Nayura Aska adalah seorang gadis kecil berusia 10 tahun yang kini tinggal di panti asuhan di kota A akibat kehilangan kedua orang tuanya dalam sebuah kecelakaan tragis yang menimpa mereka saat hendak melakukan liburan sebagai kado ulang tahun sang putri tercinta. Semenjak ditinggal kedua orang tuanya, gadis berparas cantik, berkulit putih dengan rambut hitam panjang yang akrab dipanggil Yura tersebut kini berubah menjadi pendiam dan suka menyendiri. Karena sikapnya tersebut, tidak jarang teman-teman penghuni panti asuhan lain sering membulli dirinya.
Bruukk...
sebuah bola melayang dan jatuh tepat mengenai kepala Yura yang sedang duduk seorang diri mengenang masa-masa bahagia yang pernah ia lalui bersama ayah bundanya dulu di sebuah kursi panjang di taman belakang panti.
"hahaha...", gelak tawa beberapa anak panti yang sengaja menendang bola kearah Yura
"Lihat Bos, dia sama sekali tidak merespon. Apa mungkin anak baru itu bisu ya Bos?" tanya salah seorang dari mereka kepada Dani.
"Kita samperin yuk!" kata Dani kepada teman-teman nya yang kini telah menghentikan aktivitas bermain bola mereka dan berniat mengerjai Yura.
"Hai anak baru, gelang kamu bagus tuh.., buat aku saja yah"! sambil menarik paksa gelang milik Yura.
"Ja Jangan diambil, itu pemberian bundaku" sambil sesegukan Yura berusaha mempertahankan gelang pemberian orang tuanya yang ditarik paksa oleh Dani.
Tanpa sengaja kejadian tersebut terlihat oleh Adnan yang baru saja melewati taman belakang panti saat ia selesai dari toilet yang letaknya memang berada di bagian belakang gedung panti asuhan tsb.
"Kalian cowok atau banci sih kok main keroyokan sama perempuan"? kata Adnan sambil berlari mendekati Yura dan merampas gelang Yura yang sudah berada ditangan Dani.
"Kamu tidak apa-apa"? tanya Adnan pada Yura yg hanya dibalas dengan gelengan kepala
.
"Hei kamu siapa dan untuk apa kamu membela dia"? tanya salah seorang teman Dani.
"Aku Adnan putra pak Sanjaya pemilik panti asuhan ini. Aku tidak suka melihat kalian mengambil barang milik orang lain. kalau kalian tetap mau melakukannya, aku akan adukan kalian ke ibu Rita(pengelola panti asuhan) biar beliau yang akan menghukum kalian nantinya".
Hal tersebut tentu menciutkan nyali mereka seketika. apalagi harus berhadapan dengan putra pemilik panti asuhan tempat mereka tinggal saat ini. Terang saja mereka langsung mengambil jurus langkah seribu dan meninggalkan Adnan dan Yura yg kini duduk di kursi taman tersebut.
"ada yang sakit"? tanya Adnan khawatir. tapi lagi-lagi hanya dibalas gelengan kepala oleh Yura.
"Dia manis juga,astaghfirullah apa yang kupikirkan?"
gumam Adnan dalam hati.
"oh ya, namamu siapa?tanya Adnan.
"A..aaku aku.."ucap Yura terbata-bata
"tidak perlu takut, aku tidak akan mengganggumu seperti yang dilakukan anak-anak tadi. Aku cuma ingin berteman denganmu" ucap Adnan dengan senyum manisnya.
"Yura.., namaku Nayura kak".
Mereka pun saling berkenalan, meski yang banyak berbicara hanya Adnan.
.
.
.
Sebelum berlalu pergi, Adnan berpesan kepada Yura bahwa ia akan datang kembali akhir pekan depan bersama ayahnya untuk memantau perkembangan renovasi dan penambahan beberapa perlengkapan yang sekiranya dibutuhkan oleh pengelola panti. Yah keluarga Sanjaya memang terkenal sebagai salah satu orang terkaya di kota tsb. Mereka memiliki beberapa bisnis usaha yang bergerak di bidang industri dan perhotelan serta tak lupa berbagai aset lain termasuk panti asuhan yang ditinggali Yura saat ini.
"Tunggu aku yah hari Sabtu depan kita bermain lagi"! sambil berlalu pergi meninggalkan Yura yang masih setia duduk di bangku tsb.
sementara itu pak Sanjaya yang dari tadi mencari keberadaan Adnan yang katanya hanya ke kamar kecil sebentar terlihat tampak kebingungan. Hal itu langsung disadari oleh pengelola panti, bu Rita.
"Mungkin nak Adnan sedang jalan-jalan melihat-lihat kondisi panti Pak. Atau Bapak mau saya temani mencarinya"?
"Ah tidak perlu Bu, mungkin Adnan sedang mencari teman untuk diajak mengisi kebosanannya. Dia sengaja saya ajak supaya bisa belajar sedikit-sedikit bagaimana mengelola panti ini Bu. Meski umurnya baru 15 tahun tapi dia sangat cerdas loh Bu, mudah bergaul dan juga sigap dalam menghadapi situasi apapun"(ucap Pak Sanjaya dengan bangganya).
"ia Pak, bapak benar. selain itu nak Adnan juga gagah dan sangat berwibawa seperti anda". Ucapan Bu Rita hanya ditanggapi senyum oleh pak Sanjaya.
.
.
.
Ceklek..
suara pintu ruang pengelola panti asuhan Harapan Kita terbuka. Hal tersebut sontak membuat Pak Sanjaya dan Bu Rita yang sedari tadi berbincang-bincang menoleh kearah pintu.
"Assalamualaikum Yah.., maaf Adnan Lama. Tadi abis ketemu teman baru di taman belakang". ucap Adnan dan langsung duduk di samping ayahnya.
"Waalaikum salam.." jawab Pak Sanjaya dan Bu Rita serempak.
"Oh papa kira kamu lagi ngapain nak. terus-terus bagaimana temanmu itu"? ucap pak Sanjaya antusias.
Adnan langsung menghela nafas panjang dan sedikit menunduk.
"Dia kasian Yah, Adnan perhati in dia sedang banyak masalah. Dia lebih milih menyendiri ketimbang bermain sama anak-anak lain. Tadi aja Adnan perhatikan dia habis nangis di banku taman, pokoknya kasian deh Yah".
"Apa yang nak Adnan maksud itu Yura"? ucap Bu Rita tiba2.
"ia kok ibu tahu"?? tanya Adnan heran.
"Dia baru saja datang sebulan lalu diantarkan oleh pamannya karena telah kehilangan kedua orang tuanya dalam sebuah kecelakaan. Pamannya berasal dari keluarga sangat pas-pasan, jadi tidak mampu menanggung biaya hidup Yura". ucap Bu Rita turut bersedih dengan kondisi gadis kecil tersebut.
mendengar penuturan bu Rita membuat Adnan kembali bersedih dan bertekad akan menjadi teman baik Yura mulai saat ini.
.
.
.
Maaf ya teman-teman jika banyak kekurangan di dalamnya.🙏🙂 Mohon dukungan kalian spy nantinya bisa lebih baik lagi!
"Adnan Yusuf Sanjaya.., bangun nak! shalat subuh berjamaah yuk! ayah sudah nunggu tuh di mushola."
suara ketukan pintu itu sontak membuat Adnan mulai terbangun sambil mengucek mata. Ia awalnya enggan beranjak dari tempat tidur, mengingat mimpi yang baru saja ia alami. Bagaimana tidak, ia sedang bermain gitar dan Yura sedang bernyanyi dengan suara yang sangat merdu di dalam mimpinya. Mengingat itu sukses membuat Adnan tersenyum manis.
"Sayang cepetan bangun dong!" titah Umi Marwah yang tetap mengetok pintu kamar putra satu-satunya tersebut.
"ia-ia Umiku sayang.., kebiasaan deh kalo manggil anak sendiri pakai nama lengkap gitu. Adnan bersih-bersih sekalian wudhu dulu Mi. Umi duluan gih!" ucapnya tetap sopan.
.
.
.
Mushola
"iqomah nak, kita segera mulai shalat subuh nya!" ujar pak Sanjaya dan langsung diangguki ole Adnan.
Mereka pun shalat dengan khusyuk dan dilanjutkan dengan tadarusan sampai fajar benar-benar menampakkan diri dari ufuk timur.
Keluarga pak Sanjaya adalah keluarga yang cukup religius. Mereka selalu menyempatkan diri untuk tetap melaksanakan kewajiban sebagai seorang muslim meski disela kesibukan duniawi. Hal tersebut tidak terlepas dari peran Kyai Ja'far Shodiq guru sekaligus sudah dianggap orang tua oleh keluarga Sanjaya.
.
.
.
Pagi itu mereka sarapan sebelum memulai aktivitas seperti biasa. Pak Sanjaya mengingatkan putranya bahwa mulai bulan depan awal tahun ajaran baru Adnan akan masuk ke pesantren milik Kyai Ja'far. Hal tersebut ia lakukan agar putra semata wayangnya itu juga memiliki paham agama yang baik dan mampu bersikap mandiri meski pun latarbelakang sosial mereka serba berkecukupan.
"Nak, sebulan lagi kamu nimbah ilmu di pesantren yah! ayah mau jika kelak di akhirat nanti timbangan dosa ayah dan Umi lebih besar dari pada amalan baik yang kami miliki, kamu ada sebagai penyelamat kami nak".
"Insya Allah Yah, doa kan Adnan semoga dapat memenuhi niat mulia ayah dan Umi." ucapnya dengan suara lirih.
"Kamu memang putra Umi yang berhati emas nak, umi bersyukur Allah menganugerahkan mu dalam kehidupan kami nak."
"Adnan yang bersyukur memiliki kalian berdua sebagai orang tua Adnan." sambil berdiri merangkul ke dua orang tuanya.
Seketika Adnan teringat akan Yura yang sudah tidak memiliki orang tua sama sekali. Bahkan paman satu-satunya pun meninggalkannya di panti asuhan hanya karena alasan tidak mampu menanggung biaya hidup nya.
"akhir pekan ini ayah ke panti kan Yah?" tanya Adnan setelah melepas rangkulan ayah dan Umi nya. "Adnan ikut yah Yah!"
"ia nak"...
.
.
.
Di Panti Asuhan..
"Assalamualaikum Yura, bagaimana kabarmu?" tanya Adnan yang baru saja mendapati Yura yang sedang bernyanyi seorang diri di taman belakang panti.
Hal tersebut refleks membuat Yura menghentikan nyanyian nya dan tertunduk malu karena telah kedapatan oleh Adnan. "kak Adnan kok tiba-tiba disini?"
"Jawab salam hukum nya wajib, nanti dosa loh" ucap Adnan yang sukses membuat Yura semakin tertunduk malu.
"waalaikum salam" dengan suara pelan namun masih dapat didengar Adnan.
Sikap Yura yang berubah-ubah terhadap nya membuat Adnan gemas sendiri.
"Aku datang buat menepati janjiku untuk berteman baik dengan mu." (batin Adnan).
"Suara kamu bagus, apalagi kalau salawatan. pasti bakal merdu banget." ucap Adnan dengan senyum yang tulus.
"Ha.." kok kak Adnan dengar yah kalau tadi aku nyanyi? perasaan suaraku tidak begitu keras (ucap Yura dalam hati).
"Udah ga usah heran gitu! nih buat kamu." sambil menyodorkan gantungan kunci berbentuk gitar kecil kepada Yura yang sudah ia beli di pinggir jalan saat ayahnya singgah membeli air mineral.
.
.
.
...(Flashback) Di Jalan Menuju Panti...
"Ayah singgah sebentar beli minum yah nak, kamu jangan jauh-jauh". titah pak Sanjaya sambil menutup pintu mobil mewahnya.
Tanpa sengaja Adnan melihat penjualan gantungan kunci yang sedang duduk di emperan jalan tak jauh dari mobilnya. Adnan merasa iba melihat kakek tsb karena sepertinya belum ada dagangannya yang laku terjual sejak pagi. Adnan berjalan menghampiri kakek tersebut.
"Assalamualaikum kakek, gantungan kunci jualan kakek bagus-bagus. Saya beli yg bentuk gitar yah kek." sambil menyodorkan uang kertas pecahan seratus ribu rupiah kepada si kakek.
"waalaikum salam nak, Masya Allah kakek tidak punya kembaliannya nak. Dagangan kakek belum ada yang laku."
"Kembaliannya buat kakek aja, itu sudah rezeki nya kakek" ucap Adnan tulus
"oh ya kek boleh minta tolong diberi inisial huruf 'A' tidak ?" tanya Adnan ragu-ragu namun segera dilakukan oleh si Kakek tadi.
Dengan telaten kakek tersebut mengukir huruf A menggunakan alat khusus yang digunakan kakek tersebut dalam membuat miniatur gantungan kunci jualan nya. Hanya butuh seper sekian detik ukiran tersebut langsung tertera cantik di gantungan kunci milik Adnan yang rencananya ia mau berikan kepada Yura sebagai simbol pertemanan mereka.
.
.
.
"ini buat Yura Kak?"
"ya ialah.., masa ya ia dong". ucap Adnan sambil mengulum senyumnya.
"Makasih kak"
Tanpa sadar sudah ada dua pasang mata yang sedari tadi memperhatikan tingkah laku kedua anak tersebut.
"Alhamdulillah akhirnya Yura sedikit demi sedikit mulai memperlihatkan perubahan sikapnya yang dingin dan tertutup. Semoga anak itu segera dapat melupakan kesedihannya." ucap Bu Rita
"Saya turut senang Bu jika kehadiran anak saya disini dapat sedikit membantu".
Bersambung...
Yura dan Adnan terus saja asyik berbincang-bincang dan sesekali mereka tertawa bersama. Hal itu membuat Bu Rita sangat senang, pasalnya selama sebulan di panti Yura baru kali ini tersenyum lebar seperti itu.
"Apa akhir pekan depan kak Adnan main lagi ke Panti?" tanya Yura ragu.
"yah kalau urusan renovasi panti belum selesai dan ayah masih punya waktu luang, insya Allah aku ikut kok. Kenapa nanya gitu, kamu kesepian ya kalau ga ada aku?" goda Adnan.
"Kak Adnan kepedean deh".
"Lah buktinya Emang ia.., udah ga perlu malu! pekan depan kakak bawa alat musik deh, kakak yang mainin kamu yang nyanyi yah!" ucap Adnan sambil tersenyum ke arah Yura
"Ok siapa takut".
.
.
.
Saat di perjalan pulang meninggalkan panti asuhan, pak Sanjaya tidak sengaja memperhatikan gerak gerik putra semata wayangnya itu. Dia melihat putranya yang sejak berteman dengan salah seorang anak di panti tersebut, saat ini lebih banyak tersenyum dan melamun. pak Sanjaya menyadari bahwa ada hal istimewa yang dimiliki oleh gadis kecil tersebut sehingga mampu membuat putranya sering tersipu sendiri.
"Bahagia sekali kelihatannya nak?" ucap pak Sanjaya tanpa memalingkan wajahnya dan tetap menyetir mobil.
Hari ini ayah dan anak tersebut memang tidak menggunakan supir pribadi nya karena pak Sanjaya beralasan ingin lebih banyak menghabiskan akhir pekan berdua saja dengan Adnan sebelum ia masuk pesantren bulan depan.
"ih ayah kepo deh😅.. mau tau aja urusan anak muda."
"Ya ia lah ayah kepo, kamu kan anak ayah satu-satunya, segala hal yang berkaitan denganmu haruslah ayah tahu! sambung pak Sanjaya dengan senyumannya
"Adnan udah besar kali yah, udah 15 tahun. Masa apa-apa mesti laporan ke ayah si?"
"ia ia anak ayah udah remaja, udah gede, bentar lagi dewasa dan berkeluarga. pasti ayah dan Umi ditinggal deh" lirih pak Sanjaya membayangkan masa depan putra nya tersebut".
"Kejauhan mikirnya ayah.., Adnan baru Lulus SMP juga, masa mikirnya langsung nikah dan berkeluarga.." ucap Adnan pura-pura tak terima dengan opini ayahnya. Hal tersebut hanya dibalas senyuman kikuk oleh ayahnya.
.
.
.
Di rumah mewah nan besar berlantai tiga dengan dominasi cat berwarna putih dan gerbang utama yang menjulang tinggi semakin menambah kesan megahnya. Umi Marwah yang sekarang ini sedang sibuk-sibuknya di dapur dibantu mbo Mina menyiapkan makan malam untuk kelurga tercinta nya. Umi Marwah memang lebih senang memasak sendiri untuk suami dan anaknya, meski memiliki tiga asisten rumah tangga ditambah satu tukang kebun dan dua satpam, ia kebanyakan melakukan segala aktifitas seorang diri. Katanya biar sekalian olah raga dan ngeluarin keringat.
Ditengah kesibukan masak memasak, tiba tiba gawai milik umi Marwah berbunyi dan ia refleks menghentikan kegiatan memasaknya dan langsung diambil alih oleh mbo Mina dan mbo Titin.
"Assalamualaikum". ucap suara diseberang
"waalaikum salam mba, tumben nelpon sore sore gini?"
"Aku mau nyampai in kabar bahagia dek. Anakku Daffa akan menikah akhir pekan depan. Kamu, mas Sanjaya dan Adnan harus datang yah".
"Masya Allah mba, aku ikut senang dengernya. tapi mba kok baru ngasih kabar ke aku sih? kan aku mesti nyiapin gaun". protes umi Marwah kepada kakaknya yang sebentar lagi akan memiliki menantu dari anak lelaki mereka.
"Kan biar jadi kejutan dek. Daffa pasti seneng kalau kalian bisa hadir. yah dek yah! kamu kan satu-satunya keluarga mba, setelah Abah dan umi meninggal." tutur mba Ana sedih.
"Harus dateng loh yah!" tegas Mba Ana kakak kandung umi Marwah yang kini tinggal di Makassar mengikuti sang Suami.
"Insya Allah mba, doakan semoga kami sehat dan bisa secepatnya terbang ke Makassar ya mba."
"Aamiin"..
.
.
.
Malam hari pun tiba, setelah usai shalat isya keluarga pak Sanjaya pun berkumpul dimeja makan. Tidak seperti biasanya saat makan hanya ada suara denting sendok, kali ini umi Marwah mencoba memulai pembicaraan perihal rencana acara pernikahan keponakannya di Makassar akhir pekan depan.
" Yah, akhir pekan nanti Daffa menikah loh yah. Mba Ana tadi nelpon minta kita datang langsung ke acaranya. Ayah ngosongin jadwal ayah mulai Kamis nanti yah! pinta umi Marwah.
"loh kok Kamis sih Mi, kan akadnya Ahad. Apa ga kecepetan kita datangnya?" tanya pak Sanjaya heran.
"Ayah ini belum tua tua amat udah pikun 🤭. Ayah lupa kalau Mas Andi itu orang Bugis Makassar? pasti ada serangkaian acara adat istiadat setempat sebelum ijab qobul dan hal itu ga mungkin sehari udah beres yah." tutur umi Marwah panjang lebar.
"Ia ayah lupa Mi"🤦. Sambil mempraktekkan gerakan tepuk jidat.
"Adnan ikut juga gitu Mi?".
"Ya Allah ini anak pake nanya pula. Ya pasti dong sayang kamu harus ikut. Masa kakak kamu nikah kamu nya ga datang? Bisa diomeli habis habisan umi sama mba Ana kalau kamu ga ikut".
"terpaksa akhir pekan ini, janji ketemu Yura bakalan batal deh, Yura pasti nunggu in. maafkan aku yah Yura ga bisa nepatin janji kita". lirih Adnan dengan suara sepelan mungkin dan terpancar ada raut kesedihan diwajahnya membayangkan Yura yang tersenyum manis kepadanya saat mengucapkan janji itu.
"tadi ngomong apa nak?" tanya pak Sanjaya penuh selidik.
"Eh ini, itu..., bukan apa-apa kok Yah." sambung Adnan dengan terbata-bata dan melanjutkan makannya kembali dengan tenang.
.
.
.
Hari Keberangkatan
Keluarga pak Sanjaya kini tengah bersiap-siap menuju ke bandara sambil menunggu Mang Darma memasukkan koper mereka ke bagasi mobil. Kali ini mereka diantar oleh supir pribadi sang suami.
"Sudah semua Tuan". Ucap mang Darma setelah selesai menyusun koper-koper majikannya.
"Embo Mina, mbo Titin dan mba Sri, saya titip rumah yah! Kami berangkat dulu." titah Umi Marwah kepada ke tiga asisten rumah tangga nya.
"Siap nyonya". Jawab mereka serempak.
.
.
.
Perjalanan dari Pulau Jawa ke Makassar membutuhkan jarak tempuh selama 2 jam perjalanan jika menggunakan maskapai penerbangan pada umumnya. karena Pak Sanjaya horang kaya maka ia lebih memilih menggunakan jet pribadinya sehingga hanya memakan waktu sekitar setengah jam kurang lebih untuk sampai di Bandara internasional Sultan Hasanuddin Makassar. Ya Alasannya supaya sang istri dan anak tidak kecapean, apalagi harus menggunakan jalur darat selama kurang lebih tiga jam dari Bandara menuju ke kota Sutra (Kabupaten Wajo). Wajo dijuluki kota Sutra karena merupakan kota terbesar penghasil kain sutra di Sulawesi. Kain sutra pun menjadi salah satu ciri khas Bugis Makassar.
Hal tersebutlah yang membuat Pak Andi (suami Mba Ana) memilih tinggal di kota tersebut untuk menjalankan bisnis industri kain sutranya. Tidak tanggung-tanggung, omset pendapat pak Andi, sampai ratusan juta dalam sebulannya, hal tersebut menjadikan suami Mba Ana sebagai salah satu deretan orang terkaya di pulau Sulawesi.
Sampailah mereka di sebuah rumah besar berlantai dua yang samping kiri kanannya terlihat berjejer rumah panggung terbuat dari kayu tetapi terlihat kokoh dengan nuansa khas suku Bugis Makassar nya. Terlihat jelas kesibukan persiapan menjelang acara pernikahan dengan banyaknya tetangga berlalu lalang sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Yah itulah orang Bugis, dengan budaya ramah dan gotong royong nya.
Terlihat Mba Ana dan suami nya tengah menunggu di depan pintu utama menyambut kedatangan keluarga adik tercinta nya itu.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabaratu,, halo apa kabar dek? Capek Yah? Gimana-gimana perjalanannya?" Pertanyaan beruntun itu diucapkan mba Ana hanya dengan sekali hembusan nafas.
"Waalaikum salam.. Alhamdulillah cuaapeekk lah mba, rumah mba si jauh banget dari pusat kota." gerutu umi Marwah yang seketika hilang wibawa kedewasaan nya di depan sang kakak.
Hal tersebut sontak membuat semua orang yang mendengar percakapan kakak beradik itu tertawa. kemudian mereka semua saling berpelukan melepas rindu. Mba Ana menuntun mereka ke lantai dua rumah nya menuju ke kamar yang telah ia siapkan untuk adik dan keponakan nya itu.
Di kamarnya, Adnan yang baru selesai melaksanakan shalat Ashar setelah membersihkan diri, langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur king size sambil menghela nafas berat membayangkan kekecewaan Yura akibat ulahnya yang ingkar janji.
.
.
.
Wajo adalah kota asalku yah teman-teman..
jadi dicerita ini aku bakal nyelipin info2 menarik tentang budaya dan adat istiadat kami suku Bugis.
Kali aja ada yang minat jalan-jalan kesini?☺️
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!