Namaku, Ren Gill. "Ren" diambil dari kumpulan nama favorit orang tuaku, sedangkan "Gill" diambil dari nama seorang raja yang merupakan nenek moyang kami. Saat ini, aku masih berumur 17 tahun dan tentu saja masih perjaka.
"Tahun 2019, apa kali ini Tuhan akan mendengarkan keluhanku?" Aku bicara sendiri di depan cermin.
"Ren, temanmu sudah tiba!" teriak ibuku.
Akupun keluar dari kamarku lalu menuju ke ruang tamu.
Rumahku cukup sempit, mungkin dikarenakan kami adalah keluarga sederhana yang hanya bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Terkadang aku berpikir, apa aku harus menjadi seorang Gilgolo untuk mendapatkan banyak uang. Bukan bermaksud sombong, begini-begini wajahku tergolong cukup tampan dengan rambut berwarna pirang yang ditata rapi.
Memikirkan penampilanku, membuatku senyam senyum sendiri.
Sesampainya di ruang tamu, aku melihat seorang gadis yang tak asing selama kehidupanku.
Gadis itu bernama, Rena Enkira. Berparas yang lumayan cantik, memiliki tubuh yang ideal bagi kebanyakan wanita serta rambut panjang dengan warna hijau. Tapi dari semua, sayangnya dia rata seperti papan cucian.
B-bukan berarti aku mengejeknya, ini ... -merupakan pujian dariku!
"Maaf, aku membuatmu lama menunggu."
Tanpa basa basi, Rena langsung meminta maaf kepadaku karena ia datang tidak sesuai dengan jadwal yang sudah kami tetapkan bersama.
"Aku maafkan tapi, lain kali jangan ulangi lagi."
Dengan wajah yang sangat percaya diri, aku tersenyum ke arahnya.
Wajah Rena mulai cemberut.
"Apa?" tanyaku.
"Tidak apa, hmph!" Rena memalingkan wajahnya dariku.
Apa dia marah? Ayolah, seharusnya kau dihukum mati jika tidak menepati jadwal. Jadi, seharusnya kau bersyukur karena masih dimaafkan olehku!
Di sisi lain, ibuku mulai tertawa kecil melihat kelakuan kami.
"Hampir lupa! Besok adalah hari pertama tahun baru, apa kalian senggang?" tanya Rena.
"Ya, ada apa?"
"Ayah mengundang kalian untuk hadir di acara keluarga, mengingat kalian adalah tetangga kami."
Wajahku mulai menunjukkan ketidaknyamanan pada undangan itu. Ini bukan masalah yang sederhana karena keluarga Rena dipenuhi oleh para politikus dan juga, orang-orang itu akan merendahkan siapapun yang berada di bawah kasta keluarga mereka.
"Sepertinya kami ada kegiatan pada hari itu, mungkin lain kali."
Sebenarnya aku dapat memaklumi hal itu dalam kehidupan bermasyarakat tapi, aku tidak ingin Ibu menjadi bahan ejekan mereka nantinya.
Meskipun terdengar kasar, Rena mengerti dengan apa yang aku maksud.
"Baiklah kalau begitu, apa aku boleh ikut?" tanya Rena.
"Tentu, jika ayahmu tidak keberatan."
"Ayah tidak akan pernah keberatan." Rena tersenyum licik.
Mengerikan, gadis ini berbahaya!
Tapi, memang benar ayahnya tidak dapat menolak permintaan dari Rena. Meskipun kebanyakan anggota keluarganya adalah orang yang terkenal, ayah Rena tidak pernah berperilaku kasar kepada orang lain yang berada di bawahnya. Ayah Rena juga sering meminta bantuanku untuk menjaga putrinya, aku hanya bisa tersenyum karena permintaan ayahnya yang berlebihan.
"Kalau begitu sudah diputuskan! Benarkan, Ibu?"
Aku mengalihkan pandanganku kepada Ibu.
"Y-ya, tentu."
Ibuku hanya bisa mengiyakan keinginan kami karena sebenarnya, tadi aku hanya mengarang alasan untuk menghindari undangan tersebut. Daripada berbicara terus dan akan membuat Rena mengetahui fakta di balik alasanku, Ibu lebih memilih untuk diam dan mengikuti alur yang berjalan sesuai kehendakku.
Terdengar seperti sikap seorang raja tapi mau bagaimana lagi, inilah sifat yang diturunkan oleh nenek moyangku.
"Lalu, bagaimana kalau kita mulai acara makan-makannya?"
Aku mengarahkan Rena ke ruang makan.
Di meja makan hanya ada masakan rumah yang biasa dan sering disebut, masakan orang miskin. Aku tidak akan protes karena kondisi keuangan kami sedang menurun begitu juga dengan Rena, dia tidak pilih-pilih saat makan bersama kami. Meskipun dia dari keluarga yang kaya raya, Rena bukanlah seorang gadis manja yang selalu menghamburkan kekayaan keluarganya.
Sebaliknya, dia adalah gadis yang sangat hemat. Berkat itulah, aku banyak belajar cara berhemat darinya.
"Rena, apa kalian masih ingat dengan kenangan setahun yang lalu?" tanya Ibu dengan senyuman nakalnya.
"Tentu, Bibi. Saat itu, Ren sangat berbeda dari sekarang." Rena tersenyum melihatku.
Aku menghentikan kegiatan makanku lalu berkata, "Aku tetap sama seperti dulu, bukannya kau yang sudah berubah? Maksudku, dulunya kau itu cuma seorang pesuruh bagiku."
Mendengar ucapanku, Ibu menatapku dengan tatapan yang tidak senang.
"Sudahlah Bibi, apa yang dia katakan memang benar," ucap Rena sambil tersenyum.
Rena menenangkan Ibu yang ingin memukulku.
"Tapi itu tidak baik, Ren cepat minta maaf kepadanya!"
Ibu mulai memaksaku untuk melakukan hal yang seharusnya tidak diperlukan saat ini.
"Yayaya, maaf untuk kelakuanku saat itu."
Aku meminta maaf kepada Rena karena dulunya dia pernah menjadi pesuruhku.
Rena menerima permintaan maaf dariku dan suasana di sini mulai kembali normal.
"Setelah ini, apa rencana kalian?" tanya Ibu.
"Kencan?"
Setelah aku mengucapkan itu, wajah Rena mulai memerah.
"Sepertinya, Ibu mencium bau-bau romantis."
Ibu tersenyum nakal kepada kami berdua.
"Ibu, jangan menggoda Rena."
Aku menatap tajam ke arah Ibu.
"Yayaya, sebaiknya malam ini ada suatu kesalahan, hehehe."
Tidak tahan dengan sikap Ibu, aku memegang tangan Rena lalu berjalan keluar rumah.
"Bersenang-senanglah hingga puas!" teriak Ibu kepada kami.
Tanpa mempedulikan ucapannya, kami hanya mengangguk sambil tersenyum.
...
Di jalan.
Banyak orang yang berpapasan dengan kami. Agar tidak terpisah, aku memegang tangan Rena dengan erat. Sesekali aku menatap wajahnya, namun dia tidak pernah menatap langsung ke arahku.
"M-malam ini cuacanya cukup dingin."
Aku kesulitan untuk memulai pembicaraan diantara kami.
"Ya, aku pikir juga begitu."
Meskipun kami sedang berbicara, Rena masih menatap ke arah lain.
Setelah mendengar jawabannya, aku hanya bisa terdiam karena tidak tahu ingin berkata apa.
Kami berjalan terus tanpa berbicara sepatah kata lagi.
Dalam sunyi, aku mulai teringat dengan kejadian setahun yang lalu.
Setahun yang lalu ....
Di saat kami berdua pertama kali bertemu.
---
Halo! Dengan Leo Natta di sini!
Sedikit cerita, saya membuat cerita ini karena tertarik dengan karya sastra pertama di dunia (menurut infonya) yang berjudul "Epos Gilgamesh". Bukan hanya karena tertarik, saya juga baru tahu tentang Gilgamesh melalui serial "Fate Series" dari situlah konsep karakter cerita ini.
Sedikit info untuk kalian :
Gilgamesh adalah sosok raja dalam sejarah negara-kota Uruk di Sumeria yang juga menjadi tokoh pahlawan dalam mitologi Mesopotamia Kuno dan tokoh utama dalam Wiracarita Gilgames, sebuah wiracarita yang ditulis dalam bahasa Akkadia pada akhir milenium kedua SM.
Gigolo (bahasa Prancis: gigolette) adalah bayaran yang dipelihara atau disewa oleh seorang wanita sebagai kekasih, atau bisa juga laki-laki sewaan yang pekerjaannya menjadi pasangan berdansa. Kata gigolo berasal dari bahasa Prancis yang maknanya adalah seorang wanita yang dipekerjakan sebagai teman menari.
Nafasku sangat tak beraturan.
Aku tidak tahu kenapa saat ini, aku ....
"Kenapa aku sedang berlari?!!!"
Masih menyeleraskan langkah dan nafasku, aku mencoba untuk memperhatikan keadaan di sekitarku.
Suara seseorang mulai terdengar di telingaku.
"Bangun, Ren."
Suara yang sangat lembut seakan memanggilku ke dunia lain.
Tak terasa, mulutku mulai tersenyum sendiri.
"BANGUNNNN!!!"
Semburan air yang sangat banyak terasa di seluruh tubuhku bersamaan dengan suara itu.
Aku bergegas duduk dari posisi apapun itu sebelumnya.
"A-ada apa?!"
Aku sangat terkejut dengan kejutan dingin tadi, sampai-sampai lupa daratan.
"Selamat pagi."
Ibu menyapaku sambil tersenyum diiringi sinar matahari yang sangat cerah.
"Bidadari Neraka?"
Aku tercengang hingga tak sengaja berkata begitu.
Ibu masih tersenyum kepadaku namun, perasaanku mengatakan bahwa ia sedang menunggu saat yang tepat untuk melakukan sebuah pukulan.
"!!!!"
Merasakan aura membunuh yang sangat kuat dari ibuku, aku segera lari ke kamar mandi.
"Ren, handukmu!!!" teriak Ibu.
Aku tahu handukku ketinggalan namun, aku sangat ketakutan untuk mengambilnya. Jadi, aku putuskan untuk menunggu Ibu mengantarnya.
...
Selesai mandi, aku keluar sambil telanjang bulat.
Semua ini adalah kejadian yang selalu terjadi setiap pagi di rumah kami, jadi aku tidak dapat mengubah kebiasaan burukku ini.
"Fufufu ... punya Ren sudah besar rupanya."
Seperti biasanya ... Ibu yang melihatku keluar dari kamar mandi, tidak dapat menahan diri untuk mengomentari milikku.
"Aku tahu milikku ini bagus dan sehat tapi, jangan selalu dikomentari seperti itu."
Aku terlalu malas membalas komentarnya, jadi aku jawab biasa-biasa saja.
Mendengar jawabanku, Ibu mulai terlihat bosan.
"Ayolah~ bukankah ini sangat membosankan?"
"Jika Ibu ingin mencari kesenangan, seharusnya Ayah menjadi jawaban yang tepat untuk hal itu."
"Ahh~ Ibu tidak bisa mengganggu ayahmu saat dia sedang sibuk." Wajah Ibu mulai menunjukkan malu-malu kucing.
"Menjijikan." Tanpa menatapnya, aku langsung memberikan kesanku.
"Jahat sekali~ tapi, kalau tidak begitu pasti bukan anakku!" Setelah mengatakan itu, Ibu tertawa keras.
Sebaliknya, justru Ibu yang cukup kejam padaku. Hanya karena tidak memberikan jawaban sesuai keinginanmu, kau akan menganggapku sebagai orang lain. Aku tak habis pikir, apa masih ada orang tua yang bersikap seperti ini selain ibuku.
...
Aku mulai mempersiapkan segala kebutuhan untuk sekolah hari ini.
"Beberapa buku, alat tulis dan uang bulanan. Hmmm ... kurasa sudah cukup."
Aku memeriksanya kembali dengan teliti agar tidak menyesal nantinya.
"Ah! Hampir lupa."
Aku mengambil sebuah kalung dari meja belajar yang ada di dekatku lalu memakainya.
Itu hanyalah sebuah mata kalung yang digantung pada seutas tali, tapi aku selalu memakainya.
Meskipun terlihat kekanak-kanakan, aku tidak merasa terbebani memakainya karena itu adalah pemberian dari seseorang yang sangat berharga bagiku.
...
Setelah selesai mempersiapkan diri, aku berpamitan kepada Ibu lalu melangkah pergi meninggalkan rumah.
Dari rumah ke sekolah aku hanya berjalan kaki, kira-kira membutuhkan waktu sekitar 20 menit hingga sampai ke tujuanku. Karena keuangan kami pas-pasan, aku tidak ingin membebani kedua orang tuaku untuk biaya transportasi. Bagiku, asalkan bisa sekolah, apapun itu ... tidak ada yang benar-benar aku inginkan saat ini.
Belajar, belajar dan belajar itulah tujuanku ke sekolah.
...
Saat di tengah perjalanan menuju ke sekolah, ada seorang gadis yang memanggilku dari belakang.
"Permisi."
"Mungkin hanya pendengaranku saja, tidak mungkin ada orang yang memanggilku di saat begini."
Aku mulai bergumam sendiri tanpa mempedulikan suara itu.
Lama-kelamaan, suara itu mulai terdengar jelas.
"Permisi, apa kau mendengarku?"
Aku menghentikan langkahku lalu berbalik ke belakang.
Gadis yang memanggilku juga menghentikan langkahnya dan tak bergerak sedikitpun.
"Ada apa?"
Meskipun sedang berbicara, aku menatap seragam sekolahnya dari atas hingga bawah.
"Ummm ... aku sedang tersesat dan tidak tahu harus kemana. Padahal, hari ini adalah hari pertamaku pindah ke sekolah itu."
Gadis itu menundukkan kepalanya karena malu.
"Apa kamu mendengarku?"
Gadis itu menatapku dengan bingung.
Aku mendengarnya tapi, saat ini aku sedang memperhatikan penampilannya dari atas hingga bawah.
Rambut panjang hijau yang indah, tubuh yang ramping, tapi!
"Rata seperti papan cucian."
Sambil menahan tawa, aku menganggukkan kepalaku beberapa kali.
"A-apa kau bilang?!" Gadis itu menutup bidang datarnya dengan tangan.
Dia melotot kepadaku.
Gawat! Aku lupa lautan!
"T-tadi aku sedang memikirkan pelajaran tentang bidang datar, t-tolong jangan be-berpikiran yang macam-macam." Tubuhku gemetaran karena aku tidak pandai berbohong.
"Bohong."
"Tidak, aku tidak berbohong."
"Bohong." Dia masih mempertahankan argumennya.
Karena tidak ingin membuang waktu, aku mengalihkan pembicaraan kami pada topik yang dia inginkan.
"Jadi, jalan ke sekolah mana yang ingin kau ketahui?" tanyaku.
"Jangan mengalihkan pembicaraan."
Ayolah, tolong beri aku keringanan! Aku ini orang miskin yang hanya bisa pergi jalan kaki untuk ke sekolah!!!
"Cepatlah! Jika tidak, aku akan terlambat."
Tidak ada pilihan lain, aku hanya bisa sedikit lebih kasar padanya.
"B-baiklah."
Karena ucapanku tadi, gadis itu terlihat mulai sedikit lunak kepadaku.
"Aku mencari alamat SMA Atradika."
"Kebetulan aku juga akan kesana, ikuti saja aku."
Tanpa mempedulikan dia mengerti atau tidak, aku melanjutkan langkahku. Jika dia masih ingin menghentikanku, aku tidak akan mempedulikannya lagi.
Tapi-
"Kenapa kau masih menutup tubuhmu seperti itu?" Aku memalingkan kepalaku sedikit ke belakang.
"Aku tidak ingin mendengarnya dari orang yang baru pertama kali bertemu sudah melecehkanku."
Dia masih kesal dengan yang tadi ya, cukup kekanak-kanakan. Bahkan bidang rata itu, m-maksudku tidak mungkin ada yang tertarik dengan milikmu.
"Terserah."
Aku mempercepat langkahku.
"Ngomong-ngomong ... kenapa kau pergi kesana?" Gadis itu terlihat kesulitan bicara karena mencoba mengejar langkahku.
Aku hanya diam dan tidak menjawab pertanyaannya.
Bisa dibilang, diam juga adalah jawaban.
Merasa kasihan dengannya, aku memutuskan untuk memperlambat langkahku.
Saat langkahku mulai melambat-
" "... !!! ..." "
Dia tersandung dan jatuh ke punggungku.
Detakkan jantung yang cukup cepat mulai terasa sangat dalam pada punggungku, begitu juga dengan detakkanku sendiri.
Kami membeku pada posisi ini.
Jika dalam sudut pandang lain, dia seperti sedang memelukku dari belakang.
Saat ini, aku-tidak, kami tidak tahu harus bagaimana. Hal ini terus berlangsung cukup lama, hingga keringat mulai terasa di punggungku. Merasa tidak nyaman, aku mulai berdeham sekali dan mencoba untuk keluar dari situasi ini.
"Karena aku sekolah di sana."
Setelah mengatakan itu, aku melanjutkan langkahku hingga akhirnya kami sampai ke tujuan dengan selamat tanpa berbicara sedikitpun setelah kejadian itu.
Senin, 18 Juli 2018
Saat ini, kami sudah mencapai gerbang sekolah.
Di sini masih sepi karena biasanya 30 menit lagi baru ada siswa yang akan datang, terkecuali-
"Ren!"
Abaikan!
"Oiii ... Ren!!!"
Suara itu semakin jelas.
Abaikan! Apapun itu, harus diabaikan!
Merasa terganggu dengan suara itu, gadis yang tadi meminta bantuanku bertanya, "Apa dia sedang memanggilmu?"
"Abaikan saja, saat ini kau ingin kemana?"
"Kau cukup kejam."
Dia mengkritikku tanpa memberikan jawaban untuk pertanyaan sebelumnya.
Di sisi lain-
"Oiii ... Rennn!!!"
Seorang pria berambut putih berlari ke arah kami.
Geh! Satu hal yang paling ingin aku hindari setidaknya hari ini yaitu, berbicara dengan pria yang sedang mendatangi kami.
Namanya adalah Lee Jun, biasanya kupanggil Lee. Dia adalah murid kelas 12 sama sepertiku juga, orang ini merupakan siswa yang sangat terkenal di seluruh kalangan sekolah. Memiliki pengetahuan, kemampuan dan kebugaran yang bagus, mampu bergaul dengan siapapun hingga disukai seluruh siswa tapi, sayangnya dia ini ... penyuka novel cinta sesama jenis.
Lee terengah-engah karena berlari tadi.
"Jadi, apa maumu?" tanyaku datar.
"Kau terlalu dingin, Ren. Haahh ... haahh ... setidaknya- haah ... JAWAB SAPAANKUUUU!!!"
Lee berteriak dengan keras di dekat telingaku.
Spontan, aku langsung menutup kedua telingaku dengan rapat.
"Yayaya, seperti biasa ... kau sangat rajin."
Mendengar pujianku, Lee membusungkan dadanya ke depan dan berkata, "Tentu saja! Sebagai siswa sentral, aku harus menjadi panutan bagi seluruh siswa di sekolah ini."
"Haahh ... kata-katamu tadi cukup keren. Tapi sayangnya, untuk saat ini hal itu tidak cocok untukmu."
"Eh! Apa maksudmu?"
"Cari tahu sendiri."
Saat aku ingin melanjutkan langkahku ke halaman sekolah, gadis tadi menarik lengan bajuku.
"Ada apa?" Kepalaku sedikit menoleh ke belakang.
"Aku ... tidak tahu harus kemana."
Aku mendesah dalam lalu berkata, "Lee, dia ini adalah murid pindahan baru. Bisakah kau antarkan dia berkeliling? Oh iya, jangan lupa untuk mengantarnya ke ruang administrasi sekolah lalu-"
Sebelum aku menyelesaikan ucapanku, Lee memotongnya.
"Ya ... ya ... ya, aku mengerti."
"Terima kasih." Aku menundukkan sedikit kepalaku kepada Lee lalu melepaskan pegangan gadis itu dari lengan bajuku.
"Maaf aku tidak bisa memandumu karena kekuranganku."
Setelah mengatakan itu, aku pergi ke halaman dalam sekolah.
...
(Rena POV)
"Maaf aku tidak bisa memandumu karena kekuranganku."
Begitulah yang pria itu katakan sebelum meninggalkan kami.
Aku masih menatap pundaknya yang semakin jauh dan akhirnya- lepas dari jarak pandangku.
"Kau membencinya?"
Karena pertanyaan yang tiba-tiba datang kepadaku, aku terkejut dan tidak menjawab pertanyaannya.
"Dari reaksimu, sepertinya kau tidak membencinya tapi ... hmmm ... yasudahlah."
Pria yang sekarang menjadi pemanduku, dengan ringannya membuang topik pembicaraan tersebut.
"A-ah ... seperti yang kau lihat, dia tidak cukup pandai bergaul dengan orang lain tapi aku berani jamin, sebenarnya dia adalah orang yang baik."
"Oh iya! Namaku, Lee Jun. Panggil saja, Lee!"
Lee mengarahkan tangannya kearahku.
Mengerti dengan niat baiknya, aku menerima salam jabat tangan dari Lee.
"Namaku, Rena Enkira. Panggil saja, Rena."
Mendengar ucapanku, Lee memasang wajah yang cukup konyol.
Bukankah dia terlalu berlebihan?
"A-ada apa?"
"Tidak, tidak. Namamu hampir mirip dengannya."
Dengannya? Siapa?
"Apa maksudmu?" Aku menatapnya bingung.
"Maksudku, pria yang tadi bersamamu."
Jadi dia, ya ....
Akhirnya aku sadar bahwa kami berdua belum sempat berkenalan. Cukup lucu, mengingat setelah semua yang terjadi hingga saat ini. Apalagi tadi ... lupakan!
"Jangan-jangan ... apa kalian belum berkenalan?!" Lee menguatkan suaranya dengan berlebihan.
Aku hanya mengangguk sebagai jawaban.
Lee tertawa terbahak-bahak.
Setelah itu, dia mulai memanduku berkeliling lingkungan sekolah.
...
Saat berkeliling.
"Namanya, Ren Gill. Sama sepertimu, dulunya dia adalah seorang siswa pindahan."
Tanpa basa-basi, Lee memberitahuku tentang pria itu.
"Apa kau tahu, kenapa dia tidak mau ambil bagian untuk memandumu?"
Lee tersenyum seakan mengingat hal yang sangat lucu.
Aku hanya menggelengkan kepala sebagai jawaban.
"Itu karena dia pelupa dan buta arah."
Setelah mengatakan itu, Lee tertawa terbahak-bahak hingga berguling di pelataran.
Jadi, dia juga punya kelemahan ya. Mungkin, aku bisa memanfaatkan kelemahan pria itu untuk membalas perlakuannya kepadaku tadi.
"Jika kau ingin memanfaatkan kelemahannya, aku sarankan untuk tidak melakukan hal tersebut."
Lee mulai serius.
Aku hanya diam menunggu ucapan Lee yang selanjutnya.
"Meskipun seperti itu, dia adalah orang yang sangat menderita. Sebagai sahabatnya, aku tidak ingin kau membuatnya tambah menderita."
"Apa maksudnya?"
Sambil tersenyum, Lee menempatkan jari telunjuk di depan mulutnya.
"Terkadang, ada hal yang tidak bisa diketahui oleh orang lain secara cuma-cuma."
Setelah mendengar itu, aku hanya bisa terdiam sambil mengurungkan niatku yang tadi.
Jujur saja aku tidak tertarik mengenalnya karena bagiku, dia hanyalah seorang penjahat kelamin.
Lee memanduku hingga akhirnya kami sampai di depan ruang administrasi sekolah.
Sebelum kami berpisah, Lee mengatakan sesuatu yang seharusnya tidak penting bagiku.
"Terakhir, aku harap kau bisa akrab dengannya. Kalau begitu, sampai jumpa lagi."
Akrab dengannya?
Entahlah.
...
-Interlude I-
Aku sangat senang, saat melihatnya di balik jendela ruangan lantai dua.
Tapi, ada kehadiran yang membuatku cukup penasaran.
Siapa dia?
Kenapa dia bisa bersamanya?
Aku memberanikan diri untuk menyapanya sambil berharap, "Semoga aku tidak merusak kebersamaan mereka!" begitulah di dalam hati.
Nama gadis itu adalah Rena Enkira, aku belum pernah mendengar nama keluarganya.
Memiliki wajah yang cantik dan sekarang, sepertinya dia sedang memikirkan sesuatu yang tidak baik terhadap sahabatku.
Hal itu membuatku terdorong untuk memperingatkannya.
Aku peduli kepada sahabatku karena hanya dia, hanya dia yang benar-benar menerimaku apa adanya.
Meskipun aku harus melawan dunia karena memiliki seorang sahabat seperti dia, hal itu ... bukanlah masalah yang besar bagiku.
Rena Enkira.
Untuk saat ini ....
Aku akan mengawasimu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!