... - Selamat membaca -...
...*...
...*...
Pagi yang indah bagi wanita paruh baya yang kini tengah asik mengetuk pintu apartemen mini, milik seseorang yang mungkin akrab dengannya.
Ditangan bibi ada kantung hitam berukuran besar yang menggantung kuat digenggamannya, entah apa isinya.
Meski waktu berlalu tanpa ada jawaban namun raut wajahnya masih saja berseri.
Tokk~
Tokk~
Kali ini bibi mencoba mengetuk lebih keras, dia berharap ada yang mendengar upayanya.
"Enn, Apa kau didalam?" Teriaknya bersemangat, dia hampir kehilangan kesabaran karna tak kunjung mendapat jawaban.
Komplek apartemennya memang belum secanggih yang lain jadi tidak ada bel disediakan, lingkungannya bukan tempat yang kumuh, hanya saja teknologi canggih memang belum diterapkan disana.
"Ia, Tunggu sebentar" akhirnya seseorang menjawab panggilan bibi, meski terdengar samar dan agak kecil tapi suara lembutnya berhasil mengundang senyum wanita paruh baya yang nampak kuat dan tangguh itu.
Pandangannya melebar kekiri dan kanan, mencoba mengisi kesenggangannya dengan memperhatikan beberapa benda mati yang ada disekitar apartemen Enn.
"Hm, dia tidak merawat bunga lagi ya? " monolognya penasaran.
Tak butuh waktu lama dan pintu pun terbuka lebar, dibaliknya ada seorang gadis yang senyumnya menawan hati, parasnya sempurna sampai-sampai bibi terhipnotis dan terus memandanginya.
"O' bibi Tang, ada apa bi'?" Enne merespon cepat, matanya bergetar karna terkejut, tidak biasanya bibi ada di apartemen apalagi saat pagi.
"Ah ini Enn, aku bawakan buah, oleh-oleh yang dibawa keponakanku, aku senang sekali dia datang mengunjungiku" ungkapnya merasa gembira.
"Benarkah? Keponakan yang bibi bilang super ganteng dan baik itu? Yang itu?" Enn mencoba memastikan, rasa penasaran terlihat tulus dari wajahnya.
"Iyah yang itu Enn" dengan lebih bahagia bibi Tang membalas pertanyaan Enn.
Tanpa sadar bibi menggenggam tangan Enn, senyumnya terus mengembang, sorot matanya yang sayu tak sengaja menangkap sesuatu yang aneh.
Keningnya mengerut, tepat dibawah sana dia melihat perut Enn yang agak buncit.
Enn melihatnya dan ingin menjelaskan, sudah waktunya dia memberitahu keadaan yang dialaminya, benar... hanya bibi Tang orang yang bisa membantunya apalagi sebentar lagi perutnya akan lebih besar.
Namun sebelum bibir mungil Enn mengucapkan sepatah kata, wanita paruh baya itu sudah lebih dulu menanyakan perihal kondisinya.
"Enn, Kau hamil?" tanyanya tanpa basa-basi.
- Sudut Pandang Adrienne -
Seketika tubuhku gemetar, detak jantungku berpacu cepat, akhirnya pertanyaan itu dilayangkan padaku.
Rasanya memacu adrenalin.
Tapi aku hanya bisa mengangguk mengiyakan untuk menjawab pertanyaan bibi yang blak-blakan.
Mungkin dia akan terkejut dengan keadaanku tapi sudah cukup perut ini kusembunyikan darinya, suatu saat aku pasti butuh orang terdekat menjelang kelahiran anakku.
"Astaga, siapa pelakunya? Siapa yang berani menghamili mu Enn? Aku tahu kamu bukan anak nakal yang akan membiarkan dirimu dirusak begini, cepat beritahu aku, siapa yang berani menipumu?"
Maafkan aku bi, tapi anak ini ada karna perbuatanku sendiri, semuanya dilakukan atas dasar suka sama suka, aku senang bibi mempercayai ku sebesar ini, jadi biarkan saja aku berbohong sekali ini saja.
"Aku tidak ingat apa-apa bi' tahu-tahu sudah begini"
"Yaampun tega sekali orang-orang bejat itu, kalau sampai aku tahu siapa yang sudah menjahatimu, dia akan mati ditangan ku Enn, duh kasian sekali kamu nak, aku tidak tega mereka melakukan ini padamu"
Aku tahu bi' kata-kata mu bukan kepura-puraan, kilatan matamu tulus bersedih atas hal buruk yang menimpaku, terima kasih, aku sangat senang mengetahui ada orang yang berdiri untukku.
"Aduh Enn, sayang sekali aku masih ada urusan, aku harus pergi sekarang, eh ingat yah kalau ada waktu ceritakan semuanya secara detail, bibi akan membantumu mencari pelakunya, maaf yah... bye"
"i-iya bi hati-hati"
- Sudut Pandang Selesai -
...*...
...*...
Enne merasa lega setelah mengakui kehamilannya, untung saja bibi menanggapi dengan positif keadaannya, dia mengira akan dipandang sebelah mata tapi seperti biasa bibi selalu melihat dari kacamata yang berbeda.
Akhirnya beban Enne sedikit berkurang, pundaknya kini terasa lebih nyaman. Dia berjalan masuk kearah dapur, senyumnya mengembang sempurna, dia letakkan kantung pemberian bibi diatas meja makan sambil tak sabar mengeluarkan buah-buahan dari dalam sana.
"Hm, anakku apa kau lapar?" tanyanya antusias, tangan kanannya terus mengelus perut bagian bawah yang dia percaya disitulah letak si janin berada.
"Ooh tayang~ mau makan yah? Tayangku mau makan buah ngga? Hehe kita makan apel aja yuk" lanjutnya bersenang-senang, sepertinya suasana hatinya sedang sangat baik.
Enn meluluh, senyumnya terasa hangat, sorot matanya berbinar menatapi perut yang selalu saja mencuri perhatiannya.
"Kau akan tumbuh dipenuhi kasih sayang, ibu akan memberi semua kebahagiaan untukmu" gumamnya lembut sekali.
-
Enn lahir menjadi perempuan yang mandiri dan kuat karna dibesarkan tanpa ada sosok ayah dan ibu yang menuntunnya, itu juga lah penyebab dia menjadi anak lemah yang begitu merindukan sosok orangtua.
Adrienne tidak pernah berfikir untuk menggugurkan kandungannya, setidaknya dia akan mencoba menjadi ibu lalu merawat dan menyayangi anaknya serta memberi apa yang tidak diberi untuknya.
Padahal usianya masih 19 tahun, sangat muda dan penuh impian, diusianya yang masih belia harusnya ada banyak hal yang bisa dia lakukan tanpa ragu atau merasa terkekang tapi hatinya yang rapuh tak mampu membunuh bayi dikandungannya.
Rupanya menjadi ibu adalah pilihan Enn sejak awal, meski dia tahu banyak impiannya yang akan terhenti tapi baginya janin dirahimnya tidak punya kesalahan apapun, jadi tidak apa-apa untuk menjeda mimpi-mimpi yang pernah ada.
... *...
...*...
Siang harinya, Enn bersiap ke tempat kerja, untung saja perasaannya sedang senang, hari ini sudah berapa kali dia menyandungkan lagu idolanya, benar-benar hari yang bersemangat yah.
Enne melangkah santai di trotoar yang bersih dari sampah, lagi-lagi dia tersenyum karna takjub, jarang sekali ada lingkungan yang bersih dan asri seperti ini.
Gadis berbadan dua itu sangat menikmati perjalanannya, dia sedang menuju mini mart yang terletak di persimpangan jalan sana.
Dia terus saja bersenandung sambil sesekali menatapi gedung-gedung lama yang terbengkalai disisi kiri dan kanannya.
Tapi ada yang aneh dengan bangunannya, entah mengapa Enne selalu tertarik ke arah sana sambil pikirannya menilisik jauh tentang bagaimana sejarah dan alasan diberhentikannya tempat-tempat itu.
Sayang sekali, padahal perkembangan disekitar apartemen sudah meningkat pesat, banyak pelanggan yang bisa menarik keuntungan ganda, akan bagus kalau mereka membukanya lagi.
...*...
...*...
Enne memasuki toko dengan wajah cerianya, rasanya hari ini tidak ada siapapun yang bisa menurunkan moodnya, dia sudah terlanjur senang.
"AKU DATANG" serunya.
Lisa yang sedang shift terlihat tak sabar dan segera menyambutnya penuh semangat. Dia ceria sekali, langkahnya asik mengekori Enn dan dia peka dengan tingkah si kasir muda itu.
"Ada apa adik kecilku?" Tanyanya berpura-pura bodoh.
"Kakak tolong aku, hari ini aku ada les dan tidak boleh terlambat, please bisa gantikan jam kerjaku? Besok aku ganti kak, kakak Enn tidak perlu datang, biar aku yang mengisi jam kakak juga, bagaimana?" Tawar Lisa penuh harap.
"Hm, baiklah, bukan tawaran yang buruk" Enn berlagak, membuat Lisa terkekeh senang.
"Eii, sejujurnya itu tawaran yang bagus kan?" goda Lisa, dia tahu hari libur sangatlah menyenangkan.
Mereka saling menyambut tawa dan setelahnya Lisa bergegas mengganti seragamnya dan mengambil tas berisi buku-buku pelajarannya tak lupa dia berterimakasih atas kebaikan Enn.
"Aku berangkat kak"
"Em, belajar yang rajin, jangan jadi seperti ku" sahut Enn mencoba menasehati tapi Lisa malah cemberut dan membalas ucapan itu penuh amarah.
"Ih kakak bilang apa sih, justru aku mau jadi sekuat kak Enn hmph" balasnya tak tahan
"Hahahaha baiklah lakukan semaumu Lisa"
...*...
...*...
Waktu berlalu dan Enn menyambut malam yang semakin gelap, sebentar lagi jam kerjanya selesai, ada setitik lega diwajahnya, akhirnya dia bisa pulang dan beristirahat sambil memakan buah yang diberi bibi Tang dan juga menonton idola kesayangannya.
Tak berlangsung lama, seseorang masuk dan menyapa Enn begitu hangat, layaknya seorang putri kesayangan.
"Adrienne" suaranya terdengar berkarisma.
"Iya bu?"
"Apa makananmu masih banyak? Ingat kamu sedang hamil, harus selalu menyediakan makanan untuk janin yang sehat" ujarnya penuh perhatian.
"Ah, iya bu bos masih banyak kok, kebetulan bibi tetangga apartemenku memberikan buah-buahan pagi ini"
Ternyata dia si pemilik toko, pantas saja auranya berbeda, tapi untuk ukuran bos, dia terbilang sangat ramah dan baik hati amat berbeda dari luarannya yang terlihat menakutkan untuk diajak bicara.
-
Dan akhirnya hari yang melelahkan ini berlalu, untung saja tempat tinggal Enn tidak begitu jauh, dia meneruskan langkahnya agar bisa cepat sampai diapartemennya.
Langkahnya semakin melambat, sisa beberapa lagi agar dia bisa masuk kedalam, tangannya yang agak panjang mulai merogoh tas coklat kusam yang selalu dipakainya, meski agak kesusahan mencari kunci, dia tetap bisa menemukannya.
Buru-buru dia membuka pintu dan memasuki apartemen, ada rasa lega saat sudah berada didalam tapi ada yang aneh, samar-samar terdengar suara tv diruang santai, air mukanya berubah takut, dengan gugup kakinya melangkah pelan menuju sumber suara dan tampak siluet pria ditengah sofa sedang terduduk kaku, pria itu menoleh kearahnya sambil tersenyum.
...Ini udah direvisi kalo masih aneh,di komen deng! Mengoreksi lebih baik daripada membiarkan hehe, thank you for your support deng, baiiii💜...
...- Selamat Membaca -...
- Flashback 2 tahun lalu -
Suasana didalam kelas menjadi sangat menegangkan, bahkan untuk bernafas saja sulit, semua murid yang ada disana hanya berfokus pada dua gadis yang memancing keributan.
PLAK-
Suara tamparan yang amat keras mengisi pendengaran mereka, gila sekali, benar-benar situasi yang layak ditonton, setidaknya untuk beberapa murid penggosip atau penyebar hoax yang ada diruangan.
Seorang siswi menampar gadis lainnya dengan muka yang memerah, darahnya sudah sampai di ubun-ubun.
Enn terpaku saat kesadarannya tiba-tiba menghilang beberapa saat. Pipinya memerah, matanya membulat tak percaya, terlintas dibenaknya tentang apa maksud dari tamparan keras ini.
Yang lain masih terdiam memperhatikan, hening menyapa di beberapa detik pertamanya, benar! Tamparan itu melayang tanpa sapaan, terjadi sangat cepat dan tidak ada yang memprediksi.
"TIDAK KAH KAU INGIN MENGATAKAN SESUATU PADAKU? ADRIENNE!" Teriaknya semakin menjadi-jadi.
"Apa yang kau lakukan?!" Jawabnya tak suka.
Enn menatap tajam lawan bicaranya, sudah cukup dia pusing dengan biaya sekolahnya dan kini dia juga harus menghadapi gadis gila yang tiba-tiba meneriaki dan menamparnya.
"OOH, KENAPA? MAU PURA-PURA TIDAK TAHU? REZA SENDIRI YANG BILANG PADAKU KALAU KAU MERAYUNYA! DASAR MURAHAN!! CUIH"
"Reza? Venya kau bilang apa sih, aku bahkan tidak ken-
"APA? MAU MENGELAK? HANYA KARNA WAJAH CANTIKMU, APA KAU PIKIR SEMUA PRIA AKAN TERGODA? DASAR LACUR! KALIAN BERDUA CEPAT BAWA DIA KE WC, DIA HARUS DI BERI PELAJARAN"
Venya menyela kalimat Enn dan tanpa kasihan meluapkan emosinya, tentu saja Adrienne meronta dan mengelak ketika dua orang yang dipanggil langsung mencengkeram tangannya dengan keras, tidak puas di situ saja dia lalu menampar dan mengatai Enn tanpa ampun.
"Venya apa yang kau lakukan? Lepaskan aku! Teman-teman bantu aku, tolong bantu aku, jelaskan kalau dia salah paham! Teman-teman tolong aku, bantu aku menjelas-
"DIAM! APA KAU PIKIR MEREKA AKAN MEMBANTU SEORANG PELACUR?"
Adrienne membeku ditempatnya, dia menoleh kedalam kelas dan mendapati teman sekelasnya hanya terdiam dan acuh dengan masalahnya, dipipinya mulai berjatuhan bulir air mata seolah tak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya.
'Kemana perginya anak-anak yang biasa mendekatiku,meminta bantuan atau sekedar menyapaku? Kenapa mereka tiba-tiba acuh seolah menghakimi tanpa membelaku sedikit saja? Padahal aku tidak bersalah'
'Kenapa aku merasa kalau mereka senang saat tahu aku jatuh dari tempat yang paling tinggi? Rasanya mereka justru menanti-nanti kejadian ini? Kenapa?'
Enn terus meronta tak ingin tubuhnya dibawa dan disiksa, tapi apalah daya dia cukup lemah untuk melawan 3 orang yang menyeretnya tanpa ampun.
BRAK-
"Akh, sakit" Enn mengeluh kesakitan, dia tak tahan dengan dorongan kuat yang dilakukan kedua suruhan Venya.
Setelah itu Venya melucuti pakaian Enn dan menyuruh bawahannya untuk memotret dan menyebarkannya di grup kelas, suara tawa karna puas mengerjai sasarannya menggema ditelinga Enn, dia terus menangis karna dadanya semakin sesak meramalkan betapa hancur dan malu dirinya.
Dia tidak menyangka akan ada hari yang kejam seperti hari ini, tidak ada siapapun yang membela atau berdiri untuknya. Sepi dan menakutkan, hanya itu yang dirasakan Adrienne.
"MULAI HARI INI, KAU ADALAH PELACUR! ADRIENNE" Venya berteriak puas, cepat-cepat dia meninggalkan Enn yang masih menangis dalam diamnya, jujur saja dia terlihat sangat menyedihkan.
-
Setelah hari itu, hidup Adrienne berubah 180 derajat, dari yang awalnya dipuja karna kecantikan dan kepintarannya menjadi target ejekan dan pelecehan yang tak ada akhirnya.
Betapa berat menjadi Adrienne, tidak lama ini tersebar rumor kenapa dia sangat dibenci dan dibully habis-habisan.
Alasannya sangat remeh, hanya karna dia sangat cantik dan berprestasi.
Benar, hampir semua siswi iri kepadanya, itu sebabnya tidak banyak yang membelanya, apalagi laki-laki banyak yang ditolak cintanya sehingga mereka juga turut bersenang-senang saat bisa mempermainkan dan melecehkan gadis cantik itu.
Sialnya, Adrienne harus menyelesaikan sekolahnya karna dia hanya anak panti yang mengandalkan beasiswa, dia tidak mungkin membuang harapan ibu pantinya dan berhenti sekolah.
Meski kadang kalau sudah tak tahan dia akan bolos dan mencari pelarian.
Masa-masa itulah dia mulai jatuh cinta dengan salah satu grup idol yang sekarang menggemparkan dunia, kecintaannya pada seorang member bernama Louis sudah ditahap tergila-gila, dia ingin bertemu, sangat malah.
- Flashback selesai -
...*...
...*...
- Sudut Pandang Adrienne -
Siapa pria itu? Apa dia Reza? Tidak, kumohon bukan, aku tidak mau bertemu dia lagi.
"Lama tak berjumpa Enne"
"Edric? Kamu Edric Walden kan?"
Kalau dia benar-benar Edric aku selamat.
"Lama tidak bertemu, adikku"
Berani sekali dia memanggilku adik setelah meninggalkanku seperti ini.
"Hmph, kamu pikir aku senang dipanggil adik? tidak sama sekali"
"Sebelum kamu marah, sepertinya kau perlu menjelaskan sesuatu"
Gawat! Aku lengah.
Bagaimana ini? Kalau Edric tau aku hamil diluar nikah, dia pasti akan sangat kecewa tapi aku juga tidak punya alasan logis untuk membohongi sahabatku ini.
Lalu aku harus jawab apa sekarang? Ah sudahlah lebih baik aku jujur, Tidak ada gunanya membohongi pria jenius sepertinya.
"A-aku hamil"
"Benar! Dilihat dari segi manapun, kau memang hamil, yang ingin kutahu kenapa? Apa yang membuatmu berfikir untuk hamil diusia semuda ini Adrienne Callie?"
Apa gunanya kamu memarahiku sekarang, dasar egois.
"Hanya anak ini yang menemani saat semua orang menjauhiku, aku tidak punya pilihan, aku sangat mencintai anak ini"
"Tck, aku tidak berpikir kalau kau bisa sejauh ini Enne, cepat beritahu siapa ayahnya?"
Aku tidak mungkin mengatakan siapa ayahnya Edric, meskipun kuberitahu kau juga tidak akan bisa membantu apa-apa.
"Kenapa kau ingin tahu? Sahabat yang pergi sejak 2 tahun yang lalu tanpa kabar sedikitpun tidak berhak mencampuri urusanku lagi, kau tidak tahu sekeras apa aku bertahan hidup Edric"
"Enne, kau tahu aku harus ke amerika kan? Saat itu aku benar-benar tidak sempat mengabarimu dan aku juga tidak punya ponsel waktu itu! Ayolah Enne, kenapa kau mengungkit hal yang sudah berlalu?"
Lihat!
Dia hanya bisa mengelak, lalu untuk apa dia datang dan memarahiku seperti ini, dasar egois, kamu sudah berubah Edric, aku marah hanya karna memikirkan betapa kesepiannya aku waktu kau meninggalkanku.
"Aku lelah, kau pulang saja dan jangan bahas hal ini lagi, kumohon"
"Tapi En-
"Kumohon aku benar-benar lelah, pulanglah"
Edric, kenapa kau sangat keras kepala, aku tidak ingin stress, kehamilanku akan terganggu, tolong pergilah, yah aku senang kau datang tapi untuk sekarang pinggangku rasanya mau patah, aku capek sekali.
"Baik, maaf karna aku tidak menemanimu 2 tahun ini, aku pulang"
...*...
...*...
Edric pergi dan sekarang aku mau tidur.
Ah tapi aku lapar, aduh lupa beli stok makan, tck gara-gara kelelahan aku jadi teledor begini.
Tayang, lapar juga yah? Hm, tunggu yah, ibu liat dulu dikulkas, semoga ada cemilan hehe, maafkan ibu yang pelupa yah.
Hm~ hm~ hm~
Entah kenapa sejak hamil, aku jadi suka bersenandung, isi kulkas mungkin sudah habis, tapi cek dulu lah siapa tau masih ada yang bisa dimakan.
Hah? Kulkasnya penuh? Seingatku-ah, dia mengisinya yah, hm dasar. Edric, rupanya dia mencemaskanku, aku jadi tidak enak sudah memarahinya.
Apalagi setelah melihat undangan yang dia simpan diatas meja.
Anak itu dia akan menikah, Tck dasar, pulang-pulang sudah mau beristri, jahat sekali.
Tayangku mau nonton ngga? Sepertinya hari ini papa ada di TV ayo kita liat papa yah.
- Sudut Pandang Selesai -
(TV)
Hai penonton setia gossip ember, Tidak terasa setelah kesuksesan beruntun yang diperoleh aktor tampan kita sekaligus member dari grup global STB, siapa lagi kalau bukan Louis Vit.
"Hm, sayang liat itu papa, papa tampan sekali yah, gimana tayang? Kamu senang kan-"
Kabar baiknya aktor tampan ini akan mengakhiri masa lajangnya , dikabarkan dia akan menikahi model cantik kita Eliza Ma, wahh benar-benar pasang-
"Apa? Louis menikah? Tapi, dia janji akan menikahiku dan menjagaku, tidak ini pasti salah setelah 5 bulan menunggu dia, tidak mungkin mengingkari janji dan bahkan menikah dengan wanita lain, tidak-
Enn mengecilkan volume tv, gila, berita yang sangat mengada-ada, dia tidak percaya ayah dari bayinya akan menikah dengan orang lain, tapi air matanya sudah terlanjur jatuh, sangat deras dan itu membuktikan kalau kabar yang dilihatnya adalah nyata, dan Louis melanggar janjinya.
Adrienne menangis kencang, tak terhenti dan tak ada yang menghentikannya, dalam kesendiriannya, ia menahan sakit dan lelah, harapannya dihapus begitu saja, wajar jika hatinya yang remuk muncul dan menampakkan diri dalam bentuk air mata dan suara putus asa yang terdengar berulang kali.
"Louis, j-janjimu, te-pati j-janji-
Enn lelah, tanpa sadar dia terlelap dalam sakitnya, harinya berlalu begitu saja tanpa peduli sehancur apa perasaannya.
...Ini udah direvisi kalo masih aneh,di komen deng! Mengoreksi lebih baik daripada membiarkan hehe, thank you for your support deng, baiiii💜...
...- Selamat Membaca -...
...*...
...*...
Sebulan berlalu...
Hari bahagia Edric dan Istrinya sudah didepan mata, pestanya sangat megah dan digelar di Alilla Villa Uluwatu yang ada dibali, benar, salah satu resort yang memiliki wedding planner untuk membantu memenuhi kebutuhan mempelai pengantinnya.
Sudah, tidak usah menanyakan berapa nominal yang habis, tentu saja tidak murah, sepaketnya sekitar 74.000 dollar atau sekitar 1 Milyar rupiah, tapi tenang saja harga segitu adalah hal kecil untuk Edric yang sekarang sudah menjadi CEO salah satu perusahaan IT di Amerika, meneruskan usaha ayah angkatnya jadi uang bukan masalah besar baginya.
~
~
Alunan musik menyatu dengan pemandangan yang tersuguh indah diluar ruangan, sedang didalamnya kemegahan menghipnotis para tamu undangan, benar-benar pesta yang berkelas.
Edric terus menghela nafas mencoba menghilangkan kegugupannya.
"Edric, selamat yah, akhirnya hari ini tiba" Sapa Enn yang baru saja masuk keruang khusus mempelai pria.
Edric meluluh, pandangannya terpaku pada Enn yang berpenampilan sangat cantik, benar-benar dress yang cocok dengannya.
"Enne, kau sangat cantik" tanpa sadar Edric memuji sahabatnya.
Enn tersenyum jahil "Hm, tidak lebih cantik dari istirmu kan?" sahutnya menggoda.
"Hahaha kau ini, Enne bagaimana ini? Aku sangat gugup" Adunya lemah.
"Hahaha, aku baru tau sahabatku ini bisa gugup juga! Tenanglah Edric, ganti saja rasa gugup itu dengan fantasi apa yang akan terjadi setelah pesta ini berakhir hihi"
Enne terkekeh setelah memberi saran itu, dari dulu dia sangat tahu otak sahabatnya ini sangat jorok.
Jangan tanyakan respon Edric, sudah jelas dia malu, telinganya memerah dan bibirnya menyungging tanpa bisa dikendalikan.
Benar, pria berlesung pipi ini sudah terlanjur membayangkannya.
"Ooo Edric Walden~ ternyata otakmu kotor juga ya hahhahaha" godanya semakin jahil, Enn terus menertawai sahabatnya.
Waktu berlalu dan Edric bersama Istrinya sudah di Altar pernikahan, mereka akan menyebutkan janji suci yang dilakukan sekali seumur hidup, Adrienne juga sudah tidak sabar melihat sahabatnya
...*...
...*...
...*...
Edric Walden, apa kau bersedia menjadi suami Tiara Maize sampai akhir hayatnya?
Ya saya bersedia
Tiara Maize, apa kau bersedia menjadi istri Edric Walden sampai akhir hayatnya?
Ya saya bersedia
...*...
...*...
...*...
'Sungguh indah tali merah yang mengikat takdir mereka, Tuhan, bolehkah aku bertanya sesuatu? Akankah takdirku seindah mereka? Mendapat orang tua, sahabat, harta dan cinta? Atau bolehkah aku meminta satu hal? Setidaknya beri aku cinta dari seseorang yang akan menemaniku sampai akhir hidupnya dan menghilangkan rasa sakitku saat ini, bolehkah?'
Adrienne terus mengulang doa-doanya, dibenaknya hanya kalimat itu yang terus berulang, dia berharap kebahagiaan juga akan mendatanginya.
Hari sudah malam, para tamu mulai bersiap-siap pulang tapi Tiara yang sekarang resmi menjadi istri Edric melarang mereka, sepertinya ada yang ingin disampaikannya.
"Terima kasih untuk teman - teman yang sudah hadir di pesta kami, kalian mungkin bingung kenapa kami melarang kalian pulang, hihi hari ini aku ada kejutan untuk teman-teman terdekatku, siap-siap yah, ini dia kejutannya- Louis Vit dan Eliza Ma"
Gema-gema mic memenuhi ruangan saat Adrienne masih membeku menatapi prianya menggandeng wanita lain.
Dadanya sesak, ingin rasanya dia berlari menghampiri Louis sambil berteriak lantang ke semua orang kalau pria beristri ini telah menghamilinya.
Hm, tapi tidak, sudah cukup rasa sakitnya dihianati, apa jadinya kalau setelah melakukan pengakuan itu dia justru diabaikan dan ditertawakan sama seperti masa-masa sekolahnya dulu.
Kali ini, tidak akan lagi dia melakukan hal bodoh.
Meski rasa iri dan dengki menggerogoti nya, tidak akan sampai mati dia memberitahu anaknya ini.
Cukup lama Adrienne menyadari kalau Tiara merupakan mantan model yang berada dibawah naungan agensi YHK+, sama dengan Eliza.
Karna keadaan diagensi mereka jadi berteman akrab, itulah sebabnya Tiara bisa mengundang aktor Louis dan Model yang sedang naik daun Eliza Ma.
-
Sembari memikirkan alasan-alasan itu, tiba-tiba serbuan ingatan bersama Louis menyerang Enn, tubuhnya lemas bersamaan dengan ribuan nyeri yang menyerang dada dan tenggorokannya, dia akan menangis, sebentar lagi air matanya akan mengalir deras.
Adrienne berlari menjauh dari gedung, sejauh mungkin sampai matanya tak melihat presensi pria itu lagi.
Dadanya semakin sesak, sulit sekali mengendalikan kesedihannya, ternyata sangat parah Louis menyakitinya.
Diluar ruangan Enn terisak-isak, dia memukul dadanya berharap semua kesakitan itu sirna, padahal sudah sebulan dia berhasil mengendalikan perasaannya tapi hanya dengan tatapan pria itu dia hancur sebegitunya.
Dari dalam suara Tiara yang menggunakan Mic masih terdengar ditelinga Enne.
"Hari ini aku mengundang sahabatku bersama suaminya, meskipun mereka sibuk, mereka harus menyempatkan diri ke pernikahanku bukan? hihi, baiklah semuanya mari kita bersulang atas pesta mengejutkan ini CHEERSSS"
Semua orang tertawa gembira, minuman keras memenuhi gelas-gelas kaca yang dirias rapi diatas meja, beberapa dibawa pelayan beberapa lagi dibiarkan begitu saja.
Semua bersuka cita tapi tidak bagi wanita berbadan dua itu, dia jelas sedang memikirkan cara lari dari kenyataan ini. Luka sudah menganga, Adrienne tentu tidak ingin repot-repot menabur garam diatasnya.
Sembari bersiap memeriahkan pesta Edric mendapati sahabatnya diluar sedang mengambil tasnya, dia bingung, tumben sekali Enne tidak bergabung padahal idolanya ada didalam.
"Enne, kau mau kemana?" buru-buru Edric menahan sahabatnya.
"Aku mau pulang, aku tidak enak badan" jawab Enne tanpa menoleh sedikitpun.
Akan gawat kalau Edric tahu dia menangis, apalagi jika melihat wajahnya yang penuh air mata, dia pasti akan mengamuk dan memaksanya mengatakan alasannya.
"Coba sini! Hm, kamu agak pan-
Edric berhasil menangkap ekspresi sedih Enne begitupula dengan mata bengkak diwajahnya, karna kaget dia langsung meninggikan suara.
"SIAPA YANG MEMBUATMU MENANGIS ENNE? CEPAT JAWAB, BIAR KUBUNUH DIA"
Begitulah Edric memancing perhatian semua orang, Tiara dan yang lain segera keluar, rasa penasaran mereka tak terbendung, ada apa sampai seorang Edric yang santun dan baik hati tiba-tiba semarah itu.
"Edric kumohon, aku hanya akan pulang, jangan membuat keributan" Enne memegang lengan baju sahabatnya.
Semua orang menatapi kejadian itu, tentu saja ada beberapa yang sudah salah paham apalagi keadaan Adrienne yang tengah berbadan dua.
"KUBILANG JAWAB ENNE, SIAPA YANG SUDAH MEMBUATMU MENANGIS" tanyanya masih tak habis pikir, siapa kira-kira yang tega membuat sahabat yang sudah dianggap seperti adiknya sendiri menangis seperti ini.
"Tidak ada Edric, aku tidak menangis" Enn berbisik lemah, dia tahu semua orang sedang melihatnya, kepalanya pusing, rasa mual menyelimuti dirinya, trauma masa lalu begitu menyiksanya.
Tiara berjalan mendekat.
"Ada apa ini sayang? Kenapa kamu marah begitu?" tanyanya mencoba menengahi, Tiara melihat kondisi Enne dan ikut terkejut.
"Astaga Adrienne, ada apa? Kenapa kau menangis? Apa seseorang mengganggumu?" tanyanya khawatir.
Adrienne menggeleng, tidak mungkin dia bilang kalau salah satu tamunya adalah ayah dari anaknya dan itu membuatnya stress.
"Kumohon jangan menarik perhatian, aku tidak suka dilihat orang-orang" Enne memelas tak sanggup lagi menerima tatapan yang dipenuhi rasa penasaran itu.
"Tck, Tiara tolong bantu aku membubarkan mereka, Enne punya trauma, sebelum gejalanya timbul tolong bantu aku menyuruh tamu undangan kembali kedalam" Ucap Edric tak puas, padahal ingin sekali dia memukuli orang yang membuat adiknya menangis tidak peduli pria atau wanita.
"Oke sayang kamu tenang yah, redakan amarahmu, aku akan mengurus tamu kamu tenangkan lah Enne, aku masuk dulu yah" Tiara mengelus lembut punggung suaminya dan berlalu pergi meninggalkan mereka berdua.
-
Waktu berlalu dan keributan tadi sudah terlupakan, Edric juga terlihat tenang dan kembali masuk menyambut tamu, itupun karna Enne yang meminta.
Sampai kapan wanita itu akan berpura-pura kuat.
Kondisinya sedang tidak baik-baik saja, apalagi setelah beberapa situasi tak terduga yang dialaminya, tubuhnya benar-benar panas begitupula sakit kepalanya semakin menjadi, kalau dia tidak segera istirahat, dia akan hilang kendali dan pingsan.
"Anda tidak apa-apa?" seseorang menyapanya, suaranya berat dan menenangkan, Enne tak berani melihat orang yang menegurnya karna dia tau pria itu adalah Louis.
...Ini udah direvisi kalo masih aneh,di komen deng! Mengoreksi lebih baik daripada membiarkan hehe, thank you for your support deng, baiiii💜...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!