SMA Dharma Bakti
Jihan bersama ketiga sahabat nya sedang berjalan beriringan menuju parkiran sekolah, sudah waktu nya para pelajar istirahat untuk melanjutkan pelajaran dihari esok.
"Ji lo pulang lewat jalan mana? Pake apa? Taksi kah?" tanya Adiba beruntun, kepada Jihan yang fokus pada ponsel-nya tanpa menggubris pertanyaan dari Adiba.
"Cih! Orang nanya juga malah dikacangin" sungut Adiba berdecih kesal, Ersa dan Cia cekikikan mendengar suara Adiba yang dianggap angin oleh Jihan.
"Yang sabar ya Diba, ini ujian hidup lo harus punya kesabaran ekstra dalam menghadapi seorang Jihan Safithri" ujar Ersa mengusap pundak kanan Adiba yang tertutup kerudung.
"Lo gak nyadar apa? Jihan pake headset mana dengar suara lo kali" timpal Cia dan dibalas Adiba gelengan polos sambil menatap cengo Jihan.
"Lha kapan dia pakai headset? Gue liat dia cuma mainin hp gitu doang, gue nggak tau kalau dia pake headset, kalau gini mah gue rugi" keluh Adiba mengerucutkan bibir kesal.
"Rugi apaan lo? Ngeluarin duit aja nggak! lo bilang rugi, aneh" cibir Cia memutar bola mata malas menatap Adiba yang cengengesan sambil menggaruk ubun kepala yang tertutup kerudung.
"Kan gue rugi dong! Ngeluarin suara gue yang merdu ini," balas Adiba asal, Ersa yang sedari tadi menjadi pendengar hanya bisa terkekeh pelan dengan sikap para sahabat nya.
"Iya merdu, merusak dunia" sembur Cia jengah, Adiba mengerucut bibir kesal sambil bersedikap dada membuat Jihan yang awal fokus pada ponsel kini teralihkan ke samping menatap heran kepada ke-tiga sahabat-nya yang tertawa tanpa mengajak diri-nya.
"Lagi ngomongin apa sih? Seru banget deh kayak nya sampe ketawa ketawa kayak orang gila hahaha," tanya Jihan sambil melepas headset yang ada didalam kerudung nya lalu tertawa kecil.
"Enak aja lo kali yang kayak orang gila, gue mah ogah!" tolak Adiba tak terima dipanggil orang gila, sedangkan Cia dan Ersa menatap Jihan datar yang masih setia tertawa kecil.
"Sorry sorry, udah nggak usah natap Gue kayak gitu, entar jadi suka lho," balas Jihan mencubit hidung Cia yang berada disamping nya, gemas.
"Sakit Ji, ish Loe mah" ringis Cia memukul tangan Jihan yang mencubit hidung nya hingga tak bisa bernapas dan memerah, Jihan pun melepas cubitan itu dengan tawa kecil yang menampilkan gigi ginsul.
"Lo pada ngomongin apa? Kok Gue nggak diajak sih" protes Jihan mengerucut bibir setelah tawa kecil-nya berhenti, Ersa yang berada paling pinggir dan sedari tadi hanya diam itu menatap gemas kearah Jihan.
"Udah jangan kayak bebek, kalau mau jadi bebek sana ke sawah, manyun dah manyun" ejek Adiba membuat Jihan bertambah kesal.
"Ish lo ya Diba! Sini lo Gue bikin bibir lo manyun seumur hidup" sungut Jihan berlari mengejar Adiba yang sudah lari menghindari amukan Jihan sebelum itu Adiba memeletkan lidah sambil menatap Jihan kebelakang lalu kembali berlari.
Ersa dan Cia tersenyum kecil melihat tingkah Jihan dan Adiba yang seperti musuh saat bersama tapi rindu saat berpisah, sikap dan sifat mereka yang berbeda-beda tapi tetap selalu bersama membuat persahabat mereka tetap terjalin dengan baik.
Jihan mengejar Adiba yang hendak berlindung dibelakang tubuh satpam sekolah yang sedang berjaga di pos sekolah, dan terjadi lha yang seperti anak kecil.
Adiba menengok ke kanan, Jihan ke kiri, dan seterus nya seperti itu membuat satpam sekolah merasa kesal sendiri karena ulah dua gadis berkerudung yang nakal.
"Aduh! Non Jihan, Non Adiba, bisa berhenti nggak? Bapak pusing ini liat kalian yang muterin Bapak gini terus. Kalian teh udah besar jangan kayak anak kecil lagi atuh Non Jihan, Non Adiba" keluh Pak Satya merasa pusing karena tubuh nya ikut berputar.
Jihan dan Adiba spontan berhenti. "Maaf Pak Satya," seru Jihan dan Adiba bersamaan menunduk.
"Iya Non nggak papa atuh, tapi ya Non kalau bisa jangan kayak gini atuh Non, pusing Bapak jadi-nya" ucap Pak Satya menenangkan dua gadis dari keluarga konglomengrat terbesar.
"Hehe.. Diba tuh Pak yang duluan bikin Jihan kesel" adu Jihan mengerucutkan bibir didepan Pak Satya berniat agar Pak Satya membela-nya.
"Aduh Non Diba jangan bikin Non Jihan kesal atuh, kasihan di Non juga nanti di kejar-kejar kayak tadi" ucap Pak Satya tak membela siapapun, dia hanya menjadi penengah agar Jihan dan Adiba akur.
"Iya juga sih Pak, ya udah deh Gue minta maaf ya Ji" Adiba mengulurkan tangan kanan kepada Jihan berniat bersalaman pertanda perminataan maaf.
Jihan menerima uluran itu lalu tersenyum manis kepada Adiba membuat mata sedikit tertutup seperti bulan sabit, "Iya Gue juga minta maaf walau Gue nggak tau Gue salah apa, tapi Gue tetap minta maaf karena Gue kan anak baik" sahut Jihan sedikit menyombongkan diri.
"Yee.. Perasaan lo aja kali yang nggak pernah ngerasa lo buat salah, padahal lo banyak banget salah" cibir Adiba hendak melepas uluran itu karena merasa tangan nya sudah berkeringat tapi Jihan tak berniat melepas uluran itu, dia malah mengerat kan genggaman.
Tanpa terpikir oleh Adiba, ternyata Jihan langsung menarik tangan nya dan menaruh di jidat Adiba seperti anak mencium tangan orang tua.
"Gue lebih tua dua minggu dari lo" ucap Jihan singkat lalu melepas tautan tangan antara Adiba dengan diri nya lalu berbalik menuju Ersa dan Cia yang masih setia terdiam menonton dari jarak sekitar tiga meter.
"Sialan lo Ji!" umpat Adiba bertambah kesal, padahal baru saja mereka baikan sekarang sudah bertengkar lagi karena ulah Jihan.
___
SMA Merdeka
Barra bersama anggota lainnya sedang bersiap diwarung Mpok Mina yang berada di dekat sekolah mereka.
"Az Loe udah siap?" tanya Barra kepada sang sahabat yang dijawab anggukan oleh Azkan singkat tanpa suara.
"Loe nggak nanyain yang lain apa? Kita juga pengen kali di tanya gitu, Loe kalau nanya Azkan jawaban nya irit, kalau nanya sama kita-kita pasti jawaban nya panjang kali lebar" sungut Denis mendapat sorakan dari teman-teman nya mereka yang bersiap dengan kayu dan barang-barang lain untuk tawuran.
"Gue udah liat kalian itu udah siap, kalau Azkan sulit" ucap Barra singkat dan datar, Denis cengengesan sambil menggaruk tengkuk-nya yang tidak gatal.
"Apa yang sulit? Loe bisa liat fostur Azkan tetep gitu doang, nggak kurus nggak juga gemuk, ya.. Cocok lha buat di ajak main di sawah" sahut Adnan berotak setengah mesum.
Tuk
Azkan menjitak kepala Adnan yang berotak mesum itu. "Ya Allah tolong kembali kan Adnan seperti sedia kala Ya Allah" keluh Azkan menatap keatas meminta permohonan pada yang maha kuasa dengan raut dibuat se-sedih mungkin.
"Nggak cocok Loe, Az muka kayak gitu," cibir Denis tanpa sadar memperlihatkan raut jijik.
Azkan menatap datar Denis, ingin rasa nya Azkan menebas kepala Denis tapi dia urung kan karena suara bariton Barra yang berat dan cukup menyeramkan tanpa ada lembut sama sekali.
"Udah nggak usah ladenin, Nggak penting!" relai Barra membuat Azkan dan Denis bungkam, sedangkan Adnan bersama teman-teman anggota nya tertawa tanpa suara.
"Kita siapin motor masing-masing! Bentar lagi gangster sebelah datang" suruh Barra menaiki motor sport berwarna hitam pekat dan memakai helm full face berwarna yang sama dengan motor sport nya.
"Siap Ketua!" seru para anggota serempak langsung menurut menghidupkan motor sport masing-masing yang membuat warung Mpok Mina penuh dengan kebisingan.
"Aduh gini deh nasip, punya warung dekat sama sekolah SMA Merdeka" gumam Mpok Mina menutup telinga merasa terlalu berisik karena motor sport mereka, dan warung Mpok Mina yang dijadikan Bscamp untuk kumpul.
Barra sudah siap diikuti anggota lain yang siap meluncur meninggalkan warung Mpok Mina menuju lokasi tawuran yang sudah direncana kan oleh gangster lain.
Diperjalanan, Barra sempat melirik ke arah seorang gadis berkerudung dengan seragam yang berbeda dan tas ransel dipundak berjalan kearah yang sama dengan Barra dan anggota lainnya.
Ngapain tu cewek jalan lewat sini? nggak tau apa bakal ada yang tawuran didepan, ahh bodo lha gue biarin aja dia juga yang kena bukan gue kan gue yang mau tawuran. Batin Barra menatap sekilas gadis itu terheran-heran.
Barra melajukan motor sport nya diatas rata-rata membuat gadis itu setengah kaget karena suara berisik motor yang melaju di samping nya, gadis itu juga spontan turun dari aspal agar tidak tertabrak atau terserempet oleh geng motor yang masih belum diketahui oleh gadis itu.
"Sepi banget mana nggak ada temen lagi yang bisa diajak jalan" gadis itu bergumam dengan helaan napas kasar karena dia sudah menolak ajakan sahabat nya yang memberi tumpangan pulang dari sekolah.
"Kalau aja tadi Gue nerima aja ajakan Ersa buat pulang bareng pasti Gue nggak bakal jalan sendiri gini, Cia juga pakek motor bareng Bang Doni gimana muat, Diba? Nggak ngajak sama sekali tu anak!" cerocos Jihan berjalan dengan menghentakan kaki.
"Mang Diman juga pakek acara nganterin Bunda ke mall dulu, jadi gini deh. Ahh! Sial banget Gue hari ini" lanjut Jihan berbicara sendiri bahkan dia tak sadar bahwa diperempatan depan akan terjadi sesuatu.
"Kalau aja ada yang ngasih tumpangan Gue udah Gue terima, tapi harus orang baik sih, mana mau Gue kalau orang nya punya niatan jahat, belum tau aja tu orang kalau berurusan sama Jihan bakal masuk rumah sakit" ceteluk Jihan menyendiri sembari memetik daun di pohon yang rendah lalu memainkan nya.
"Tapi Gue juga bodoh sih! Kenapa Gue nggak nunggu aja di sekolah kan bisa tuh Mang Diman jemput bareng Bunda juga pasti lha," ucap Jihan merutuki diri sendiri.
"Eh tapi, kalau Gue nunggu di sekolah sendiri doang? Ih nggak mau Gue. Lebih baik Gue jalan deh dari sekolah ke rumah, tau lha sampe rumah tiga puluh menit, bodoamat yang penting nggak sendiri"
"Lho? Gue dari tadi ngomong sendiri toh? Kalau ada yang liat pasti Gue dikira orang gila hihi" Jihan cekikikan sendiri karena ulah nya yang begitu absurd.
"Udah lha, nggak ada yang denger gue ngomong juga. Mending Gue dengerin lagu ye kan nggak bosen juga Gue selama diperjalanan. Lha kenapa nggak kepikiran ke situ anjir?!" Jihan mengetuk kening nya pelan.
Saat Jihan hendak memasang headsheet ke telinga nya, terdengar suara orang berkelahi dan bunyi yang seperti kayu balok yang cukup keras.
Bugh
Prakk
Sreett
Bugh
Jihan semakin penasaran tapi dia urungkan karena melihat beberapa orang berlari terbirit-birit ketakutan menghindari sesuatu.
"Eh Pak maaf, didepan ada apa ya kalau boleh tau?" tanya Jihan kepada beberapa Bapak-bapak yang berlari di dekat Jihan berdiri.
"Itu Neng, ada murid SMA yang tawuran" jawab Bapak yang ada di dekat Jihan itu dengan ngos-ngosan.
"Tawuran?" tanya Jihan tak percaya, Bapak itu mengangguk yakin lalu kembali berlari meninggalkan Jihan yang masih terpaku mencerna ucapan Bapak tadi.
Bugh
Prakk
Plakk
Srettk
Bugh
Bugh
Suara perkelahian semakin terdengar jelas di telinga Jihan dan membuyarkan lamunan Jihan, menatap lurus ke depan dan terlihat pelajar SMA yang tawuran menggunakan kayu atau pisau tumpul dan tajam yang mengerikan.
Disaat Jihan hendak lari, ada yang mencekal tangan nya, lalu memutar tubuh nya bersama dengan orang tersebut, terjadi lha putaran singkat yang membuat Jihan dan orang itu terdiam saling tatap.
Orang itu memutar kembali tubuh nya, dan sekarang Jihan berada di belakang bersembunyi dibalik orang itu yang bertubuh tegap tinggi dan kekar.
Bugh
Lalu sebuah tinjuan terbang ke depan dan mengenai hidung orang yang hendak menyerang Jihan, dan terhuyung kebelakang dengan hidung mengeluarkan darah tapi dia tetap bertahan tak jatuh.
"BANGS4T!" umpat orang yang terkena tinjuan itu dan hendak membalas tinjuan dari Barra tapi belum melayangkan sudah diberi tinjuan perut oleh Barra.
"Loe ngumpat didepan cewek! Nggak baik" gertak Barra mencengkram kerah orang itu yang dikenal dengan ketua dari gangster musuh Barra.
"Cih! Dia cewek Loe? Nggak se-level sama Loe Barra" ejek orang itu melirik Jihan dari ata ke bawah melihat penampilan Jihan yang sederhana dari luar.
Bugh
"Jaga omongan Loe Arya! Dia bukan cewek Gue! Gue cuma nolongin dia karena Loe mau mukul dia!" sungut Barra meninju perut orang yang dikenal sebagai Arya itu.
"Ck! Seorang Barra nolongin cewek? Baru kali ini Gue denger soal itu, bakal heboh satu sekolah Loe kalau sampe tau Barra nolongin cewek yang belum dikenal sama sekali" Arya mengibarkan bendera perang kepada Barra, dia juga ikut mencengkram kerah seragam Barra karena tinggi mereka sama tanpa ada bedanya itu membuat mereka saling tatap nyalang dan permusuhan.
Jihan masih terpaku berdiri melihat perkelahian didepan nya, ini kali pertama Jihan melihat orang berkelahi, sekalipun Jihan pernah nonton di TV itupun di TV bukan secara langsung.
Gue harus gimana ini?. Batin Jihan was was.
Bugh
Srett
Brum Brumm
Jihan melihat sekeliling ada yang menggunakan motor dan ada yang berlari dengan kayu balok yang besar dan keras di tangan, ketakutan Jihan semakin bertambah.
Lalu kembali menatap lurus melihat perkelahian Barra dan Arya yang saling tinju satu sama lain tanpa pandang rasa kasihan, jantung Jihan berdetak lebih kencang saat melihat Arya mengeluarkan pisau lipat dari kantong celana nya.
Srett
Pisau lipat hampir mengenai perut Barra tapi Barra sudah menebak lebih dulu pergerakan Arya, membuat nya memelintir tangan Arya yang memegang pisau lipat ke belakang.
Prakk
Bunyi tangan Arya patah oleh Barra, Jihan yang mendengar suara retakan dari tangan Arya itu seketika menutup mulut ketakutan dengan kedua tangan nya, ponsel yang tadi nya berada di tangan kiri kini sudah berpindah ke tanah.
Barra melirik sedikit Jihan yang ketakutan, lalu mendorong tubuh Arya hingga terhuyung jatuh ke tanah sambil memegang tangan nya yang dipatah kan oleh Barra.
"Ahhh!! Sakit B4NGKE!!" geram Arya memegang tangan yang patah dan miring kiri dan kanan menahan sakit, sedangkan Barra menatap datar diri nya dari atas.
"Seorang Barra dilawan. Ini lha akibat nya jika berurusan sama Barra bakal masuk rumah sakit" bentak Barra tanpa sadar meniru ucapan Jihan saat bermonolog sendiri tadi.
"Loe harus terima akibat Loe, Barra Arrazi" teriak Arya menggeram dengan suara berat menahan sakit, Barra tersenyum smrik karena nama nya disebut dengan panjang dan lengkap walau masih kurang satu marga yang selalu diincar banyak orang.
"Gue tunggu akibat nya, Arya Adhina" sahut Barra membuat suara di perempatan jalan semakin riuh dengan bunyi kayu balok yang mengenai tubuh.
"Gue tunggu akibat nya, Arya Adhina" sahut Barra membuat suara di perempatan jalan semakin riuh dengan bunyi kayu balok yang mengenai tubuh.
"Loe bakal menyesal dan bertekuk lutut di hadapan Gue Barra! Liat aja nanti, Loe bakal nangis-nangis dan mohon! Camkan itu!" teriak Arya parau dengan menahan sakit.
Arya bangkit kembali lalu melirik Jihan sekilas dan tersenyum remeh kepada Barra, Barra seakan tau maksud senyuman itu segera melayangkan pukulan pada pipi kanan hingga mulut Arya mengeluarkan darah segar.
Jihan yang menyaksikan bergidik ngeri membayangkan jika dia yang berada di posisi orang yang tinju pasti sudah pingsan, tapi nyata nya orang itu masih bisa bangkit dan melayangkan kembali serangan dan mendarat di perut saat Barra lengah.
Bugh
"Emmhh.." desah Barra memegang perut nya yang baru ditinju oleh Arya, dan sedikit mundur dari posisi nya yang berada di dekat Arya.
"Hahaha?! Segitu doang Loe mau mundur? Pengecut!" ejek Arya maju selangkah mendekati Jihan yang masih ketakutan.
"B-berhenti! A-arya! Gue bilang berhenti Loe jangan deketin cewek yang nggak tau apa-apa!" sungut Barra terbata-bata merasa perut nya begitu nyeri.
Arya tak menggubris perkataan Barra dia tetap fokus pada Jihan yang ikut mundur selangkah demi selangkah saat dia maju mendekat sambil membayangkan lekukan tubuh Jihan saat tak memakai sehelai benang apapun.
'Sangat indah! Baru membayangkan saja sudah membuat adik kecil Gue siuman dari koma palagi kalau jadi kenyataan pasti sangat membuat adik kecil betah untuk sadar dari koma hahaha' batin Arya licik.
Jihan semakin mundur tanpa sadar ada orang idi belakang nya langsung mencekik leher Jihan dari belakang dengan satu tangan melilit leher Jihan dan satu nya guna memegang pisau lipat yang tepat berada di depan mata Jihan.
Allah! Ini kah akhir dari hidup Gue? T-tapi Gue belum pengen mati Gue belum dapet jodoh, belum bisa bahagiain Ayah Bunda, Gue mohon siapapun tolongin Gue! Batin Jihan berteriak.
Barra yang berada di belakang Arya seketika langsung menyeret kasar kerah seragam Arya yang terdapat bercak darah dengan bau anyer dan berwarna merah kehitaman.
"****! Ngapain Loe bangs4t! Lepasin!" teriak Arya tertarik mundur menjauh dari Jihan yang masih dalam dekapan mengerikan anak buah Arya.
"Loe mau apain tu cewek hah?! Pikiran Loe terlalu kotor! Jangan pernah Loe bayangin tubuh tu cewek lagi!" emosi Barra mengetahui maksud Arya yang mendekat kearah Jihan dengan tatapan *****.
"Loe nggak perlu ikut campur urusan Gue Barra! Loe mau juga ngerasain tubuh dia? Oke! Silahkan, tapi antrian Gue dulu baru Loe yang ngerasain hahaha" Arya tanpa pikir panjang mengatakan hal itu yang membuat Barra melayangkan pukulan bertubi-tubi kepada nya.
Bugh
Bugh
Bugh
Brukk
Barra memberi tendangan terakhir kali untuk Arya hingga membuat Arya terpental dan membentur pohon besar dan tinggi itu.
"Aaaa!" teriak Jihan mambuat Barra mengalihkan pandangan nya ke arah Jihan dan terlihat tangan orang yang mendekap mulai nakal hendak menyentuh bagian yang tertutup dan sangat dijaga oleh Jihan.
"ANJ1NG!! JANGAN COBA-COBA LOE SENTUH NI CEWEK!" teriak Barra menekan setiap kata yang keluar dari mulut nya sambil menunjuk ke arah orang itu dan menghampiri Jihan dan orang itu.
Bugh
Barra memukul kening orang itu hingga dekapan mengerikan itu terlepas dan Jihan langsung berlari dan bersembunyi di belakang tubuh Barra yang tinggi.
"LOE MAU SENTUH NI CEWEK! LEWATI MAYAT GUE DULU!" Barra mendekat ke arah orang yang tersungkur ke tanah sambil memegang kening yang benjol.
"DIA BUKAN SIAPA-NYA LOE BANGS4T!! CEWEK LOE?! BUKAN! KENAL JUGA LOE NGGAK! JADI LOE NGGAK USAH IKUT CAMPUR!! KARENA LOE ARYA PINGSAN!" teriak orang itu menatap penuh amarah kearah Barra, Barra berdecih meremehkan teriak bariton orang itu.
"Itu karna dia sendiri! Dia berani bayangin sesuatu yang nggak mungkin dia dapatkan!" bentak Barra dengan emosi sampai ke ubun-ubun.
"Loe terlalu baik Bar, tu cewek dah kabur!" sinis orang itu menunjuk Jihan yang berlari sekencang mungkin dengan dagu nya.
Barra mengikuti dagu orang yang menunjuk Jihan, lalu menghela napas lega.
Good girl! Lari sekencang mungkin! Kalau bisa lupakan kejadian hari ini yang hampir membuat Loe trauma tersendiri, walau Gue nggak tau siapa nama Loe tapi Gue harap kita bisa ketemu lagi nanti, entah itu kapan dan dimana. Batin Barra menatap lega kearah Jihan.
Jihan berlari tanpa arah, setelah merasa tak ada suara mengerikan itu Jihan berhenti berlari lalu mengatur napas yang tersenggal-senggal dan menoleh ke belakang takut ada yang mengejarnya lagi.
Saat Jihan berjongkok merasa kelelahan dan napas masih ngos-ngosan itu, tiba-tiba ada sebuah kendaraan ber-roda dua bermerek beat dan berwarna putih bercampur biru itu berhenti di samping Jihan.
"Assallamu'allaikum Dek, Adek ngapain kok jongkok gitu sih? Kok belum pulang?" salam sekaligus tanya seorang wanita berkerudung seperti Jihan yang duduk di motor beat nya, membuat Jihan terlonjak kaget.
"Aaa! Jangan apa-apain Gue! Gue nggak punya apa-apa! Gue cuma punya Ayah Bunda yang selalu Gue bikin kesel sama Gue! Please jangan apa-apain Gue! Pergi Loe!" ucap Jihan cepat tanpa menoleh, bahkan dia menutup mata dan telinga nya menggunakan kedua tangan nya.
"Eh? Adek, kamu kenapa?" tanya wanita itu turun dari motor dan melepas helm berwarna pink bercorak bunga-bunga anggrek berwarna ungu.
"Hah?! Jangan mendekat! Gue bilang jangan mendekat!" teriak Jihan merasa ketakutan tanpa menatap wanita itu dia bahkan menunjuk-nunjuk angin menyuruh pergi.
"Hei! Assallamu'allaikum" salam wanita itu sekali lagi dengan lembut membuat Jihan merasa tenang dan mendongkak menatap wanita yang sedang tersenyum sendu kearah nya.
"W-wa'allaikumsallam, K-kakak siapa ya?" tanya Jihan terbata-bata masih merasa takut dalam diri nya setiap mengingat kejadian yang baru saja terjadi.
"Kenalin nama Kakak, Adiya kamu bisa panggil Kak Diya aja," jawab Kak Diya tersenyum hangat sambil mengulurkan tangan kepada Jihan yang diterima dengan ragu oleh Jihan.
"H-hai Kak Diya" seru Jihan gugup dan tanpa menatap mata Kak Diya, dia hanya menatap bros kupu-kupu yang berada di tengah-tengah kerudung simple itu.
"Nama Adek siapa? Kok duduk di sini? Kenapa nggak pulang?" tanya Kak Diya beruntun tapi tetap dengan nada lembut, dan membuat Jihan nyaman dan tenang.
Berasa punya Kakak gue. Batin Jihan mengeluh.
"Hei! Adek, kok melamun sih? Kakak tanya lho" panggil Kak Diya merasa tak ada jawaban bahkan tatapan Jihan yang menunduk itu seperti kosong.
"Eh? I-iya Kak, nama aku Jihan" jawab Jihan salah tingkah karena terciduk sedang melamun.
"Wah.. Nama yang bagus, Jihan" puji Kak Diya tersenyum manis sambil merapikan tataan kerudung Jihan yang sedikit berantakan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!