NovelToon NovelToon

HARTA TAHTA DOKTER ANGGA

Episode 1

Pagi datang lagi membangunkanku dengan hangatnya sinar mentari. Hari yang berbeda, waktu yang berbeda, masa yang berbeda. Namun masih dengan perasaan yang sama. Perasaan yang masih setia untukmu.

Kata mereka hidup ini seperti membaca buku, kita tidak akan bisa berlanjut ke bab berikutnya jika masih terpaku dalam bab sebelumnya.

Ya itu memang benar, tapi entah mengapa sampai detik ini aku belum bisa melupakan-nya. Bahkan dia sudah berbahagia dengan pelangi indahnya.

Mungkin saat ini imajinasi sedang mentertawakanku, karna aku masih berharap dia bisa menjadi milikku.

Namun kenyataanya dalam realita, aku dan dia itu ibarat pagi dan senja.

Aku pagi dan dia senja. Sampai kapan pun tidak akan pernah menyatu. Ya sudahlah ini memang mungkin sudah jalan takdirku.

Aku tersadar dalam lamunanku, ku lihat jam weker yang berada di samping ranjang ku.

Waktu sudah menunjukan jam 8 pagi, aku segara bergegas dari tempat tidur dan membersihkan seluruh tubuhku mandi.

Usai mandi, kau segara bersiap-siap untuk memulai aktifitas ku, karna menyibukkan diri sendiri sekarang menjadi hoby ku, karna itulah satu-satunya agar aku bisa melupakannya, walau pun pada akhirnya aku akan mengingatnya kembali.

Aku menarik napas berat, sebelum keluar dari apartemen ku, mencoba memasang senyuman palsu untuk menutupi segala luka dan kegundahan ku.

Sudah hampir satu tahun aku tinggal di kota ini, terpisah negara dengan orang tua, saudara serta orang-orang yang aku sayangi.

Aku menuju mobilku yang terparkir di basmen apartemen tempat tinggalku ini. Lalu aku melajukan mobilku menuju tempat kerjaku. Di salah satu Rumah sakit ternama yang ada di Singapure.

Seperti biasa sebelum aku ke rumah sakit, aku selalu mampir di salah satu kedai favoritku, maklum jomblo jadi tidak ada yang menyiapkan sarapan pagi di tempat tinggalku. Sudahlah lupakan sejanak tentang cinta, karna kisah cintaku tak seindah cinta Romeo dan Juliet, atau seperti kisah cinta kamu dan dia.

Aku parkiran mobilku di depan kedai tersebut, lalu aku masuk kedalam kedai itu. Lalu aku memasan kopi dan roti bakar, kebetulan kedai ini menyediakan makanan Indonesia. Dan pemiliknya juga berasal dari Indonesia.

"Pagi Pak dokter" sapa mawar, sambil membawa pesananku, Mawar adalah seorang wanita cantik, pemilik kedai tersebut. Karna aku sering ke sini, jadi kami sangat akrab dan berteman baik.

"Pagi mawar" jawabku, sambil sedikit menarik ujung bibirku tersenyum kepadanya.

"Ini pesananmu" Mawar meletakan kopi dan roti bakar pesananku itu, di atas meja yang ada di hadapanku, lalu kulihat dia duduk berhadapan denganku.

"Terima kasih" ucapku, sambil mengambil secangkir kopi yang masih panas tersebut, terlihat kepulan asap masih menguap di kopi tersebut.

Mawar tersenyum, dan menganggukan kepalanya.

Aku meneguk kopi yang masih panas tersebut dengan hati-hati, aroma kopi tersebut sangat menyengat memberi semangat.

"Oh iya Angga, apa nanti malam kamu ada acara?" tanya Mawar, sambil melihat ku yang sedang meneguk kopi, mawar menatapku dengan senyuman manisnya.

Aku tak munafik, Mawar memang cantik, baik, ramah, sopan dan juga dia wanita yang mandiri. Buktinya dia terlahir dari keluarga orang kaya, namun dia memilih untuk membangun kedai yang sederhana ini. Namun hanya saja aku dan mawar berbeda keyakinan, namun kita saling menghormati sama lain.

Aku taruh kopi ku, sebelum menjawab pertanyaan dari Mawar. "Sepertinya tidak, memangnya ada apa?" jawabku.

"Tidak ada apa-apa aku hanya ingin mengajakmu jalan" ucapnya.

"Maaf mawar, sepertinya aku tidak bisa!" tolak ku halus.

Mawar menganggukan kepalanya, terlihat raut kekecewaan tersirat dari wajah cantiknya, namun mawar masih bisa memasang senyuaman palsunya.

"Oh iya kalau tidak bisa tidak apa-apa!"

Aku hanya tersenyum, membalas ucapan Mawar, sebenarnya aku tidak tega melihat kekecewaan di wajahnya, namun entah kenapa hatiku menolaknya, aku merasa tidak nyaman, bahkan tidak tertarik sama sekali dengan ajakannya.

Ini bukan yang pertama kalinya Mawar mengajakku jalan, namun aku selalu menolaknya, ya aku tau aku jahat tapi, tapi aku selalu menolaknya dengan halus.

"Ya sudah, kalau begitu dilanjut ya sarapannya! Aku permisi" pamit mawar.

Aku hanya menganggukan kepalaku, ku lihat Mawar tersenyum, lalu ia beranjak dari hadapanku.

Aku melanjutkan kembali menikamati sarapanku, hingga makanan tersebut habis, lalu aku membayarnya, dan meninggalkan kedai tersebut, melajukan kembali mobilku, menuju tempat kerjaku.

"Angga, kenapa susah sekali mendapatkan waktu bersamamu, aku menginginkanmu apa kamu tidak merasakan bahwa aku mempunyai perasaan padamu"---Gunam Mawar, memandangi mobil Angga yang menjauh dari pandangannya.

***

Dalam perjalan menuju tempat kerjaku, sambil mengendarai mobilku, dalam diriku terbesit rasa bersalah karena menolak ajakan Mawar tadi.

Membayangkan wajahnya yang penuh kekecewaan membuatku meresa tak tega dan kasihan.

Tapi ya sudahlah, aku sudah terlanjur menolaknya, masa ia aku akan menjilat ludahku sendiri. Mungkin lain kali jika Mawar mengajakku lagi, aku tidak akan menolaknya, sebagai perminta maafku padanya, karna selalu menolaknya.

Aku tau sebenarnya Mawar menaruh rasa padaku, tapi aku pura-pura tidak tau, sengaja karna aku tidak mau memberi harapan padanya, karna untuk saat ini aku tidak mempunyai rasa apa-apa padanya, hanya sebatas teman saja, tidak lebih, karna sampai saat ini dalam hatiku masih tersimpan namanya, Afifah.

Lagi-lagi aku mengingatnya, ah sungguh aku benci dengan situasi seperti ini. Bukan benci kepada Afifah tapi aku benci pada diriku sendiri, mengapa sampai detik ini aku tidak bisa melupakannya, yang jelas-jelas kini adik tiri ku itu sudah bahagia dengan suaminya.

Bahkan mereka akan dikaruniai buah cinta mereka, ah sungguh sesak dada ini mendapati kenyataan takdir ini. Cinta bertepuk sebelah tangan memang menyakitkan.

Pikiran dan hatiku terus berkecamuk, seakan mereka berperang, hingga tak terasa kini aku sudah sampai di depan Rumah sakit tempat ku berkerja melayani pasien-pasienku.

Aku menarik napas dalam, sebelum aku keluar dari mobilku, menetralkan hati dan pikiranku terlebih dahulu, agar saat berkerja konsentrasi ku tidak terganggu.

Saat aku merasa semuanya sudah netral aku segara keluar dari mobilku, kebetulan hari ini ada jadwalku untuk melakukan operasi jantung pada salah satu pasienku.

Aku masuk kedalam rumah sakit, dan langsung menuju ruangan ku. Tak lama terdengar seseorang mengetuk pintu ruangan ku.

Tok tok

"Masuk" sahutku.

Lalu ku lihat sekarang suster masuk kedalam ruangan ku, "Selamat pagi dok, untuk operasi salah satu pasien yang sakit jantung sudah dipersiapkan" ucapnya.

"Baiklah, mari kita lakukan sekarang"

Aku bergegas dari kursiku, dan keluar dari ruangan ku, di ikuti oleh suster yang akan membantuku. Kami pun berjalan menuju ruangan operasi.

Bersambung...

Hay-hay ini kisah dokter Angga ya, semoga kalian suka. Jangan lupa tinggalkan jejak kalian dan simpan di rak favorit kalian, like, comen dan Votenya juga ya.

Terima kasih.

Episode 2

Tiga jam berlalu, akhirnya operasi tersebut selesai.

Aku bersama dokter yang lain, dan beberapa suster pun keluarga dari ruangan operasi tersebut.

Alhamdulillah operasi berjalan dengan lancar, dan pasien dalam kondisi stabil, dan akan di pindahkan segara ku ruang inap.

Tak terasa kini waktu sudah masuk makan siang, dan perutku sepertinya sudah terasa lapar, aku memutuskan atuh pergi ke Restoran yang ada di dekat rumah sakit.

Jaraknya sangat dekat dan jadi aku hanya berjalan kaki saja. Dalam perjalan ke resto aku bertemu dengan salah satu temanku, ia sama seorang dokter sepertiku, dan dia juga berasal dari Indonesia sama sepertiku.

"Hey, bro mau kemana?" tanya-nya, kulihat dia berjalan mendekat ke arahku.

"Biasa, kedepan" jawabku, sambil mengelus perutku, sebagai tanda bahwa aku akan makan.

"Oh, gw ikutlah, kebetulan belum makan juga!"

Aku hanya tersenyum, dan menganggukan kepalaku.

Lalu kami pun berjalan beriringan.

"Oh iya, cuti tahun ini loh balik gak?" tanya Evan.

"Gak tau" jawabku simple, karna memang aku belum tahu dan belum ada niatan juga untuk pulang ke Indonesia, ya walau pun sebenarnya aku sangat merindukan keluargaku dan dia. Ah sudahlah, jika membahas tanah air, aku selalu mengingat orang yang kini sudah bahagia dengan suaminya.

Ku lihat Evan hanya menganggukan kepalanya, menanggapi jawabanku.

"Lalu, lu sendiri gimana?" tanyaku.

"Entahlah, sebenarnya gw pengen balik, cuman lu tau sendirikan, di Indonesia gw udah gak ada keluarga, makanya gw nanya ke lu, apa lu mau balik apa engga. Rencananya gw mau ikut lu, hehe" ujar Evan, sambil tersenyum cengengesan.

Aku mengangukan kembali kepalaku. Sambil sejenak berpikir. Memikirkan ucapan Evan barusan.

"Emm, nanti gw pikirin lagi deh, kalau nanti gw mau balik ke Indonesia, gw kabarin lo" ucapku.

"Oke, siap bro"

Dan akhirnya kami pun sampai di resto tersebut, pelayan resto mengahampiri kami, lalu kami pun memesan makanan.

"Oh iya bro, gimana hubungan lo sama di Mawar?" tanya Evan.

"Mawar?" Aku terheran, mengapa Evan menanyakan soal hubunganku dengan Mawar.

"Baik-baik saja" lanjutku.

"Syukurlah, kapan kalian ada rencana untuk menikah?"

"Menikah? Maksud lu?" Aku menaikan kedua alisku, sambil tersenyum bingung.

"Iya menikah, lo sama mawar bukannya sudah lama pacaran?" Jelas Evan.

Aku tertawa menanggapi ucapan Evan tersebut, lalu aku menggelang-gelengkan kepalaku.

"Hahaha, sejak kapan gw sama Mawar pacaran? Tau informasi hoak dari siapa lu?" tanyaku, sambil terus tertawa.

Kuliahat Evan mengagaruk kepala yang tidak gatal. Sepertinya dia pun binggung.

"Gw dan Mawar, hanya sebatas teman, aku tidak ada perasaan apa-apa sama dia" jelasku.

Evan menganggukan kepalanya, sambil tersenyum kikuk.

"Gw kira kalian pacaran, habis lu dekat banget!" ucap Evan.

"Tidak, kami hanya berteman baik" sahutku.

Tak lama kemudian, pesanan kami pun datang, karna kami sama-sama sudah lapar, aku dan Evan pun langsung menyantap makanan tersebut.

"Jadi mereka hanya berteman, apa masih ada kesempatan untukku mendekati Mawar!" Batin Evan.

"Evan, Lo kenapa senyum-senyum sendiri?" tanyaku, karna aku perhatikan sedari tadi Evan senyum-senyum sendiri sambil menyantap makanannya.

"Emm, tidak gw gak apa-apa!" jawab Evan, seperti salah tingkah.

Aku hanya menganggukan kepalaku, dan melanjutkan kembali menyantap makananku.

Tak lama kemudian akhirnya kami pun selesai, menghabiskan makanan tersebut. Membayarnya, lalu kembali ke rumah sakit, karna aku masih harus memeriksa beberapa pasienku.

Aku dan Evan berpisah di kolidor rumah sakit, karna arah ruangan kami berbeda.

"Gw duluan ya!" pamit ku.

Evan menganggukan kepalanya, lalu mengancungkan ibu jarinya, sambil melihat ke arahku.

Aku pun berjalan menuju ruangan ku terlebih dahulu, untuk mengambil alat-alat kedokteran ku. Usai itu aku beranjak untuk memeriksa beberapa pasienku, dan pasien yang baru saja tadi selesai di operasi.

"Salamat siang" ucapku, sambil memasuki salah satu ruang rawat pasienku.

"Selamat siang" jawab, seorang wanita parubaya, yang menjaga pasien tersebut, kurasa wanita itu mungkin istrinya. Dan yang sakit itu adalah suaminya.

Aku tersenyum, lalu mulai memeriksa keadaan pasien tersebut.

"Bagaimana keadaan suami saya dok?" tanyanya, usai aku memeriksa pasien.

"Alhamdulillah Bu, keadaanya sangat membaik, semua dalam keadaan normal, tinggal masa pemulihan saja!" ujar ku.

"Syukurlah, terima kasih dokter!"

"Iya sama-sama Bu!"

Aku mengucap Alhamdulillah, karna aku tau pasien tersebut beragama muslim, ibu yang menjaganya pun memakai pakaian yang tertutup, dan hijab yang menjuntai kebawah, dan suaminya yang berbaring lemah pun sejak aku melakukan operasi kepada beliau, beliau tak mau sama sekali mencolok peci yang berwarna putih yang terpasang di atas kepalanya itu.

Usai aku selesai memeriksa pasien tersebut, aku pun beranjak dari ruangan tersebut, karna masih ada pasien yang harus aku periksa. Namun saat aku hendak keluar dari ruangan itu, ku dengar ibu yang tadi memenggilku.

"Dokter tunggu!" panggilnya, dengan suara sedikit keras.

Aku punghentikan langkahku, lalu menoleh kearah ibu itu.

"Iya Bu kenapa?" tanyaku, sambil tersenyum ramah.

"Suami saya siuman dok, katanya beliau ingin berbicara dengan dokter!" ujarnya.

"Oh sepertinya pengaruh obatnya sudah habis bu, baiklah mau berbicara apa pak? Ada yang bisa saya bantu?" ucapku, sambil berjalan masuk kembali ke dalam ruangan tersebut, dan mendekat kembali kearah mereka.

"Dokter terima kasih banyak!" ucap bapak tersebut, namun masih dengan suara yang lemah.

"Iya pak sama-sama" jawabku, sambil tersenyum dan menganggukan kepalaku.

"Kalau boleh tau dokter, berasal dari mana?" lanjut tanyanya.

Dalam hati aku merasa keheranan, kenapa bapak ini menanyakan tempat asalku.

"Saya dari Indonesia pak" ucapku.

"Oh dari Indonesia toh, kami pun dari indonesia dok" pungkas, Ibu-nya.

Aku hanya tersenyum, menanggapi mereka.

"Maaf dok sebelumnya, saya banyak bertanya kepada dokter!" ucap bapak tersebut. "Apa dokter, muslim" lanjutnya.

"Iya pak, saya seorang muslim" jawabku.

Ku lihat bapak dan ibunya, menganggukan kepalanya sambil tersenyum kepadaku.

"Ya sudah pak, Bu. Saya permisi karna masih ada pasien yang harus saya periksa" pamit ku.

"Iya dok, silahkan. Maaf menganggu waktu dokter"

"Tidak Bu" pungkas ku.

Aku pun segara beranjak keluar dari ruangan tersebut, pasienku memang rupa-rupa warnanya, hal seperti ini sering terjadi, pasien yang mengintrogasi ku, bahkan sampai ada yang menanyakan statusku, dan menjodohkan ku dengan anak mereka, saat mereka tau statusku jomblo akut.

Aku menarik napas dalam, sambil menggeleng-gelengkan kepalaku, aku anggap semua itu sebagai hiburan.

Lalu aku melanjutkan memeriksa pasien-pasienku yang lainnya.

Ngomong-ngomong, melihat bapak dan ibu tadi, aku jadi teringat kepada Ayah dan ibu. Semoga mereka di sana selalu dalam lindungan yang maha kuasa.

"Ayah, ibu. Angga merindukan kalian" batinku.

Bersambung.

Jangan lupa like, comen dan Votenya.

Terima kasih.

Episode 3

Usai memeriksa semua pasien-pasien ku, aku kembali keruangan ku. Tak terasa hari sudah sore. Aku memutuskan untuk pulang, karna memang sudah tidak ada lagi jadwal pemeriksaan hari ini.

Aku memebereskan terlebih dahulu ruanganku, segelas selesai aku segara bersiap-siap untuk pulang.

"Sudah mau pulang?" Tanya Evan, yang berdiri tepat di pintu ruanganku, karna memang pintu ruanganku terbuka.

"Iya, tidak ada lagi jadwal pemeriksaan" jawabku, sambil berjalan kearah pintu tersebut.

"Sama gw juga, nebeng pulanglah gw gak bawa mobil"

Aku menganggukan kepalaku. "Oke, tapi gak gratis" candaku kepada Evan, sambil tertawa.

"Sialan lu, itung-itungan ya sekarang sama gw!" pungkas Evan, sambil mengikuti langkahku.

"Hahaha, bencanda kali" ucapku, sambil terus tertawa.

"Tenang nanti gw terakhir lu, kopi di kedai punya si Mawar"

"Oke-oke"

Kami pun berjalan meninggalkan rumah sakit, menuju parkiran mobil.

"Lo yang bawa mobil aja Van" Aku melemparkan kunci mobilku, kepada Evan.

Evan menangkap kunci tersebut, kami pun masuk kedalam mobil, dan Evan mulai melajukan mobil tersebut.

"Oh iya Ang, gw nginep tempat lu ya!" ucap Evan.

"Udah numpang mobil, sekarang mau nginep juga lu di tempat gw'' jawabku.

"Sialan lu" kata Evan. "Males gw pulang ke rumah sepi, lagian ini malam minggu jugakan, kita happy-happy lah"

"Iya gw tau ini malam minggu, tapi gw masih waras, ngapain happy-happy sama lo" pungkas ku, dengan ketus menatap tajam Evan.

Ku lihat Evan tertawa keras.

"Hahaha, otak lu kelamaan jomblo Ang! Mikirnya miring terus tuh"

"Sialan lu" pungkas ku.

Evan semakin tertawa keras, bahkan sampai terpingkal-pingkal memegangi perutnya.

"Udah puas lu ketawa, nyetir yang bener fokus. Gw gak mau mati sia-sia sama lu ya!" ucapku.

"Oke-oke Mr. jomblo" ledek Evan, sambil menahan tawanya.

"Hey, sama-sama jomblo tidak usah menghina ya!" pekik Ku.

"Ya setidaknya gw udah pernah pacaran ya! Dan punya mantan. Gak kaya lu terjebak sama masa lalu" ledek Evan lagi.

"Cih, punya mantan aja bangga" ketusku.

Ya begitulah kami, aku dan Evan berteman sangat dekat, karna kami di sini sama-sama sendiri tidak ada keluarga, jadi aku sudah menganggap Evan saperti saudaraku begitu juga sebaliknya, kami tak jarang bertukar pikiran jika ada masalah, saling menyemangati saat kami mengeluh. Bahkan kita sudah tau satu sama lain tentang cerita hidup kita, tentang masa lalu kita atau yang lainnya.

Terlebih Evan itu anak yatim piatu, mendengar kisah hidup Evan, membuatku sangat begitu bersyukur masih mempunyai keluarga yang utuh, walau pun ibuku hanya ibu sambung, tapi rasanya seperti ibu kandung.

Tak terasa akhirnya perjalan kami pun sampai. Aku turun terlebih dahulu dari mobil, dan menyuruh Evan untuk memarkirkan mobilku.

"Lu parkiran mobilnya sekalian, gw duluan" ucapku, keluar dari mobil tersebut.

"Siap bos"

Ku lihat Evan membawa mobilku ke dalam tempat parkiran, dan aku berjalan menuju Apartemen ku.

Aku sudah sampai di depan kamar apartemen ku. Lalu aku menekan password kamarku, usai terbuka aku langsung masuk kedalam.

Aku menjatuhkan tubuhku yang leleh ini, di atas sopa, lalu menyalakan televisi. Sambil beristrihat sejenak dan menunggu Evan.

Tak lama kemudian Evan datang, dan masuk kedalam. Lalu ia ikut duduk di sampingku. Evan membuka kemejanya.

"Panas banget gila" ucapnya.

"Udah sana lu mandi duluan, gantian" titahku.

"Ya udah gw mandi duluan ya!" Evan baranjak dari sopa dan berjalan menuju kamar.

"Oh iya Ang, sekalian gw pinjem baju ganti ya!" Teriak Evan, yang sedang berjalan.

"Iya ambil aja di lemari" jawabku, tak kalah berteriak.

Ku lihat Evan sudah masuk kedalam kamar. Aku menarik napas dalam, lalu ku baringkan tubuhku diatas sopa yang tengah aku duduki, badanku sungguh sangat lelah sekali, aku memejamkan mataku untuk tidur sebentar sambil menunggu Evan beres mandi. Karna menunggu Evan mandi pasti akan membuat tensi darahku naik, karna entah apa yang di lakukan Evan saat mandi, karna itu orang pasti lama sekali.

Mungkin Evan melakukan konser solo saat mandi. Entahlah hanya tuhan dan Evan yang tau. Sudahlah membahas Evan gak ada ujungnya, aku juga sampai heran, kok bisa orang seperti Evan mempunyai gelar dokter. Lebih baik aku tidur.

***

1 jam kemudian, Evan terlihat baru saja keluar dari kamar mandi, masih menggunakan handuk yang terlilit di pinggangnya. Lalu Evan berjalan menuju lemari, ia mengambil satu setel baju milik Angga untuk mengganti pakaian-nya.

"Ah seger banget" ucap Evan, usai memakai pakaian-nya, lalu Evan beranjak menuju cermin, ia menyisir rambutnya, sambil melihat pantulan dirinya di dalam cermin tersebut.

"Ah ternyata aku tampan juga ya!" Evan memuji dirinya sendiri.

"Oh iya jangan lupa pakai ini, biar wangi" Evan mengambil minyak wangi milik Angga, lalu menyemprotkan keseluruh tubuhnya.

"Sudah ganteng dan wangi" ujarnya, lalu meletakan kembali botol parume tersebut.

Kemudian Evan keluar dari kamar tersebut, Evan berjalan menuju Angga.

"Ya ampun, bisa-bisanya ini orang malah tidur pula, apa gak lengket itu badan" ucap Evan, sambil mendekat kearah Angga.

"Woy bangun!" teriak Evan, sambil melempar bantal sopa kepada Angga yang tengah tertidur pulas tersebut.

"Astagfirullah, sialan lu ngagetin aja!" Angga langsung terbangun, dengan wajah yang terlihat kaget.

"Habis lu, malah tidur. Mandi sana bau!" titah Evan. Menutupi hidungnya.

Namun Angga terisak sejenak, lalu mendekati Evan.

Evan memundurkan tubuhnya saat Angga mendekat kearahnya.

"Eh-eh, mau ngapain lu?" tanya Evan.

"Wah, lu pake parpume gw ya? Sialan lu itu parpume lemited edition tau! Main semprot aja lu" pekik Angga.

"Hehe, cuman dikit. Pelit bangat si lu sama gw" Evan tersenyum, cenggesan.

"Dikit-dikit" ketus Angga. "Minggir gw mau mandi" titahnya.

"Jalan masih luas woy, ngapain nyuruh gw minggir jomblo akut" ledek Evan.

"Ngaca, emang lu bukan jomblo" ketus Angga, sambil berjalan, Angga sengaja menabrakan tubuhnya di bahu Evan.

"Hahaha, iya gw lupa" jawab Evan.

Angga tak menyahut ucapan Evan, ia terus berjalan kearah kamarnya, sedangkan Evan ia duduk kembali di sopa, sambil menahan tawanya.

"Jomblo-jomblo kapan status ini akan berakhir" ucap Evan, meraih remot, lalu memindah-mindahkan Chanel TV tersebut.

Sedangkan Angga yang baru saja memasuki kamarnya, dengan wajah yang masih kesal.

"Ya ampun, berapa banyak tuh orang pake parpume gw, baunya ampe penuh gini dikamar" ucap Angga, menutup hidungnya, lalu mangambil handuk dan langsung menuju kamar mandi.

Karna badannya sudah lengket sekali, Angga begitu membutuhkan kesegaran saat ini. Air adalah salah satu obat agar badannya kembali segar.

Iya air, gak mungkin kamu kan? Emang kamu mau jadi penyegar aku? Eh ngaur. Kamu itu gak bisa jadi penyegar aku, karna kamu itu bukan air, kamu itu gula, yang membuat hidup aku manis. Iya kamu, kamu yang lagi baca novel ini. Kamu manis sekali sih.

Bersambung.

Jangan lupa tinggalkan jejak ya! Like, comen dan Votenya.

Terima kasih.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!