Hari ini adalah hari bahagia bagi Mira, sahabat sedari kecil Lian sekaligus Mantan Istrinya. Sayangnya hari ini adalah hari terburuk bagi Lian, hari di mana Ia kehilangan wanita yang Ia cintai. Ia tak bisa bersama wanita itu karena kebodohannya sendiri. Ia nyatanya telah terlambat menyadari perasaannya sendiri pada sang sahabat.
"Jika ingin kembali bersama harusnya datang sedari beberapa bulan yang lalu, bukan sekarang. Semua sudah terlambat, Mira akan menikah. Jangan buat Mira bersedih di hari bahagianya. Jadi jangan buat keributan kalau tak ingin di perlakukan dengan kasar", ucapan Papa Yusuf yang masih Lian ingat.
Kata yang berhasil membuatnya bungkam, tak ada yang salah dari ucapan mantan mertuanya itu. Semua memang sudah terlambat, sebentar lagi Mira akan melepas status jandanya, dan menjadi istri seorang Dokter yang berasal dari Jakarta, bernama Ardan. Sementara Ia masih tetap dengan status dudanya.
Entah seberapa besar pengaruh keluarga suami Mira, hingga rumah yang dipakai untuk acara ijab kabulnya di jaga oleh beberapa pengawal. Kalau hanya berprofesi Dokter tak mungkinkan sampai seketat itu penjagaannya. Ia semakin bingung, siapa sebenarnya suami Mira tersebut. Lian benar-benar tak memiliki kesempatan sedikitpun untuk masuk ke kediaman keluarga Papa Yusuf, apalagi berharap bisa menemui Mira.
Sedari kecil Lian terbiasa keluar masuk rumah Mira, tapi hari ini jangankan bisa menyentuh pintu rumah, menyentuh pagar pun tak di perbolehkan. Apakah pengamanan ini karena sebegitu takutnya suami Mira padanya, yang takut Mira akan lebih memilihnya. Ia semakin yakin kalau Mira juga mencintainya dan terpaksa menikah dengan lelaki itu. Setidaknya ada sedikit harapan untuk kembali bersama Mira, begitulah menurut Lian.
Lian tak tahu seberapa besar pengaruh keluarga Wiranata di Ibukota, nyatanya Wiranata Group memiliki banyak perusahaan di berbagai kota di Indonesia. Ia pikir penjagaan rumah ketat karena keinginan Ardan, si Dokter calon suami Mira. Padahal ini adalah bentuk kewaspadaan dari Nyonya Risma Wiranata, Ia tak ingin ada seorangpun yang berani mengusik hari bahagia putra keduanya. Meski acara tertutup tapi Ia harus tetap waspada, banyak rival perusahaan yang ingin menjatuhkan keluarga Wiranata dengan berbagai cara. Bukan berlebihan, bukankah waspada juga di perlukan.
*****
Acara akad nikah masih beberapa jam lagi, tapi Lian harus benar-benar pasrah karena tak bisa menemui Mira sebentar saja. Ia pun harus kembali ke rumah dengan harapan yang pupus, berharap nanti masih bisa bertemu Mira dan merubah keputusannya menikah dengan lelaki kota itu. Besar harapan Lian untuk bisa kembali rujuk.
Lian memilih kembali ke kediaman orangtuanya, rumah ini dan rumah Mira hanya berjarak beberapa rumah saja. Lian pikir dengan jarak yang dekat masih ada peluang untuk bisa bertemu. Sedangkan jika Ia pulang ke rumahnya sendiri, lokasinya jauh, semakin sulit untuk menemui Mira.
Tiba di rumah keluarga Lian disambut dengan wajah masam Mamanya yang tengah duduk di Ruang keluarga sembari membaca majalah.Semenjak perceraian Mira dan Lian, hubungan persahabatan Mama Andin dan Mama Ratih merenggang. Maka dari itu hari ini Ia tidak ikut membantu di acara akad nikah Mira. Sebenarnya Mama Ratih mengundangnya via Whatsapp tapi Ia enggan untuk datang. Ia masih merasa bersalah pada keluarga tersebut. Kemarahannya Ia luapkan pada Lian setelah Lian sadar dirinya mencintai Mira. Dan setelahnya Mama Andin mendiamkan Lian hingga saat ini, Ia mogok bicara dengan anaknya. Saat bertemu tak ada sedikitpun kata yang Ia ucapkan pada sang Putra. Lian yang menyadari Mamanya masih marah pun memilih diam saja, toh percuma Mamanya tak kan membalas ucapannya.
*****
Beberapa jam berlalu, hingga tiba saatnya ijab kabul. Dan akhirnya Mira telah sah menjadi istri dari seorang dokter Ardan, Ia telah menjadi bagian dari keluarga Wiranata. Senyuman semua yang hadir di kediaman Mira membuatnya begitu lega. Semua orang tersenyum, banyak do'a yang mereka berikan untuk rumah tangganya dengan Ardan. Senyum bahagia memancar di wajah Ardan, sosok wajah tampan suami Mira itu memandangi Mira dengan penuh cinta. Wanita yang Ia cintai telah resmi menjadi Makmumnya.
Sementara itu Lian meluapkan kekecewaannya dengan membanting semua isi kamarnya. Semua barang beterbangan, bantalnya sudah tak berbentuk karena kapasnya beterbangan. Vas bunga hancur berkeping-keping, botol parfum, minyak rambut dan berbagai benda di meja kamar sudah bertebaran. Kamarnya sudah seperti kapal pecah, Ia berteriak-teriak tak karuan merutuki kebodohannya sendiri. Karena dirinya sendiri yang membuat Mira pergi dan sekarang Mira telah resmi menjadi istri orang lain. Kebetulan kamar Lian kedao suara, sehingga tak ada yang mendengar keributannya setelah pintu terkunci rapat.
Ia tertunduk lemas dan berakhir meluruhkan diri di lantai sambil menyandarkan punggung di kaki ranjang. Ia telah kehilangan Mira, mantan Istrinya telah menikah. Dan tak ada lagi harapan Ia bisa membujuk Mira untuk kembali rujuk padanya.
*****.....*****
Lian terbangun seperti orang linglung, rupanya Ia tertidur di lantai dan masih bersandarkan kaki ranjang. Ia lihat sekelilingnya, kekacauan kamarnya sudah tak nampak lagi. Kamarnya sudah bersih, di tolehnya ranjang yang tepat di balik tubuhnya, sudah rapi dan terdapat sprei dan bantal serta guling baru. Mungkin Bibi masuk dengan kunci serep dan membersihkannya, begitulah pikir Lian.
Tubuhnya terasa lelah, badannya sakit semua, perlahan Ia bangun dan merebahkan tubuhnya diatas ranjang. Ia melihat kesisi jendela, tampak cahaya matahari mulai masuk menerobos sela-sela lubang angin. Kenapa seperti di pagi hari? begitulah pikir Lian, Ia pun menoleh ke jam dinding, rupanya jam 8 pagi. Ia begitu terkejut dan mengusap wajahnya kasar.
"Ternyata udah pagi aja, gila.... Aku sebenarnya tidur atau pingsan sih. Bukannya kemarin masuk kamar di pagi hari kenapa bisa bangun paginya lagi", ucap Lian bermonolog.
Lian enggan bangun dari tidurnya, untuk sekedar mencuci muka sudah enggan rasanya. Ia menoleh nakas di samping tempat tidurnya, nampak sebuah nampan berisi makanan. Mungkin Bibi yang menyiapkan sarapannya disana. Melihat makanan pun tak membuat Lian merasa lapar, padahal sedari kemarin pagi Ia belum sarapan. Tapi entah mengapa nafsu makannya hilang seketika, harusnya ia merasa lapar setelah tidur atau pingsan sedari pagi kemarin.
Saat menatap makanan tersebut, sesuatu di rak dekat nakas membuatnya mengalihkan pandangannya. Ada sebuah album foto lama disana, Ia pun segera mengambilnya karena tertarik untuk membukanya. Album foto yang di susun Mamanya sedari Lian lahir hingga Ia menikah.
Perlahan Ia membuka foto di lembar pertama, foto bayi merah yang baru lahir, dibawahnya Mama Andin menuliskan nama lengkapnya beserta tanggal kelahirannya. Setelahnya foto-foto pertumbuhan dan perkembangannya beserta tulisan Mama yang memberikan penjelasan tentang foto yang terlihat. Seperti saat ia merangkak, mulai berjalan dan pertama kali bisa memanggil kata 'Mama'. Melihat begitu bahagianya Mama menyimpan momen-momen itu sedari kecil membuat Lian menjadi sedih teringat Mamanya yang masih mogok bicara padanya.
Lembar lain ia melihat foto Ia dan Mira mengendarai sepeda. Ia masih mengingat momen itu, bahagianya Ia bersepeda bersama Mira. Demi memamerkan keahliannya naik sepeda, Ia sampai tak mengikuti perintah Mamanya memakai helm serta pelindung siku dan lutut, padahal Mira juga sudah mengingatkannya. Dan hari itu Ia mengalami kecelakaan, menurut cerita Mama Ia sampai koma berhari-hari berjuang antara hidup dan mati. Mama dan Papanya berdo'a jika Lian sembuh akan menuruti semua keinginannya. Dan karena itulah, yang akhirnya membuat Lian menginginkan semua yang Ia mau harus Ia dapatkan.
Seperti keinginannya mendapatkan gadis bernama Febri (Febri Antika) gadis yang saat sekolah setingkat di atasnya. Ia mengagumi gadis itu sedari Merah Putih, orang bilang itu cinta monyet. Penolakan Febri membuatnya tak suka, karena baru kali ini keinginannya tak tercapai. Berulangkali Ia mengejar Febri dan selalu berakhir dengan penolakan. Ia tak menyadari hal inilah yang mengantarkannya pada obsesi mengejar Febri sampai dapat, bukan lagi karena cinta melainkan tak terima keinginannya tak tercapai. Ia bahkan tak menyadari perbuatannya menyakiti Mira, sahabat sedari kecil yang selalu setia mendukungnya dalam segala hal.
Lembar foto yang lain, fotonya berangkulan dengan Mira dengan seragam putih abu-abu. Foto di saat mereka menginjak SMA, ia ingat Ia telah memohon pada Mira untuk sekolah yang sama dengannya, padahal itu bukan sekolah yang Mira inginkan. Ia memaksa Mira untuk mengikutinya sekolah disana, hanya karena Febri pun sekolah disana.
Ia ingat betul, Ia selalu menjaga Mira dari para siswa yang menyatakan cinta pada Mira. Mira gadis sederhana, sopan, tuturkatanya lembut, dan murah senyum serta wajahnya cantik. Tak heran banyak siswa yang mendekatinya. Berbagai cara Lian lakukan agar semua siswa tak ada yang pacaran dengan Mira. Kalaupun ada selalu berakhir putus dalam waktu singkat. Ia baru sadar, bahwa saat itu mungkin Ia telah mencintai Mira dan tak ingin Mira bersama orang lain. Dan bodohnya Ia baru sadar sekarang setelah beberapa tahun berlalu. Kesibukannya mengejar Febri membuatnya mengabaikan perasaannya sendiri.
Lembar terakhir foto pernikahannya bersama Mira. Terdapat tulisan hari dan tanggal pernikahannya, Mamanya begitu bahagia dengan hari itu.
Ternyata dibelakang foto pernikahannya ada foto saat dirinya berpelukan dengan Mira, begroundnya kantor pengadilan Agama. Hari dimana Ia dan Mira resmi bercerai menjadi mantan suami istri. Di bawahnya tulisan kesedihan Mama Andin nampak disana.
Lian tak menyangka keputusannya mengiyakan permintaan perpisahan yang diajukan Mama Ratih dulu begitu melukai Mamanya. Andai Ia bisa bertahan hingga hari ini, mungkin Ia sudah hidup bahagia dengan orang tercinta. Dan semua kenangan itu hanya bisa Ia lihat dalam album foto.
****.....*****
Penyesalan, adalah hal yang selalu datang di akhir, dan sangat membuat orang yang mengalaminya sedih dan bahkan putus asa. Orang mengibaratkannya nasi sudah menjadi bubur, sesuatu yang terlanjur terjadi dan tak bisa kembali ke semula. Begitulah penyesalan, semua sudah terlanjur terjadi dan tak bisa di kembalikan ke sediakala.
Kenapa penyesalan selalu datang di akhir? karena kalau datang diawal adalah penyambutan. Penyesalan tak akan mengubah apapun, seberapa menyesalnya kita tak akan membuat kita kembali pada hal yang sudah terlewat.
Seperti halnya Lian yang hanya bisa menyesali keadaannya saat ini, Mira telah jauh dari jangkauannya. Wanita itu telah menjadi istri orang sekarang, tak bisa lagi Ia kejar. Andai setahun lalu Ia tak melepaskannya, hari ini Ia pasti masih bersama Mira. Dan mungkin telah memiliki keluarga kecil. Sayangnya semua itu hanya bisa Ia lakukan dengan berandai-andai. Semua sudah terlambat, nasi telah menjadi bubur. Kesempatannya kembali bersama Mira sudah tak ada lagi.
Menyesal.....
Hanya bisa menyesal....
*Maafkan Aku Ma....
Harusnya Aku menuruti apa kata Mama dulu....
Harusnya Aku mempertahankan Mira saat itu....
Harusnya Aku tak menuruti permintaan pisah itu....
Harusnya Aku sadar tentang perasaan ini sedari awal....
Harusnya Mira masih menjadi Istriku hingga saat ini...
Kami akan bahagia dalam ikatan pernikahan...
Semua karena kebodohanku sendiri...
Aku menyia-nyiakannya kehadirannya disisiku selama 6 bulan...
Dan selama beberapa bulan selanjutnya Aku bahkan baru menyadari Mira telah menjauh dari pandanganku...
Mira kini telah menjadi Istri orang...
Dan Mama kini masih mendiamkanku...
Sakit rasanya melihat orang yang kita sayang justru bersanding dengan orang lain...
Sedih rasanya didiamkam oleh Mama, meski Aku sadar, memang *Aku yang salah dan patut dihukum...
Mama tahu Aku dan Mira saling mencintai waktu itu, dan berharap dengan perjodohan ini membuat kami berakhir bahagia...
Sayangnya karena kesalahanku kebahagiaan itu tak pernah ada...
Dan sekarang hanya ada penyesalan yang Aku dapatkan*....
Lian merenungkan segala yang tengah Ia alami saat ini. Ia kehilangan sosok Mira sebagai sahabat terbaiknya, tempatnya dulu berkeluh kesah. Dan kini jangankan bisa mencurahkan segala kerisauan, hanya untuk menemuinya saja tidak bisa. Sudahkah rasa cinta Mira untuknya telah hilang tanpa tersisa sedikitpun, tidakkah ada sedikit ruang untuk Lian di hati Mira.
Bukan hanya kehilangan sosok sahabat baiknya sedari kecil, tapi Ia pun kehilangan kasih orang tuanya. Semenjak Lian bercerai, orangtuanya tak pernah mengunjunginya di rumahnya yang pernah Ia tinggali bersama Mira saat status mereka suami Istri.
Papanya sibuk mengurus beberapa anak cabang yang sedang ada masalah, saat bertemu pun hanya berbincang seperlunya tanpa sedikit berbasa-basi. Sementara Mamanya setia mogok bicara dengannya sedari Ia resmi bercerai hingga detik ini. Keluarga mereka tak sehangat dulu, semua telah berubah, tak ada lagi Mamanya yang cerewet, yang sering mengaturnya dan mengomelinya saat Ia bersalah.
Lian merindukan keluarganya seperti dulu. Sering berkumpul bersama, bersenda gurau. Sering menghabiskan waktu bersama saat akhir pekan, dan sekarang semua telah hilang. Perceraiannya dengan Mira sangat terasa sekarang, dampaknya ternyata begitu besar baginya dan juga keluarganya. Lian sadar Ia bersalah, namun Ia berharap orangtuanya bisa memaafkannya dan hubungannya dengan orangtua bisa kembali seperti dulu.
Penyesalan....
Hanya itu penggambaran suasana hatinya. Lian pasrah jika memang ini yang harus terjadi. Ia seakan benar-benar harus menerima takdir yang Ia dapatkan. Terlambat mengajak Mira rujuk kembali padanya dan orangtuanya pun seakan menjaga jarak dengan Lian. Ia merasa sendiri, tak ada tempatnya bersandar atau sejenak meluapkan segala yang Ia alami saat ini.
Hati Lian benar-benar terluka saat Mira memilih menikah dengan lelaki lain. Mamanya tak bisa lagi menjadi tempatnya bermanja saat lelah bekerja. Menyesal itu pasti, penyesalan tak bisa merubah segalanya agar bisa kembali.
*****.....*****
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!