Selamat pagi anak-anak." sapa kepala sekolah SMA Garuda yang terlihat masih muda dan cantik.
"Pagi Bu." jawab semua murid secara kompak.
"Pagi ini kita kedatangan murid baru dari Surabaya." kepala sekolah itu menoleh kearah pintu. "Ayo nak silahkan masuk." kepala sekolah itu menyuruh seseorang yang dari tadi menunggu di depan pintu untuk masuk.
Seorang cowok dengan kulit putih mata sipit dengan bulu mata yang lentik dan bibir merah muda yang menandakan jika cowok ini tidak merokok masuk kedalam kelas, membuat para siswi menatap kagum dan berbisik-bisik akan ketampanannya.
"Silahkan perkenalkan namamu." cowok itu mengangguk sopan lalu menatap satu persatu para murid yang ada di depannya.
"Selamat pagi. Nama saya Alvaro Nazriel Setiawan, saya pindahan dari SMA Bakti Surabaya, semoga kita bisa menjadi teman terima kasih." Alvaro menyudahi sesi perkenalkannya dengan senyum manisnya. Para gadis-gadis di kelas itu memekik tanpa suara.
"Baiklah Alvaro kamu bisa duduk di bangku kosong sebelah sana." tunjuk kepala sekolah ke bangku kosong di sebelah kanan.
"Untuk kalian, Ibu harap semoga kalian bisa berteman baik dengan Alvaro, baiklah karena tugas saya sudah selesai saya permisi dulu terima kasih." kepala sekolah itu pun pamit keluar,
guru yang sedari tadi diam, menyuruh Al segera duduk karena jam pelajaran pertama akan di mulai.
"Hai. Gue Bastian, salam kenal ya," ucap seorang cowok putih sedikit blasteran di sampingnya.
Alvaro menerima uluran tangan Bastian dan tersenyum. "salam kenal juga. Semoga kita bisa berteman,"
"Iya. Dari muka lo sih. Lo orangnya gampang di ajak berteman." kekeh Bastian, Alvaro tertawa pelan lalu hanya mengangguk menanggapi ucapan Bastian.
***
Jam pelajaran pertama selesai Alvaro dan murid lain membereskan buku-bukunya sebelum pergi ke kantin,
"Bro.. Salam kenal gue Heru. Cowok paling ganteng di sekolah ini." ujar seorang cowok yang memiliki kulit sawo matang.
"Preet.. jangan percaya sama buntelan hanyut, oh iya kenalin gue Niko." Kini giliran seorang cowok tinggi memiliki badan sedikit kurus dengan rambut keritingnya.
"enak aja buntelan hanyut, gue mah emang ganteng.. dasar sapu ijuk" ejek Heru pada Niko yang tidak terima di olok.
"Udah biarin, kita tinggalin aja mereka," bisik Bastian yang jengah melihat Heru dan Niko bertengkar terus.
Alvaro tersenyum lalu ikut keluar dari kelas yang sudah sepi, Heru dan Niko baru menyadari jika mereka di tinggal oleh Bastian dan teman barunya. Heru dan Niko pun berteriak lalu menyusul Al dan Bastian menuju kantin.
Ketika sampai di kantin Alvaro harus bisa beradaptasi dengan kondisi kantin sekolah barunya, yang terlihat sangat jauh berbeda dengan kantin sekolahnya yang lama. Jika di sekolahnya dulu, murid yang sedang makan semua diam dan menikmati makanan itu dengan hikmat. Berbeda jika di sekolah barunya ini para murid sangat berisik, entah itu bernyanyi, berteriak tidak jelas, atau hanya mengobrol tapi dengan suara yang cukup keras.
"Al lo mau pesan apa?" tanya Niko yang ingin memesankan makanan.
"Gue ikut aja, gue kan baru di sini." jawab Al yang di acungi jempol oleh Niko.
"Kita juga samaan" kompak Heru dan Bastian.
"Bacot! Nggak kreatif lo pada." gerutu Nico membuat para sahabatnya terkikik geli.
Sambil menunggu Niko Kembali. mereka sibuk masing-masing, Alvaro dan Bastian sibuk bermain game di ponselnya, sedangkan Heru asyik makan roti yang memang di sediakan di meja itu.
"Sstt.. Sstt... Si biang onar datang guys." bisik Heru.
Alvaro dan Bastian kompak mendongak, Bastian hanya tersenyum simpul lalu asyik bermain gamenya lagi. Sementara Al mengernyit heran.
"Siapa?" tanyanya penasaran.
"Itu yang pada ribut, nama ketuanya Aron, dia suka bikin rusuh. Biang masalah. Sebelahnya itu gue nggak tau namanya, tapi dia cukup terkenal karena mau pacaran sama cowok kayak Aron. Dan herannya lagi. Itu cewek selalu nurut aja kalau Aron kasar suka bentak dia." cerita Heru dan menunjuk salah satu meja yang terdapat lima orang, empat cowok dan satu cewek.
Alvaro mendengarkan penjelasan Heru dengan serius. entah kenapa matanya terus menatap kearah gadis yang sedang menunduk di samping cowok yang bernama Aron, Al menaikkan bahunya acuh dan mulai menikmati pesanan yang di pesan saat Niko sudah kembali.
***
Alvaro berjalan dengan santai. menuju parkiran sambil bersenandung menyanyikan lagu yang ia dengar lewat earphonenya, kepalanya mengangguk-angguk sesuai irama musik yang dia dengar. kedua tangannya ia masukkan ke dalam saku.
Siapa saja yang melihat pasti akan terpana akan pesona dari seorang Alvaro, seperti para siswi yang masih ada di sekolah ini, mereka sampai menganga, tidak berkedip. Bahkan ada yang terang-terangan memanggil namanya, walaupun Al baru satu hari sekolah di SMA Garuda tapi namanya sudah terkenal dan menjadi gosip utama di sekolah itu.
Langkahnya terhenti saat melihat seorang gadis tengah duduk di lantai sambil memegangi lututnya, Alvaro segera menghampiri gadis itu lalu berjongkok di hadapannya.
"Lo nggak apa-apa?" tanya Al, gadis itu mendongak menatap matanya.
Alvaro terkejut ternyata gadis di depannya ini, adalah gadis yang ada di kantin bersama pacarnya tadi. "Kaki lo luka? Gue bantu ya?" belum sempat Al membantu, gadis itu tiba-tiba berdiri dan berlari walaupun sedikit terpincang, Al hanya diam melihat gadis itu yang sudah semakin menjauh.
"Jangan coba deketin dia, kalau nggak mau cari masalah sama Aron." ucap seseorang yang tiba-tiba datang menepuk bahu Al.
Alvaro menoleh dan menatap orang di sampingnya yang ternyata Bastian dengan bingung. "Gue bukan cari masalah, gue cuma mau nolong dia."
"Siapa aja yang deketin gadis itu, Aron pasti tau. Dan akan memberi pelajaran sama orang itu." ucap lagi Bastian dengan serius.
Al mendengus, melipat tangannya di dada dan menetap kedepan di mana gadis itu pergi. "Selagi gue nggak salah. gue nggak akan takut." ucap Al dengan santai.
***
"Assalamualaikum." salam Alvaro ketika sudah sampai di rumahnya.
"Waalaikumsalam." jawab sang Bunda yang sedang menonton televisi.
Al menghampiri Bundanya, mencium tangan dan pipi, lalu merebahkan tubuhnya di pangkuan sang Bunda.
"Gimana sekolahnya? di sekolah baru?" tanya Bundanya mengusap rambut Al dengan sayang.
"Biasa aja Bun. Kayak sekolah pada umumnya. tapi asyik kok. Al langsung nyaman."
"Alhamdulillah, Bunda senang dengarnya." Al hanya tersenyum lalu bangun dari tidurnya, mengambil keripik kentang yang ada di toples lalu bangkit berdiri ingin naik ke lantai atas tempat kamarnya berada.
Setelah pamit pada Bundanya, ia pun segera naik ke atas. Alvaro membuka pintu kamar lalu melemparkan tasnya ke sofa kecil yang ada di kamar itu.
Ia membanting tubuhnya ke kasur menatap langit-langit kamarnya, Alvaro teringat kejadian beberapa jam lalu, di mana matanya dan mata gadis itu bertemu, Al dapat melihat jika gadis itu memiliki beban yang berat, ada pancaran kesedihan di mata gadis itu, Al menghela napas memejamkan matanya, mengabaikan bayangan gadis tadi. Hingga tidak terasa matanya terasa mengantuk dan mimpi menjemputnya.
"Bas. Ntar gue pinjem buku pr lo ya," pinta Nico santai, Bastian berdecak sebal sahabatnya selalu seperti itu jika ada pr pasti akan meminjam untuk menyalin jawaban.
"Ck. Kebiasaan lo!" sungut cowok itu.
"Gue lupa semalem." Nico nyengir sambil mengangkat jari telunjuk dan tengahnya.
Bastian mendengus kesal sementara Al dan Heru terkekeh melihat berdebatan antara Bastian dan Nico. mereka berempat saat ini sedang berada di koridor menuju kelas.
Alvaro menghentikan langkahnya ketika melihat Aron dan pacarnya tidak jauh dari dirinya berdiri, Al melihat Aron sedang menyeret pacarnya ke arah belakang sekolah,
karena penasaran, Ia pun menyuruh sahabatnya pergi ke kelas duluan Al beralasan jik ingin pergi ke toilet sebentar.
"Kalian duluan aja ya, tiba-tiba gue mules." ucap Al sambil memegang perutnya.
"Oke kita duluan, jangan lama-lama,, bentar lagi bel." pringat Bastian pada Al.
Alvaro mengacungkan jempolnya, lalu menunggu sahabatnya melangkah menjauh, di saat sahabatnya sudah jauh Al sedikit berlari ke arah Aron membawa gadis itu.
"Baru jatuh gitu aja sudah luka. Dasar lemah lo!" Al langsung mendapati Aron memarahi gadis itu yang tak lain pacarnya sendiri.
"Kamu narik aku terlalu kuat Ron, makanya aku jatuh." jawab gadis itu sambil menunduk.
"Alasan! Bilang aja lo mau caper sama orang. IYA KAN!!" bentak Aron lebih keras sambil mencengkram dagu gadis itu, Tangan Alvaro terkepal entah kenapa ia tidak suka jika gadis itu di perlakukan kurang baik oleh Aron.
Ingin rasanya ia menonjok wajah Aron, tapi ia masih tau diri jika dirinya di sini masih murid baru dan harus berperilaku baik.
Al melihat jam tangannya, bel masuk akan segera berbunyi ia harus masuk ke kelas sebelum guru lebih dulu masuk, sebelum pergi Alvaro menatap mereka sekali lagi setelah itu ia pun melangkah pergi.
"Buset.. Lo berak batu Al, perasaan lama amat." sindir Nico ketika Al baru masuk dan duduk di samping Bastian, cowok itu hanya terkekeh mengabaikan ucapan Nico.
"Tadi gue bukan ke toilet." bisik Al pada Bastian.
"Iya gue tau. Lo ngikutin Aron sama ceweknya kan? Gue tau lo cuma alasan aja mau ke toilet." Al menoleh sejenak kearah Bastian, lalu menatap ke depan lagi.
"Entah gue penasaran aja," Bastian menoleh kearah Al.
"Jangan-jangan lo suka sama itu cewek?" Alvaro langsung menatap Bastian yang kini sedang terkekeh.
"Gue sih nggak masalah lo suka sama cewek itu, tapi lo harus hati-hati sama Aron. Dia itu licik siapa aja yang berani mengusik dia, pasti di lawan." ucap Bastian serius.
Alvaro hanya diam, dirinya sendiri masih bingung apa benar jika dia suka pada gadis yang baru ia kenal, nama gadis itu saja dia tidak tau. Tapi kenapa ia selalu kepikiran terus tentang gadis itu. Al menghembuskan napas panjang, ia ingin fokus belajar karena guru sudah masuk dan mulai mengabsen para murid satu persatu.
***
"Kalian duluan aja ke kantin, pesanin gue terserah kalian, ntar gue nyusul. Gue mau ke perpustakaan dulu ada buku yang mau gue pinjem." ucap Al ketika mereka ingin pergi ke kantin.
"Oke bro.." jawab Nico, Bastian dan Heru hanya mengacungi jempol dan berjalan menuju kantin.
Al pun mulai berjalan dengan santai sambil memasukkan tangannya ke dalam saku menuju perpustakaan, banyak siswi yang bisik-bisik karena Al begitu tampan, ada yang terang-terangan tersenyum genit kearah cowok itu, tapi ia hanya tersenyum tipis untuk membalas sapaan mereka.
Hingga Alvaro sampai di perpustakaan ia menyapa Ibu Eka penjaga perpustakaan itu, lalu ia mulai menuju ke arah rak-rak buku yang ingin ia pinjam, ketika sedang mencari buku yang di cari, tanpa sengaja matanya melihat sosok gadis yang sudah memenuhi isi kepalanya, gadis itu hanya diam menunduk dengan wajah sendu.
Tanpa di minta kakinya melangkah mendekati gadis itu, kini ia sudah berada tepat di depan gadis itu, karena merasa ada seseorang di depannya, gadis itupun mendongak ia terkejut saat melihat ada seseorang yang tengah berdiri di hadapannya, gadis itu bergegas membereskan buku-bukunya dan ingin segera pergi.
Tapi karena terburu-buru kakinya tersandung kaki meja yang mengakibatkan ia terjatuh dan bukunya berserakan kemana-mana.
Dengan sigap Al ikut berjongkok dan membantu mengambil buku-buku itu, mereka mendongak dan mata mereka saling bertemu. mereka saling pandang cukup lama, Al seolah terhipnotis dengan mata hazel gadis di depannya. Al turun menatap nama tag pada gadis itu, "Dinar Maharani." gumam Al sangat pelan.
Gadis bernama Dinar menjadi salah tingkah, "Terima kasih, Permisi." ucap Dinar sangat gugup dan berlari menjauhi Al keluar dari perpustakaan itu.
Alvaro masih dalam posisi yang sama berjongkok menatap kepergian gadis itu, tanpa sadar ia tersenyum, akhirnya ia tau nama gadis itu, Dinar Maharani.
Nama yang cantik pikir Al, ia terkekeh sambil menggelengkan kepalanya ia bingung kepada dirinya sendiri kenapa rasanya sangat senang ketika bisa sedekat itu dengan Dinar walaupun hanya beberapa detik. Al berdiri dan melanjutkan niatnya datang ke perpustakaan ini agar cepat menyusul teman-temannya yang sudah menunggunya di kantin
***
"Gimana ada bukunya?" tanya Heru ketika Alvaro sudah datang.
"Ada kok nih,," jawab Al sambil menujukan buku yang dia bawa.
"Memang beda ya, kalau orang pintar mah.. Carinya buku tebal. kalau kita di suruh baca buku setebal itu udah nyerah duluan." Ucap Heru.
"Kalian berdua kali.. Gue mah nggak." protes Bastian tidak terima. Heru dan Nico kompak mendengus kesal.
"Iya ya, tau yang pintar mah bebas, ya bego ngalah." gerutu Heru. Yang di anggukki Nico.
Bastian acuh dan terus menikmati makanannya, Al tertawa pelan melihat para sahabat barunya ini, ia pun mulai menikmati makanan yang sudah di pesankan oleh Nico.
Brak!
"Lo udah berani lawan gue! IYA!!" suara gebrakan meja dan bentakan seseorang menghentikan aktifitas makan Alvaro, ia pun menoleh dan memperhatikan seseorang yang kini menjadi pusat perhatian seisi kantin.
"Gara-gara lo gue nggak napsu makan lagi!! lo. gue hukum!! Sekarang ikut gue!" seseorang yang menjadi tontonan orang-orang adalah Aron dan Dinar.
"ARON STOP!!" bentak seorang cewek yang baru saja datang.
"Lo bisa nggak sih! Nggak usah kasar sama Dinar! Dia sudah nurutin semua kemauan lo! Tapi kenapa lo selalu salahin dia!!" ucap cewek yang kemungkinan teman Dinar.
"Lo nggak usah ikut campur urusan gue!!" ucap Aron sambil menujuk kearah cewek itu.
"Ayo ikut gue!!" Aron mulai mencengkram tangan Dinar dan menarik dengan kasar.
Alvaro mulai meradang, ia paling tidak bisa jika melihat seorang cowok kasar terhadap wanita, Al membanting sendok dan garpunya lalu berdiri mendekati keributan itu. Heru dan Nico mencoba mencegah tapi tidak bisa.
"Lepasin tangan lo. Dari cewek itu!!" suara datar dan dingin terdengar di telinga Aron membuat cowok itu menoleh kearah belakangnya.
"Siapa lo berani perintah-perintah gue!!"
Al hanya diam menatap tajam ke arah Aron. "Gue nggak suka lihat cowok kasar sama cewek!" Aron tertawa dan melipat tangannya di dada.
"Gue mau ngelakuin apa aja terserah gue! Karena dia cewek gue!!"
"Kalau dia cewek lo harusnya nggak kasar sama dia!" Aron maju menatap tajam kearah Al begitupun sebaliknya.
Al dan Aron benar-benar menjadi pusat perhatian seisi kantin semua berbisik-bisik apa yang akan di lakukan dengan dua cowok ganteng itu.
"gue mau ngelakuin apa aja! Itu terserah gue!! Bahkan nyakitin dia sekali pun!" bisik Aron tepat di depan wajah Al.
Bugh!
Satu pukulan telak mengenai bibir Aron hingga cowok itu tersungkur ke lantai. Semua orang yang ada di sana teriak histeris.
Mereka tidak menyangka ada yang berani dengan seorang Aron Gabrielian. Termasuk Dinar ia membekap mulutnya tidak percaya.
Aron berdiri di bantu oleh teman-temannya yang langsung di tepis dengan kasar oleh cowok itu, matanya tidak lepas memandang tajam kearah Alvaro.
Aron menyeka darah yang ada di sudut bibirnya, tanpa berbicara apa-apa ia pergi begitu saja, membuat seisi kantin bersorak kecewa, mereka pikir akan ada adu jotos tapi tidak, si biang onar pergi begitu saja.
"Dinar lo nggak apa-apa?" tanya cewek yang tadi membentak Aron.
"Gue nggak apa-apa." ucap Dinar, lalu matanya menatap Al yang masih berdiri di tempat yang sama.
"Terima kasih." ucap Dinar membuat Alvaro tersenyum sangat manis kearah Dinar.
"Iya sama-sama." jawab Al tersenyum lalu mengusap rambut Dinar.
"lain kali kalau di kasarin, jangan diam aja." pesan cowok itu sangat lembut, setelah mengatakan itu Alvaro kembali ke para sahabatnya
apa yyang Alvaro lakukan membuat Dinar terkejut, jantungnya berdetak sangat cepat dan pipinya memanas, sementara temannya yang ada di sampingnya tersenyum melihat sahabatnya di perlakukan seperti itu.
Alvaro menepikan motornya di jalan yang cukup sepi, ia melepas helm dan memperhatikan seseorang yang tak jauh dari dirinya, orang yang Al lihat adalah Aron bersama Dinar, terlihat mereka sedang bertengkar, lebih tepatnya Aron yang sedang memarahi Dinar seperti biasa.
Aron membentak Dinar bahkan cowok itu mendorong Dinar yang membuat gadis itu terhuyung kebelakang, dengan tega Aron meninggalkan Dinar di pinggir jalan,
gadis itu menangis mencegah Aron untuk pergi, namun Aron tidak peduli ia tetap pergi meninggalkan gadis itu seorang diri.
Dinar menangis tersedu di atas trotoar, Al segera memakai helmnya lagi dan mendekati Dinar.
Dinar mendongak ketika deru suara motor menghampirinya, wajahnya berubah panik, ia takut orang ini akan berniat jahat, Dinar berdiri dan beringsut sedikit menjauh.
"Nggak usah takut ini gue Alvaro." ucap Al ketika ia sudah melepaskan helmnya.
Dinar bernapas lega dan tersenyum kikuk karena berpikir Al orang jahat. "Gue nggak akan tanya kenapa lo bisa di sini. Karena gue sudah tau apa yang terjadi, sekarang gue mau. ngajak lo pulang bareng gue." Alvaro tersenyum menatap Dinar, ia menyuruh gadis itu agar cepat naik ke motornya.
Dengan berpikir cukup lama akhirnya Dinar mau pulang di antar oleh Alvaro.
Di perjalanan mereka saling diam, Dinar diam karena tidak tau ingin bicara apa, sedang kan Alvaro, Cowok itu sedang menetralkan detak jantungnya yang terasa berdebar, ia begitu gugup, ada pula rasa bahagia bisa membonceng Dinar.
entah kenapa rasanya bahagia bisa sedekat ini pada gadis itu.
Tiba-tiba setitik air menetes di tubuh mereka yang lama-kelamaan berubah menjadi butiran besar, hujan sangat deras membuat Al terpaksa berhenti di sebuah teras toko yang sudah tutup.
Alvaro mengandeng tangan Dinar untuk berteduh di sana. "Kita di sini dulu ya, hujannya semakin deras, kita nggak mungkin terobos." ucap Al sedikit berteriak karena hujan yang terlalu deras. Dinar hanya mengangguk lalu menatap langit yang sangat gelap tertutup mendung.
Dinar menggosok-gosok lengannya karena dingin mulai menusuk kulit, Alvaro yang peka mengeluarkan jaket yang tidak ia pakai dari dalam tas, lalu ia sampirkan ke tubuh Dinar, membuat gadis itu terkejut lalu melihat ke arah Al yang tengah tersenyum kepadanya.
"Biar nggak dingin." ucap Al yang masih tersenyum manis kearah Dinar.
Dinar diam menatap Al, jujur baru kali ini ia di perlakukan manis oleh seorang cowok, pacarnya saja tidak pernah melakukan ini.
Hatinya menghangat, ia jadi berandai-andai, jika yang melakukan ini adalah Aron mungkin ia akan bahagia.
Tapi ia sadar mana mungkin Aron melakukan itu, membayangkannya hanya akan membuat hatinya kecewa, karena sampai kapan pun Aron tidak akan pernah melakukan itu kepadanya.
Al menjentikkan jarinya di depan wajah Dinar, yang sedang melamun, gadis itu buru-buru menunduk rasanya malu ketahuan sedang memperhatikan cowok itu.
Dinar lebih memilih menatap sepatunya sendiri karena kini wajahnya sudah memerah seperti kepiting rebus
Al yang tau Dinar sedang malu pun hanya terkekeh. "Tau kok.. gue emang ganteng, ya kan..." goda Al, Dinar semakin tertunduk malu tapi senyum terbit di bibirnya, walaupun gadis ini sedang menunduk cowok itu bisa lihat senyum di bibir Dinar, hatinya berdebar dan senang bisa melihat senyum itu, Al belum pernah lihat Dinar tersenyum. bahkan tertawa pun Al belum pernah melihatnya.
yang ia lihat hanya wajah sedih, ketakutan, murung dan menangis. Hati Al semakin kuat menginginkan Dinar bahagia. Dirinya juga mengagumi wajah Dinar yang terlihat semakin cantik ketika tersenyum seperti itu.
Al mendongak, awan hitam masih cukup pekat, hujan pun juga masih setia turun begitu deras, cowok itu menatap jam di pergelangan tangannya, lalu ia meraih ponsel di tasnya, ia mengetik sesuatu. Setelah selesai ia mematikan ponselnya dan memasukan kembali kedalam tas.
Alvaro menoleh melihat Dinar yang hanya diam memandangi hujan, ia yakin, pasti ada yang di pikirkan oleh gadis itu, saat ini Al belum ingin bertanya, nanti saja jika ia sudah semakin dekat dengan gadis itu, dia akan bertanya agar lebih dekat.
"Lo pulang duluan ya, hujannya nggak reda-reda. Ini sudah semakin sore ntar lo di cariin lagi." ucap Al, Dinar menatap Alvaro bingung.
Dinar bingung ingin pulang dengan apa, tidak ada kendaraan umum di sini.
"Lo tenang aja, gue udah pesanin taksi online buat lo." ucapnya seolah ia tau apa yang sedang Dinar pikirkan.
Dinar tercengang tidak menyangka Al begitu baik kepadanya. "Lo nggak usah repot-repot. Gue nggak apa-apa nunggu di sini." Al tidak menjawab, ia hanya tersenyum lalu mengusap rambut Dinar, gadis itu mematung dan jantungnya berdetak cukup kencang lagi.
Kenapa dirinya harus seperti ini ketika bersama Alvaro, kenapa rasanya beda sekali saat bersama Aron yang jelas-jelas pacarnya.
Tidak lama taksi yang Alvaro pesan datang, ia merentangkan tasnya di kepala Dinar. "Ayo taksinya sudah datang." belum reda debaran di jantungnya, ke gugupannya menambah ketika jarak mereka semakin dekat, bahkan Dinar bisa menghirup aroma parfum yang cowok itu gunakan.
"Ayo." ajak Al lagi. Dinar mengangguk lalu mengikuti Alvaro yang berlari menuju taksi.
Dinar masuk setelah itu Al menutup pintu dan mengetuk pintu bagian depan. "Pak. Tolong antar teman saya sesuai alamat yang dia bilang ya.. Dan ini ongkosnya. lebihnya buat bapak aja." Alvaro mengulurkan uang seratus ribu dua lembar, Dinar sudah mencoba menolak biar dia yang bayar sendiri, tapi Al menolak.
Dinar pasrah ia benar-benar berterima kasih kepada Alvaro. Cowok itu benar-benst baik kepadanya.
Setelah taksi sudah pergi Al berteduh kembali, lagi-lagi ia mendongak menatap awan hitam yang sedikit menghilang berubah menjadi awan putih, ia menatap jam di tangannya lagi, sudah sangat sore, ia harus seger pulang. Alvaro tidak mau membuat Bundanya khawatir. Apa lagi ponselnya mati sengaja ia matikan karena hujan.
Lagipula bajunya sudah basah percuma juga harus menunggu lagi, Dengan nekat Al berlari ke arah motornya, memakai helmnya dan melaju di derasnya hujan.
***
"Assalamualaikum.." salam Alvaro ketika sudah sampai di rumahnya.
"Waalaikumsalam.." jawab Ayah dan Bundanya yang sedang duduk berdua di ruang tamu.
"Astagfirullah Al,, kenapa bisa basah kuyup gitu nak.." tanya Bundanya yang begitu kaget melihat Alvaro basah.
Al hanya nyengir dan menatap dirinya sendiri yang memang basah. "Tadinya Al neduh Bun. Cuma karena hujannya nggak reda-reda.. Dari pada Al nginep di emper toko orang, ya kan. Mending nekat aja.." jawab Al sangat santai sambil terkekeh geli.
Ayahnya ikut terkekeh mendengar jawaban putranya, sementara Bundanya menggelengkan kepalanya melihat kelakuan anaknya yang begitu nyeleneh.
"Al pamit naik ke atas dulu ya Yah, Bun." pamit Al, ia sudah berlari kecil menaiki tangga.
"Kelakuan anak kamu tuh.." ucap Bundanya lalu menyadarkan kepalanya di depan dada sang ayah, suaminya terkekeh lalu mencium puncak kepala sang istri beberapa kali.
Di kamar Al sudah selesai mandi, kini ia sedang duduk di meja belajar, menatap ponsel yang sedang di cas, ia tersenyum memandangi ponselnya. Karena tadi diam-diam Al mengambil gambar Dinar yang sedang melamun tanpa sepengetahuan gadis itu.
Ia meraba dadanya yang sedang berdebar hanya karena menatap foto gadis itu. Apa lagi teringat senyum Dinar tadi. Wajah gadis itu terlihat semakin cantik. Mungkin benar ia sudah jatuh cinta dengan Dinar.
***
Senyum indah terus menghiasi wajah tampan Alvaro, ia tidak bisa berhenti memikirkan kejadian kemarin, saat ia bisa membonceng gadis yang sudah mengusik pikirannya dari pertama kali dia sekolah barunya.
Walaupun tidak bisa mengantar sampai rumah, tapi Al tetap bersyukur bisa bersama gadis itu meski hanya sebentar, dan rasanya ia ingin moment seperti itu terulang kembali.
"Woy!!" teriak Niko yang baru datang bersama Heru.
Al menatap tajam kearah Niko karena sudah merusak moodnya.
"Berisik." ucap Al kesal.
"Tadi aja.. Senyum-senyum, Sekarang galak kaya emak-emak" Heru ikut bersuara yang di dukung Niko yang mengacungkan jempolnya kearah Heru.
"Sekali lagi lo ribut. Nggak jadi gue ajak lo kerumah gue main PS!" ancam Al sukses menghentikan cekikikan Niko dan Heru.
"Yaelah lo mah baperan banget sih Al!" Heru merayu Al dengan menggeser duduknya. "Lo baik kok Al, sahabat terbaik cuma lo doang, iya kan Nik." mata Heru melirik tajam kearah Nico meminta dukungan.
"Iya Al. lo mah beda dari yang lain. selain ganteng lo juga baik hati. rayu Niko sambil mengedipkan matanya kearah Al.
Al bergidik ngeri melihat Niko mengedipkan mata kepadanya. "Bas. Lo betah ya selama ini temanan sama mereka." bisik Al pada Bastian.
"Terpaksa!" jawab Bastian santai sambil mengeluarkan bukunya dari dalam tasnya.
"Untung sekolah gue di sini cuma beberapa bulan doang," gumam Al yang masih bisa di dengar oleh Niko dan Heru.
"Ya Ampun.. Al kita nggak seburuk itu kali." ucap Heru dengan wajah kesal yang di buat-buat.
Al terkekeh melihat raut wajah para sahabat barunya itu. "Iya ya. Ntar pulang sekolah kalian bareng gue. Kita main sampai puas." Niko dan Heru bersorak senang bergoyang-goyang hingga para murid melihat kelakuan duo absurd itu, Al dan Bastian menghela napas menggeleng kan kepalanya.
***
Alvaro sedang bersama sahabatnya di kantin, mereka sedang tertawa bersama karena lelucon yang di buat oleh Niko, tapi itu tidak lama karena seseorang yang muncul di hadapan Alvaro. membuat mereka berhenti tertawa bahkan kini kantin sepi tidak ada yang bersuara.
"Gue mau balikin jaket lo. Sekali lagi makasih ya." ucap orang itu. yang tak lain adalah Dinar.
Al masih duduk lalu memakan kacang yang ia buka kulitnya, menatap mata indah milik Dinar. "Nggak di kembalikan juga nggak apa-apa. Itung-itung kenang-kenangan dari gue." Dinar hanya diam, gelagatnya juga sedang was-was, Alvaro tau kenapa Dinar seperti itu.
Alvaro berdeham sebentar. "Nggak usah takut, kalau dia datang. Ada gue yang belain lo." Dinar sempat terkejut karena Al bisa tau jika dirinya takut jika Aron tiba-tiba datang, ia pun hanya bisa mengangguk dan berpamitan pergi.
"Gila lo Al.. Gimana ceritanya jaket lo bisa sama dia?" heboh Heru menatap Al.
"Lo jalan bareng?" kini giliran Niko yang bertanya.
"Kemarin nggak sengaja gue ketemu dia di jalan. nggak taunya pas gue anterin pulang malah hujan. Ya udah gue pesanin taksi buat dia." cerita Al dengan santai.
"Wahh.. Cari mati lo! Gimana kalau sampai Aron tau." heboh Heru menatap Al khawatir.
"Gue nggak takut. Justru gue mau nolongin Dinar dari cowok itu." kedua sahabatnya melotot tidak percaya. Berbeda dengan Bastian yang santai seperti biasa aja.
"Lo udah jatuh cinta sama itu cewek?" ucap Niko makin penasaran.
Al menaikan bahunya. "Maybe." lalu meneguk es tehnya hingga tandas.
Niko dan Heru saling pandang dan mengangguk-angguk mengerti. Al menatap Bastian. Cowok itu tersenyum kepada Al seolah menyetujui apa yang Al lakukan.
***
"Gimana sudah lo balikin?" tanya teman sebangku Dinar.
"Sudah." jawab Dinar singkat.
"Din. Lo tau nggak, gue lebih seneng lo sama anak baru itu, dari pada sama Aron." ucap teman Dinar yang bernama Selly.
"Kok lo ngomong gitu, gue kan nggak kenal sama anak baru itu. Kebetulan aja kemarin kita ketemu,"
"Iya lah. gue lebih suka lo sama anak baru itu dari pada sama Aron. Tiap hari lo makan hati ngadepin sifat temperamentalnya dia. Lagian gue heran sama lo Din. Kok lo bisa betah si punya pacar yang bisanya kasarin lo." Dinar diam memainkan pulpen di atas mejanya.
"Lo kan tau Sell.. Gue kaya gini juga karena apa. kalau boleh jujur gue cape. Gue pingin bebas dari Aron." Dinar menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
Ia mulai terisak merebahkan kepalanya di meja dengan tangan sebagai bantalnya. Selly mengusap punggung Dinar, ia merasa kasihan dengan sahabatnya andai ia bisa bantu pasti dia akan bantu.
"Sabar ya Din. gue yakin sesuatu saat nanti lo juga bisa bebas dari cowok brengsek itu." Dinar mendongak lalu mengusap air matanya.
"Makasih ya Sell. Cuma lo sahabat terbaik gue." mereka saling senyum.
***
Alvaro kini sudah bersama keluarganya di sebuah restoran, ayah Al mengajak sekeluarga makan di luar. ini sudah menjadi kebiasaan keluarga Airlangga jika satu bulan sekali sang Ayah akan mengajak anak dan istrinya menikmati kebersamaan lewat makan malam di luar.
"Yah. Qilla sama Rani boleh pesan es krim yang banyak kan?"
"Boleh dong sayang." kata sang Ayah, membuat anak kembarnya bersorak riang.
"Kebiasaan, kalau lagi makan di luar pasti aja es krim yang di minta. nonton nggak kreatif." cibir Al kepada adik kembarnya.
"Biarin, wlee.." olok sang adik. Al hanya mendengus lalu memain game di ponselnya.
Tidak lama pelayan restoran Itu pun datang. "Silahkan Pak. Ini buku menunya." ucap pelayan itu sambil memberikan buku menu kepada mereka.
Alvaro menghentikan permainannya di ponsel, menerima buku menu yang pelayan itu berikan, matanya membola ketika melihat siapa pelayan itu.
"Alvaro."
"Dinar." ucap mereka berbarengan.
"Lo kerja di sini?" tanya Al yang di angguki Dinar dengan canggung.
"Kalian saling kenal?" tanya Bundanya.
"Iya Bunda. Kita satu sekolah beda kelas." jawab Al tanpa mengalihkan pandangan dari gadis yang berdiri di hadapannya.
"Jadi mau pesan apa?" tanya Dinar ketika melihat Alvaro hanya diam.
Al tersadar dari lamunannya, semua sudah menentukan pesanan mereka. "Samain aja deh.." ucap Al sambil mengaruk tengkuknya yang tak gatal.
Dinar mengulang lagi menu-menu yang sudah di pesan sekali lagi agar tidak salah, selesai mencatat semua Dinar pun meninggalkan keluarga Airlangga itu.
Al memperhatikan Dinar dari jauh. Membuat kedua orangnya saling pandang dan tersenyum.
"Hai bro.. Sorry lama. Kirain nggak jadi kesini." sapa seseorang lalu duduk di samping Ayah Angga.
"Nggak apa-apa santai aja.. Ya jadi lah Kan gue sudah janji, ngomong-ngomong usaha lo makin sukses, kelihatan rame gini." ujar Ayah Angga memperhatikan suasana restoran itu.
"Ini juga berkat lo bro. Kalau bukan karena dukungan dan saran dari lo. restoran ini nggak akan seramai ini."
"jangan ngomong gitu, usaha lo bisa sukses itu, karena lo sendiri. Karena lo mau berusaha dan terus berdoa."
"Hehehe.. Thank Ngga.. lo memang sahabat terbaik gue.. Oh iya terus usaha lo yang di Surabaya gimana?"
"Udah gue serahin semuanya sama Andre, biar dia yang megang. Gue percaya sama dia." ucap Ayah Angga, sahabat Ayahnya yang bernama Tama ini memperhatikan Al yang sedari tadi masih saja fokus memperhatikan Dinar bekerja.
"Anak lo kenapa? Dari tadi gue perhatiin lihatin karyawan gue terus." bisik Om Tama, Ayah Angga terkekeh lalu ikut berbisik.
"Kayanya lagi falling in love" bisik Ayah Angga, ide jail pun muncul di otak sahabat Ayahnya ini.
"Alvaro..." panggil Om Tama.
Sayangnya yang di panggil masih asyik sendiri.
"Pantes Om di cuekin. Lihatin cewek cantik sih.." ucap Om Tama, kedua orang tuanya terkekeh melihat anaknya sedang di kerjain oleh sahabat ayahnya.
"Cantik ya Al.. Naksir ya?" goda Om Tama.
"Iyq Om.. Dia cantik,, Ahh Om bis..." Al menoleh dengan cepat ketika sadar dia sedang di kerjain, Alvaro melihat ketiga orang dewasa sedang senyum-senyum kepadanya, hal itu membuatnya tertunduk malu. Ayah, Bunda dan Om Tama pun langsung tertawa melihat reaksi Alvaro.
"Ohh.. Jadi anak Ayah lagi jatuh cinta ya sekarang?" goda sang Ayah. Al hanya tersenyum malu.
Tiba-tiba Al mendongak menatap Om Tama. "Om. Dinar sudah lama kerja di sini?" tanya Al penasaran.
"Hmm.. Kalau nggak salah sekitar dua bulanan lah.." jawab Om Tama.
"Terus dia pulangnya jam berapa Om?" tanya lagi. Om Tama memandang Ayah Angga sambil tersenyum lalu menatap Al lagi.
"Dia kerjanya dari sore, jadi pulangnya jam sebelas malam" Al manggut-manggut menatap Dinar lagi.
"Kenapa Al. Kamu mau anterin dia pulang?" tanya Ayahnya.
Al tersenyum memperlihatkan gigi putihnya dan bertanya. "Memangnya boleh Yah?"
Ayahnya nampak berpikir menoleh ke arah Bunda. "Gimana Bun.. Boleh nggak?"
Bundanya tersenyum lalu menatap sang Ayah. "Bunda sih terserah Ayah aja."
"Ok. Kalau gitu gimana si kembar, kalau kita pulangnya naik taksi aja, nggak apa-apa kan?" Ayahnya kini giliran bertanya pada si kembar.
Qilla dan Rani saling pandang "Demi Kakak yang lagi lope-lope nggak apa-apa deh.." jawab Rani, membuat semua tertawa kecuali Al yang hanya mendengus menatap sang adik.
"Nanti biar kita pulang naik taksi, mobil kamu pakai aja buat antar dia," Al nampak berbinar.
"Beneran Yah?" Ayahnya mengangguk lalu tersenyum lembut kepada putranya.
"Terima kasih ya Yah. Bun." orang tuanya mengangguk, mereka tersenyum bahagia melihat putranya sedang jatuh cinta mengingatkan mereka pada masa muda dulu.
Tidak lama pesanan mereka datang, Al berharap yang mengantarkan itu adalah Dinar, tapi sayangnya bukan Dinar, gadis itu tengah sibuk melayani pengunjung lain.
Rasa penasaran Al kepada Dinar pun kian menjadi, untuk apa ia bekerja. Lalu orang tuanya kemana, tadi Al sempat bertanya lagi kepada Om Tama, apakah Dinar pulangnya bersama laki-laki. Om Tama menjawab jika Dinar selalu pulang sendiri, tidak ada sama sekali seseorang yang menjemput Dinar.
Mendengar jawaban dari Om Tama, tanpa sadar tangannya terkepal ia tidak habis pikir dengan Aron. Kalau dia mencintai dan menyayangi Dinar harusnya dia bisa menjemput dan mengantar Dinar sampai rumah, Al tersadar akan kelakuan Aron jangan kan mau mengantar jemput Dinar.
Berlaku baik aja sepertinya nggak mungkin, ia berpikir dia harus segera mencari tau. Agar cepat terjawab dari semua pertanyaan yang selalu muncul dalam pikirannya.
Alvaro menatap indahnya gemerlap bintang yang ada di langit malam, kini ia sedang duduk di cap depan mobil sambil menunggu Dinar, setelah makan malam Ayahnya mengobrol lagi dengan Om Tama hingga adik kembarnya mengeluh jika sudah mengantuk, dan Om Tama mau mengantar Ayah, Bunda dan adik kembarnya itu.
Alvaro pun memutuskan menunggu Dinar di luar saja sambil menikmati angin malam, ketika ia sedang memejamkan matanya menikmati angin yang menerpa wajahnya, tiba-tiba suara seseorang memanggilnya, membuatnya membuka mata dan menoleh kearah orang tersebut.
"Alvaro." Al tersenyum lalu menghampiri orang itu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!