Riders tercinta, jangan lupa baca juga ya new novel Author yang judulnya DIPAKSA MENIKAHI TUAN MUDA CACAT YANG KEJAM tinggalkan like koment juga. 🙏🙏🤗
-
-
...Untuk para pembaca yang baik hati. Selamat datang di new novel Author. Semoga cerita ini banyak di sukai dan di terima seperti novel "Istri Kecil Mr.Arogan" Jangan bosen-bosen untuk selalu meninggalkan like komentnya ya. Dukung terus Author agar tetap bisa berkarya 🙏🙏🙏...
-
Ken merasakan dunianya runtuh dan kebahagiaannya sirna ketika dengan mata kepalanya sendiri dia melihat seluruh keluarganya di bantai dengan sadisnya oleh sekelompok pria tak di kenal.
Ken adalah saksi bisu pembunuhan sadis yang memimpa keluarganya. Ayah, ibu serta adiknya dibunuh tepat di depan matanya dengan sangat sadis. Tapi Ken tidak bisa berbuat apa-apa selain menangis dan meratapi kematian mereka.
Ken ingin membalas dendam pada pria yang ia yakini sebagai dalang utama dibalik kematian keluarganya. Dan gadis bernama Shea Oliver-lah yang menjadi sasarannya.
Dan yang menjadi pertanyaannya. Apakah benar-benar pria itu yang telah membunuh keluarganya?
Ken menculik dan menjadikan gadis tak berdosa itu sebagai sandera di mansion mewahnya. Memenjarakannya di sana dan mengikat Shea dengan sebuah pernikahan.
Dan apakah cintanya pada Shea mampu membuat Ken melupakan dendam kesumatnya pada keluarga Oliver? Apakah Ken mampu melepaskan dendamnya demi Shea?
Sejujurnya Ken sangat mencintai Shea, Shea adalah sahabat Ken saat kecil yang merangkap sebagai cinta pertamanya, dan Shea adalah satu-satunya gadis yang mampu mengisi kekosongan hatinya selama ini. Ken ingin sekali melupakannya, tapi hal itu terlalu sulit untuk dia lakukan...
Di sisi lain, Ken juga tidak bisa begitu saja melepaskan dendamnya pada ayah Shea. Katakanlah jika dia egois. Ken ingin menghancurkan keluarganya, tapi dia juga ingin menahan Shea disisinya...
"Memang kau fikir, Iblis sepertimu layak mendapatkannya? Jangan pernah bermimpi jika aku akan bersikap sopan padamu, Ai-Ken!!"
"Jadilah gadis yang baik dan penurut, jika kau berani membantahku sekali saja. Maka nyawa merekalah yang akan menjadi taruhannya," Ken menunjukkan sebuah video pada Shea. Mata gadis itu membelalak sempurna melihat tubuh ayah dan kakaknya terikat pada sebuah kursi di dalam ruangan gelap dan pengap, tanpa Ia sadari.
Cairan-cairan kristal bening mengalir dari pelupuk matanya tanpa bisa dicegah. Shea mendongak dan kembali menatap Ken dengan tajam. Pria itu hanya menyeringai menyikapi tatapan tajam Shea. "Bagaimana? Kau menerima tawaranku?" Ken memandang Shea dengan smrik penuh kemenangan.
"AI-KEN, AKU MEMBENCIMU!"
-
VISUAL UTAMA...
Lu Han visual Ai-Ken... (30 Tahun)
Jessica Jung visual Shea Oliver... (24 Tahun)
Zhoumi visual Cris William.. (32 Tahun)
Huang Zitao, Visual Sammy Huang. Tangan kiri Ken dan salah satu orang kepercayaannya. (23 tahun)
Park Jimin, Visual Key... Tangan kiri Ken dan salah satu orang kepercayaannya. (23 tahun)
Yesung Visual Alex Xiao... (35 tahun)
Go Ara, Visual Senna Choi... Satu-satunya anggota wanita dalam organisasi Mafia yang diketuai oleh Ken... 31 tahun)
Lee Sunny Visual Larissa (24 tahun)
Hyomin T-Ara visual Shilla Oliver, saudari kembar Shea... (24 Tahun)
Choi Siwon visual Dannu Oliver.. (55 Tahun)
Ji Jin Hee, Visual Andrew Xiao (55 tahun)
...Cobalah tanyakan pada hati kecilmu yang paling dalam. Apakah hati kecilmu benar-benar sanggup untuk membunuh seseorang yang kau cintai hanya demi sebuah dendam bodoh yang justru menghantarkanmu pada jurang penyesalan yang tiada ujungnya. Dan apakah kau akan merasa baik-baik saja setelah melihat orang yang kau cintai mati ditanganmu. Jangan sampai dendam itu justru menghancurkanmu....
Jangan lupa untuk selalu tinggalkan like 💙 serta komentnya ya, dan tambahkan juga ke favorite kalian biar gak ketinggalan ceritanya. 🤗🤗😘😘😘
Brakkkk ... !!!
Seorang anak laki-laki berusia 14 tahun menjatuhkan tas sekolahnya saat melihat segerombolan pria berpakaian formal memasuki kediamannya dan menghancurkan benda apa pun yang di lalui nya.
Tak lama setelah kedatangan pria-pria itu, pria lain yang merupakan tuan rumah datang bersama istri dan seorang bayi mungil yang ada di dalam pelukan sang istri saat mendengar kegaduhan yang berasal dari ruang tamu.
"Apa-apaan ini?" Pria itu bertanya pada para tamu asingnya dengan nada membentak. Alih-alih menjawab. Salah satu dari 7 pria itu menghampiri sang tuan rumah sambil menodongkan pistol di tangannya dan??
Dooorrr ...!!!
"Kyyyyaaaaa!!" Wanita itu menjerit histeris saat melihat tubuh suaminya tumbang setelah dua timah panas menembus jantung dan kepalanya.
Darah segar mengalir dari luka tembaknya membuat kemeja putih yang Ia kenakan menjadi merah seketika. Sedangkan sang wanita hanya bisa terduduk lemas melihat suaminya meregang nyawa tepat di depan matanya tanpa mengucapkan satu kata pun sebelum kepergiannya.
Dengan bayi yang berada di pelukannya, wanita itu meraih kepala suaminya dan memindahkan ke atas pangkuannya "Hiks, suamiku katakan sesuatu. Kau harus bertahan, kau tidak boleh meninggalkanku, Lian dan Ken!" isak wanita itu dengan nada pilu.
Lalu mendongak menatap tajam 7 pria asing itu. Dengan wajah penuh air mata. Wanita itu bangkit dari duduknya dan menghampiri si pelaku utama yang telah menghilangkan nyawa suaminya. Dengan penuh emosi, wanita itu meludahi wajah pria di hadapannya membuat api amarah dalam diri pria itu meledak seketika.
"Ahhhh," rintih kesakitan terdengar jelas saat pria itu menjambak rambutnya dan tanpa banyak bicara menghantamkan wajah wanita itu pada dinding di sampingnya membuat darah segar mengalir dari dahinya.
"Dasar wanita kurang ajar," tak sampai di situ. Pria itu mendorong tubuh tak berdaya itu pada meja kaca hingga hancur berkeping-keping.
Tubuh wanita itu penuh luka dan berdarah. Banyak pecahan kaca yang menancap di tubuhnya, dengan sisa tenaga yang Ia miliki. Wanita itu merangkak menghampiri putri kecilnya yang sedang menangis di samping jasad suaminya.
Kemudian pandangannya Ia arahkan pada lantai dua, wanita itu menggeleng saat melihat putra angkatnya hendak keluar dari persembunyiannya. Namun belum sempat bayi mungil itu berpindah ke pelukannya, seseorang lebih dulu mengambilnya.
Orang itu menarik sudut bibirnya, menyeringai tajam. "Apa kau menginginkan bayi ini?" tanyanya meremehkan.
"Apa yang kau inginkan? Kembalikan bayiku," wanita itu berteriak meminta agar bayinya di kembalikan namun permintaan wanita malang itu tak di indahkan .
Pria itu justru memberi kode pada anak buahnya. "Ma..mau apa kalian?" wanita itu memeluk tubuhnya sendiri saat beberapa pria menghampirinya dengan seringai mengerikan, tatapan lapar penuh nafsu
"Kau terlalu cantik untuk dibiarkan saja, Nyonya. Lebih baik temani kami bermain!"
wanita itu menggeleng. "Tidak, jangan mendekat. Atau ku tembak kalian," wanita itu mengambil pistol milik suaminya yang tersimpan di laci dan mengarahkan pada pria-pria itu. Sayang, pistol itu dapat di rebut dengan mudah.
Dengan kasar, orang itu mendorong tubuhnya hingga menabrak guci keramik berukuran raksasa. Guci itu hancur tak berbentuk , darah mengalir deras dari kepalanya. Hanya dalam hitungan detik, wanita itu meregang nyawa dengan cara mengenaskan.
"Dia sudah tewas, Boss!" ucap seorang pria setelah memastikan keadaan wanita itu.
"Tidak ada gunanya lagi kita di sini, kita pergi!" pria yang di panggil boss itu memberi kode pada anak buahnya untuk meninggalkan kediaman kedua korbannya.
"Lalu bagaimana dengan bayi ini?" tanya seorang lagi.
Pria itu menoleh. "Bunuh saja bayi menyusahkan itu!"
"Tapi boss?" pria itu mengeram rendah menatap tajam anak buahnya.
"Tapi apa lagi? Habisi bayi itu atau kau yang akan ku habisi?" ancamnya bersungguh-sungguh.
Pria itu menutup matanya. Dengan tangan gemetar mengangkat pistol di genggamannya dan mengarahkan pada tubuh bayi tak berdosa itu. "Pergilah ke Surga bersama Ayah dan Ibumu, Nak!" tangis bayi itu pun terhenti detik itu juga.
Dengan penuh penyesalan, pria itu meninggalkan ruangan tersebut dan mengejar Bos serta rekan-rekannya yang lebih dulu meninggalkan kediaman korbannya.
"Hiks.. Mama, Papa, Lian,"
Anak laki-laki itu hanya bisa diam tanpa mampu melakukan apa pun melihat seluruh keluarganya terbunuh di depan matanya dengan tragis.
Memangnya apa yang bisa di lakukan oleh bocah berusia 14 tahun selain menangis dan meratapi kepergian seluruh keluarganya. Melihat peristiwa itu membuat hati anak laki-laki itu seperti di sayat-sayat.
Hidup yang semula baik-baik saja hanya dalam waktu sekejap mata berubah menjadi sebuah mimpi buruk yang tidak mungkin bisa Ia lupakan seumur hidupnya. Ia adalah satu-satunya yang selamat dalam pembantaian mengerikan itu dan kunci di balik peristiwa pahit yang menimpa seluruh keluarganya.
"Aku terlambat," di saat bersamaan. Seorang pria berpakaian rapi memasuki ruangan megah yang kini menjadi lautan darah.
Pria itu menjatuhkan tubuhnya di samping jasad ketiga orang itu. Cairan-cairan kristal bening mengalir dari pelupuk matanya melihat tubuh sahabatnya telah tak lagi bernyawa
"Maafkan aku, karena aku datang terlambat. Jika saja aku datang lebih awal pasti hal ini tidak akan menimpamu, Victoria dan Lian!" pria itu menunduk penuh penyesalan.
Dengan tangan gemetar, pria itu mengambil pistol yang tergeletak di samping jasad sahabatnya lalu mengangkatnya ke udara untuk melepaskan satu tembakan bela sungkawa. Namun tembakan itu justru di artikan lain oleh seorang anak yang bersembunyi di lantai dua.
"Di depan jasad mu, aku bersumpah. Akan ku temukan pelakunya dan ku jebloskan orang itu ke penjara. Aku juga akan menemukan putramu, aku akan merawat dan menjaganya seperti putraku sendiri!" pria itu bangkit dari posisinya dan melenggang pergi.
Dan Ken yang sejak tadi berada di lantai dua keluar dari persembunyiannya selepas kepergian pria itu. "Jadi kau orangnya?" gumamnya lirih, sepertinya Ken telah salah sangka dengan kedatangan pria itu dan mengira jika dialah dalang di balik kematian keluarganya.
Anak itu mengepalkan kedua tangannya, menatap punggung pria itu penuh kebencian"Dannu Oliver, kau harus membayarnya. Suatu saat nanti aku akan kembali sebagai neraka mu. Dengan tanganku sendiri akan ku hancurkan seluruh keluargamu!"
Flashback End:
"Papa..... ??"
Ken terbangun dari tidurnya dengan nafas tersengal-sengal. Dadanya sesak, nafasnya tercekat, peluh membanjiri di sekujur tubuhnya. Mimpi buruk yang selama 16 tahun selalu menghantui dirinya kembali datang kembali dan mengusik tidurnya.
"Ada apa, Boss?" Ken menolehkan kepalanya setelah mendengar dobrakan keras pada pintu kamarnya dan teguran seseorang.
Ken hanya menatap datar tiga orang yang beriringan menghampiri dirinya. "Apa mimpi buruk itu datang lagi, Ken?" tanya pria berwajah kebaratan bermarga William dengan tatapan cemasnya.
"Ya," jawabnya singkat.
Ken mengusap peluh di wajahnya. "Lalu apa rencana mu, Boss? Apa kau tetap pada rencana awal mu, atau justru kau ingin menyusun rencana baru?" tanya pria bermata panda yang di ketahui bernama Sammy.
"Menemukan, Dannu Oliver dan seluruh keluarganya kemudian menghabisi mereka semua!" jawabnya mantab.
"Termasuk, Ara?" sahut Cris menimpali.
Mendengar nama Ara membuat Ken kehilangan kata-katanya. Ara sendiri adalah putri bungsu Dannu, sahabat Ken saat kecil yang merangkap sebagai cinta pertamanya. Orang yang ingin sekali Ken lupakan selama 16 tahun namun selalu gagal.
Sejak peristiwa itu, Ken dan Ara yang kini telah berganti nama menjadi Shea tidak pernah bertemu lagi karna tak lama setelah insiden berdarah yang menimpa seluruh keluarganya.
Ken memutuskan untuk kembali ke China bersama pamannya. Dan di sanalah Ken mempersiapkan dirinya untuk membalas dendam atas kematian seluruh keluarganya.
Dan di usianya yang masih sangat muda, Ken berhasil menjadi seorang bos besar mafia yang paling di cari, disegani dan di takuti di beberapa negara termasuk daratan Eropa dan America.
Menemukan keberadaan serta mengungkap kejahatan Ken dan komplotannya bukanlah sebuah perkara yang mudah, bahkan untuk seorang agen FBI terlatih sekalipun.
Selain di kenal berbahaya, Ken dan komplotannya juga di kenal cerdik dan licik. Mereka selalu berpindah-pindah tempat hanya untuk mengelabuhi para polisi yang terus berusaha menemukan keberadaan mereka.
Sebagai seorang Boss Mafia, tentu saja Ken memiliki orang-orang yang bisa di andalkan dan siap mati hanya demi membuktikan kesetian padanya. "Aku akan menghabisi mereka semua, termasuk...Ara!"
Cris memperhatikan raut wajah Ken yang berubah sendu saat dia menyebut nama Ara. Cris tau, ada ketidakrelaan saat Ken menyebutkan nama Ara sebagai salah satu orang yang akan menjadi target pembunuhannya.
Cris bisa tau hanya dengan membaca ekspresinya saja. Jangan salahkan Cris jika Ia bisa mengetahui segalanya hanya dari sikapnya tapi salahkan kemampuan Analisis Nonverbal yang di kuasainya.
"Aku tau kau tidak bersungguh-sungguh dengan kalimat mu itu, Ken? Kau mungkin bisa membohongi semua orang tapi kau tidak akan bisa membohongi diriku."
Ken terdiam.
Pandangannya terpaku kearah lain. Menerawang, ucapan Cris memang ada benarnya. Meskipun selama ini Ken selalu mengatakan ingin menghabisi seluruh keluarga Dannu, namun ekspresi wajahnya berubah sendu ketika menyebut nama Ara.
Mungkin orang lain tidak menyadarinya tapi itu tidak berlaku bagi Cris yang memiliki keahlian membaca ekspresi wajah seseorang.
Cris bisa membaca setiap ekspresi yang Ken tunjukkan. "Percaya diri sekali kau?" kata Ken menimpali. Cris mendesah, berbicara dengan Ken memang membutuhkan kesabaran ekstra.
"Aku bertanya padamu? Setelah kau bertemu kembali dengannya, apa kau masih sanggup mengangkat senjata mu dan mengarahkan pada jantungnya? Tanyakan pada hati kecilmu yang paling dalam, Ken."
"Apakah kau tidak akan menyesal setelah berhasil menghabisinya? Gunakan otakmu baik-baik untuk berfikir, Ai-Ken!" tutur Cris, pria itu bangkit dari duduknya sambil memberi kode pada Key dan Sammy agar mengikutinya keluar
"Pikirkan kembali, Ken. Jangan sampai kau menyesal pada akhirnya hanya karena dendam bodoh mu, itu!" lanjutnya sebelum menghilang di balik pintu.
Ken menyandarkan punggungnya pada sandaran tempat tidur, wajahnya mendongak menatap langit-langit kamarnya. Membayangkan saat timah panas menembus jantung Ara dan melihat gadis itu tumbang di depan matanya membuat perasaan Ken semakin buruk.
Yang menjadi pertanyaannya, apakah Ken mampu melakukannya?? Entah, karena hanya waktu yang mampu menjawabnya.
-
Bersambung.
Di pagi yang cerah. Seorang gadis menggeliat dalam tidurnya, saat cahaya matari menelusup masuk kedalam kamarnya melalui sela-sela jendela dan mengusik mimpi indahnya.
Kelopak mata itu terbuka perlahan menampilkan sepasang mutiara hazel yang sebelumnya tersembunyi di balik kelopak matanya. Gadis itu bangun lalu meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku.
Menyibakkan selimutnya, kedua kaki jenjang itu berpijak sempurna di lantai. Gadis itu melangkahkan perlahan ke arah kamar mandi untuk membersihkan diri.
"Bibi, apa Shea belum bangun!" Di tempat yang sama tapi di lokasi berbeda. Seorang gadis duduk di meja makan dengan di temani seorang pelayan.
Perempuan itu menggeleng. "Sepertinya belum, Nona!" ujarnya
"Dasar pemalas, apa dia tidak tau jika ini sudah siang?" gadis itu menggerutu sambil menggelengkan kepala.
"Berhenti membicarakan ku saat aku tidak ada, Shilla Oliver!" Sahut suara yang kemudian duduk berhadapan dengan gadis yang di panggil Shilla itu.
"Aku tidak membicarakan mu, tapi aku mengatakan fakta tentang dirimu, Shea Oliver!!" balas Shilla menegaskan. Shea hanya memutar matanya jengah.
Berdebat dengan Shilla hanya akan membuat moodnya semakin buruk pagi ini. Mengabaikan Shilla, Shea mulai menyantap sarapannya dengan damai tanpa suara selain dentingan sendok dan piring yang saling bersentuhan.
Sesekali Shilla melirik kearah Shea yang tampak tenang menikmati sarapannya, ada satu pertanyaan yang hingga detik ini membuat Shilla begitu penasaran.
Tingg ...!!!
Shilla meletakkan sendok nya tanpa menyelesaikan sarapan paginya, wajah Shea yang semula hanya terfokus pada makanan kini beralih menatap Shilla dengan tatapan penuh selidik 'Apa?' kurang lebih seperti itulah arti tatapan Shea.
"Ada yang ingin kutanyakan padamu!" Shea menaikkan alisnya, lalu meletakkan sendok nya.
Dari nada bicaranya, terlihat jelas jika Shilla mulai serius dengan ucapannya. "Tentang apa?" Shea menegakkan punggungnya yang tadi bersandar.
Shilla tak langsung menjawab. Ia berusaha mengumpulkan mentalnya karena yang akan Ia tanyakan ada sangkut pautnya dengan masa lalu Shea yang mungkin akan membuka luka lama dihatinya.
"Ini tentang, Ken!"
Deggg ...!!
Shea sedikit tersentak, tak terpikirkan olehnya jika Shilla ingin membahas sesuatu yang berhubungan dengan masa lalunya."Maksudmu?" Shea menatap Shilla bingung, raut wajahnya tak secerah sebelumnya.
"Apa kau masih menyimpan rasa padanya? Maksudku, apa kau masih belum bisa melupakannya setelah 16 tahun berlalu?"
Shea terdiam, gadis itu menundukkan wajahnya menatap jarinya yang saling meremas. Kemudian mengangkat wajahnya dan kembali bertanya.
"Untuk apa tiba-tiba kau membahas masalah ini? Bukankah aku sudah bilang untuk tidak mengungkit apa pun tentang dirinya," Shea membuang muka menatap kearah lain.
"Lagi pula aku sudah melupakannya, dia membuang ku dan pergi tanpa pamit padaku. Memangnya sahabat macam apa dia itu," lanjutnya, suaranya sedikit gemetar.
Shea menggigit bibir bawahnya berusaha menghadang agar cairan yang tertahan di pelupuk matanya tak sampai jatuh.
Shilla mendesah panjang. Ia tau jika saat ini Shea sedang membohonginya, Ia tau bagaimana perasaan Shea yang sesungguhnya. Meskipun Shea selalu mengatakan telah melupakan Ken, namun hati kecilnya mengatakan kebalikkannya.
Shea dan Ken. Mereka bersahabat sejak mereka masih kecil, karena orang tua mereka berteman baik. Ken dan Shea bagaikan kancing dan baju, di mana ada Ken, di situ pasti ada Shea dan begitu pun sebaliknya.
Mereka selalu bersama apa pun keadaannya, namun 16 tahun yang lalu tiba-tiba saja Ken menghilang tanpa jejak.
Berkali-kali Shea mendatangi kediamannya tapi kosong, tidak ada salam perpisahan apalagi ucapan selamat tinggal.
Dan sejak saat itu Shea menganggap jika Ken telah membuang dirinya, karena pergi tanpa mengabarinya. Bahkan Shea tidak melihat Ken di pemakaman orang tua dan adiknya.
"Aku sudah selesai, aku duluan!" Shea terlihat bangkit dari duduknya.
Gadis itu menyambar tasnya lalu pergi begitu saja. Bahkan Shea menghiraukan teriakan keras Shilla yang memanggil namanya.
Shilla mendengus, seharusnya Ia tau jika adiknya itu memang keras kepala dan selalu sensitif jika sudah berhubungan dengan masa lalunya yang bahkan hingga detik ini tidak bisa Ia lupakan
"Dasar gadis ini, bibi tolong di bereskan!" titah Shilla pada wanita yang sejak tadi berdiri sekitar 1 meter di belakangnya.
Wanita itu membungkuk "Baik, Nona,"
Drettt .. drettt .. drettt.. !!
Shilla menghentikan langkahnya saat ponsel miliknya bergetar menandakan ada satu panggilan masuk. Wajah Shilla langsung sumringah seketika setelah mengetahui siapa yang menghubunginya.
Tak ingin membuat kekasihnya menunggu terlalu lama, segera Shilla menekan tombol hijau tanpa menghentikan langkahnya.
"Hallo??"
.
.
Shea tiba di boutique miliknya setelah hampir 30 menit berkendara, saat ini gadis bermarga Oliver itu sedang memarkirkan mobil mewahnya di tempat yang biasa Ia gunakan sehari-hari. Dan sejak 2 tahun lalu, memang disinilah Shea selalu memarkirkan mobilnya.
Kedatangan Shea sudah di tunggu oleh dua orang gadis yang merupakan sahabat baiknya, Marry dan Aletta. Kedua gadis itu sudah menunggu Shea sejak mobil miliknya memasuki area boutique.
Menjadi seorang desainer adalah impian Shea sejak dia masih kecil. Dan Ken-lah yang dulu selalu mendukung Shea untuk mewujudkan impiannya itu. Usia Shea dan Ken terpaut enam tahun, dan saat ini usia Shea sudah dua puluh empat tahun.
"Kenapa kalian menatapku seperti itu?" tanya Shea seraya menatap Marry dan Aletta bergantian.
Dahi Aletta dan Marry berkerut melihat wajah murung Shea pagi ini, tidak seperti biasa yang selalu ceria.
"Kau baik-baik saja?" tegur Marry sambil menepuk bahu Shea. Dengan enggan gadis itu mengangguk tanpa minat.
"Lalu ada apa dengan wajahmu pagi ini? Tumben sekali seperti kain kusut," tanya Aletta yang tidak bisa menahan rasa ingin taunya.
Shea menarik nafas panjang lalu menghelanya. "Tidak apa-apa, hanya kurang tidur saja!" dusta nya.
Tidak mungkin Shea menceritakan mengenai masa lalunya pada kedua sahabatnya ini, bukan karena Shea tidak percaya pada mereka tapi karena dia tidak lagi ingin membahasnya lagi.
Dan alasan moodnya buruk pagi ini karena Shilla menyebut satu nama yang tidak pernah ingin lagi Ia dengar. Ketiganya pun beriringan menuju kelas masing-masing.
-
Shea menghentikan mobilnya di sebuah cafe di pusat kota, dia terlalu malas untuk bekerja. Akhirnya Shea memutuskan untuk pergi ke suatu tempat yang mungkin bisa sedikit menjernihkan pikirannya.
Shea memasuki sebuah cafe yang biasa Ia singgahi bersama Shilla, Marry dan Aletta setelah mereka selesai berbelanja, namun hari ini Shea hanya datang seorang diri tanpa saudari kembarnya maupun kedua sahabatnya.
Shea duduk di sudut ruangan yang letaknya dekat dengan jendela kaca agar Ia bisa lebih leluasa melihat keadaan di luar cafe yang penuh dengan orang mau pun kendaraan yang berlalu lalang.
Perhatian Shea teralihkan oleh pelayan yang datang membawa minuman pesanannya lalu fokusnya kembali terpaku pada luar jendela.
Dorrr ..
Dorrr ..
Dorrr ...
"Kyyyaaaaaaaa......!!"
Suasana cafe yang semula tenang menjadi riuh seketika karena kedatangan segerombolan pria tak dikenal. Berkali-kali mereka melepaskan tembakan ke udara membuat seisi cafe menjadi kalang kabut menyelamatkan diri,
Shea yang sejak tadi melamun tidak menyadari dengan kegaduhan yang sedang terjadi bahkan ketika tiga tembakan di lepaskan.
Dan setelah kembali dari lamunan panjangnya, Shea langsung di buat bingung oleh keadaan cafe yang begitu kacau. Beberapa pengunjung bahkan tiarap dilantai ada juga yang bersembunyi dibawah kolong meja sampai sebuah senjata menempel pada belakang kepalanya.
"Serahkan semua hartamu atau ku ledakkan kepalamu?" tubuh Shea menegang dan wajahnya memucat. Ragu dia menoleh kebelakang.
Terlihat peluh membasahi hampir di sekujur tubuhnya, dengan segera Shea menyerahkan semua barang mewah yang Ia miliki seperti ponsel, perhiasan, kunci mobil dan dompet yang semua tersimpan di dalam tas mahalnya.
Dorrrr ... !!!
Tapi sebelum tas itu berpindah tangan, terdengar tembakan dari arah belakang. Dengan cepat Shea pun menolehkan kepalanya, matanya terbelalak melihat pria yang mengancamnya tadi telah terkapar dengan lubang di keningnya yang kini deras mengucurkan darah.
Lalu pandangan Shea bergulir pada sosok pria tampan bermata tajam yang berdiri tak jauh dari tempatnya berada.
Pria itu memiliki kulit seputih susu dengan ketampanan di atas rata-rata, meskipun ada bekas luka yang terlihat jelas di wajah belahan kanannya, tapi tak sedikit pun mengurangi ketampanan yang dia miliki.
"Nona, kau tidak apa-apa?" seorang pria lain menghampiri Shea dan menanyakan mengenai keadaannya.
Alih-alih menjawab, Shea malah mengedarkan pandangannya dan mendapati para perampok yang kurang lebih berjumlah 6 orang telah terkapar dengan lubang luka yang sama seperti orang yang mengancamnya tadi. Lalu pandangan Shea kembali terarah pada pria tersebut, gadis itu mengangguk samar.
Pria itu pun menghela nafas lega. "Key, Sam, cepat bereskan mayat-mayat itu!" perintah pria yang tadi menyelamatkan nyawa Shea pada dua pemuda yang berdiri tak jauh dari tempat Shea berada, keduanya mengangguk kompak
"Segera di laksanakan," sahut keduanya nyaris bersamaan.
"Ge, kita pergi dari sini!" kata pria itu pada seseorang yang berdiri di samping Shea yang ternyata adalah Cris.
Meskipun hanya sekilas, pria itu menyempatkan diri untuk menatap wajah Shea dan membuat tatapan mereka saling bersirobok untuk beberapa saat.
"Aku pergi dulu, sebaiknya segeralah pulang. Kau terlihat pucat," nasihat Cris sambil menepuk bahu Shea dan berlalu begitu saja.
Meninggalkan gadis itu yang keadaannya sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Lalu mengalihkan pandangannya pada sosok pria yang tadi menyelamatkan dirinya.
"Tatapan itu? Kenapa rasanya tidak asing,"
.
.
Bersambung.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!