NovelToon NovelToon

Awas Jatuh Cinta (0330) Cinta Dalam Keabadian

Hujan ...

Sore itu, pukul setengah empat. Raka sedang berada di sebuah halte menunggu bus yang akan dinaiki. Cuaca sangat tidak mendukung hari ini, langit sepenuhnya ditutupi awan hitam dan perlahan hujan mulai membasahi. Tempat yang tepat bagi Raka untuk berteduh di sini, yakni di halte bus.

Tiba-tiba datang seorang gadis mendekatinya. Rambut hitam legamnya sudah basah karena hujan, begitu pun dengan pakaiannya. Raka melirik dan memperhatikan gadis itu. Langsung saja jantungnya berdebar-debar tak karuan dan lidahnya kelu tak mampu mengeluarkan sepotong kata. Padahal ia ingin sekali memberikan sweaternya yang ada di dalam tas untuk gadis itu. Namun Raka tak berdaya, ia bahkan tak mampu untuk bergerak sedikit pun.

Tubuhnya serasa semakin mematung saat gadis itu mulai mengangkat wajahnya yang sedari tadi ia sembunyikan di balik rambutnya. Gadis itu sangat menikmati hujan ini, ia merasakan hujan masuk ke dalam hatinya melalui setiap tetes yang mengenai telapak tangannya. Raka merasa penasaran dengan yang sedang dirasakan gadis itu, ia pun mencoba meniru menikmati hujan seperti yang gadis itu lakukan.

Raka meliriknya kemudian menyamakan posisinya dengan gadis itu. Kini gadis itu tengah menutup matanya, ia sedang menikmati setiap sentuhan air hujan yang meresap ke dalam pori-porinya. Raka yang masih melihatnya sedari tadi semakin dibuat tertegun olehnya.

Namun tiba-tiba saja, Raka terkejut. Ia ketahuan tengah memperhatikan. Lalu cepat-cepat ia membuang pandangan, bisa dikira otak mesum kalau ia masih menatap gadis itu tanpa sedikit pun berkedip. Ia harus membuyarkan pandangannya dari gadis itu. Meskipun terasa berat.

Waktu tentu saja berpihak pada Raka, hujan semakin menambah volumenya.  Sehingga membuatnya dan gadis itu bisa bersama lebih lama lagi. Ditambah lagi, bus yang ditunggu-tunggu belum kunjung datang. Hari pun semakin larut dan semakin dingin. Wajah gadis itu mulai pucat, sepertinya ia kedinginan.

Ayolah Raka beranikan dirimu, berikan sweater itu padanya!

Raka mencoba mengumpulkan keberanian, perlahan ia membuka tasnya dan mengambil sweater tersebut. Namun sialnya, di saat yang bersamaan, bus yang ditunggu gadis itu datang dan berhenti di hadapan mereka. Langsung saja gadis itu masuk tanpa permisi ataupun sekedar menoleh kepada Raka.

Akhirnya Raka hanya bisa mematung dan menelan kekecewaan. Ia menyalahkan dirinya, kenapa lamban sekali dalam bertindak?

Jika saja dia berikan sweater ini lebih dulu, maka dia bisa mendapatkan kesempatan untuk berbicara dan bertemu lagi dengan gadis itu.

Selama tiga tahun, selalu kondisi seperti ini yang disesalkan oleh Raka. Tak punya nyali untuk memulai pembicaraan dengan gadis itu.

Tak lama kemudian, kini bus yang sudah ditunggu Raka yang datang. Ia segera menaikinya dengan suasana hati yang tidak senang. Masih saja ia mengumpat tentang dirinya yang bodoh dan payah dalam mendekati perempuan.

Saat di dalam bus, Raka melamun mengingat kembali pertemuan pertamanya dengan gadis itu. Hari pertama menginjakkan kaki di Fakultas Sastra dan Seni, salah satu kampus terkemuka di kota ini. Gadis itu masih sama manisnya seperti sekarang, walaupun dahulu di ingatan Raka, gadis itu rambutnya di kucir dua dan wajahnya dicoret-coret senior karena memakai nametag dari karton yang besarnya hampir menutupi sebagian badannya. Raka tersenyum getir membayangkan tulisan yang tertulis, 'AKU CANTIK, KALAU KAMU TIDAK SUKA, CORET SAJA MUKAKU.'

Raka mengakui gadis itu memang cantik dan sangat manis, tapi dia bingung kenapa gadis itu berani sekali menulis kalimat itu pada nametag nya? Tentu saja Raka lupa, itu bukan keinginan mereka ingin menuliskan apa. Jika sesuai keinginan yang dituliskan pada nametag, mungkin Raka akan tulis, 'JANGAN SENTUH BOKONGKU' pada nametagnya.

Namun sebagai mahasiswa baru, mereka tak mampu bergeming selain memendam kesal dengan kelakukan senior yang mengospek. Raka tak percaya semua senior akan menimpuk bokongnya setiap melihat nametagnya. Ia merasa diolok-olok dan sudah dipermalukan.

Sakitnya tak seberapa, tapi malunya yang luar biasa.

Ingatan tentang saat itu sangatlah menyenangkan untuk diingat, bukan karena tulisan di nametag yang membuat Raka selalu mengenang masa lalu. Tapi sikap baik hati gadis itulah yang mampu membuatnya tergugah untuk jatuh hati pada pandangan pertama. Benar, gadis itu juga cinta pertamanya.

Satu hal yang paling berkesan baginya, saat gadis itu disuruh untuk memukul bokongnya, tapi gadis itu malah menolak. Meskipun ia tahu akan dibully oleh para senior. Ia tetap menolak menuruti perintah tersebut. "Pukul bokongnya," perintah senior pada gadis itu. Namun ia hanya diam dan menunduk. Ia tak mau menuruti hal yang memalukan tersebut. "Kamu budeg atau lagi mendongkol?" teriak senior tersebut.

Gadis itu perlahan mengangkat wajahnya, melirik ke arah Raka dan menundukkan kembali wajahnya. Ia tetap tidak ingin menuruti karena itu sangat memalukan dengan menyentuh bokong seorang pria. "Kamu gak mau lakukan?" tanya senior itu kembali. Gadis itu menjawab dengan menggeleng dalam tundukkannya. Raka hanya bisa terdiam dan meliriknya. Ia tertegun dengan sikap gadis itu.

"Dasar sok cantik, gak mau ya mendengarkan perintah senior. Gak tau dia kalau senior bisa melakukan apa pun padanya. Sini ambilkan spidol permanen, biar aku coret saja muka cantik, katanya ini!" perintah senior tersebut kepada salah satu temannya.

Raka pun mengkhawatirkan gadis itu, bagaimana mungkin wajahnya yang cantik dan bersih akan dicoret dengan spidol permanen? Itu pasti akan sulit hilang. "Tidak apa-apa, kamu pukul saja bokongku, itu lebih baik daripada wajahmu dicoret-coret dengan spidol permanen," bisik Raka pada gadis itu. Ia ingin melepaskan gadis itu dari cengkeraman para senior yang bar-bar.

Gadis itu menoleh ke arah Raka dengan tatapan heran dan sedikit menolak. "Tepuk disini." Raka kembali meyakinkannya dan juga mempraktekkan bagaimana gadis itu harus menepuk bokongnya. Namun gadis itu hanya menggeleng lemah. Ia keberatan jika harus melakukan hal itu. "Tidak apa-apa, sudah banyak yang menimpuk bokongku dari pagi tadi. Jadi aku tidak akan menyalahkanmu jika terjadi apa-apa pada bokongku," bisik Raka lagi.

Teman senior itu sudah datang kembali sambil membawakan spidol permanen. "Ayo pukul," ujar Raka kali ini memaksa.

Akhirnya terpaksa dengan tangannya yang lemah, gadis itu menyentuh bokong Raka. Tepat sebelum coretan melayang di wajahnya. Sentuhannya membuat jantung Raka seketika berdebar. Ia merasakan sensasi yang berbeda dari orang-orang yang sudah menimpuknya berkali-kali sejak tadi. Seperti ada sengatan yang mengalir di tubuhnya setelah gadis itu menyentuh bokongnya.

Tak sampai di situ yang namanya senior pasti tidak akan pernah puas menindas juniornya. Tetap saja, ia masih ingin mengerjai dengan mencoret wajah gadis itu. Tapi dengan cepat Raka mencegat sebelum sebuah coretan mendarat di wajah gadis itu. "Dia sudah menyentuh bokongku, kenapa wajahnya masih ingin dicoret?" Raka merebut spidol yang sedikit lagi akan mendaratkan sebuah coretan di wajah gadis itu. Kemudian tanpa sedikit pun rasa takut, Raka mencoret nametag gadis itu. Ia mengganti kata 'CORET' dengan kata 'LIHAT'.

Saat itu juga, gadis itu terkejut dengan perbuatan Raka. Ia menatap Raka sambil memancarkan isyarat, "berani sekali ia melawan senior tersebut."

Raka sudah bersikap keren dengan menyelamatkannya dari masalah itu. Namun karena ulahnya, senior yang mengospek mereka malah menjadi semakin jengkel dan menghukum mereka berdua untuk berjalan jongkok mengelilingi Pendopo Fakultas. "Bilang saja kalian iri dengan kecantikannya," gumam Raka sambil menjalankan hukumannya.

"Terimakasih," bisik gadis itu pada Raka. Lalu Raka membalasnya dengan tersenyum dan mengayunkan tangannya, memberi tanda bahwa itu tidak masalah baginya. Jadi tidak perlu khawatir.

Namun tiba-tiba saja langit menjadi merajuk. Awan hitam muncul menyelimuti dengan perlahan diikuti tetesan hujan yang turun. Bergegas mereka harus mencari tempat untuk berteduh. Raka langsung saja menarik tangan gadis itu dan membawanya ikut berlari. Sesampainya di tempat berteduh. Gadis itu dengan pelan melepas tangannya dari genggaman Raka.

Genggaman tangan yang terasa sama saat gadis itu menyentuh bokong Raka. Membawa sengatan yang membuat jantung Raka kembali berdegup kencang. Bahkan sampai saat ini, setelah tiga tahun berlalu, Raka masih mengingat perasaan itu.

Gadis itu kembali diam dan menunduk, sepertinya dia malu dengan apa yang sudah terjadi. Tak sepatah kata pun keluar dari bibirnya selain ucapan terimakasih. Kata pertama dan terakhir yang bisa didengar oleh Raka darinya. Setelah itu, mereka saling berjauhan. Memang karena dipisahkan oleh jurusan yang berbeda atau karena hal lain yang tak tahu penyebabnya?

Sampai tiga tahun ini, Raka masih berpikir penyebab ia tak bisa dekat dengan gadis itu. Apakah karena kejadian itu, gadis itu tidak ingin mendekatinya? Gara-gara ia diminta melakukan hal yang sangat memalukan dengan menyentuh bokong Raka. Apakah dia merasa malu? Atau dia jijik di dekat Raka? Kalau memang itu penyebabnya, harusnya yang malu adalah Raka bukan dia?

Bus yang dinaiki Raka berhenti dan lamunannya yang sedang mengingat masa lalu juga ikut terhenti. Dia melihat sekeliling, inilah tempat pemberhentiannya dan dia pun ikut turun bersama penumpang lainnya. Memikirkan masa lalu membuat waktu terasa cepat berlalu, ia sudah sampai di tempat tujuannya.

*****

Berikan cinta kalian dengan rate, like, komen, vote dan favorite. Terimakasih~

Kevin ...

Masih sama seperti biasanya, hal yang bisa Raka lakukan setiap harinya, hanyalah memperhatikan gadis itu dari kejauhan. Mengagumi keelokkan dan kecantikkannya tanpa pernah berani mendekati bahkan hanya untuk sekedar mengatakan, "Hai ...."

Saat ini gadis itu sedang bersama temannya, makan siang dengan menyantap ketoprak dan segelas es jeruk. Begitu pula dengan Raka, tak jauh dari tempat gadis itu duduk, ia juga sedang menunggu sahabatnya, Kevin. Sembari memainkan makanan yang ia pesan, mengayunkan sendok kesana-kemari seperti kehilangan minat untuk menyantapnya.

Tatapan Raka masih terkunci fokus pada gadis itu. Terpana layaknya sedang dihipnotis. Matanya tak lepas dari memperhatikan gadis itu. Lalu tiba-tiba saja datang seseorang menepuk pundaknya dan merangkulnya. Benar, itu adalah Kevin yang ditunggu Raka sedari tadi. "Hei Bro, masih bengong aja lu, kalau udah ada tu cewek di kantin," ucap Kevin,

"Apaan sih, Vin," ujar Raka sambil menyingkirkan rangkulan Kevin. Raka terpaksa mengalihkan pandangannya dan kembali fokus pada makanannya. Lalu ia menyedot es teh manis yang ada di hadapannya. Ia tak ingin Kevin terus-terusan meledeknya karena tak mampu mendekati gadis itu.

"Masih belom lu deketin tu cewek?" lirih Kevin. Ia tak menyangka sahabatnya ini sangat payah dalam berurusan dengan perempuan. Raka menjawab pertanyaan Kevin dengan menaik-turunkan pundaknya. Tandanya masih belum ada perubahan.

"Gimana lu sama Lia, dah jadian?" tanya Raka menyelidik. Lia adalah gadis idaman Kevin. Sama halnya dengan Raka yang sedang berusaha mendekati gadis itu. Kevin juga sedang berjuang mendapatkan hati perempuannya itu. Lalu Kevin menjawab pertanyaan Raka dengan mengadahkan kedua tangannya ke atas. Tandanya semua usahanya sudah sia-sia. Lia tak sedikit pun tersentuh ataupun tertarik dengan apa yang sudah dilakukannya.

"Makanya, kalau lu mau Lia respect, hal pertama yang harus lu lakukan adalah lu harus menghilangkan sifat keplayboyan lu yang sudah mendarah daging itu. Bukannya malah makin menjadi-jadi, selalu modusin para cewek-cewek, terutama anak Seni Rupa, gak ada kayaknya yang belum lu modusin." Raka menasehatinya sambil memasukkan sepotong kentang goreng ke mulutnya.

"Gw begitu, Ka. Sebab gw dah frustasi sama Lia. Gw cuma modusin tu anak-anak, tapi kan gak ada yang gw pacarin. Mereka aja yang pada kebaperan. Asal lu tahu, perasaan gw ke Lia tu tulus. Tapi entah kapan Lia bisa anggap gw serius? Dibuat gila gw sama Lia, Ka." ucap Kevin. Tapi sebelum ia menyelesaikan ucapannya, Raka malah keburu tersedak mendengar bahwa ia bisa tulus sama satu perempuan.

"Kan lu begitu, sahabat ngomong serius malah diledek," ucap Kevin sedikit kesal.

"Ya kali lu bisa tulus sama satu cewek Vin, wkwkwkwkwk." Raka masih menertawainya, ia masih tak percaya Kevin yang ia kenal bisa seperti itu.

"Lu mana tau, lu gak rasain sih, Ka. Gimana rasanya cinta pertama pada pandangan pertama!" Kevin terdengar putus asa. Ia menggambarkan bahwa Lia adalah cinta pertamanya. Meskipun kebanyakan orang tak pernah berhasil dengan cinta pertamanya. Tapi ia takkan pernah menyerah dengan cinta pertamanya. "Gw paling tau. Kalau lu juga ngerasain dan tersiksa karena itu, berarti kita punya nasib yang sama." Raka ngebatin dan melirik ke arah gadis itu yang masih betah di tempatnya tanpa sedikit pun melihat ke arah Raka.

Lalu Raka menyeruput kembali es tehnya dan mendengar curahan hati sahabatnya. Kevin kembali menceritakan nasibnya pada Raka, bagaimana Lia memperlakukannya, "Gw dah dekatin Lia, gw ikutin kemana dia. Gw kirim surat, bunga dan coklat yang menggambarkan isi hati gw untuknya. Tapi tetap aja, gak ada yang berubah. Gw dekatin, dia malah menghindar. Apa yang sudah gw kasih, malah dia balikin. Gw paksa lagi kasih, syukur-syukur dikasih balik ke temannya. Tapi kadang apa yang gw kasih, malah dibuang, Ka. Betapa malangnya nasib sahabat lu." Kevin bersedih dengan nasib cintanya yang bertepuk sebelah tangan.

"Setidaknya lu lebih gentle dari gw, lu masih bisa bicara dan mendekatinya," bisik Raka. Namun ucapannya itu dapat terdengar jelas oleh Kevin yang berada di sebelahnya. "Jadi lu belum ngedekatin tu cewek? ngobrol pun juga gak?" tanya Kevin terheran-heran. Raka menggeleng, "Tahu namanya aja enggak."

"Lah ... Bukannya dia tu duta kampus? Astaga! Gw gak tau kalau sahabat gw selemah itu berhadapan sama cewek. Benar-benar dah lu, namanya pun lu gak tau? Gw punya solusi buat lu, mau tau caranya gak, supaya lu bisa dekat sama tu cewek? Gw punya cara gampang." Ucapan Kevin terdengar meyakinkan. Ia bertekad ingin membantu Raka.

"Apa?" Raka terdengar lesu dan tak percaya Kevin punya solusi untuk itu. Tapi ia tertarik dengan saran itu. "Itu yang disebelahnya, dari tadi gw perhatiin dia menatap ke arah sini mulu deh." Kevin sudah memperhatikan gerak-gerik teman sebelah gadis itu. Ia terlihat tertarik pada Raka. Tampak jelas dari ekspresi dan tatapannya. Bagi orang seperti Kevin yang sudah ahli dalam pendekatan sangat mudah untuk mengetahui hal itu.

"Gak usah ge-er," ucap Raka meledek. Lalu Kevin menoleh ke belakang dan sekitar mereka untuk memeriksa apakah ada orang lain selain mereka, namun tidak ada seorang pun. Itu berarti yang dirasakan Kevin benar. Dia tidak lagi ge-er. "Gak ada siapa-siapa Bro, cuma lu ama gw, tapi kalau menurut gw sih, dia menatap lu, apa dia suka kali sama lu? kesempatan lu nih," Kevin kembali menimpali.

Raka tidak merespon karena memang tidak berminat mendengar hal itu. Dia sudah tahu, banyak yang tertarik dengannya. Namun ia sedikit pun tak pernah tertarik, apalagi menghiraukannya. Ia hanya peduli pada gadis yang disukainya sejak tiga tahun yang lalu sampai sekarang. Gadis yang memberikan sengatan pada seluruh tubuhnya hingga membuatnya tak bisa berkutik.

Kevin mencoba melambaikan tangannya ke arah gadis itu dan temannya. Ia sengaja menyapa untuk membuktikan dugaannya benar. Gadis itu tidak menghiraukan apa yang dilakukan Kevin, tapi teman di sebelahnya sangat bersemangat dan membalas lambaian tangan Kevin dengan melempar senyum sumringah ke arah mereka. "Nah, lu liat kan temannya. Benar dugaan gw, kayaknya emang benaran naksir nih." Kevin menyenggolkan pundaknya ke pundak Raka. Namun Raka masih tak peduli dengan ucapannya.

"Saran gw sih, kalau lu mau dekat sama gadis itu, lu bisa manfaatin aja dulu teman sebelahnya, deketin kawannya dulu, setelah itu otomatis deh lu bakal deket sama dia, gw jamin ini cara yang gampang dan juga ampuh." Kevin terlihat serius dengan sarannya. Tapi Raka tidak terlalu bersemangat menanggapinya. Mana mungkin Raka akan melakukan saran bodoh dari seseorang yang hobi modusin cewek-cewek.

"Eh, eh mereka jalan kesini," ujar Kevin memberitahu Raka bahwasanya gadis itu bersama temannya hendak menuju ke arah mereka. Seketika itu pula jantung Raka berdebar-debar tak karuan. Ia melirik dan memastikan ucapan Kevin. Apakah benar gadis itu mendekat?

Setelah ia melirik, perkataan Kevin itu memang benar. Gadis itu sedang menuju ke arahnya. Namun jantungnya tak bisa diajak kompromi, semakin berdebar kencang tak bisa ia kendalikan. Ia menjadi sangat gugup saat gadis itu dan temannya semakin mendekat.

****

Berikan cinta kalian dengan rate, like, komen, vote dan favorite. Terimakasih ~

Mitha ...

Mereka berdua berjalan mendekati Kevin dan Raka. Jantung Raka semakin berdebar kencang. Sengatan itu kembali terasa menjalar ke seluruh tubuhnya. "Mereka ke sini, Bro!" ujar Kevin memberitahukan, "Kesempatan lu nih, jangan sia-siakan," lanjut Kevin menyemangati Raka supaya bisa dekat dengan gadis itu.

"Jantung udah dong berdebar, bibir gw gemetar gimana nih?" Raka ngebatin menyesali kondisinya yang tak berkutik saat gadis itu mendekat.

"Hai, boleh ikutan gabung?" ujar teman gadis itu saat sudah tiba di depan mereka, "Boleh ... boleh, silahkan." Kevin mempersilahkan duduk.

"Mitha, aku duluan aja ya?" ujar gadis itu malah hendak pergi. Ia tampak tidak nyaman dan tidak ingin bergabung. Melihat gadis itu ingin pergi, Raka menoleh menatapnya dan berharap semoga gadis itu tetap tinggal.

"Barengan dong, katanya tadi mau barengan," ujar Mitha menahan dan memaksa gadis itu ikut bergabung.

"Mau kemana sih, buru-buru amat? Waktu makan siang kan masih panjang, ngobrol dulu sebentar di sini," ujar Kevin ikut menyahut dan menahannya.

Mitha menarik tangan gadis itu dan memaksanya untuk duduk. Ia pun terpaksa duduk berhadapan dengan Raka. "Hai, Aku Mitha. Jurusan Sastra Inggris." Mitha tanpa basa-basi mengulurkan tangannya ke arah Raka. Ia memperkenalkan diri sambil tersenyum lebar pada Raka.

Kevin mendelik ke arah Raka dan memasang isyarat bahwa dugaannya benar, jika Mitha pasti tertarik pada Raka dan ingin melakukan pendekatan. Namun tak ada respon dari Raka. Ia hanya membuang muka dari isyarat yang dipancarkan Kevin.

"Kevin ...." Kevin yang menjawab dan membalas uluran tangan Mitha dengan seadanya. Sebab Raka terlihat tidak peduli dan masih saja fokus pada gadis yang ada di hadapannya. Dalam pikiran Raka, bagaimana bisa dua orang sahabat ini memiliki kepribadian yang sangat berbeda. Temannya sangat agresif untuk mendekat, sementara dia sangat dingin untuk didekati. Apa Raka tidak menarik baginya? Ia bahkan tak sedikit pun menatap Raka.

Lalu Raka melirik ke arah gadis itu, berharap dia akan mengajaknya berbicara seperti yang dilakukan temannya. Namun apa yang dia harapkan berujung nihil. Gadis itu hanya diam dan terlihat tidak tertarik.

"Hai, Gw Kevin ...." Kevin memulai untuk berkenalan dan melambaikan tangannya ke arah gadis itu. Ia memulai pembicaraan dengan gadis itu supaya gadis itu bisa nyaman dan tidak terlihat risih. Namun sebelum Kevin selesai bicara, Raka malah menyikut Kevin, "Jangan berani-beraninya lu deketin," bisik Raka. Ia memberi isyarat lewat tatapan tajamnya pada Kevin. Ia menghentikan niat Kevin untuk mendekati dan memecah keheningan gadis itu. Tapi apa yang dia dapatkan? Gadis itu tetap saja menghiraukannya dan malah mengernyitkan keningnya.

Lalu Kevin menyikut Raka. "Dingin Bro," bisiknya melihat ekspresi datar dari gadis itu. "Temanmu tidak memperkenalkan diri?" ujar Kevin bertanya pada Mitha mewakili apa yang ingin diucapkan Raka. Ia tahu sahabatnya saat ini pasti sangat gugup dengan gadis yang berada di depannya. Bahkan Kevin bisa mendengar suara detak jantung Raka yang sangat kencang. Gadis ini benar-benar membuat Raka gugup setengah mati.

Sebelum Mitha menjawab, gadis itu malah ingin beranjak dari tempatnya. Dia memang tidak nyaman berlama-lama di tempat ini. Ia ingin bergegas pergi dari tempat ini. "Mitha ayoklah!" sesak gadis itu pada Mitha dan memintanya untuk segera pergi. "Sebentar lagi, Ran. Sabar deh." Mitha menahannya karena ia masih ingin pendekatan dengan Raka.

"Hei, aku Raka jurusan STM (Seni Teater dan Musik)" Raka memberanikan diri untuk mengulurkan tangannya ke arah gadis itu. Ia memberanikan diri untuk berkenalan supaya gadis itu dapat mengulur waktunya untuk lebih lama berada di sini. Namun tetap saja gadis itu tidak peduli. Ia tidak membalas uluran tangan Raka ataupun menyebutkan namanya. Mitha yang memperhatikan Raka, sedikit terkejut dengan refleksnya. Tadi saat ia memperkenalkan diri, Raka malah tidak peduli. Tapi sekarang, ia malah mengulurkan tangannya pada gadis itu. Mitha sedikit kesal melihat perbedaan sikap Raka.

Bukannya menjawab Raka, gadis itu malah terkejut mendengar nama Raka dan sedikit melirik tajam ke arah Raka. Ia seperti tidak menyukainya. Lalu ia berkata pada Mitha, "Sudahlah kamu lama, aku pergi saja duluan." Kemudian gadis itu benar-benar pergi dan beranjak dari tempat itu dengan mengacuhkan uluran tangan yang diinginkan oleh Raka. Kevin yang ikut memperhatikan, mengusap wajahnya tanda tak sangka dengan kejadian ini. Ini masalah besar bagi Raka. Gadis itu terlihat sama sekali tidak tertarik pada Raka.

"Aku harap kamu memaafkan temanku. Namanya Rani, satu jurusan denganku dan kami juga satu kelas, dia satu-satunya teman baikku. Maaf atas sikapnya yang seperti itu, dia memang kaku dan dingin terhadap orang yang tak dekat dengannya." Mitha meminta maaf atas sikap Rani yang mengacuhkan Raka begitu saja.

"Tidak apa-apa," ujar Raka yang sepertinya sudah terbiasa dengan sikap itu. "Aku juga bingung sama Rani, dia jadi begitu setelah dua tahun yang lalu. Entah apa yang terjadi padanya? Dia tidak pernah menceritakan masalahnya padaku. Tapi aku sangat bahagia punya sahabat seperti dia, selalu menerima tentangku dan selalu mendengarkan apa pun keluhanku." Mitha menjelaskan bagaimana kedekatannya dengan Rani. Setelah mendengar penjelasan dari Mitha, Raka semakin penasaran dengan semua hal tentang Rani.

Mitha berganti posisi duduknya semakin dekat dengan Raka. Namun Raka langsung menyadari dan sedikit bergeser. Dia tidak suka gadis yang terlalu agresif seperti Mitha.

Kemudian tiba-tiba terlihat Lia yang baru masuk ke kantin. Kevin yang menyadari itu, langsung sontak berdiri dan bergegas untuk mendekati. Kini saatnya ia beraksi dan meninggalkan Raka bersama Mitha. "Ka, gw tinggal ya. Pujaan hati gw datang. Bye, semoga sukses." Kevin menyemangati dan meninggalkan Raka bersama Mitha berdua di meja itu. Belum sempat Raka menolak, Kevin sudah melaju dengan cepat. Raka sangat canggung dan tidak nyaman dengan kondisi ini. Terlihat dengan sangat jelas kalau Mitha memang mengaguminya. Tapi ia sama sekali tidak tertarik. Ia hanya menginginkan Rani bukan Mitha.

"Hmmm ... Kamu sudah nonton musikal yang sedang di gelar di Pendopo?" tanya Mitha gencar memulai pendekatan. "Belum." jawab Raka seadanya. Itu adalah pagelaran yang dilakukan juniornya. Tapi Raka tak tertarik sama sekali untuk melihat pertunjukkan itu.

"Aku dengar ceritanya menarik—" belum selesai Mitha menyampaikan maksudnya. Raka malah hendak berpamitan untuk meninggalkannya, "Hmm ... maaf Mitha, sepertinya aku harus pergi, aku melupakan sesuatu," ujar Raka sembari meminum habis es tehnya, lalu ia bergegas untuk pergi.

Kekecewaan terlihat jelas di muka Mitha saat Raka beralih meninggalkannya. Dia masih memandang punggung Raka yang membelakanginya dan pergi menjauh. "Aku harus segera mendapatkanmu." Mitha bertekad untuk menjadikan Raka pacarnya. Ia mengatakan itu sambil mengepalkan tinju di tangannya. Menggambarkan bagaimana ia sangat terobsesi dengan Raka.

****

Berikan cinta kalian dengan rate, like, komen, vote dan favorite. Terimakasih

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!