Dinasti Shao, kekaisaran di mana pemegang kekuasaan tertinggi adalah seorang permaisuri, semua penguasanya adalah seorang wanita dari tahun ke tahun. Para wanita menguasai pemerintahan, medan perang, dan sangat mendominasi. Sedangkan para pria adalah wujud keindahan, cantik dan terampil. Mereka dipersiapkan untuk menjadi pelayan, suami pendamping dan selir yang layak.
Dia, putri keempat Shao Ling Mei adalah kecantikan murni yang tersembunyi di Kekaisaran Shao, begitu kekanakan dan bodoh, rumor mengatakan dia memiliki penyakit mental yang serius. Orang luar menyebutnya si putri sampah kekaisaran yang tidak berguna. Ketika orang luar berlomba mengejeknya, di istana, Permaisuri Shao sangat menyayanginya dan ayahnya adalah suami utama permaisuri yang dikasihi. Banyak orang iri padanya dan ingin membunuhnya.
Di usia ke 16 tahun, mendapat dekrit pernikahan dengan pangeran iblis yang nakal dari Kerajaan Wei Timur sebagai suami utamanya. Tidak peduli dengan pernikahan, Shao Ling Mei hanya menginginkan takhta kekaisaran yang berdarah, menjadi Permaisuri Agung, lalu menyingkirkan para kakak perempuannya yang serakah dan memperluas Dinasti Kekaisaran Shao.
Kemudian, suami utamanya berkata: "Aku akan menjadi perisaimu, kapan pun kamu menginginkannya aku akan memberikan jiwa dan darahku untukmu. Istriku, tidak bisakah kamu melihatku?"
Tidak hanya itu, pangeran yang sebelumnya menggambarnya, yang mencintainya: "Anda adalah lukisan yang selalu saya ingin lukis, jika anda tersenyum saat saya melukis anda, saya bahagia. Tidak peduli harus berbagi dengan kakakku, saya mencintai anda, Yang Mulia."
Pria penghibur yang menyukainya: "Di antara takdirku yang hitam, anda adalah cahaya bagi saya. Sejak saya melihat anda, saya memutuskan menjadi milik anda. Yang Mulia, saya menyukai anda!"
Putra tunggal guru besar kekaisaran yang terpikat padanya: "Di masa depan, ketika anda menginginkan kursi Phoenix yang agung, saya akan membantu anda dengan seluruh kemampuan saya. Karena itu, menikahlah dengan saya dan jadikan saya sebagai salah satu pria anda, Yang Mulia."
Pelindung setianya yang menyayanginya: "Jiwa dan tubuh saya milik anda. Jika saya boleh, saya akan mengikuti anda ke mana pun anda pergi bahkan jika itu ke neraka yang panas."
Pembunuh bayaran yang terobsesi padanya: "Dulu, saya ingin membunuh anda, tapi ketika saya melihat mata biru anda yang dingin seperti salju, saya menginginkan anda hanya untukku, Yang Mulia."
Putra keluarga jenderal yang kesepian yang menikah dengannya: "Sejak aku menikah denganmu, aku adalah milikmu. Apa pun yang ingin kamu lakukan padaku, aku akan menerimanya dengan patuh, tapi istriku, tolong jangan pernah membuangku!"
Putra keluarga doctor yang mengaguminya: "Di masa depan, jika saya boleh memilih menikah dengan siapa, saya akan memilih anda, Yang Mulia. Saya berharap anda menjadikan saya salah satu milik anda."
Apa Tuan Dewa sedang mempermainkan saya? Ada apa dengan semua pria ini? Mengejar sampah cacat yang tidak berguna seperti saya? Apa mereka tidak waras?!
Lalu, saat rahasianya mulai terlihat, dia menyingkirkan semua orang yang berusaha menghalanginya. Dia yang memiliki hati sedingin es, dia yang licik seperti rubah ekor sembilan. Semua musuhnya membencinya, mengutuknya, mengatakan bahwa dia adalah iblis terkutuk pembawa kesialan yang harus dibakar hidup-hidup di tengah alun-alun.
Banyak orang berteriak padanya, mengarahkan pedang padanya dan berkata, "Ling Mei! Ling Mei! kamu seorang siluman iblis berumur seribu tahun! Tidakkah itu terlalu kejam? Kamu memotong mereka seperti memotong seekor babi!"
He? Terlalu kejam? Bahkan mereka tidak berpikir saat ingin membunuhku!
Memangnya kenapa? Jika seekor rubah tidak menunjukkan kelicikannya, cepat atau lambat kalian semua akan tetap memburunya!
Takhta dan pria? Tanpa menginginkannya sekalipun, saya memiliki semuanya!
Di jalan ibu kota Xiaoyang Kekaisaran Shao, orang-orang berdiri rapi di kedua sisi jalan dengan tertib. Mereka semua menatap rombongan ramai dari Kerajaan Wei Timur dengan tanya, sudah lama sekali utusan maupun keluarga Kerajaan Wei tidak datang berkunjung ke Shao. Itu sedikit aneh, rumor mengatakan bahwa ada sedikit celah dalam hubungan Permaisuri Agung Shao dan Permaisuri Wei, dikatakan sebelumnya jika kedua permaisuri terlibat perselisihan pendapat yang cukup parah dalam masalah politik. Tapi, begitu melihat rombongan Kerajaan Wei, mungkin saja itu semua hanyalah omong kosong tak berarti.
Permaisuri Wei, Wei Su Yin adalah wanita yang ambisius, pemarah, namun memiliki hati yang hangat. Menyinggungnya sedikit itu akan sulit. Dia telah memerintah Kerajaan Wei sejak berusia 20 tahun ketika Permaisuri Wei terdahulu memilih mangkat lebih cepat dan menjadikan Wei Su Yin yang saat itu adalah putri mahkota sebagai permaisuri baru. Kerajaan Wei Timur adalah kerajaan yang dikenal setia di bawah pemerintahan Dinasti Kekaisaran Shao, bagi sebagian besar keturunan Dinasti Shao, memiliki dukungan dari Kerajaan Wei adalah bantuan yang besar untuk memiliki takhta.
Lain halnya dengan jalanan ibu kota, Aula Perjamuan Kekaisaran sedang diramaikan dengan banyak persiapan penyambutan. Tentu saja! Saat teman berkunjung, pasti akan melakukan banyak persiapan dan penyambutan. Aula Perjamuan adalah tempat Permaisuri Agung melakukan perjamuan penting dan khusus seperti hari ulang tahun permaisuri, perjamuan dengan para pejabat, dan perjamuan khusus untuk tamu penting kekaisaran.
Permaisuri Shao, Shao Fang Hua, menatap semua persiapan dengan mata senang, dia merasa baik. Wajah penuh ketegasan miliknya terlihat menghangat dari waktu ke waktu, seakan dia sudah menunggu lama untuk hari ini.
"Ibu! Ibu! Mengapa di sini ramai sekali? Siapa yang akan datang?" gadis itu, putri keempat Kekaisaran Shao, Shao Ling Mei bertanya dengan wajah kekanakannya, dia membawa boneka kelinci putih di lengannya.
Permaisuri menatap putrinya hangat, dia mengusap rambut hitam itu penuh kasih. "Apa kamu tidak tahu? Permaisuri Wei akan datang berkunjung dengan beberapa putri dan putranya."
"Permaisuri Wei? Apakah saya mengenalnya, ibu?" wajah bertanya seperti orang bodoh itu membuat banyak orang yang ada di sana ingin melemparnya.
Permaisuri mengetuk main-main kepala Ling Mei. "Dasar bodoh! Bukankah kamu memintanya bermain denganmu dan memanggilnya bibi setiap dia datang?"
Ini cukup buruk! Dia merasa tidak baik, gadis itu menatap ibunya sang permaisuri dengan tatapan tidak senang. Dalam hati dia merasakan sesuatu yang buruk akan terjadi, entah itu untuknya ataupun tidak, dia tidak tahu. Yang paling baik adalah menyingkir terlebih dahulu atau dia akan terjerat sesuatu yang dalam.
"Saya sudah mengingatnya, ibu! Saya akan bermain di paviliun saya dan menemui ayah sebentar lagi. Saya akan datang lagi nanti!"
Ling Mei pergi dengan tergesa, takut sesuatu itu berubah menjadi kenyataan dan merugikan dirinya, dia memilih menjauh. Sepertinya ibu permaisuri memiliki sesuatu dalam hatinya, saat wajah tegas itu terlihat senang, Ling Mei tahu akan ada hal yang terjadi entah besar atau kecil.
Bagi Ling Mei, Paviliun Bulan miliknya lebih menarik dibanding Aula Perjamuan. Karena dia belum menikah, dia belum boleh memiliki kediaman sendiri. Ling Mei tinggal di dalam paviliun yang tidak terlalu besar, tapi cukup untuk ditinggali beberapa orang. Terik matahari masih menyilaukan, awan putih bergerak melewati langit terlihat menyejukkan. Ini seperti ketenangan sebelum kejatuhan. Sebentar lagi, sebentar lagi para rombongan itu akan datang. Ketika saat itu tiba dia harus tampil dengan wajah lugu penuh kebodohan khas anak-anak. Ya! Itu adalah topengnya!
Semua anggota keluarga kekaisaran memiliki cara masing-masing untuk bergerak melindungi diri dan posisinya. Ketika hari itu tiba, hari saat kursi berdarah itu menjadi miliknya, Ling Mei tak akan mengampuni mereka semua, gadis bodoh ini akan memenggal kepala mereka seperti mereka yang ingin memenggal kepalanya. Ling Mei tersenyum, senyum licik penuh rahasia yang tersembunyi. Tatapan mata biru yang dingin seperti es, ini adalah wajah aslinya! Ekspresi tersembunyi yang tak banyak orang tahu, penuh kedinginan dan berbahaya.
"Wu Jin!"
Begitu nama terucap, seorang pria dengan wajah rupawan, rambut coklat gelap dan mata hijau yang memakai hanfu coklat dengan bagian dalam berwarna hitam dan sulaman teratai berwarna keemasan datang ke hadapannya.
"Saya, Yang Mulia."
Pria itu, Liao Wu Jin, anjing setia milik Ling Mei. Dia adalah pengawal pribadi dan tangan kanan putri keempat yang patuh. Sejak Ling Mei menyelamatkannya, Wu Jin telah bersumpah pada Ling Mei untuk terus mengikutinya dan melindunginya. Wu Jin memegangnya, memintanya untuk membawanya, tak peduli darah ataupun air mata, bahaya atau kesenangan, dia bersedia.
"Menurutmu, rahasia apa yang dimiliki Ibu Permaisuri?" Ling Mei bertanya main-main, rambut hitam malamnya ia mainkan di tengah-tengah jari.
"Saya tidak tahu, Yang Mulia. Tidak ada yang mengerti hati Yang Mulia Permaisuri Agung."
"Begitukah?" Ling Mei menyeringai, sekejap kemudian matanya berkilat jahil. Menatap kesatrianya, dia ingin mempermainkannya sekali lagi.
"Eiy, kamu! Jangan terlalu formal padaku, Wu Jin!"
Wu Jin menatap datar, "Itu tidak mungkin, Yang Mulia."
"Jika aku mau, aku bisa menikahimu agar kamu tidak formal lagi padaku."
Wu Jin memerah, kalimat candaan itu terasa mendidihkan kepalanya. Menikah apa?! Ini bukan saatnya untuk itu!
"Yang Mulia, tolong berhenti dengan candaan itu."
"Kenapa? Apa aku terlalu jelek hingga kamu tidak mau menikah denganku?"
"Bukan begitu! Yang Mulia, saya...."
Ling Mei tertawa, dia mendekati Wu Jin dan memegang dagunya. "Kamu! Kamu benar-benar lucu! Aku hanya bercanda, tapi jika kamu benar ingin menikah denganku, aku bisa membuatkan upacara dan pesta pernikahan untuk kita."
Wu Jin memalingkan muka, satu tangannya bergerak menutupi setengah wajahnya yang merah seperti ceri matang.
"Yang Mulia, anda...."
Mata Ling Mei tiba-tiba mendingin, sekejap wajahnya menggelap, sekejap lagi wajahnya berubah menjadi anak kecil lugu yang bodoh.
"Wu Jin! Wu Jin! Ayo kita cari bunga! Aku ... aku ingin memberi bunga pada ayah agar dia semakin cantik!" Ling Mei memegang lengan Wu Jin, dia merengek dengan keras.
Di belakang Ling Mei, Wu Jin melihatnya. Dia mengerti, "Tapi Yang Mulia, anda harus bersiap untuk perjamuan di Aula Perjamuan."
Ling Mei menciut seperti anak kelinci yang ketakutan, matanya bergerak gelisah. Lagi-lagi dia merasa buruk, ini tidak baik.
"Boohoo! Tidak mau! Aku ingin mendandani ayah dengan bunga saja! Wu Jin! Ayo kita ke ayah! Aku tidak mau ke sana." gadis itu merengek lagi, menatap Wu Jin penuh ketakutan dan gelisah seperti dikejar hantu.
"Tidak bisa, Yang Mulia. Ini adalah perintah dari Yang Mulia Permaisuri Agung, saya datang untuk menyampaikan ini." seorang wanita, dengan pakaian khas pengawal berdiri di belakang Ling Mei.
"Uh, perintah?"
"Ya. Perintah Permaisuri Agung, para putri kekaisaran diharuskan ikut dalam perjamuan sebagai tuan rumah."
Ini sedikit sulit, Ling Mei dalam hati berkata, 'Sial! Aku bahkan tidak boleh menghindar. Baik! Mari kita lihat apa yang akan terjadi! Ibu dan rencananya, aku harap itu tidak merugikanku.'
Ling Mei menatap ke bawah dengan mata yang membulat dan berkaca, dua jari telunjuknya dia mainkan di depan dada, "Ba-baiklah, katakan pada Ibu Permaisuri aku akan datang."
"Terima kasih, Yang Mulia." pengawal itu membungkuk dan menundukkan kepalanya lalu pergi setelah itu.
"Hmph! Ini sudah tak tertahankan! Ah, Wu Jin, bagaimana jika kamu membantuku bersiap-siap?" pendar jahil kembali terlihat di mata biru Ling Mei.
"Yang Mulia, berhentilah. Saya akan memanggil pelayan untuk membantu anda."
Wu Jin dengan cepat pergi menjauh dari Ling Mei dengan telinga yang memerah, kembali Ling Mei merasa itu lucu. Wajah menawan Wu Jin menjadi merona layaknya buah persik yang baru dipetik, sangat manis.
..............
Matahari telah kembali ke peraduan, tiba saatnya untuk perjamuan dimulai. Masing-masing putri dari kedua dinasti berdatangan. Putri pertama sekaligus Putri Mahkota Kekaisaran Shao, Shao Mu Lan telah berada di mejanya dengan balutan hanfu putih dengan sulaman lotus yang terlihat polos. Sangat kontras dengan putri ketiga Kerajaan Wei, Wei Yang Xin yang memakai hanfu biru gelap dengan sulaman merak yang memberi kesan kuat. Ling Mei datang paling akhir di antara para putri yang sudah hadir, gadis itu mengenakan hanfu biru langit dengan balutan warna putih yang di padu sulaman burung bangau yang indah. Di sana terasa canggung dengan para putri yang hanya diam di meja mereka masing-masing.
"Oh! Adik keempat, kamu sudah datang?" dia, putri ketiga Shao Ming Fei bertanya dengan nada mengejek. Hanfu kuning dengan sulaman bunga peony merah membuatnya semakin mencolok.
"Uhm, kakak ketiga...." Ling Mei menunduk, tak berani menatap kakak perempuannya itu, dia terlihat gelisah.
"Apa ini? Kamu bahkan lebih pengecut dari seekor tikus."
Ling Mei menggeleng ribut, mencoba tidak membenarkan kakaknya, "I-itu, a-aku ... kakak ketiga, itu tidak benar!"
"Gadis bodoh sepertimu! Kamu saja tidak bisa menjawab dengan baik."
Ming Fei memandang tajam, sudut bibirnya terangkat satu, dia tersenyum meremehkan. Dalam pandangannya, Ling Mei adalah gadis cacat mental yang bahkan tidak layak untuk bersaing dengannya yang seorang berpangkat Jenderal Berbakat di kekaisaran, gadis itu adalah sampah yang harus dibereskan agar tidak mengganggu mata.
"Putri Ming Fei, kekasaranmu sudah mencapai atap! Sungguh tidak sopan." teguran keluar dari putri kelima Kerajaan Wei, Wei Zhi Yi. Hanfu hijau dengan sulaman daun bambu membuatnya terlihat bijaksana.
Ling Mei tersenyum tipis tanpa ada yang melihat, dia sangat penasaran mengapa putri itu menegur Ming Fei. Sungguh lucu, begitu banyak orang menganggap dirinya sebagai sampah cacat yang tidak berguna dan meremehkannya, lalu apa sekarang? Sungguh menarik! Putri ini ingin melihat lebih lama.
"Putri Zhi Yi, putri ini hanya mengatakan yang sebenarnya."
Bantahan Ming Fei membuat dahi dua putri Wei berkerut dalam. Mereka tidak senang, hal seperti ini bukanlah lelucon yang bisa di senangi begitu saja.
Putri Zhi Yi tersenyum samar, dia melirik Ling Mei. "Bukankah yang terlihat bodoh belum tentu benar-benar bodoh, bukan begitu Putri Ling Mei?"
Ling Mei memainkan gelas di depannya dengan pendar mata penuh binar. Dalam hatinya dia harus waspada, mustahil Wei Zhi Yi mengetahuinya! Dia memiliki banyak kehati-hatian selama ini, itu tidak mungkin jika ada yang mendapatkannya.
"En, itu benar! Itu benar! Ibu Permaisuri dan ayah selalu mengatakan Ling Mei itu pintar, sangat-sangat pintar, hehehe...."
Wei Zhi Yi dan Wei Yang Xin melihatnya, mereka tersenyum melihat Ling Mei yang menunjukkan senyum bodoh dan berbicara antusias dengan nada anak-anak. Imut sekali!
"Menghina orang yang tidak pantas dihina adalah perbuatan yang tidak terpuji, ini adalah etiket keluarga kekaisaran, saya pikir kamu sudah paham putri." kritikan tajam keluar dari mulut Putri Yang Xin.
"Jika giok belum dicuri, mata tidak akan terbuka. Saya pikir kamu belum mengerti, anak bodoh ini adalah aib untuk keluarga kekaisaran. Putri Yang Xin, kamu...."
"Adik ketiga ... ini adalah tempat perjamuan, tidak baik untuk kamu membuat keributan di sini. Ibu Permaisuri akan datang sebentar lagi, pastikan kamu tidak mengacaukan apa pun atau Yang Mulia akan marah."
Shao Mu Lan menyela ucapan Ming Fei, dia memperingatkannya. Wajahnya tenang, namun tidak ada yang tahu seperti apa dalamnya. Mu Lan terdiam sebentar, kemudian melanjutkan ucapannya.
"Kedua putri Wei, maafkan atas kekasaran adik saya, itu karena kurangnya kebijaksanaan yang saya miliki untuk mendidik adik saya. Setelah ini saya akan memberikan pelajaran tata krama lebih keras padanya."
"Yang Mulia Permaisuri Agung dan Permaisuri Wei telah tiba!"
Semua berdiri, membungkuk, memberi salam pada kedua yang terhormat. "Salam kepada Permaisuri Agung Shao dan Permaisuri Wei, semoga Yang Mulia panjang umur seribu tahun."
Permaisuri Shao dan Permaisuri Wei mengangguk, keduanya telah berada di kursi masing-masing. Permaisuri Shao mengenakan hanfu merah dengan sulaman naga emas dan mahkota phoenix yang memberi kesan kuat, sedangkan Permaisuri Wei terlihat mendominasi dengan hanfu berwarna kuning emas dan sulaman phoenix juga tusuk rambut naga di kepalanya.
"Bagus! Duduklah kalian semua!"
"Terima kasih, Yang Mulia."
Seorang pelayan pria berjalan mendekat ke arah Permaisuri Shao, dia membungkuk hormat. "Yang Mulia, waktunya sudah tiba."
Permaisuri Wei memegang lengan Permaisuri Shao, "Hua'er biarkan aku yang menuangkan arak pertama untukmu."
"Terima kasih, Shijie."
(Shijie: kakak perempuan seperguruan).
Permaisuri Shao merasa baik, dia berkata dengan ringan, "Baiklah, karena teman lama sudah datang! Ini hari yang menggembirakan, jangan sungkan, anggap rumah sendiri. Mulailah pestanya!"
Semua mengangkat arak masing-masing, "Yang rendah ini berterima kasih atas kebaikan hati Yang Mulia."
Dalam pertengahan acara, Permaisuri Wei menatap Ling Mei yang sibuk bermain dengan boneka kelinci yang dibawanya. Ling Mei menyadarinya, dia merasa dingin. Permaisuri Wei tersenyum, senyum yang berbahaya, mata birunya yang tajam berkilat misterius.
"Ah, aku dengar putri Ling Mei pandai memainkan Guqin*. Bolehkah permaisuri ini mendengarnya?"
(Guqin: Guqin atau Qin, adalah alat musik tradisional Tiongkok yang bersenar tujuh. Alat musik ini termasuk kerabat dari keluarga kecapi).
"Ya? ta-tapi...."
Permaisuri Shao menatapnya, mengangguk kecil mengizinkan. "Tidak apa, biarkan Permaisuri Wei mendengarnya sedikit."
Ling Mei menunduk, dalam imajinasi bisa terlihat telinga kelinci yang layu di atas kepalanya. Sedangkan Shao Ming Fei tersenyum puas, putri itu merasa senang. Adik keempatnya itu akan segera mendapat malu yang sangat besar, gadis itu harus tahu di mana tempatnya berada.
Shao Mu Rong, putri kedua Kekaisaran Shao mendengarkan dengan diam, tapi dalam hati dia berkata: 'Sudah lama adik keempat tidak bermain Guqin, itu tidak mungkin jika dia masih bisa memainkan Guqin yang membutuhkan waktu lama untuk menguasainya. Mustahil jika adik keempat mengingatnya, itu hanya akan mempermalukan dirinya di depan semua orang.'
Tidak berapa lama, Ling Mei duduk bersila di depan para tamu dengan Guqin di pangkuannya. Alunan musik perlahan terdengar di telinga mereka, Ling Mei telah memulainya. Halus dan lembut, begitu ringan dan segar seperti musim semi yang indah, semua orang menyukainya. Ming Fei terkejut, begitu pula dengan Mu Lan dan Mu Rong, ketiganya mengerutkan alisnya. Itu mustahil! Bagaimana bisa?
Tak!
Suara benang putus, alunan musik telah berhenti. "Aiyo, senarnya putus...." Ling Mei memeluk Guqinnya di depan dada, wajahnya cemberut, matanya berpendar sedih. Ketiga kakak perempuan Ling Mei menghela napas, ternyata adik keempat mereka tidak benar-benar dapat melakukannya.
Mata Permaisuri Wei berbinar, dia terkesan. Ling Mei benar-benar sesuatu yang lain, ini terasa menyenangkan. Permaisuri Wei merasa baik, dia menatap Ling Mei, dia menginginkannya.
Permaisuri Shao menghela napas, melihat putri keempatnya yang sudah ingin menangis. "Tidak apa-apa, yang kamu lakukan sudah baik."
"Kamu memiliki putri yang berbakat Yang Mulia, akan baik jika aku mengenalkannya pada beberapa putraku untuk menemaninya bermain." Permaisuri Wei Su Yin tersenyum, senyum yang penuh arti tersembunyi.
Permaisuri Fang Hua mengangguk menyetujui, mata hitam pekatnya berkilat hangat. "Yang kamu katakan itu benar, Shijie. Dan tolong jangan terlalu formal padaku, itu membuatku tidak nyaman."
Permaisuri Wei tertawa kecil, "Baiklah, baiklah. Apa pun untuk Shimei-ku yang baik."
(Shimei: adik perempuan seperguruan).
Diam-diam Ling Mei menghela napas, Permaisuri Wei telah membuatnya memiliki sakit kepala yang berat di masa depan.
"Uhm, ibu, bisakah Ling Mei kembali lebih dulu? Saya sudah lelah sekali."
Permaisuri Shao memejamkan matanya sebentar, kemudian dia mengangguk. "Dalam hal itu, baiklah."
Ling Mei merasa baik, segera setelah itu dia berdiri, lalu membungkuk hormat pada dua permaisuri yang disegani. "Yang rendah ini berterima kasih atas kerendahan hati Yang Mulia."
Ling Mei telah meninggalkan Aula Utama, dia merasa dapat kembali bernapas. Tatapan Permaisuri Wei sangat tidak baik untuknya, ketertarikan dan misterius. Ling Mei mengetahuinya, wanita itu bukan suatu hal yang mudah, penuh ambisi dan tersembunyi. Dia benar-benar tidak bisa diremehkan, kedatangannya ke Shao mungkin membawa sesuatu yang menarik. Apa pun itu Ling Mei berharap itu bukan berkaitan dengannya atau itu akan menjadi sulit.
Ling Mei berdiri sendirian, menatap pantulan bulan dari kolam taman miliknya. Udara dingin, tapi lebih dingin hatinya. Dia adalah kecantikan yang murni dan tersembunyi, begitu kuat dan mendominasi, tatapan yang menundukkan dan senyum yang menjatuhkan, dia bagaikan Dewi yang tidak bisa dikejar dan dibawa. Sekejap Ling Mei merasa tidak baik, dia menghela napas. Menatap pantulan dirinya dari dalam air seolah tepat berada di bawah bulan, mata biru terang dengan tahi lalat kecil di bawah mata kirinya, kulit putih susu, dan rambut hitam pekat seperti tinta, dia memejamkan matanya. Beban berat di atas bahunya terasa menyesakkan.
Semakin dipikirkan, Ling Mei tahu bahwa dia membutuhkan pengaruh dan kekuatan yang lebih besar di masa depan. Istana adalah tempat yang megah sekaligus mematikan, orang berkompetisi untuk memiliki takhta dan posisi yang tinggi. Menjilat, membunuh, berbohong, dan menusuk dari belakang bukanlah hal baru di tempat ini. Banyak orang berpikir Shao Ling Mei tidak berbahaya karena dia tidak pantas bahkan untuk mengambil gelar bangsawan kehormatan karena keterbelakang mentalnya. Tentu saja! Mereka tidak tahu! Ling Mei adalah seorang yang memiliki ambisi yang kuat, tanpa ragu membuang hatinya untuk melaksanakan ambisinya.
Ketika dia memutuskan menjadi seperti ini, dia telah membuang semuanya, cinta dan hatinya telah menjadi dingin seperti cuaca yang membekukan di musim dingin bersalju. Sama seperti orang lain, Ling Mei tidak akan sungkan untuk menyingkirkan semua orang yang menghalangi jalannya ataupun berusaha menindasnya. Tahun ini usianya tepat 16 tahun, itu artinya tidak lama lagi Permaisuri Agung akan memintanya mengambil dekrit pernikahan. Pernikahan heh? Itu cukup bagus untuk menambah pengaruh dan kekuatan, namun juga dapat menjadi pisau bermata dua yang menghancurkanmu dengan kejam.
Tatapan Ling Mei menjadi tajam, ada langkah kaki lain di sekitarnya. Tidak hanya satu, tapi juga tidak berisik seperti orang yang ingin mencuri. Ling Mei menjadi waspada, beberapa orang dengan pakaian serba hitam dan pedang mulai berdatangan, setengah wajah mereka tertutup oleh kain hitam. Seseorang mengirim sekelompok pembunuh bayaran lagi, entah siapa kali ini, dia akan mencari tahu nanti. Ling Mei mulai bersiap, dia akan menghadapi semua orang ini sendirian. Saat dia bersiap menendang tengkuk salah satu dari mereka, seseorang datang dan melemparkan tusuk rambut ke leher pembunuh bayaran lainnya.
Tunggu ... apa yang terjadi?!
Ling Mei terkejut dan berbalik, seorang pria berpakaian seperti tuan muda kaya dengan Dizi* berwarna merah kehitaman di tangannya berjalan mendekat ke arahnya. Dia memiliki mata semerah darah, rambut hitam seperti langit malam yang panjang, dan satu tahi lalat kecil seperti miliknya di bawah mata kanannya. Dia mengenakan hanfu hitam berpadu emas dengan motif bunga teratai di jubah luarnya membuat pria itu semakin menawan dan menggoda seperti iblis. Ling Mei memejamkan matanya kesal, kedua alisnya bertaut. Ah, benar! Sekarang Ling Mei adalah gadis cacat mental yang bahkan tidak berani hanya untuk membunuh seekor semut.
(Dizi : alat musik tiup berupa seruling horizontal yang berasal dari Tiongkok dan terbuat dari bambu).
"Boo-hoo! Ada orang jahat! Mereka ingin memukulku! Aku tidak ingin di pukul Huaaa!!!!"
Pria itu terkejut melihat Ling Mei terduduk di tanah, berteriak dan menangis dengan keras, dia dengan panik memegang kedua sisi wajah Ling Mei.
"Yang Mulia, mereka tidak akan! Saya akan melindungi kamu dari mereka, kamu akan baik-baik saja!"
"WAAA!!! Hantu! Kamu hantu! Tolong aku ... hantunya ingin memakanku! HUU!!! HUUU!!!" Ling Mei menutup wajahnya dengan kedua tangan, dia merengek dan berteriak seperti orang gila.
Tuan muda itu tersenyum, senyum yang terlihat menyedihkan. "Tidak, saya tidak. Lihatlah, Yang Mulia! Saya sama sepertimu."
"Huh? Bukan hantu? ... Oh! Aku mengerti! Kamu adalah orang bodoh!"
"Ya? Orang bodoh?" Pria itu mengedipkan matanya berkali-kali, menatap Ling Mei bingung.
Ling Mei menatap mata merah tuan muda itu dengan binar. "Benar! Benar! Kakak ketiga bilang aku adalah orang bodoh, jika kamu sepertiku artinya kamu adalah orang bodoh. Hihihi..."
Dia terperangah, tidak bisa berkata-kata, dalam hatinya dia berkata, 'Tidak tahu apa yang terjadi, mengapa sepertinya putri ini sedang mengejekku?'
Para pembunuh bayaran menatap datar, kemudian salah satu bertanya, "Haruskah kita bunuh sekarang?"
Teman di sampingnya memukul kepalanya, "Apakah kamu juga menjadi bodoh seperti putri sampah itu? Kamu menanyakan hal yang sudah pasti."
"Apa kamu tidak tahu apa itu basa-basi?" pembunuh bayaran itu mendengus setelah kepalanya di pukul, dia menatap tidak terima.
"Tidak tahu. Tidak penting."
"Berhentilah para babi! Jika kalian terus berdebat seperti itu, aku yakin mereka akan lari dari sini tanpa kita sadari." ucapan sinis dilayangkan salah seorang pembunuh bayaran lainnya.
Tuan muda yang belum diketahui namanya itu mengerutkan alis, para pembunuh bayaran itu mulai bergerak lagi. Menatap Ling Mei sekali lagi, dia tersenyum.
"Tolong tunggu di sini, saya akan membersihkannya untukmu."
Seorang pembunuh bayaran lainnya mengayunkan pedangnya ke arah pria itu, dengan cepat dia menangkisnya dengan Dizinya. Pria itu mengambil pedang pembunuh bayaran yang sudah mati karena tusuk rambutnya, dia mulai menyerang orang-orang berbaju hitam itu dengan pedang. Ling Mei melihatnya, ilmu bela dirinya memang tidak terlalu tinggi, tapi cukup untuk membunuh para pembunuh bayaran itu meski akan mengambil beberapa luka. Mata Ling Mei berkilat, dia menyeringai, benar-benar nakal! Di saat tuan muda lain menyulam, berdandan, ataupun bermain dengan alat musik dan sastra, dia memilih bermain pedang. Di bawah sinar bulan, pria itu terlihat indah dengan gerakan pedangnya yang terlihat seperti menari.
"Pertunjukan yang menarik, mari kita lihat berapa lama tuan muda nakal itu bisa bertahan!"
Seperti yang telah Ling Mei duga, pria muda itu berhasil melumpuhkan sebagian dari mereka. Dia membawa luka sayatan di lengan kirinya dan bahu kanannya, dan luka tusukan di perutnya.
"Mundurlah sebelum aku membunuh kalian semua!" dia menatap tajam para pembunuh bayaran yang tersisa, tidak peduli dengan darah yang menetes dari tubuhnya.
Seorang dari mereka tertawa mengejek, dia adalah seorang pria, tapi dia sangat berani. Telah dipastikan bahwa sekelompok pembunuh bayaran tersebut adalah wanita yang terlatih dalam ilmu bela diri.
"Kamu sangat berani. Kamu adalah seorang pria, kembalilah ke kamarmu dan lanjutkan saja sulamanmu, tidak perlu repot berada di sini. Ini adalah urusan kami dengan putri keempat!"
Wajah pria itu menjadi gelap, dia merasa tidak senang. Kemudian dia tersenyum, senyum yang janggal.
"Begitukah? Bagaimana jika kita minum teh dan makan kudapan bersama? Tapi sebelum minum teh bersamaku, pergilah ke neraka!"
Dia menyerang lagi, tapi kali ini lebih berapi dan agresif dari sebelumnya. Sepertinya ucapan pembunuh bayaran itu memprovokasinya. Satu orang dari belakang hampir menusuknya, pria itu dengan cepat menghindar dengan qinggong*, kemudian berbalik dan menghunuskan pedangnya ke dada kiri pembunuh bayaran tersebut.
(Qinggong : Teknik dalam seni bela diri Tiongkok. Di mana seniman bela diri memiliki kemampuan untuk bergerak dengan cepat dan ringan, melakukan gerakan menentang gravitasi seperti meluncur di permukaan air, menaiki tembok tinggi, berlari cepat, melompat ke puncak pohon, bahkan melayang di udara).
Mata Ling Mei melebar saat pria itu mulai terkepung oleh para pembunuh bayaran yang tersisa, hampir tidak ada celah yang terlihat. Mereka mengepungnya dari segala arah, Ling Mei mengepalkan tangannya. Dengan luka sebelumnya dan hunusan pedang di segala arah, Ling Mei yakin pria itu tidak akan selamat jika dia tidak menolongnya. Ling Mei menghela napas panjang, wajahnya kembali tenang. Pria bodoh itu! Ling Mei tidak percaya dia akan direpotkan seperti ini. Dia sudah memutuskan akan menolong seorang tuan muda bodoh yang akan mati sebentar lagi karena ingin melindunginya.
Ling Mei mengerutkan alisnya, kabutnya! Kabut sialan itu! Itu memiliki racun pelumpuh yang membuat ahli bela diri tingkat bawah dan menengah kehilangan tenaga bahkan kesadarannya. Berpikir tentang ini, Ling Mei mendengus kecil, ternyata tikus-tikus itu lebih licik dari yang dia perkirakan. Siapa pun yang memerintahkan mereka kali ini, Ling Mei ingin memberinya penghargaan, mereka jauh lebih baik dibanding tikus-tikus sebelumnya yang gegabah dan ceroboh.
Mereka menatap datar pria muda yang lemas dan hampir kehilangan kesadarannya. "Dia hanya tingkat menengah, masih terlalu cepat untuk menghabisi kami yang jauh lebih terlatih darinya."
Ling Mei menatap tajam mereka, dia mengambil belati yang tersembunyi dalam hanfunya. Dalam diam dia menusuk salah satu dari mereka dari arah belakang tepat di lehernya, para pembunuh lainnya terkejut, sedangkan Ling Mei menyeringai menatap mereka dengan mata yang berkilat dingin.
"Kamu! Kamu ternyata tidak bodoh! Kamu menipu semua orang!" salah satu pembunuh bersuara, wanita itu menatap Ling Mei tidak percaya.
"Aiya, aku ... tidak tahu apa yang kamu bicarakan?" Ling Mei mengetukkan jarinya di dagu seperti orang yang tengah berpikir, kemudian dia menunjukkan senyum bodoh yang polos.
Wanita itu menggertakkan giginya, matanya berkilat marah, dia tidak senang. "Tidak perlu berpura-pura lagi, beraninya kamu menipu kami!"
"Tentu saya berani, memangnya siapa kamu? Saudaraku, aku beri saran padamu, sebaiknya urus saja wajahmu yang merah seperti pantat monyet yang terbakar. Aku tidak tahan melihatnya."
Wajah Ling Mei kembali dingin, terlihat berbahaya. Dia melanjutkan ucapannya, "Karena kamu sudah tahu, maka kamu harus mati, bukankah begitu peraturannya?"
"Kamu hanya beruntung karena kami sedang lengah. Karena kamu menantang kami, ayo kita selesaikan ini!"
Mereka menatap satu sama lain dan mengangguk, mereka mengangkat pedang masing-masing, bersiap menyerang Ling Mei secara bersamaan. Ling Mei menghindar, pedang itu hampir mengenai rambut panjangnya, dengan cepat dia mengarahkan belatinya ke leher pembunuh bayaran yang menyerangnya. Salah satu dari mereka berusaha menusuk dadanya, Ling Mei menangkisnya, dia melayang di udara dengan qinggong dan berbalik menebas leher orang itu.
Ling Mei menendang satu orang di depannya hingga tersungkur dan menusuk punggung orang itu tepat di bagian kiri atas. Tinggal dua orang, Ling Mei menyerang dan menusuk leher orang itu dari samping. Terakhir, Ling Mei menyeringai, dengan santai dia melempar belatinya seperti melempar kulit kacang ke arah pembunuh bayaran tersebut tepat di leher bagian depan hingga tembus ke belakang.
"Sungguh menggelikan! Apakah mereka terlalu bodoh untuk menyadari alasan aku tidak jatuh ke dalam kabut itu?"
Semua sudah selesai, mereka semua telah mati. Ling Mei mendengus sebelum beralih menatap pria yang sudah kehilangan kesadarannya sejak tadi. Dia menghela napas, berjalan mendekati pria itu dan mengangkatnya. Ling Mei menggendongnya seperti pengantin baru yang akan melakukan malam pertama. Membiarkan para mayat itu tergeletak begitu saja di tamannya yang indah. Persetan! Dia akan meminta Wu Jin untuk membersihkannya nanti. Ling Mei membaringkannya di salah satu kamar yang ada di paviliunnya, dengan perlahan dia membuka pakaian pria itu dan membersihkan darah yang mengotori tubuhnya.
"Kupikir dia memiliki tubuh yang bagus dan halus, indah sekali." puas melihat pemandangan indah di depannya, dengan rapi Ling Mei membalut luka pria itu.
Ling Mei melihatnya, tanda itu! Para pria memiliki tanda berbentuk lima kelopak teratai merah dengan satu titik kecil di bawahnya yang berada di dada kiri mereka sebagai tanda kesucian. Ah! Ini mungkin akan menjadi masalah yang besar di masa depan, Ling Mei berharap tidak akan terbawa dengan hal itu. Suara ketukan pintu membuat Ling Mei mengalihkan pandangannya dari pria itu.
"Ini saya, Yang Mulia."
"Aku tahu, masuklah Wu Jin!"
Ling Mei berdiri, dia membelakangi Wu Jin. "Aku yakin kamu sudah melihatnya, bereskan mayat-mayat yang mengotori tamanku."
"Maafkan saya terlambat membantu anda, Yang Mulia." Wu Jin berlutut, dia menundukkan kepalanya.
"Kamu sedang dalam tugas, aku tidak menyalahkanmu."
"Yang Mulia, mengenai hal itu, ada yang ingin saya sampaikan pada anda."
"Baiklah, ayo keruanganku!"
Ling Mei berjalan ke ruangannya diikuti Wu Jin yang di belakangnya, gadis itu hanya menatap ke depan dengan datar tanpa berbicara apa pun.
"Apa yang kamu temukan?"
Ling Mei berdiri menatap jendela bulat yang menunjukkan langit malam dengan kilauan bintang dan pancaran sinar bulan yang terang.
"Yang Mulia, Putri Mahkota mulai bergerak mendekati Kerajaan Wei untuk memperkuat posisinya. Saya belum tahu pasti, tapi mungkin mereka akan mengambilnya dengan cara pernikahan atau bisnis."
Ling Mei tersenyum kecil, matanya berkilat samar, "Oho! Kakak pertama ternyata cepat juga. Sangat ceroboh! Dia terlalu percaya diri, dia berpikir disukai Permaisuri Wei adalah hal yang mudah. Aku sudah melihat saat perjamuan, sepertinya Permaisuri Agung dan Permaisuri Wei memiliki rencana mereka sendiri."
Wu Jin mengerutkan alisnya, "Haruskah saya mencari tahu, Yang Mulia?"
"Tidak, tidak perlu! Permaisuri Agung memiliki banyak penjaga bayangan, mereka tidak terlihat dan terlalu diam. Akan sangat berbahaya jika kamu menyentuhnya."
"Saya mengerti, Yang Mulia."
"Hmph! sekarang aku harus mengurus orang aneh itu. Wu Jin, panggil Tabib Xia untuk datang ke sini secara rahasia dan cari tahu siapa pria ini."
"Baik, Yang Mulia."
..................
"Yang Mulia, Tabib Xia telah datang."
Ling Mei mengalihkan pandangannya dari buku yang dia baca. "Bagus! Minta dia untuk mengobati pria itu sekarang, dan kamu tetap di sini! Ada yang ingin aku tanyakan padamu."
"Baik, Yang Mulia." segera setelah Wu Jin menyampaikan perintah tuannya pada Tabib Xia, Wu Jin kembali dan duduk di depan Ling Mei.
"Apa kamu sudah tahu siapa pria itu?"
Wu Jin mengangguk. "Tentu, tuan muda itu adalah Pangeran Kedua Kerajaan Wei dan putra dari Permaisuri Wei dengan Pendamping Utama Kerajaan Wei, Tuan Besar Liu Mu Yuan. Wei Yun Rui, telah berusia 21 tahun dan belum menikah."
"Pangeran Kedua Wei Yun Rui? Sekarang aku mengerti maksud Permaisuri Wei. Wu Jin, ada berapa pangeran Wei yang ikut berkunjung ke Shao?" Ling Mei menghela napas, dia tahu hal seperti ini akan terjadi.
"Dari ketiga pangeran Kerajaan Wei, dipastikan semuanya berada di Shao, Yang Mulia."
"Baiklah, aku mengerti. Ikut denganku! Sudah saatnya melihat kondisi pangeran nakal itu."
Ling Mei telah berada di ruangan sementara tempat Wei Yun Rui diobati. Dia menatap Tabib Xia yang telah selesai dengan pemeriksaannya.
Tabib Xia tersenyum tipis, "Yang Mulia, saya telah mengobati semua luka di tubuhnya, anda hanya perlu menjaga luka tusukannya agar tidak terbuka dan berdarah lagi. Melihat semua ini, saya yakin ada sesuatu yang menarik terjadi sebelum ini."
"Kurasa kamu selalu penasaran dengan apa yang terjadi Tabib Xia, aku juga yakin sebentar lagi kamu pasti akan mengetahui apa yang terjadi dari orang-orangmu atau mungkin dari orang istana." Ling Mei menjilat bibirnya yang terasa kering, kemudian melanjutkan ucapannya.
"Aku hanya ingin memperingatimu Tabib Xia, terkadang rasa penasaran bisa membunuhmu dengan cepat."
Ekspresi wajah Tabib Xia berubah tegas, matanya berkilat dingin. "Itu bukanlah hal yang sulit bagi wanita tua ini, Yang Mulia. Saya cukup yakin dapat mengatasi hal seperti itu."
Ling Mei menyeringai, dia mengusap hiasan giok berbentuk naga yang ada di atas meja dengan perlahan.
"Aiya! Tentu saja, aku tahu. Kesetiaanmu pada kekaisaran benar-benar mengerikan Tabib Xia. Kamu mengetahui semua hal yang terjadi di istana, bahkan tentang diriku."
Dengan penuh kesopanan, Tabib Xia tersenyum kecil. "Anda terlalu memuji, jika bukan karena kemarahan anda yang tidak terkendali hari itu, saya pasti tidak mengetahuinya Yang Mulia."
Tatapan Ling Mei mendingin, dia tahu, sangat tahu betapa keluarga Xia memiliki sifat obsesi yang mendarah daging di setiap anggota keluarga. Sangat tidak mengherankan jika Tabib Xia terobsesi pada kesetiaan dan pasangan, Ling Mei tidak merasa terkejut tentang itu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!