bawah sana, berikut tatapan mengintimidasi yang ia layangkan kepada Baby sejak tadi.

“Ehm … Bu, boleh minta kuah sup nya? Aku lapar, Bu …” Dengan tergesa-gesa, Baby meraih mangkuk sup dan menuang ke dalam mangkuk kecil. “Mari makan!!” Ia langsung menyeruput kuah sup langsung dari mangkuk tanpa menggunakan sendok.

Tak berhenti sampai di situ, Baby mengambil beberapa lauk dengan tangannya dan makan dengan lahap seperti orang yang beberapa hari belum makan. Dan hal itu membuat Bunda Yasmin menelan ludah kasar.

“Baby …” Bu Rinda berbisik sambil menyenggol lengan kiri anaknya saat menyadari kelakuan Baby yang dinilai kurang sopan. Akan tetapi, Baby seakan tidak peduli. Ia tetap makan dengan suara yang berisik.

Damar tersenyum puas mendapati wajah Bunda Yasmin yang mendadak kehilangan selera makan. Berharap Bunda nya akan membatalkan rencana perjodohan mereka setelah melihat kelakuan Baby.

“Baby …” bisik Bu Rinda sekali lagi.

“Lapar, Bu … Belum makan dari pagi,” jawabnya dengan mulut penuh makanan. Ia meraih gelas air putih dan minum dengan tergesa-gesa.

"Ah, enaknya," ucap Baby lalu setelahnya bersendawa dengan cukup keras.

“Baby!!!!”

🌼🌼🌼🌼

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!