NovelToon NovelToon

INSECURE, Cinta Masa Lalu

Maria Maharani

"Hey, lagi ngapain?" Tanya Indra, teman sekelas ku.

"Ngelamun, lagi bete." Jawab ku. Lalu dia mendekat dan duduk di sampingku.

"Mau main ga? Kita ke Curug yuk. (Air terjun)" Sambil tersenyum dan terus menatapku.

"Males ah, takut. Masa cuma berdua doang, nanti di kira temen-temen kita pacaran lagi." Tanpa melihat ke arahnya, aku sibuk membereskan buku-buku yang berantakan di meja dan memasukannya ke dalam tas. Karena ini pelajaran terakhir dan sebentar lagi pulang.

"Ya nggak apa-apa kali di kira pacaran, hehe" Jawabnya santai.

"Enak di kamu nggak enak di aku!" Aku sebal mendengar jawaban Indra yang seenaknya itu.

Aku melempar tipe x yang ada di tanganku kepadanya dan dia menangkapnya, tapi dia hanya senyum-senyum nggak jelas. Dari arah pintu teman-temanku berlarian masuk kelas karena Bu Vina guru matematika sudah datang. Indra pun kembali ke bangku nya.

Saat pelajaran berlangsung dia melempar kertas dan mengenai sahabatku, Kia.

"Ih siapa sih yang lempar-lempar kertas gini nggak ada kerjaan banget." Gerutunya sambil memungut kertas yg jatuh di bawah dan di bukanya kertas itu.

"Dasar si semprull!! Mar, nih surat buat kamu dari si Indra tuh pake lempar-lempar segala."

Aku pun mengambil kertas itu dan membacanya,

'Mar, nanti pulang sekolah tunggu dulu ya, Jangan langsung pulang, aku mau ngomong sesuatu sama kamu, oke.'

Aku meliriknya dan dia tersenyum lagi.

Aku, Maria Maharani. Kelas 9A di SMPN favorit di tempat ku. Semua teman laki-laki selalu iseng memanggilku dengan sebutan Maria Ozawa, karena katanya suaraku seperti mendesah. Menyebalkan sekali mereka, aku kan malu di panggil seperti itu.

Padahal aku merasa suaraku biasa-biasa saja. Penyebabnya hanya karena aku orangnya gampang merasa geli, jadi mereka selalu iseng colek-colek pinggang aku. Dan aku secara refleks suka teriak 'Ah, Ah'. Karena memang rasanya geli banget. Jadilah sampai sekarang aku selalu di ledekin sama mereka.

Aku cewe mungil, berat badanku 35 kg dan tinggi badanku hanya 150 cm. Termasuk kurus dan pendek di antara teman-temanku yang punya tinggi semampai untuk ukuran anak SMP.

Sebenarnya kulitku bersih tapi tidak putih, sedikit kecoklatan yang membuatku merasa semakin tidak pede. Karena aku selalu merasa jelek.

Semua teman perempuanku hampir semuanya mempunyai tinggi badan di atas 160 cm, kulit putih, dan hidung mancung. Sedangkan aku tak ada satu pun yang menjadi poin plus nya. Haha.. Ngenes sekali hidupku.!

Tapi dari segi kepintaran, aku termasuk yang paling pintar di antara teman-teman sekelas ku. Bahkan seisi kelas selalu mencontek kalau ada PR atau ulangan, mereka selalu ribut minta contekan.

Ya walaupun aku merasa jelek, tapi aku di hargai karena kepintaran ku. Bahkan tak ada yg berani memusuhi aku, karena kalau memusuhi aku sudah pasti mereka tidak akan bisa mencontek lagi.

Bisa di bilang aku hanya di manfaatkan karena otaknya saja yang pintar, kalau aku bodoh mungkin sudah di kucilkan. Mungkin!! Entahlah.

"Nah anak-anak tugas kalian kerjakan bab 5 tentang logaritma halaman 47 ya. Tugasnya dari no 1 sampai 20, lanjutkan essai nya sampai nomor 10. Hari Kamis harus sudah beres dan kumpulkan di meja ibu." Ucap Bu Vina.

"Baik Bu." Jawab murid-murid serempak.

Bu Vina pun berlalu setelah kita membaca doa dan salam.

Indra datang menghampiriku dan mengusir Kia.

"Ya, sana gih, aku mau ngomong sama Maria."

Kia mendekatiku dan berkata, "Aku pulang duluan ya Mar, kalo dia ngapa-ngapain kamu, bilang sama aku yah."

"Oke siap ya."

"Udah sana pulang!!" Ucap Indra yang malah mengusir Kia.

Indra mendelik ke arah Kia yang pergi menjauhi kami, dan dia langsung tersenyum kepadaku lalu bertanya,

"Mar, kita jalan yuk entar hari minggu. Kamu maunya main kemana?"

"Emh, gimana ya. Aku bukannya nggak mau main sama kamu, cuma aku nggak pede."

Aku menundukkan kepalaku. Tapi Indra malah semakin mendekat dan melihat wajahku.

"Kenapa ga pede? Emang kamu kenapa?"

"Aku ga pede aja kalo jalan sama kamu, kamu tuh ganteng. Kalau aku jalan sama kamu, pasti aku di nyinyirin orang-orang. Di sangka aku pake ilmu pelet bisa jalan sama cowok ganteng!"

"Haha.. Apa jangan-jangan memang kamu udah pelet aku ya?" Indra malah tertawa yang menganggap itu lucu dan menggodaku.

"Iya aku pelet kamu!! Maka nya kamu nempel terus kan sama aku? Cinta mati kan sama aku?" Aku bicara ngasal karena kesal sama Indra yang terus saja menggodaku.

"Kok kamu tau sih? Aku emang cinta mati sama kamu!!" Indra malah tersenyum melihatku yang sedang kesal kepadanya.

"Au ah gelap. Bercanda nya nggak lucu.!!" Ucapku sinis dan memanyunkan bibirku.

"Aku beneran loh Mar." Jawab Indra dengan ekspresi serius, seolah-olah berkata bahwa ucapannya itu tidak bohong dan benar adanya.

"Pret..!!" Aku memalingkan wajahku dan hendak pergi. Karena tidak percaya dengan apa yang di katakan nya. Tapi Indra menarik tanganku dan dia beranjak dari tempat duduknya untuk berdiri mendekatiku.

"Ya udah kamu nggak usah terlalu dengerin kata orang, nggak baik baperan ya." Indra mengusap rambutku dan kami menjadi saling berhadapan.

"Terus kamu juga tinggi banget. Kalo aku mau liat kamu harus liat ke atas dulu, cangkeul (Pegel) tau gak leher aku." Ucapku sambil cemberut dan melihat wajahnya yang berada tepat di atas kepalaku.

"Ya ampun kamu lucu banget sih Mar!! Kalau gitu biar aku gendong aja. Pliss.. Kita main ya." Indra mencubit pipiku, kebiasaan sekali dia selalu begitu kalau melihatku kesal. Dia memohon kepadaku dengan tatapan yang penuh harapan.

'Duh, ganteng banget sih kamu Dra kalau gini.' Maria

"Nanti ya aku pikirin dulu, malam nanti aku kabarin deh. Sekarang aku pulang dulu ya, udah sore juga nih." Aku ingin segera berlalu dari situ untuk menahan perasaanku agar tidak jatuh cinta kepada Indra yang tampan.

"Aku Anter ya." Indra menawarkan diri untuk mengantarku, tapi aku menolaknya.

"Nggak usah, deket kok!! Udah ya. Assalamualaikum." Aku segera pergi menjauhinya dan melambaikan tanganku kepadanya.

"Waalaikumsalam." Jawab Indra.

Aku melihat ke arah Indra yang masih berdiri mematung di tempat itu. Dia tersenyum menatapku yang terus berjalan menjauhinya.

'Andai kamu tahu Mar, aku memang mencintai kamu. Tapi kamu tidak pernah menyadarinya. Setiap aku mengungkapkan perasaanku, kamu selalu menganggap itu hanya sebuah candaan. Nanti kalau waktunya sudah tepat, aku akan menyatakan perasaanku dengan cara yang romantis.' Batin Indra.

...****************...

PART 2 * Tentang Indra *

Muhammad Ravindra Yudistira atau biasa di panggil Indra, dia adalah teman sekelas ku. Tingginya 175 cm, putih, dan tampan.

Dia paling pintar pelajaran komputer, di saat otak teman-temanku sudah konslet mempelajari Microsoft Excel, dia sudah menguasai semua rumus-rumus nya.

Tinggi ku hanya sedada nya, bahkan mungkin hanya sebatas pusar nya, Hahaha. Saking jomplang nya tinggi badanku dengan dia. Kalau jalan bareng harus mendongak ke atas baru bisa liat wajahnya.

aahh... menyebalkan sekali punya badan pendek begini,, syedihhh...

Dreetttt dreettt dreettt

Hp ku bergetar, dan ku lihat Indra yang menelpon.

"Halo Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam Mar, Gimana? Jadi ya."

"Kamu udah solat Maghrib belum? Ini udah adzan loh."

"Belum Mar, aku tunggu jawaban kamu dulu, mau atau engga mainnya."

"Nanti deh abis sholat Maghrib dan Isya aku telpon kamu jadi engga nya. Aku mau sholat sama ngaji dulu."

"Oh oke deh.. Assalamualaikum sayang "

"Waalaikumsalam."

Aku hanya menggelengkan kepalaku, karena tidak biasanya Indra seantusias begitu.

Aku ke kamar mandi untuk berwudhu, dan melaksanakan sholat, selesai sholat aku mengaji.

Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul setengah delapan, aku pun segera sholat Isya.

Selesai semuanya, aku mengambil hp di meja. Ada 5 SMS dari Indra, tapi hanya per huruf saja.

"Dasar kurang kerjaan.." Gerutu ku.

'M

'A

'R

'I

'A

'Kenapa dra SMS cuma satu huruf-satu huruf doang gitu?'

Tak berselang lama Indra langsung membalasnya. Sepertinya dia terus memegang hp nya.

'Nggak apa-apa ko, pengen aja hehe. Jadi keputusannya gimana nih?'

'Ya udah kita jadi main. Tapi sama siapa lagi? Cuma berdua aja?'

'Ya kita aja lah berdua, emang kenapa?'

'Nggak apa-apa sih. malu aja kalau cuma berdua, jadinya main kemana?'

'Kan aku udah bilang tadi di sekolah, ke Curug aja yuk, gimana?'

'Ya udah, eh tapi nanti kamu minta ijin dulu ya sama mamah aku.'

'Iya nanti aku jemput kamu terus minta ijin sama mama mertua.. hehe.'

'Ih dasar nggak jelas kamu !! Ya udah aku mau belajar dulu, besok kan ada ulangan TIK.'

'Oke. Kalo besok kamu ga bisa tenang aja ya ada aku yang selalu siap siaga ngasih contekan sama kamu.'

'Aku nggak akan nyontek sama kamu, Assalamualaikum.'

'Waalaikumsalam maria_ku.'

Aku hanya memandangi hp ku, melihat apa yang di ketik Indra dengan kata MARIA_KU.

Kenapa dia? Apa dia suka sama aku? Aaaahhh kayaknya aku cuma GR aja.. Nggak mungkinlah dia suka apalagi sayang sama aku.

Tapi memang aku juga merasa hanya aku yang di spesial kan sama dia. Sama teman-teman cewe yang lain mana pernah dia kaya gitu. Bingung sendiri karena dia pun tidak pernah mengatakannya kalo memang dia cinta, kita seperti berada di posisi friendzone.

Pernah waktu upacara, aku berbaris paling depan karena aku paling mungil di antara teman-temanku, sedangkan Indra paling belakang. Tiba-tiba Kia bilang, "Mar, ceuk si Indra Bogoh." (Mar, kata si Indra cinta) Sambil teriak gitu. Untung upacara belum di mulai, dan sumpah aku malu banget aku hanya anggap itu lelucon, angin lalu. Karena ya teman-teman emang biasa kayak gitu.. Iseng.

Terus saat aku lupa belum ngerjain tugas komputer, dengan sigap dia ngerjain tugas itu, bela-belain jam istirahat ke warnet hanya untuk bikinin tugas aku, sampai-sampai dia telat masuk jam pelajaran terakhir.

Aku merasa bersalah sekali sama dia, gara-gara aku dia di marahin sama guru IPS namanya Ibu Zurma, guru paling killer di sekolah ku. Karena sekali saja membuat masalah, nilainya akan turun di bawah rata-rata nilai minimal.

Aku minta maaf kepadanya, tapi dia malah menghiburku. Dia bilang senang bisa membantuku dan tidak menyesal sama sekali.

Aku bukannya nggak peka sama semua perlakuan dia, cuma aku merasa tidak terlalu percaya diri untuk pacaran. Apalagi aku masih kelas 3 SMP, makanya aku selalu menepis pikiranku sendiri. Dan mengatakan kalau dia memang nggak suka dan nggak sayang sama aku. Aku takut sakit hati dengan kasta wajah kita yang jauh berbeda.

Kamu tampan dan Aku jelek.

...****************...

Curhatan Kia

Seperti biasa aku selalu bangun subuh dan memulai rutinitas ku dari sholat subuh, mandi, cuci piring, sampai nyapu ngepel semua aku yang kerjakan.

Aku merasa sudah besar dan tidak mau mamahku capek mengerjakan semua itu. Karena mamah juga sibuk mengelola toko hijab nya. Biasanya jam 6 sudah beres semua dan aku tinggal sarapan saja.

Aku anak semata wayang, tidak punya Kakak atau pun adik. Terkadang aku selalu merasa kesepian hanya tinggal berdua sama mamah. Karena papah sudah meninggal dunia saat aku masih kelas 3 SD.

Lepas sarapan aku berpamitan kepada mamah untuk berangkat sekolah.

"Mah, eneng berangkat sekolah ya. Assalamu'alaikum."

Mamah yang sedang menyiram tanaman menjawab salam ku, "Iya neng, hati-hati di jalan nya ya waalaikumsalam."

Aku berangkat berjalan kaki, karena jarak dari rumah ke sekolah tidak terlalu jauh dan masih bisa di jangkau dengan berjalan kaki.

Sampai di sekolah aku melihat Kia sedang duduk menangis di bangkunya. Sambil membenamkan kepalanya di kedua tangannya. Dan pagi itu memang masih sepi, hanya ada beberapa temanku yang sudah ada di kelas.

Aku berlari dan menyimpan tas. Aku bertanya kepadanya kenapa dia menangis seperti itu.

"Kia, kamu kenapa nangis? Ada masalah?"

"Aku lagi sedih Mar. Orang tua aku berantem, terus bapak bilang akan menceraikan mamah." Ucap Kia sambil terisak-isak menahan tangis.

"Aku nggak sanggup kalau itu sampai terjadi, aku harus gimana.? Dan kata Bapak, dia sudah punya pengganti mamah dan akan menikah lagi bulan depan." Bulir air mata membasahi pipinya, membuatku merasakan kesedihannya juga.

"Hah? Sama siapa?"

"Bapak bilang sama perempuan kaya, cantik dan punya usaha butik yang sukses. Aku nggak tau namanya siapa."

"Apa kamu udah ngomong baik-baik sama Bapak, kenapa dia mau menceraikan mamah kamu? Pasti ada alasannya kan?"

"Katanya karena mamah istri pembawa sial. 16 tahun bersama tapi nggak bisa merubah ekonomi kita. Terus katanya mamah sudah nggak menarik lagi di matanya. Nggak pernah dandan, jelek, kucel, dan bau."

"Padahal mamah juga nggak mau kayak gitu. Apa daya Bapak juga nggak mampu buat beliin mamah baju, skincare, make up, atau perawatan ke salon. Boro-boro buat beli make up atau perawatan ke salon, buat makan aja kita susah."

"Mamah selalu nabung buat biaya sekolah aku dari hasil usaha mamah sendiri. Tapi bapak nggak ngerti kalau dia aja nggak bisa membahagiakan kita tapi malah mencari wanita lain."

"Astagfirullah.. Ya Allah kenapa bapak kamu jahat banget Ki. Mamah kamu udah sabar nemenin dia dari nol, sekarang malah mau di tinggal.. Tega banget !"

Aku emosi mendengar cerita Kia. Bagaimana mungkin pria yang seharusnya melindungi dan membahagiakan anak istrinya malah tega menyakiti dengan kata-kata dan perbuatan seperti itu. Yang bahkan itu kesalahannya sendiri tidak mampu membiayai kebutuhan istrinya. Sedangkan istrinya di tuntut untuk selalu tampil cantik dan wangi. Suami macam apa itu.?

Cantik itu butuh modal. Kalau memang tidak bisa memenuhi kebutuhan istri karena pendapatan yang pas-pasan, setidaknya jangan menyakiti hatinya. Itulah yang terpenting untuk seorang wanita.

Kurang harta bisa di cari tapi kurang kasih sayang tidak bisa di cari. Walaupun hidup susah, kalau pasangan kita mencintai dan menyayangi dengan tulus, dia pasti akan berusaha untuk membahagiakan istri dan anaknya walaupun dengan cara yang sederhana.

Aku pun hanya bisa memberikan semangat dan menghiburnya.

Aku merenungi diriku sendiri. Melihat wajah dan tubuhku yang jauh dari kata menarik. Apa aku akan seperti mamah Kia? Yang habis manis sepah di buang. Yang emang dasarnya udah jelek nanti tambah jelek setelah nikah. Hikss.. Aku sedih, sedih meratapi nasibku yang jelek ini.

Aku tak mau mendapatkan pria macam itu, pria tak bertanggung jawab yang hanya menuntut hak tanpa memenuhi kewajibannya. Pria yang tidak tahu diri yang hanya bisa menyakiti hati istrinya saja. Amit-amit, semoga aku di jauhkan dari pria-pria semacam itu.

Aku masih beruntung di besarkan di lingkungan keluarga yang harmonis. Papah tidak pernah membentak mamah sekalipun mamah selalu mengomel setiap hari. Papah malah selalu merayu mamah kalau mamah sedang marah. Dan pada akhirnya, mamah tidak pernah bisa marah sama papah karena papah pandai mengambil hatinya.

Papah juga tidak pernah memarahi aku. Setiap kesalahan yang aku buat, papah selalu memberikan nasihat kepadaku dengan lembut. Walaupun saat itu aku masih kecil, tapi aku selalu ingat memori tentang papah. Papah adalah pahlawan bagiku.

Orang tua Kia memang tidak mampu. Ayahnya hanya buruh pabrik yang gajinya bahkan tidak sampai UMR. Sedangkan Ibunya berjualan gorengan setiap pagi keliling kampung sambil membawa adik-adiknya yang masih kecil. Kasihan sekali aku melihatnya.

Aku tidak tega kepada ibunya yang banting tulang menghidupi anak-anaknya, tapi malah di sakiti oleh suaminya sendiri.

Setiap akan ulangan, Kia selalu di panggil oleh staf tata usaha dan menjadi yang paling akhir di berikan kartu ulangan setelah ibunya datang menemui wali kelas kami, karena selalu menunggak SPP setiap bulan.

Kia anak pertama dan mempunyai 4 adik yang masih kecil-kecil. Kebayang kan gimana susahnya ibu Kia mengatur keuangan yang pas-pasan.

Kadang aku selalu bantu dia bayar SPP. Karena aku lumayan mampu dan mamah juga senang bisa membantu sahabatku itu. Kia sudah seperti saudara ku sendiri, kami sudah bersahabat dari mulai kami masuk sekolah ini.

Dia adalah wanita yang kuat dan mandiri. Dia tidak cengeng dan tidak pernah mengeluh kondisinya yang seperti itu. Kalau aku yang di posisinya, aku tidak tau apakah aku bisa kuat seperti dirinya? Ku rasa aku tidak bisa sekuat Kia. Yang masih bisa tersenyum walaupun sebenarnya hatinya terluka karena keluarganya sendiri.

Sedangkan aku, hatiku rapuh dan selalu baperan. Aku sangat tidak pandai untuk menyembunyikan kesedihanku seperti Kia. Bahkan masalah sekecil apapun yang aku hadapi, Kia dan Indra akan tahu. Karena mulutku tidak bisa untuk tidak curhat kepada mereka. Dan aku adalah orang yang sangat ekspresif saat menumpahkan emosiku. Baik itu emosi senang, sedih, marah atau kesal.

Berbeda dengan Kia, yang jarang sekali menumpahkan emosinya. Kalau dia sudah menangis seperti itu, berarti hatinya sudah sangat terluka. Dan sudah tidak bisa di bendung nya lagi.

Mamah selalu bilang kalo kita mampu, bantu teman-teman yang sedang membutuhkan. Dan jangan pernah mengharapkan balasan dari seorang manusia. Harus ikhlas, biar Allah yang membalas kebaikan kita.

Karena ketika kita berharap pada manusia dan itu tidak sesuai dengan harapan kita yang ada hanya kekecewaan yang akhirnya akan menghancurkan persahabatan itu sendiri.

...****************...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!