Lindha sudah tak sabar menunggu kedatangan saudari kembarnya Lindsey beserta dua keponakannya yang kini sudah cukup lama tak ia jumpai. Menyibukkan diri membuat makanan yang banyak untuk orang-orang terkasihnya sambil menunggu kedatangan mereka. Sampai mengacuhkan suaminya sendiri yang kini tengah memperhatikannya, "Oh Ian, maafkan aku sayang... Ternyata kau sudah tiba." Ucapnya pada Ian namun masih dengan kesibukannya. "Bersemangat hari ini huh?" Tanya Ian dengan tangannya yang mencomot beberapa kue manis yang kemudian Lindha omeli. "Jauhkan tanganmu itu." Tegasnya. Pria gagah itu pun hanya tertawa sambil berlalu pergi dari dapur rumahnya. "Bersiaplah saat mereka tiba, tolong bantu aku nanti!" Teriak Lindha pada suaminya itu.
Ian membebaskan apapun keinginan istrinya demi membuatnya bahagia. Namun di sisi lain Ian harus lebih mementingkan dan mengutamakan putri tunggalnya yang saat ini sedang berada di rumah yang berbeda, jauh dari pengawasannya. Baru satu hari ia tak bersama putrinya, ia merasa khawatir dan cemas akan kesendirian gadis manjanya itu.
~
Akhirnya bus yang ia tumpangi pun berhenti tepat di halte dimana ia harus turun bersama ibu dan adiknya. "Ayolah cepat Jason, kau lambat seperti anak perempuan." Ejek Bryson pada adik kecilnya itu. Mereka berjalan melewati beberapa blok rumah dan sampailah mereka di rumah kediaman Lindha. "Apa bibi Lindha akan terlihat gemuk?" Tanya Jason pada ibunya yang merasa kaget akan pertanyaannya yang tidak sopan. "Kau bicara apa? Tidak boleh berbicara seperti itu lagi tentang bibi Lindha." Nasehatnya. "Tapi bu, itu bukan aku... Dia." Jason yang lugu mengarahkan jari telunjuknya pada Bryson kakaknya yang memang adalah anak remaja yang nakal. "Ingat apa yang kau ajarkan pada adikmu ini Bryson, ibu akan melaporkan semuanya pada ayahmu." Ancam ibunya yang membuat Bryson tertawa kecil karena masih dalam situasi aman saat jauh dari pengawasan sang ayah yang kini sedang bertugas. "Sudahlah bu, aku lelah ingin cepat menyantap makanan bibi Lindha."
Setelah pintu di ketuk dan terbuka, "Selamat datang adik ipar." Sambut Ian memeluk Lindsey. "Mereka sudah datang?" Lindha sebagai saudari kembar yang lebih tua itu merasa bahagia sekali. "Bibi, mirip sekali dengan ibu." Jason sangat lucu sehingga membuat semua orang tertawa di rumah itu.
~
Anjingnya menggonggong menatap langit gelap di atas sana terasa mengerikan tanpa hadirnya bintang-bintang. Gloria berpikir langit gelap itu adalah dirinya, serta bulan adalah ibunya, namun sayang tak nampak bintang atau yang ia anggap ayahnya yang kini tak bersamanya, ia merasa gelisah.
Tambah lagi ia hanya seorang diri di rumahnya itu karena asisten rumah tangganya mengambil cuti cukup lama, terkadang gadis itu ingin menangis memeluk siapa saja saat ia sedang sendiri ketakutan, anjingnya tak dianggap untuk malam ini.
Karena di pikirannya ia tak di pedulikan oleh sang ayah yang kurang memperhatikannya, Gloria berpikir seperti itu karena cemburu akan pilih kasih ayahnya pada ibu tirinya yaitu Lindha, tambahnya ia adalah anak yang sangat manja. "Mungkin lusa." Batinnya menebak kepulangan sang ayah yang seharian ini tak mengabarinya karena sibuk mengurusi Lindha.
Gadis itu terbaring di ranjang nyamannya dan memejamkan matanya berharap dapat melihat ibunya dalam mimpi di malam tanpa bintang ini. Sebenarnya gadis manja itu sangatlah merindukan ibunya yang sudah tiada. Sejak kepergian Alexandra ibunya, saat usianya sebelas tahun tak pernah lagi ia merasakan kehangatan sang ibu untuk menemaninya tidur. Ia sangat rindu. Dan ia pun terlelap.
Gadis itu bermimpi, melarikan diri pun ia tak mampu, semakin lelaki itu dekat di sekitarnya semakin ia hampir memiliki gadis itu sepenuhnya. Seseorang yang berdiri itu pun mulai melangkah ke arah gadis itu. Anehnya tubuh sang Gadis kaku sekali dan tak bisa untuk bergerak sedikit pun. "Bantu aku, siapa saja..." Bahkan suaranya sendiri terdengar seperti bisikan, tidak ada orang yang bisa mendengarnya. "Aku takut."
Gloria membuka mata, "Sayangku Gloria..." Suara pelan ayah membangunkannya. "Kau berkeringat, mimpi buruk?" Tanya nya sambil mengusap lembut kening putri tunggalnya itu. Gloria hanya tersenyum pada ayahnya lalu mengumpatkan wajahnya ke bantal. "Ayolah jangan bermalas-malasan, cepatlah bersiap." Pria tercinta yang ia miliki itu pun melangkah pergi dari ruangan kamarnya. Sejenak Gloria berpikir tentang mimpi gila yang barusan saja mengganggu di bagian menit akhir dari tidurnya. Bertanya-tanya akan apa yang sebenarnya terjadi dalam mimpi itu, dan siapakah seorang lelaki itu, lelaki yang berjalan ke arahnya. "Ah!" Kesalnya dan kemudian ia bangkit dan mulai bersiap untuk pergi sekolah.
"Ayah akan pergi malam ini, kau harus mengangkat setiap panggilan dari ayah." Tegasnya. "Pergi lagi??? Pergi sajalah." Jawab gadis itu dalam hati. "Kau mendengarkanku?" Tanya Ian pada putrinya itu, Gloria hanya mengangguk sambil menyantap serealnya. "Janji?" Ayahnya mempertanyakan kepastian. "Ya ayah aku janji, tolong jangan mengganggu sarapanku." Kesalnya. "Baiklah lanjutkan, maafkan ayah."
Sebagai seorang ayah terasa sulit bagi Ian, dan juga semua ini adalah memang karena kesalahannya sendiri yang telah menyakiti perasaan Alexandra yang telah tiada sejak tujuh tahun berlalu. Wanita itu meninggal karena sakit-sakitan setelah mengetahui Ian yang memiliki wanita idaman lain. Karena memang sedari awal Ian tak bersungguh-sungguh dengan perasaannya pada ibu dari putrinya itu. Situasi saat masa muda mereka memang kacau, karena pergaulan bebas yang ada pada diri mereka membawa suatu masalah yang merugikan keduanya. Suatu hal yang tak di inginkan itu terjadi di antara Ian dan Alexandra, hingga hanya ada satu solusi saja untuk memperbaiki kesalahan mereka. Mereka menikah di usia yang muda, dan memiliki Gloria.
Musim panas tahun ini Gloria berharap akan pergi liburan bersama ayahnya saja. Sambil berjalan di koridor sekolah gadis itu menggerutu kesal jika memikirkan Lindha ibu tirinya yang memang tidak ia sukai. Bahkan saat ayahnya menikah dengan wanita itu Gloria sangat marah dan benar-benar menangis histeris karena tak mau ada yang menggantikan posisi ibunya. Namun mau bagaimana lagi dengan perasaan Ian ayahnya yang sungguh mencintai Lindha, terpaksa gadis ini harus menerima kenyataan yang ada. Maka dari itu Ian menempatkan mereka di rumah yang berbeda, karena pandangan Gloria pada Lindha tak akan pernah bisa berubah.
Melangkah bersama lamunannya, sampai akhirnya, "Hey Gloria, apa kau tak khawatir pada sahabatmu? Terjadi sesuatu padanya, omong-omong apa kau tak memiliki heels? Apakah hanya sepatu itu saja yang kau punya?" Ucap Cheryl White padanya seraya dengan beberapa sindiran, bersama rombongan yang menertawakan gadis sederhana itu. Gloria hanya terdiam sambil mengangkat alis kanannya, "Gadis-gadis menjengkelkan." Gerutunya sambil melanjutkan langkahnya menuju ruangan kelas. Memang Gloria adalah gadis yang manja pada ayahnya di rumah, namun saat gadis itu berada di luar rumah segala sifat yang ia miliki itu berbeda. Gloria memiliki banyak teman, tapi ia juga memiliki lebih banyak musuh. "Gloria! Tunggu!" Panggil Todd yang berlari menghampirinya. "Ada apa..." Putusnya. "Jared di luar sana, ayo!" Ajak Todd.
Terlihat hampir seluruh murid di sekolah itu mengelilingi kericuhan yang terjadi di tengah lingkaran orang-orang itu. Ada yang gelisah ketakutan melihatnya ada pula yang merasa semangat melakukan pertaruhan. "Bajingan!" Teriak Jared pada seorang lelaki yang tertawa mengejeknya. "Hanya itu yang bisa kau lakukan??? Pukulan mu ini tak terasa sedikitpun." Tantang lelaki itu sambil mengusap bibirnya yang sedikit berdarah akibat pukulan Jared. "Oh beraninya nyali mu menantangku!" Suasana disana semakin kacau dengan berlanjutnya perkelahian antara dua lelaki itu, sementara yang menonton merasa terhibur sambil bersorak. "Jared! Jared! Jared!" Darah mulai bercucuran di wajah keduanya. Gloria yang melihat perkelahian itu merasa kesal tambah lagi cemas akan sahabatnya Jared. "Jared hentikan!" Pintanya. "Kalian berdua!!!" Gloria mengeraskan suaranya. Tak ada yang menganggapnya sama sekali, sorakan-sorakan yang ada semakin berisik. Gloria berani melangkah ke arah dua lelaki yang berkelahi itu, dan berteriak keras dengan sekuat tenaganya, "Hentikan!!!" Serentak suara sorakan pun berhenti dan Jared di tarik kuat oleh Gloria menjauhi lelaki itu.
"Ah kau mengacaukan segalanya..." "Menghentikan keseruan saja." Ocehan teman-temannya yang mulai membubarkan diri. Gloria hanya berkata "Aku tak peduli."
Todd membantu Jared untuk berdiri, "Aku akan mengantarmu ke ruang medis." Sementara lelaki itu masih mengejek Jared yang kini wajahnya lebam dipenuhi luka. "Kau memang payah." Mendengar ejekan itu Gloria sudah tak tahan lagi, gadis itu pun berjalan menghampirinya. "Tidakkah kau sadar? Wajahmu itu penuh dengan luka? Apa tidak sakit? Berhentilah mengganggu Jared." Gloria mulai bersuara. "Apa pedulimu?" Tanya lelaki itu yang terlihat mengenakan sepatu yang masih baru. "Kau anak baru disini? Siapa kau beraninya berlagak sombong disini?" Kesal Gloria. "Dan siapa kau putri cantik? Kau kekasihnya?" Tanya balik lelaki itu sambil menertawakan keimutan Gloria. "Bicara saja sendiri dengan otak idiotmu itu." Gadis itu pun berlalu pergi ke arah dua sahabatnya yang mulai meninggalkan lapangan sekolah.
Baru saja mereka bertiga membalikkan badan, "Jared dan Bryson! Mr. Alan menunggu kalian di ruangannya." Perintah Mrs. Eleanor sebagai wakil kepala staf pengajar. "Cepat."
"Kau kacau sekali Jared." Kata Todd sambil membantu Jared berjalan disampingnya. "Sebenarnya apa yang terjadi? Dan siapa si Bryson itu?" Tanya Gloria. "Sudahlah... Kau malah memarahiku bukannya mengkhawatirkanku." Lirihnya. "Baiklah maafkan aku, apa itu sakit?" Mereka bertiga sudah menjadi sahabat sejak duduk di bangku kelas enam sekolah dasar. Dan rumah mereka pun memang tidak berjauhan masih dalam satu lingkungan. Tambah lagi orangtua dari ketiganya memang berteman, jadi hal itu membuat hubungan mereka dekat.
Namun berbeda dengan perasaan Jared kini terhadap Gloria, ia sebenarnya ingin menyatakan perasaan yang sesungguhnya pada gadis pujaannya itu. Namun Jared takut akan merusak persahabatannya dengan Gloria dan juga Todd.
"Masing-masing dari kalian ku beri poin dua puluh lima, karena telah melanggar kedisiplinan sekolah ini, jika poin kalian mencapai seratus, tak ada harapan lagi untuk bersekolah dimana pun." Tegas Mr. Alan. "Kau adalah murid pindahan, jagalah sikapmu, ini baru hari pertamamu Bryson, dan Jared? Baru kali ini kau berbuat masalah, jangan lagi!" Mereka berdua tak berkutik sedikit pun.
Dalam hati sebenarnya Bryson mengejek setiap ucapan dari kepala staf pengajar itu. Memang anak yang tak sopan.
"Dan aku akan sangat berterimakasih pada temanmu, yang menghentikan perkelahian, siapakah namanya?" Tanya Mr. Alan pada Jared. "Gloria..." Jawabnya pelan.
"Gloria." Ucap Bryson dalam hati. Otak jahatnya mulai bekerja merencanakan keonaran untuk siapa saja yang membuatnya kesal. Dan Gloria kini adalah target kedua setelah target pertamanya Jared yang tak sengaja menyenggolnya saat jalan masuk ke gerbang sekolah tadi pagi sebelum perkelahian di mulai.
"Kembali lah ke ruangan kelas masing-masing, ingat, aku mengawasi kalian." Akhir Mr. Alan.
Bryson menyeringai, "Setelah perkelahian tadi, ku anggap itu sebagai perkenalan kita bung." Ucap Bryson pada Jared yang kini sedang berjalan bersama di koridor. Jared tak menganggapnya sedikit pun, "Jika kau membutuhkanku, cari saja aku... Kau pasti tahu dimana aku." Lanjutnya dan berlalu pergi dari hadapan Jared. "Idiot." Kata Jared pelan-pelan.
Ruangan kelas pun serentak ramai saat Jared memasuki ruangan itu, teman-teman sekelasnya bertepuk tangan menyambut ketua kelasnya yang telah berkelahi itu. Ia tersenyum, matanya hanya mencari-cari wajah Gloria.
~
Alunan musik Rock menggema di seluruh sudut gymnasium menyemangati para pemain bola basket. Tentunya bersama para pemandu sorak yang begitu lincahnya berlenggak-lenggok. Suhu ruangan yang cukup panas serta bau keringat di siang itu membuat Gloria mengernyitkan wajah. Mau tak mau ia harus hadir untuk menemani latihan Jared dan Todd. Gloria berjalan melewati barisan para pemandu sorak yang hampir seluruh anggotanya tidak menyukai gadis cantik yang disukai Jared itu, karena virus yang di sebar luaskan oleh Cheryl White tentang keburukan Gloria yang sedari dulu memang sudah menjadi musuhnya. Hanya karena permen karet yang tak sengaja terkena rambut Cheryl saat duduk di bangku sekolah dasar dan satu-satunya cara untuk mengatasinya hanyalah dengan memotong rambut Cheryl sangat pendek, dan itu membuatnya sangat marah. Padahal Gloria sudah meminta maaf berulang-ulang kali hingga tak perlu lagi untuk di hitung seberapa kali ia meminta maaf. Namun Cheryl tak pernah mau memberikannya maaf, segala rasa marah masih tertanam di hati dan pikirannya terhadap Gloria. Dan kini Gloria sudah tak peduli lagi.
"Jelek." "Berlagak cantik saja." "Gadis bodoh." Ejekan yang sama sekali tak Gloria pedulikan. Gadis itu berjalan tenang menghampiri Todd yang sedang duduk di kursi tribun. "Hey cantik!" Sapa Jared yang beteriak dari tengah lapangan gymnasium itu dengan sebuah bola basket yang ia bawa. "Hey tampan." Kata Gloria sambil memberikan salam jari tengahnya sekedar bercanda.
"Apa kau ada jadwal sesudah ini?" Tanya Todd. "Memangnya mau kemana kita?" Gloria pun duduk di samping Todd. "Aku ingin kalian menemaniku untuk bertemu dengan pria yang ku ceritakan." Jawab Todd pelan. "Oh tentu, aku akan menemanimu Todd, sama halnya dengan Jared." Bujuk Gloria yang mengetahui bagaimana perasaan Todd yang sebenarnya tak mau menemui pria besar yang menjadi kekasih ibunya. "Terimakasih Glory." Ucap Todd yang memeluk manja sahabatnya itu.
Jared menghampiri mereka dan langsung menyingkirkan Todd dari Gloria, "Hey hey, Gloria milikku, dasar kau bocah bau." Candanya. "Oh ayolah Jared, dia juga milikku..." Todd berusaha menyingkirkan Jared yang kini tengah duduk di antara keduanya. Dari sudut gymnasium itu terlihat Bryson dan kelompok barunya, ia tengah berdiri memperhatikan Gloria sambil tersenyum. "Gloria huh?"
Gloria sudah pasrah jika kelakuan dua bocah ini mulai menggila. "Menyingkirlah!" "Kau yang pergi!" Gadis itu tak bisa berbuat apa-apa lagi dengan tubuhnya yang di rebutkan oleh dua sahabatnya. "Oh hentikan kalian berdua..." Todd dan Jared tak henti-hentinya saling berebut meraih tangan Gloria. "Oh ayolah kawan-kawan, aku lelah." Ucapnya dengan tertawa merasa konyol.
Sudah terlihat dari kejauhan Rose atau ibu dari Todd itu berdiri disamping pria besar yang sedang menunggu kedatangan anaknya. Todd masih di dalam mobil yang terparkir tepat di depan rumah Rose, wajah Todd terlihat gugup. "Ayolah bung, hajar saja wajahnya." Bisik Jared yang membuat Todd tertawa.
Namun Gloria lah yang mendahuluinya, "Baiklah kawan-kawan aku saja yang duluan." Gloria pun keluar dari mobil milik Jared itu dan berjalan ke arah Rose yang sudah membuka lebar kedua tangannya untuk memeluk gadis belia itu. "Bagaimana kabarmu sayang... Kau semakin cantik Glory, bagaimana kabar ayahmu?" Karena memang sudah lama mereka tak berjumpa. "Ayah? Semakin tua dan gemuk." Jawabnya membual membuat Rose tertawa lepas. "Baiklah sayang, perkenalkanlah kekasihku Andrew... Dan Andrew ini adalah Gloria sahabat kecil Todd, dan kedua orangtuanya juga adalah teman sekolah ku dulu, kita sangat akrab." Ucap Rose baik. "Gloria, senang berkenalan denganmu."
Di sisi lain, "Apa yang kau lakukan? Berhentilah." Suara berbisik Todd yang tubuhnya di dorong oleh Jared. "Kau harus berani menghajarnya bung." Bisik Jared yang terus mendorong tubuh Todd sampai ke hadapan ibunya. "Holla." Jared menyapa Rose dan langsung memeluknya, "Jared lihat dirimu, kau tinggi sekali, bagaimana kabar ibumu? Hey! Mengapa wajahmu terluka Jared?" Rose merasa cemas melihat wajah lebamnya. "Aku baik-baik saja... Oh ya Mrs. Rose, Todd ingin menyampaikan sesuatu padamu dan juga... Mr???" Jared memang anak yang sangat menjengkelkan, dan selalu saja mempermainkan semua temannya.
Wajah Todd langsung memerah dan sangat kesal pada Jared. "Andrew." Jawab pria besar itu dengan senyuman. "Mr. Andrew, Todd ingin menyampaikan sesuatu dari tangan kuatnya itu..." Jared benar-benar menyebalkan saat itu. "Jared? Apa..." Tak bisa berkata lagi, mau tak mau Todd harus bersikap baik.
"Oh hai Andrew, kau bisa melakukan tos?" Disana Todd dan Andrew melakukan tos yang biasa pria lakukan. Sementara Jared dan Gloria menertawakannya,
"Mom?" Todd mengangkat bahu, "Oh anakku..." Rose pun memeluknya sangat erat.
"Itukah yang disebut menghajar?" Bisik Jared pada Gloria.
Hanya menghabiskan waktu satu jam, Todd mengantar dua sahabatnya itu ke depan halaman rumahnya setelah mereka berbincang seru dengan Rose dan kekasihnya. "Aku tahu bagaimana perasaanmu saat ini Todd." Kata Gloria yang telah merasakan bagaimana rasanya mendapatkan kehadiran seseorang yang tak diinginkan seperti ibu tirinya Lindha. "Terimakasih banyak pada kalian berdua, ah aku benci mengucapkan ini..." Ucap Todd geli. "Aku sayang kalian berdua." Sambungnya dengan kepala tertunduk. "Oh Todd..." Jared pun merangkulnya. "Todd..." Gloria langsung memeluk dua lelaki tinggi itu sangat erat.
Setelah berpamitan, Glory pun pulang bersama Jared.
Mobil Jared memang menjadi salah satu mobil favorit Gloria karena nyaman dan wangi dengan aroma apel. "Kita harus membuat Todd bisa bersantai lagi, aku tak mau melihat ia merenung memikirkan pria besar itu." Kata Jared. "Ya ya..." Gloria hanya asik menghirup aroma pengharum mobil itu. "Kau lucu sekali..."
Sejenak Jared menatap indahnya senyuman Gloria sambil memegang kemudi, hatinya selalu berdebar jika dirinya hanya berduaan bersama Gloria.
Ujung lidahnya ingin sekali mengungkapkan rasa ketertarikannya terhadap sahabatnya itu. Namun otaknya selalu tak setuju untuk melakukan hal itu, jadi ia diam dengan menggerutu dalam hati. "Sial."
~
Bryson merasa segar dengan minuman dingin yang menemani malamnya di halaman rumah bibinya. Anak lelaki yang berusia sembilan belas tahun itu bersantai merokok tanpa merasa khawatir akan seseorang melihatnya, anak nakal yang selalu terlambat masuk sekolah di awal tahun pertamanya saat di bangku kelas menengah atas, tahun sebelumnya.
Dia adalah salah satu otak kenakalan yang mewakili seluruh murid di sekolah lamanya, yang kini sudah memiliki sekolah baru setelah ia di keluarkan oleh pihak sekolah langsung, akibat kelakuan yang tak semestinya di lakukan oleh seorang pelajar. Bryson sering mempermainkan dan menjahili, tidak hanya teman-temannya bahkan guru-guru pun banyak yang merasakan kejahilan yang ia buat untuk keonarannya.
Hal jahil terburuk yang dilakukannya itu membuat ia di keluarkan dari sekolah, yaitu berani menyentuh seorang guru fisika yang merasa terlecehkan dan tak menerima kehadiran Bryson di kelas ajarannya. Poin-poin yang sudah ia dapatkan itu pula mendukung untuk di usirnya ia sebagai murid paling nakal. Dan pada akhirnya ia harus menyogok hampir semua guru di sekolah manapun upaya menutupi riwayat buruknya.
"Bryson! Matikan rokok itu!" Teriak ibunya yang memergoki dirinya. "Baiklah!" Ayah dan ibunya pun menghukumnya setara dengan apa yang dilakukannya, dan itu memang membuat malu mereka sebagai orangtua yang gagal dalam mendidik anak sulungnya. Bahkan Lindsey menangis semalaman setelah mengetahui putranya yang melecehkan seorang guru di sekolahnya.
Sebagai seorang ibu itu sangat frustasi baginya, tapi sosok ibu adalah pemaaf bagi setiap kesalahan dari anak-anaknya. Kini Lindsey mulai memantaunya setiap saat karena tak mau lagi sesuatu hal buruk kembali terjadi menjerat sifat putranya lagi. "Ayahmu memang tak ada disini, tapi pamanmu Ian bisa saja ku suruh untuk mengurusimu!" Tegas ibunya. Tak lama Lindsey menceramahi anaknya, suara klakson mobil Ian pun menghentikannya.
Wajah Bryson berubah berkesan kesal dan berlalu pergi ke dalam rumah, "Aku sayang ibu." Ucapnya pelan, Lindsey sebenarnya menahan tangis.
"Selamat malam Lindsey." Ian menyapanya dengan kedua tangannya yang masing-masing menjinjing dua kantong belanja. "Biar ku bantu." Wajahnya murung. "Apa anak itu baik-baik saja?" Tanya Ian. Lindsey hanya tersenyum.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!