NovelToon NovelToon

My Husband My Hero

01.Selayang Pandang Dari Sang Musuh

Jalannya makin tergesa saat dia melihat para tamu undangan sudah banyak yang meninggalkan aula resort. Sudah bisa dipastikan gadis yang mengenakan dress off-shoulder itu terlihat sangat panik. Alisa berusaha mengejar kedua mempelai yang mulai beranjak meninggalkan tempat pelaminan.

Tanpa Alisa sadari, sepasang mata tajam itu terus meliriknya dari kejauhan. Dika sedang menatap gadis berwajah bulat dengan kulit putih yang terlihat sedang mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Rasa putus asa terlihat jelas di wajah Alisa ketika tidak menemukan seseorang yang dia kenal berada di sana.

Tak ingin berlama-lama berada di aula, Alisa meninggalkan bekas ruang resepsi menuju pelataran resort yang menghadap ke pantai lepas. Hari ini pantai direservasi untuk resepsi pernikahan sang owner resort, tentu saja akan membuat pemandangan pantai terlihat lebih indah tanpa dipenuhi banyak pengunjung yang datang.

Alisa menatap jauh ke depan menikmati hamparan laut lepas dengan sentuhan angin sepoi-sepoi. Kekaguman akan indahnya suasana pantai membuatnya tak sadar jika jalan di depannya itu berundak ke bawah.

"Auuuhhh...!" pekik Alisa terhenyak kaget saat tubuh kurusnya limbung hampir terjatuh. Untung saja, sebuah tangan besar itu langsung menyambar lengan kecilnya.

"Hae, kalo punya mata itu buat lihat jalan!" sinis Dika saat melihat kecerobohan Alisa. Mereka memang sudah pernah bertemu tapi belum mengenal satu dengan yang lainnya.

Gadis itu kemudian menarik lengannya dan pergi meninggalkan Dika yang sedang menggeretakkan rahang karena kesal melihat sikap acuh gadis itu. Mereka lebih terkesan seperti musuh bebuyutan sejak Dika dengan innocent mengatainya wanita jahat. Kala itu Alisa sudah berusaha menyakiti Ajeng karena menyukai cowok yang sama, lelaki itu tak lain Arsean, Dosen mata kuliah Statistik di kampusnya. Ajeng adalah gadis yang sempat mencuri perhatian Dika tapi keberuntungan tidak berpihak padanya karena gadis dambaannya itu, ternyata sudah milik sahabatnya Arsean.

Pertemuan yang dalam situasi yang tidak bersahabat membuat Dika dan Alisa saling menyerang dengan kata-kata pedas ketika ada kesempatan.

Mahardika Setya Paraja adalah sosok yang dikenal irit bicara, bahkan kata kata yang keluar dari mulutnya terkadang terdengar sinis dan apa adanya. Wajah ganteng yang terlihat dingin mempunyai kesan horror bagi siapa saja yang menatapnya. Laki laki dengan perawakan tinggi atletis itu mempunyai kulit sawo matang yang memberi kesan sexy dan exotic. Sosok Dika memang selalu menyisakan kekaguman tersendiri bagi setiap gadis.

Dika menatap Alisa yang sedang berjalan di bibir pantai sendirian. Jika boleh jujur, Dari kaca mata lelaki itu, gadis bertubuh mungil dan berkulit putih itu memang terlihat good looking dan cantik dengan wajah orientalnya itu.

Bohong sekali jika sosok Alisa tidak menarik mata lelaki. Tapi, entah kenapa Dika sangat tidak menyukai karakter yang ada dalam diri gadis yang dianggapnya cengeng dan lemah. Bahkan kesan pertama yang dia kenal, Alisa itu wanita bermuka peri tapi hatinya seperti penyihir.

Tapi pantaskah jika satu kesalahan membuatnya men-judge sosok gadis itu sebegitu buruknya?

Kesan terakhir yang diberikan Alisa pada Dika, Dia adalah sosok yang sangat menyukai anak kecil. Bahkan, saat ini Alisa sudah berteman dengan Ajeng. Tapi, itu tidak merubah anggapan pertama yang diberikannya kepada sosok Alisa, apalagi Alisa sering membalas kesinisannya dengan umpatannya.

"Bang, kenapa hanya menatap saja? Apa Abang berubah haluan? Dia sebenarnya baik, Bang. Cuma terkesan aneh saja. Aku kenal kok, dia anak pasca sarjana yang nggak mau lulus." jelas Nungky yang tiba-tiba ingin mengalihkan perhatian abangnya dari sosok Ajeng yang barusan menggelar acara pernikahan.

"Maksudnya nggak mau lulus, bagaiamana?" hanya pertanyaan itu yang keluar dari bibir cowok cool itu.

"Nggak tau juga. Cuma yang orang tau dia nggak mau ngerjain Thesis saja. Otaknya lumayan pintar. Bahkan teori diselesaikan dengan nilai yang bagus dan cepat. Tapi giliran ngerjain Thesis ditinggalkan gitu aja." Penjelasan Nungky tak mendapatkan jawaban lagi dari Dika. Bahkan, laki-laki itu hanya menatap tajam sosok itu dari kejauhan. Bagi Dika, terlalu banyak misteri yang ada pada sosok cantik tersebut.

"Bang, ayok pulang!" ajak Nungky yang tak ingin berlama-lama di sana karena terik yang menyengat.

"Aku masih mau di sini. Kamu bawa mobil Abang saja! Tapi jangan keluyuran, langsung balik ke kos. Mobil Abang ada GPS nya!" jelas Dika dengan menyerahkan kunci mobil Range Rovernya kepada adik perempuannya. Gadis berkulit putih itu bersorak girang karena tidak biasanya Dika memperbolehkan Nungky untuk membawa mobil sendiri. Tanpa berpamitan, Nungky berlari menghampiri dua sahabatnya Airin dan Dina untuk segera cabut sebelum abangnya berubah pikiran lagi.

Saat ini, Dika hanya duduk diantara perundakan itu dengan menghisap rokok yang baru saja dia nyalakan. Rasa penasarannya dan perasaan yang  mengiba karena sikap Alisa yang menutup diri dari lingkungan, membuat Dika terus bertanya dan tak berhenti berfikir, hingga dia lupa jika dia tak menyukai gadis itu.

Mentari yang berangsur bergeser tak menyurutkan terik yang di pancarkan. Hanya saja angin bertiup kencang dengan semilir halus yang lebih menyejukan suasana. Entah berapa lama dia memandangi gadis yang sedari tadi duduk di tanah berpasir. Alisa, dia masih mengenakan gaun pesta. Gadis dengan rambut di sanggul simple itu tak juga beranjak pergi meski sudah lama dia duduk di sana sendiri. Ntah, apa yang sedang dia lamunkan.

Dari jauh tatapan Dika pun tak beralih darinya.

Hingga akhirnya ombak pun bergerak lebih naik, membuat gadis itu berdiri dan berjalan meninggalkan bibir pantai.

Alisa berjalan menuju cafe yang sedikit menjauh dari resort. Kafe klasik itu memang di luar reservasi karena milik pemerintah daerah. Alisa memesan secangkir kopi untuk menemaninya dalam diam. Gadis itu memang penikmat kopi.

"Hae cantik." Seorang laki-laki dengan tato penuh di lengannya menyapa Alisa yang duduk sendirian.

Alisa hanya terdiam. Bau alkohol yang menyeruak dari tubuh laki-laki itu membuat Alisa tak berani bertindak lebih.

"Boleh aku duduk di sini?" tanya laki- laki itu membuat nyali Alisa sedikit menciut. Alisa sangat takut dengan laki laki dalam kondisi mabuk.

"Sory, Bung. Ini tempatku!" Suara bariton itu menengahi situasi diantara Alisa dan pemuda itu. Dika tiba-tiba datang dengan nampan yang berisi nasi, udang saus tiram, dan jus alpukat yang dibawanya sendiri.

"Sori, Bang." Laki laki itu kemudian menjauh dari meja itu.

"Cepat makanlah! Anggap saja aku membayar hutang saat kita jalan bersama Rinai." titah Dika dengan menyodorkan nampan yang dibawanya tepat di hadapan Alisa.

"Aku tidak lapar." tolak Alisa dengan kalimat singkat gadis itu memalingkan wajahnya.

"Baiklah, aku akan memanggil brandalan itu lagi." Dika tahu, sejak datang, Alisa belum makan atau minum sesuatu.

"Jangan!" Dengan cepat Alisa menahan lengan Dika yang akan beranjak pergi.

Alisa pun menuruti apa yang dikatakan Dika sebelum dia benar benar memanggil berandalan itu. Jujur, Alisa bersyukur karena berandalan itu sudah menjauh meski dia harus dihadapkan pada laki laki yang juga membuat dirinya tak kalah muaknya.

"Udah kenyang." ucap Alisa menyisakan separo makanannya.

"Habiskan! Itu tadi cuma separo porsi." Paksa Dika membuat Alisa melotot ke arah Dika.

"Apa-apaan ini? Yang punya lambung aku, bukan kamu! Aku udah kenyang." sergah Alisa dengan sewotnya.

"Baiklah atau aku ...." ucapan Dika menggantung saat melihat Alisa kembali menyendok makanan yang ada di depannya.

Gadis itu menghentakkan kedua kakinya karena kesal dengan kelakuan laki laki yang masih menatapnya tajam itu. Dika menunggui Alisa menghabiskan makanannya.

"Ooogh ..." Alisa menutup mulutnya yang hampir muntah, dia merasa negh karena memang sudah merasa sangat kenyang.

"Berhenti!" Dika menghentikan Alisa yang terkesan memaksakan makanannya masuk ke mulutnya. Dika baru menyadari ternyata porsi makan Alisa yang memang terlalu sedikit.

Jangan lupa tinggalkan jejak yeeeea.

*Novel ini ada sekuel dari 'Cinta Untuk Jodohku' di aplikasi sebelah. Jadi Jika awalnya sedikit rancu harap bersabar karena semakin masuk ke dalam bab selanjutnya anda dijamin baper.

Happy reading gaes*

02.Tawaran Menikah

"Bang, ayolah cepat sedikit!" ucap Nungky sambil menarik lengan abangnya saat di lobby apartemen. Dia memang sudah mengatakan pada Airin jika akan mengambil beberapa buku jurnal yang akan dipinjamkan oleh Airin untuk materi tugas yang dikumpulkannya besok.

Dika hanya membuntuti Nungky yang melangkah dengan tergesa ke arah lift. Gadis itu terlihat gusar menunggu lift yang tak kunjung terbuka. Laki-laki dengan aura cool itu cuma mendengus kesal saat melirik gerak gerik adiknya yang tidak tenang sama sekali.

"Sabar sedikit kenapa?" ucap Dika terdengar dingin. Mendapat teguran dari abangnya, Nungky sedikit menenangkan kegelisahan tubuhnya.

Lift terbuka, wanita setengah baya dan satu orang pria dengan tampilan parlente keluar terlebih dahulu, disusul seorang gadis masih mengenakan baju kerja terlihat menundukkan wajahnya hingga sebagain wajahnya tertutup rambut yang terurai.

Dika dan Nungky yang sempat terkejut itu pun memperhatikan sosok gadis yang terlihat itu melewati mereka tanpa menoleh sedikit pun.

Kenapa dia terlihat aneh? Bahkan seperti tak mau tau sekitarnya. Atau dia dalam sebuah tekanan.

Dika masih merasa curiga, tapi kemudian kakak beradik itu kemudian masuk ke dalam lift masih dengan pikiran yang mengganjal.

"Bang, apa Abang nggak merasa aneh dengan sikap kakak angkatanku itu?" tanya Nungky yang merasakan gelagat aneh dengan sikap Alisa. Biar bagaimanapun Nungky adalah mahasiswa psikologi, sedikit banyak dia akan peka dengan sikap seseorang.

"Sudah, jangan kebanyakan urusan!" ujar Dika berusaha mengalihkan perhatian Nungky. Tapi, laki laki berhidung mancung itu cukup dibuat penasaran dengan kejadian itu. Lelaki dengan IQ di atas rata- rata sudah menyimpan banyak daftar pertanyaan tentang gadis itu.

"Tapi kenapa aku begitu penasaran dengan kehidupannya?" gumam Dika dalam hati.

Lift terbuka, keduanya berjalan memasuki lorong menuju unit apartemen milik Airin.

"Kamu masuk saja. Aku menunggumu di dekat jendela yang ada di sana!" ucap Dika dengan menunjuk ke arah dinding kaca paling ujung dari ruangan di lantai sembilan.

Dika menyandarkan sebelah tubuh tegapnya di jendela kaca yang tertutup. Laki laki itu mengeluarkan tabnya dari dalam jaket kulit yang sudah seperti atribut yang wajib dia kenakan. Matanya kini fokus pada benda itu bahkan perintah di otaknya secara otomatis bekerja lebih cepat karena rasa penasaran.

Hal pertama yang akan dilakukannya adalah meretas CCTV yang ada di dalam lift. Hanya dengan waktu yang cukup singkat lelaki itu berhasil memperlihatkan sebuah adegan yang terdapat di dalam lift.

"Mama nggak mau tau, pokoknya kamu harus menikah dengan Andress. Itu pun jika kamu masih ingin melihat papamu tetap hidup!"

ucap wanita setengah baya yang terlihat satu lift bersama gadis itu.

"Al, jika kau menikah denganku percayalah aku akan memberikan apa saja yang kamu inginkan." sela laki laki seumuran Dika dengan rambut klimis dan rapi. Tampilannya cukup parlente dan perawakan yang terlihat gagah.

"Please, Ma. Jangan apa-apakan Papa. Cuma Papa yang Alisa punya. Tapi, Alisa belum lulus kuliah, jadi Alisa tidak menikah dulu sebelum lulus." lirih Alisa mencoba meyakinkan wanita yang dipanggilnya Mama itu.

Plaaakkk ....

Sebuah tamparan mendarat di pipi mulus itu. Gadis itu terdengar mengerang kesakitan tapi tidak bisa berbuat apapun kecuali mengelus pipinya yang terlihat memerah.

"Kamu pikir Mama bodoh. Kamu sengaja mengulur kelulusanmu, kan?" sergah wanita itu terlihat sangat emosional. Alisa terdiam hingga lift itu terbuka.

Dika menutup kembali tabnya dan berusaha mengingat pria yang akan dijodohkan dengan Alisa. Laki laki berambut cepak itu seperti yakin tapi tidak yakin karena ingatannya tertuju pada sebuah sindikat mafia.

Saat Dika mengingat tato kecil di tangan pria gagah itu, dia yakin jika laki laki itu salah satu pentolan sindikat mafia yang cukup licin untuk di tangkap.

"Sebenarnya siapa gadis itu? Kenapa dia harus berurusan dengan orang yang cukup berbahaya? Apa laki laki itu memang mencintai Alisa?" pertanyaan demi pertanyaan membuatnya tertegun sejenak.

Sebuah ide gila saat ini sudah bersarang di otaknya. Mungkinkah semua itu karena overthinking hingga dia memikirkan hal segila ini.

Lelaki yang saat menatap lorong apartemen itu tidak sengaja melihat gadis yang mengenakan rok span dan blazer hitam itu masuk ke dalam salah satu unit apartemen di lantai sembilan.

"Apa aku harus bertindak sejauh ini?" gumam Dika dalam hati. Mungkin ini akan saling menguntungkan, tapi juga banyak yang dipertaruhkan.

Dika menatap temperaman lampu yang sudah menghias kota, kala petang datang menjelma. Pria tinggi itu menatap jam Rolex yang melingkar di lengan kokohnya. Waktu menunjukan pukul delapan malam. Akhirnya dia berjalan ke arah unit apartemen milik gadis yang sedari tadi sedang ada dalam pikirannya. Dika melihat Alisa masuk ke dalam salah satu unit apartemen.

Dua kali Dika memencet bel hingga akhirnya Alisa membukakan pintu untuknya. Gadis yang masih mengenakan kemeja kerja dengan rok span itu mengernyitkan alis, menatap bingung ketika melihat musuh bebuyutannya sudah berdiri di depan pintu.

"Bolehkah aku masuk?" tanya Dika saat melihat Alisa hanya tertegun.

"Silahkan!" ucapnya dengan malas. Gadis itu merasa insecure saat melihat kehadiran Dika yang selalu memancing mood buruknya.

"Silahkan duduk! Ada apa?" cecar Alisa seperti tak ingin berbasa basi, biasanya laki laki itu pun tak pernah bisa berbasa basi atau sekedar menjaga perasaan dirinya.

Dika duduk di sofa tamu. Laki laki yang punya sorot mata sayu dan alis tebal itu seperti meneliti setiap sudut apartemen yang di tempati Alisa, hingga suara deheman gadis itu kini menyadarkannya kembali.

"Mau kah kau menikah denganku?" tawaran atau pertanyaaan yang tak pernah disangka Alisa. Gadis itu terlihat shock dan menatap Dika dengan penuh tanya.

"Apa kau sudah gila? Atau kau sedang mabuk hingga tiba-tiba hilang akal seperti ini?" cebik Alisa dengan memalingkan pandangan dari sosok di depannya.

"Aku serius." jawab Dika. Pernyataannya itu membuat Alisa semakin mengerutkan keningnya.

"Lelucon apalagi yang saat ini sedang menimpaku. Seseorang yang tak pernah menyukaiku kini menawariku sebuah pernikahan?" dengusnya kemudian tersenyum sinis ke arah Dika.

Alisa mencoba mengambil semua pemikiran dari otak warasnya tapi nyatanya dia tak menemukan alasan kenapa pria di depannya menawarkan sebuah pernikahan.

"Apa kau sedang bercanda? Mengerjaiku? Atau bahkan kau hanya mengejekku?" cecar Alisa pada Dika.

"Aku serius. Meski kita tidak punya perasaan cinta atau saling suka, tapi aku pikir ini sangat menguntungkan untukmu." Kalimat pertama yang terdengar panjang dari mulut pria berahang tegas itu.

"Setidaknya, ini menyelamatkanmu dari pria yang akan dijodohkan denganmu." lanjut Dika membuat Alisa terhenyak kaget karena Dika mengetahui duduk permasalahan yang saat ini sedang dia hadapi.

"Aku tak tau pangkal dari masalahmu. Yang aku tahu, kau akan dijodohkan dengan pria yang kurang tepat."

"Jadi menurutmu kamu yang tepat menikah denganku? " ketus Alisa kesal karena merasa tak ada pilihan yang jauh lebih baik untuknya.

"Mungkin sama-sama tidak tepat, tapi setidaknya aku jauh lebih baik dari pria itu." ucap Dika yang tak mungkin mengucapkan alasan sebenarnya.

"Apa karena Ajeng menikah hingga kau jadi segila ini?" ejek Alisa dengan senyum sinis dan wajah kesal.

"Mungkin salah satunya." jawab Dika dengan enteng padahal ada alasan lain yang membuatnya mengambil tindakan ini.

"Halo... iya tunggu! Abang akan datang." sambungnya saat menjawab telpon dari Nungky.

"Berikan aku no ponselmu!" Dika menyodorkan ponselnya ke arah Alisa. Gadis itu juga menurut saja karena bisa jadi, tawarannya akan jauh lebih baik dari pada menikahi pria yang dijodohkan oleh mama tirinya.

"Aku menunggu jawabanmu. Aku pergi dulu!" pamit Dika, dan Alisa hanya mengangguk bingung dengan menatap punggung bidang laki laki yang saat ini meninggalkan apartemennya.

Jangan lupa tinggalkan jejak ya. Terima kasih sudah mampir.

03. Restu

Alisa memejamkan matanya dan berusaha membuat tidurnya terlelap. Tapi sayang, gadis itu hanya guling ke kanan dan sebentar guling ke kiri hingga akhirnya dia memilih bangkit  dan duduk di atas tempat tidur. Gadis itu m menghela nafas berat dengan menatap jam dinding yang menunjukkan pukul sebelas malam. Tidurnya kali ini dibuat gelisah karena tawaran menikah yang di lontarkan laki laki asing untuknya.

"Kenapa aku terpengaruh dengan ucapannya?" cicitnya yang kemudian menyibakkan selimut tebalnya dan beranjak ke dapur untuk mencari air minum.

Sebelum melangkah keluar kamar,  Alisa menatap ponselnya dan meraih benda pipih itu dari atas nakas.

Besok aku tunggu di cafe Horison sepulang kerja untuk keputusanmu.

Dika

Alisa membaca pesan yang dikirim oleh Dika dan kemudian meletakkan kembali ponselnya.

"Ah, kenapa jadi begini?" gumam Alisa saat dia berada di meja makan dengan segelas air di tangannya.

"Bukannya sama saja jika aku menikah dengan Andres atau laki laki songong itu? Mereka sama-sama asing bagiku. Tapi apa memang aku harus menikah saat ini?" Beberapa pikiran yang menggelitik otaknya kini tak bisa dihindari.

"Andress, aku tak mengenalnya tapi aku sedikit takut jika melihat sorot matanya dan sejak kapan mama berminat dengan hidupku jika tak punya tujuan untuk keuntungannya. Tapi laki-laki songong itu, sikapnya terlalu arogan. Bahkan auranya sangat tidak menyenangkan di balik wajah gantengnya." Alisa bermonolog dengan dirinya sendiri. Gadis berbibir mungil itu mencoba mengistirahatkan lagi otaknya agar bisa berfikir lebih jernih untuk beberapa opsi yang membuat dilema.

###

Alisa sengaja menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat dan pulang lebih awal, setelah meminta ijin pada Arini yang berstatus atasannya. Dia ingin menemui Dika secepatnya. Pukul empat sore Alisa sudah memarkirkan mobilnya di sebuah cafe yang tidak jauh dari kantornya. Hari ini, dia sengaja mengenakan celana bahan dengan kemeja bermotif bunga karena tidak mau kejadian saat Dika mengatakan jika dirinya sedang memamer kan pahanya itu  terulang, saat itu dia sedang mengenakan rok span. Alisa Oria Norah sesimpel apapun tampilannya tetep saja memberi kesan elegant.

Gadis berkulit putih itu memasuki pintu utama cafe. Pandangannya menyapu seluruh isi ruangan hingga dia mendapati seorang laki laki yang mengenakan kemeja bermotif kotak yang di padu dengan celana jeans itu masih menatap MacBooknya dengan serius. Tubuh tinggi dan gagah, serta wajah gantengnya itu membuatnya mencolok diantara pengunjung lainnya.

"Sudah lama?" sapa Alisa saat berdiri di depan Dika.

"Duduklah!" jawab Dika masih fokus pada MacBooknya dan sesaat kemudian menutupnya.

Ah, seperti biasa sikap Dika membuat jengah gadis yang sedari tadi menatapnya. Tapi kali ini Alisa sudah mulai terbiasa dengan perlakuan dipandang sebelah mata oleh pria itu. 

"Bagaimana keputusanmu?" tanya Dika dengan menatap tajam Alisa.

"Apa yang kamu harapkan dari pernikahan ini?" Alisa pun balik bertanya pada laki laki yang menyandarkan punggungnya di kursi.

"Status! Mamaku sudah mendesakku menikah sebelum usiaku 30 tahun." bohong Dika yang juga masih menyisakan ragu di benak Alisa.

"Aku belum ingin terikat. Apalagi jika hatiku masih terpaut dengan seseorang." lanjut lelaki berkulit sawo matang itu.

"Ajeng?  Maksudmu aku pion dalam permainanmu?" sela Alisa dengan senyum sinis yang nampak jelas di sudut bibir mungilnya. Segitukah dia menyepelekan aku? hingga aku tak pernah dianggap sama sekali.

"Bukankah ini saling menguntungkan. Apa kau yakin jika mamamu memilihkan pria baik untukmu? Aku rasa beliau tidak peduli dengan kehidupanmu. Sedangkan kau juga dituntut untuk menikah bukan?." ucap Dika dengan santai tapi sorot matanya mengintimidasi penuh untuk jawaban gadis di depannya.

Alisa terdiam,"laki laki ini seperti meyakinkan keputusanku." gumam Alisa dalam hati. Sejenak Alisa nampak terdiam. Dia memang sedang berfikir untuk mengambil keputusan yang terbaik.

"Bagaimana?" desak Dika saat melihat Alisa tertegun.

"Baiklah, tapi sekarang kita akan menemui papa dulu!" Alisa pun mengiyakan ide gila Dika. Ya, dia pikir setidaknya akan ada seorang dalam hidupnya setelah papanya.

"Lebih cepat lebih baik." Dika memasukan Macbooknya ke dalam ransel.

Keduanya berjalan menuju parkiran. Saat mendapati kendaraan mereka masing-masing, akhirnya Dika meminta Alisa meninggalkan mobilnya dan pergi ke rumah papanya dengan menggunakan Jeep miliknya.

Alisa melirik cemas Sosok di sampingnya yang masih fokus dengan ramainya jalan di tengah kota. Mereka hanya terdiam saat perjalanan menuju rumah Papa Alisa.

"Di mana alamatnya?" tanya Dika saat memasuki kawasan perumahan elite.

"Rumah no. 05 bercat putih dengan dua pohon palm di depannya." jelas Alisa.

Tanpa menjawab Alisa, Dika membelokan mobilnya ke halaman rumah yang nampak sangat sepi. Mereka berjalan bersama menuju pintu utama rumah berlantai dua itu.

Alisa memencet bel beberapa kali hingga nampak seorang wanita yang tak lagi muda itu membukakan pintu.

"Ada apa, Al? Kok, tumben ke sini?" Mendengar pertanyaan wanita yang dia tau mama Alisa, Dika mengerutkan kening merasa Aneh.

"Ingin bertemu papa, Ma?" jawab Alisa masih terlihat tenang.

"Ayo masuk! Papamu ada di ruang tengah." ucap wanita itu yang kemudian menutup kembali pintu rumah.

Sudah lama Alisa tak berkunjung. Rasanya dia sangat merindukan papanya, saat melihat lelaki yang sedang menonton tv membuat mata Alisa berkaca-kaca.

"Al, kemarilah!" ucap Handoko saat melihat putri satu satunya berjalan ke arahnya.

"Pa, Alisa kangen Papa." Gadis bertubuh kurus itu memeluk erat sang Papa.

"Al, siapa dia?" tanya Handoko saat matanya menangkap keberadaan laki laki dengan perawakan tinggi yang datang bersama anak gadisnya.

"Dia, Mas Dika." jawab Alisa setelah meregangkan pelukan ayahnya. Dan menatap ke arah Dika, membuat Dika maju beberapa langkah untuk menyalami Handoko.

"Kenalkan, nama saya Dika."

"Silahkan duduk!" sambut Handoko dengan ramah.

"Saya sebenarnya ke sini ingin meminta anak gadis Om untuk menjadi istri saya." tutur Dika langsung ke inti.

"Hah serius Al, kenapa mendadak?" sela wanita setengah baya yang duduk di sebelah Handoko. Wanita itu seperti tidak begitu yakin dengan apa yang sudah didengarnya.

"Apa kamu sedang hamil, Al?" pertanyaan papanya membuat Alisa tersedak teh hangat yang baru saja dia minum.

"Pelan-pelan." Dika yang duduk di sampingnya menepuk pelan punggung gadis itu.

Dua hal yang membuat Alisa terheran. Pertama, pertanyaan ayahnya. Kedua, sikap manis Dika penuh kepura-puraan. Betapa ahlinya pria itu saat berakting.

"Nggak, Pa. Sebenarnya kami merencakan ini sudah lama."

"Kami berharap Om bisa memberikan restu pada kami untuk menikah dalam waktu dekat karena usia kamu yang sudah mumpuni." sela Dika sedikit mendesak

"Al, apa kamu sudah tahu latar belakang dia?" Mendengar pertanyaan itu, Dika hanya melirik tajam wanita yang duduk di sebelah Handoko.

"Baiklah, Papa akan merestui apapun keputusan kamu. Papa yakin kamu sudah memikirkan dengan baik, lagi pula Papa juga ingin cepat punya cucu." jawab Handoko sambil tersenyum.

"Tapi pa...," sela Liana sebagai mama tiri Alisa.

"Kami hanya ingin menikah di depan keluarga saja, Pa. Tidak usah ada resepsi atau ramai-ramai dan semacamnya."

"Kenapa? Tapi harus sah sesuai agama dan negara, lo!" sergah Liana seolah ingin memojokkan Alisa.

"Tentu saja, Tante." jawab Dika membuat Alisa menoleh ke arahnya.

"Papa sudah percayakan semua padamu, Al. Tapi, jangan lupa sebelum menikah berkunjunglah ke makam mamamu." kalimat itu membuat Dika terhenyak kaget. Satu fakta yang belum di ketahui olehnya jika wanita yang ada di depannya adalah mama tiri Alisa. Pantas saja perlakuannya seperti itu. Dika sedikit melirik Alisa yang tertunduk. Ada sedikit rasa iba dan bersalah sudah membawa gadis itu dalam ide ini.

Bersambung

Tinggalkan jejak ya gengs

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!