"ehh!!! lu yang jalan nggak lihat-lihat noh, asal nelonyor aja, lu liat nggak lecet ni jas mahal gua!!", pria itu balik mengomel pada Nindi.
"idihhh... jas beli di pasar loak aja belagu lu!!", kata Nindi sambil memonyongkan bibirnya.
"eh eh ehh... sembarangan aja lu kalo ngomong ya!!" jawab pria tersebut.
"udah ah, dari pada ribut mulu sama lu nggak jelas mending gua cepetan pulang, ntar sial lagi!" sambil berlalu melewati pri itu.
Pri itu adalah Cahya Lingga Wirawan. Dia adalah penerus satu-satunya perusahaan tersebut. Namun Nindi belum mengetahui akan hal itu.
"Cantik juga tuh cewek, tapi siapa ya?", Lingga bergumam sendiri.
Tanpa ia sadari ada sepasang mata yang mengamatinya sedari tadi.
"Apa yang kamu lakukan disini?", tanya orang tersebut tak lain halnya Mamanya Lingga sendiri yang tak sengaja melihat adu mulut anaknya tadi bersama seorang wanita muda tadi. Nyonya Ana Wirawan adalah istri dari pemilik perusahaan tersebut.
"Eh mama, nggak itu tadi ada cewek nggak sengaja nabrak Lingga ma. Oh iya, tumben mama dateng ke kantor udah jam pulang kerja?" tanya Lingga.
"Oh iya, ini mama mau jemput papa kamu tadi katanya gk enak badan".
"Oh ya udah ma, Lingga duluan ya ada barang yang ketinggalan di ruangan".
"Ya udah mama juga mau keruangan papa kamu dulu ya?". "Oke ma".
Sambil berjalan menuju ruangan suaminya, Ana memikirkan hal yang tadi dilihatnya kalau anaknya mau berbicara dengan wanita yang belum dikenal. Setahunya, sejak Lingga gagal bertunangan tahun lalu dengan wanita yang pernah ia cintai, Lingga tidak pernah mau berbicara dengan lawan jenis. Jangankan berbicara, mau melihat perempuan saja tidak. Maka dari itu, karyawan di kantor itu tidak ada yang berani dekat dengan Lingga. Mereka takut melihat aura galak dari wajah Lingga. Paling hanya sekedar menegur, itupun tidak pernah mendapatkan respon dari Lingga.
"Siapa perempuan itu?", Ana bergumam.
**
"Siapa ya,, yang gua tabrak di depan lift kantor tadi?. Ganteng sih gayanya juga cool tapi judes amat kalo ngomong?".
"Kamu ngomong sama siapa sih, sambil melamun lagi pamali tauk, berdiri depan pintu sambil melamun".
"Iihh.. ibuk ah, siapa juga yang melamun orang lagi liat halaman!", gerutu Nindi pada ibunya yang sudah menangkap basahnya saat melamun tadi.
"Gimana hari ini, apa sudah dapet kerjaannnya?", tanya Bu Lasmi
"Oh iya buk, Nindi sudah dapet kerjaan buk jadi cleaning servis di perusahaan Kencana Indah yang ada di tengah kota ini buk", Nindi menjawab pertanyaan ibunya dengan antusias.
"Oh ya sukur kalo kamu udah dapet kerjaan nak, ibu ikut senang dengernya. Kerja yang hati-hati jangan sampai ada kesalahan lagi", Bu Lasmi tersenyum.
"Iya buk Nindi janji".
**
Tugas yang dikerjakan oleh Nindi tidak terlalu berat untuknya. Ia hanya ditugaskan menyapu dan mengepel lantai VIP pagi-pagi sebelum para petinggi kantor tersebut datang.
"Pagi Nin,??", sapa Ayu.
"Pagi juga Yu", jawab Nindi.
"Oh iya, kamu udah denger belom kalo sebentar lagi perusahaan ini akan ganti pemimpin??", tanya Ayu pada Nindi.
"Emang siapa Yu yang mau mimpin perusahaan ini besok?", Nindi mengerutkan.
"Anak dari pemilik perusahaan ini lah Nin".
"Ooohh..". Nindi hanya ber oh ria sambil manggut-manggut.
Tiba-tiba...
"Hei kalian para ladies, sedang bicarain siapa?", Joni ikut nimbrung pembicaraan 2 wanita itu.
"Apaan sih lu Jon, ikut nimbrung aja dasar ketoprak gosong!!", jawab Ayu sambil memukul pelan kepala Joni pakai tangkai pel yang ia pegang.
"Aduhhh... apaan sih lu Yu asal pukul aja. Gini-gini beharga ni kepala gua, apalagi kepala bawah, hehehhhe😁", sambil memegang kepalanya yang tadi kena pentung dengan Ayu sambil pula cengengesan. Nindi hanya tertawa melihat tingkah kedua teman barunya itu
"Idiiihh, mit amit dah Jon. Udah Nin, kita lanjut kerja aja dari pada ngeladenin nih orang, bikin naik tensi mulu!!".
"Ayok, bentar lagi juga udah selesai".
Nindi memang diberi jatah membersihkan lantai VIP bersama Ayu dan Joni tersebut. Untungnya ia mendapatkan teman yang enak diajak bergaul, baik pula seperti Ayu.
***
"Udah selesai Nin, kita istirahat dulu yuk di kantin sambil ngisi perut?", ajak Ayu.
"Ayok", jawab Nindi.
Nindi senang bila ada teman yang perhatian seperti Ayu, dan mau di ajak kerja sama. Jadi Nindi tak perlu canggung untuk bertanya jika ada hal yang tidak dimengertinya.
Sampai di kantin mereka memesan makanan. Sambil menunggu pesanan datang mereka berbincang-bincang mengakrabkan diri.
"Nin, ngomong-ngomong, orang tua lu masih ada ya?", tanya Ayu yang penasaran dengan kehidupan teman barunya itu.
"Alhamdulillah orang tua masih ada semua Yu, bapak gua kerja jadi satpam di sekolah dasar, kalo ibu jualan makanan di sekolah itu juga, gua orang nggak punya Yu", tutur Nindi menjelaskan kedua orangtuanya.
"Ya nnggak papa lh Nin, yang penting itu pekerjaan yang halal. Lagi pula nggak minta sama orang juga kan??", Ayu menjawab dengan senyuman.
"Kalo lu sendiri gimana Yu?", Nindi bertanya balik pada Ayu.
"Huummph.. gua udah nggak ada siapa-siapa lagi Nin. Bisa dibilang hidup sebatang kara", jawab Ayu sambil menatap kosong ke depan.
"Aduhh gua minta maaf ya Yu, gua nggak maksud nyinggung lu,, maaf banget ya Yu??", Nindi berkata sambil memegang tangan Ayu yang ada disebelahnya, merasa bersalah karna melihat raut wajah Ayu yang sedih.
Seketika itu juga Ayu langsung tersenyum ke arah Nindi dan berkata, "ngak papa Nin, jangan merasa bersalah gitu deh biasa aja kali", sambil tertawa kecil melihat raut wajah Nindi yang kebingungan.
"gua jelasin ya ke elu, ayah gua meninggal waktu gua masih kecil karna kecelakaan, dan kalo ibu gua sudah setahun yang lalu nyusul ayah gua karna penyakitnya yang nggak sembuh-sembuh, karena gua emang nggak punya uang buat berobat ibu".
"Ohh gitu, gimana kalo elu gua ajak kerumah gua nanti sekalian nginep gitu?", Nindi berniat untuk mengajak Ayu bermalam dirumahnya.
"Ehhmm.. boleh juga sih", Ayu tersenyum menanggapi permintaan Nindi. Seketika itu juga Nindi ingat akan sesuatu.
"Ehhmm... gua baru inget kalo boleh tau elu tinggal dimana Yu?".
"Gua tinggal sendiri Nin, di rumah peninggalan almarhum orang tua gua, lumayanlah untuk berteduh nggak kepanasan nggak kehujanan".
"Oohhh", jawab Nindi.
Pesanan mereka pun datang, tanpa basa basi mereka langsung menyantap makan siang mereka. Saat mereka sedang menikmati makanan mereka, eh tau-taunya si Joni Dateng nih alias ketoprak gosong.
"Eh ketoprak gosong, bisa nggak sih lu jangan muncul terus di depan gua!!" Ayu langsung menodongnya dengan pertanyaan.
"eh lu gentong penyok bisa diam nggak, emang nggak boleh apa gua gabung? sadis amat lu jadi orang", jawab Joni seraya menonyor kepala Ayu.
Nindi yang mendengarnya hanya tersenyum melihat tingkah kedua temannya. Sebenarnya dari tadi Joni sudah duduk di dekat meja kedua wanita itu, tapi karna mendengar percakapan mereka diurungkannya niat untuk bergabung. Joni pun merasakan kesedihan yang dirasakan oleh Ayu, karna sebenarnya Joni diam-diam suka sama Ayu. Tapi belum saatnya untuk dia mengatakan hal itu. Selesai mereka makan, mereka pun membayarnya kepada bibik Sri yang menjual makanan di kantin tersebut.
"Berapaan bik?", tanya Nindi yang belum mengerti harga-harga makanan disitu.
"Semuanya makanannya udah dibayar neng", jawab bik Sri dengan santai.
"Loh, siapa yang bayar bik, saya aja belum bayar kok tadi??", Nindi kebingungan.
"Bibik nggak bisa kasih taunya neng, yang jelas makanannya neng Ayu sama neng siapa ini namanya bibik ngga tau??"
"Nindi bik, panggil aja saya Nindi".
"Oh iya neng Nindi, udah dibayar".
"Punya saya juga dibayar ngga bik??", Joni ikut bertanya.
"Maaf ya Jon, kalo punya kamu mah bayar sendiri!!", ekspresi wajah bik Sri langsung sewot melihat Joni.
"aahh.. bibik mah payah ah, masa mereka ada yang bayarin akunya ngaa sih bik??", gerutu Joni.
"Kalo mau dibayarin ya jangan jadi cowok, jadi cewek noh. Sedangkan mereka berdua aja dibayarin sama seorang cowok kok!", timpal Andi anak laki-laki bik Sri yang membantu bik Sri berjualan di kantin tersebut.
Andi langsung menutup mulutnya, karna keceplosan. "Loh bik, emang siapa yang bayarin kita si??", tanya Ayu yang kepo setengah mati dan Nindi yang hanya bengong kaya sapi ompong.
"Eh anu, itu neng bukan siapa-siapa kok, ngga usah terlalu dipikirin ya??. Udah sana aja kerja lagi, ntar telat dimarah loh sama bosnya?", bik Sri mengalihkan pembicaraan supaya ngga ketahuan. Nindi yang tadi bengong justru malah menyipitkan matanya, tanda curiga pada bik Sri dan anaknya itu.
"Ya udah bik kami kerja lagi, makasih banyak ya bik??", Ayu mengakhiri pembicaraan.
"Eh eh ehh.. wooiyyy, tunggu gua, gua belom bayar nih!!", kata Joni setengah berteriak sambil mengeluarkan uang dari dompetnya untuk membayar makanannya sendiri.
"Yu, ngomong-ngomong siapa ya yang bayarin makanan kita tadi jadi penasaran setengah mati gua jadinya??", tanya Nindi yang dari tadi penasaran.
"iya ya, aku juga jadi kepo dibuatnya. tumben-tumbenan ada yang traktir siang bolong begini?", jawab Ayu sambil mengangkat kedua bahunya.
"Ah, bodo amat lah yang penting kita udah makan udah kenyang kembali kerja lagi", lanjuut Nindi tanpa memperdulikan di depannya bahwa ada sepasang mata yang melihatnya dari pintu ruangan cleaning servis dengan tatapan yang tak bisa di artikan.
Saat mereka asik berjalan menuju ruangan khusus cleaning servis sambil bercerita, tanpa mereka sadari mereka berpapasan dengan seorang pria tak lain halnya adalah Lingga yang kemarin tak sengaja bertabrakan dengan Nindi saat Lingga ingin keluar dari ruangan itu.
Lingga baru saja menemui kepala staf cleaning servis karna ada sesuatu hal yang ingin disampaikannya.
Saat Nindi sadar siapa orang yang berdiri di depan pintu masuk itu, langsung dia teringat dengan kejadian kemarin.
"Eh, tunggu-tunggu dulu, elu kan yang kemarin nabrak gua di depan lift itu kan??", tanyanya pada Lingga sambil mengingat-ingat kejadian kemarin.
"Kalo iya emang kenapa?", Lingga balik bertanya pada Nindi dengan wajah galak.
"Eh Nin, lu ngapain nanya begitu?", Ayu berbisik di telinga Nindi karna dia tahu dia sedang berhadapan dengan siapa bukan orang sembarangan di kantor ini.
"Ini dia ni orangnya yang nabrak gua kemarin Yu pas gua mau keluar lift pulang kerja, bukanya minta maaf malah balik nyalahin gua, eh tau-taunya ketemu lagi sama nih orang!!!", gerutu Nindi sambil memonyongkan bibirnya ke depan.
Tanpa ia sadari, kalau wajah laki-laki yang tadi terlihat seram itu berubah sedikit menyunggingkan senyum melihatnya kesal seperti itu. Ayu yang melihat Lingga tersenyum pun menjadi heran dengan atasannya tersebut. Karena sudah sangat lama ia tidak pernah lagi melihat senyum yang menghiasi wajah Lingga seperti itu.
Ayu berniat untuk mengajak Nindi masuk, dari pada Nindi terus mengomel tidak jelas di depan pintu.
"Emmh maaf pak, teman saya sudah lancang dengan bapak?", kata Ayu sambil bergegas masuk dan menyeret tangan Nindi untuk ikut masuk pula.
"Silahkan", jawab Lingga. Ia hanya memutar sedikit tubuhnya untuk melihat ke arah Nindi dengan senyum yang belum memudar.
***
"eh elu ngapain sih cari masalah sama pak Lingga Nin?", tanpa ba-bi-bu ayu betanya saat sudah berada dalam ruangan sambil memperhatikan ke arah luar, takut kalau masih ada pak Lingga di depan pintu yang mendengar pembicaraan mereka.
"Itu kemarin pas pulang kerja waktu gua mau keluar lift, eh dianya nabrak gua Yu. Bukannya minta maaf malah balik nuduh gua dianya!!", gerutu Nindi.
"Ya ampun Nin, eh elu tau nggak sih dia tu siapa", tanya Ayu dengan serius. "Emangnya siapa?". "Dia itu pewaris perusahaan ini Nin, jadi elu belom tau yang gua ceritain kemarin maksudnya siapa??".
"Oohhh... jadi dia yang elu bilang kemarin mau jadi pemimpin baru kantor ini Yu?", Nindi balik bertanya dengan ekspresi kaget yang teramat dan tak lupa pula mulut yang menganga lebar seperti danau Toba.
"Ya iya lah Nin. Dia itu namanya Cahya Lingga Wirawan putra tunggal dari pak Hendra Wirawan pemilik perusahaan ini Nindi!!! masa elu ngga tau sih", jelas Ayu sambil gregetan pengen cubit pipi mulus Nindi.
"Iya iya.. sekarang gua ngerti kok dia tu siapa, untung gua ngga di pecat ya kemarin??", sambil memegang dadanya merasa bersalah.
"Eh tapi tunggu dulu deh, gua agak heran sih sama pak Lingga tadi Nin??", Ayu mengerutkan keningnya.
"Emangnya heran kenapa Yu??, ada yang salah?", Nindi balik bertanya.
"Setahu gua yang namanya Pak Lingga tu ngga mau bicara dengan perempuan, kecuali hal penting. Itu aja kadang nyuruh asistennya yang ngomong. Dan elu tau ngga, ini baru pertama kalinya selama gua kerja disini liat Pak Lingga mau turun tangan sendiri ngurusin kerjaan kantor, apalagi masuk ke ruangan cleaning servis gini", jelas Ayu sambil menerka-nerka.
"Tunggu dulu tadi elu bilang kalo Pak Lingga ngga mau bicara dengan perempuan, emangnya kenapa??", Tanya Nindi.
"Gua jelasin ya ke elu, Pak Lingga ntu pernah gagal tunangan sama pacarnya.Kalo masalahnya apa sih juga kurang tau, tapi yang jelas semenjak kejadian itu dia ngga pernah mau ngomong-ngomong lagi sama lawan jenis. Jangankan ngomong, jawab omongan elu kaya tadi aja dia ngga pernah sama perempuan lain apalagi senyum ke elu tu tadi" Ayu kebingungan.
"Apa kata elu tadi, senyum ke gua??, mana mungkin lah Yu Yuuu". Nindi justru tertawa mendengar penuturan temannya itu.
" Loh,, kok elu ngga percaya sih sama gua, gua beneran Nindiii!! Eitss.. apa jangan-jangan Pak Lingga suka sama elu lagi Nin?".
"hahhahhaha.. udah udah... ah becanda mulu dari tadi. Ngehalu aja lu siang bolong begini Yu, lanjut kerja lagi noh". Nindi sambil tertawa terkekeh-kekeh.
"Elu mah ngga percaya sih sama gua".
"Oh iya Yu, nanti pulang kerja elu jadi kan ke rumah gua?, gimana kalo lu nginep aja sekalian, jadi besok kita berangkat kerja bareng?".
"Eehhmm... boleh juga deh Nin, tapi gak papa kan gua nginep dirumah lu, orang tua lu ngga marah kan?", tanya Ayu khawatir.
"Santai aja kali Yu, justru orang tua gua malah seneng rumah jadi rame, gua juga ada temennya".
"Oke deh kalo gitu", sembari tersenyum ke arah Nindi.
***
Tidak terasa Nindi sudah dua Minggu bekerja di perusahaan itu sebagai cleaning servis. dia juga sudah sangat akrab dengan Ayu dan ketoprak gosong alias Joni, dan teman-teman kerja lainnya.
Tapi selama bekerja di perusahaan itu, ada hal aneh yang membuat Nindi dan Ayu penasaran setengah mati. Setiap makan siang di kantin pasti sudah ada yang membayarnya, entah itu siapa tapi yang jelas bik Sri dan Andi tidak pernah mau memberi tahu siapa yang membayarnya, walaupun sudah dipaksa buka mulut tetap tidak mau. Akhirnya kedua gadis tersebut pasrah, alias tinggal makan gratis. wkwkwkk.
Hari ini hari Sabtu, entah ada hal apa pagi ini Nindi di panggil oleh kepala staf cleaning servis untuk menghadap ke ruangannya.
Tok tok tookkk...
Pintu terbuka, lalu Nindi masuk dan bertanya "Permisi pak, ada apa bapak memanggil saya??", tanya Nindi gugup.
"Kamu di panggil ke ruangan Pak Lingga, saya juga kurang tau ada hal apa beliau memanggil kamu ke ruangannya, mari ikut saya". Kata kepala staf itu sambil berjalan keluar. Membuat hati Nindi tak tenang dan berkecamuk berbagai pertanyaan di benaknya.
Tok tok tookkk....
Pintu pun terbuka, dan Nindi semakin gugup saat sudah berada di ruangan itu. Ia menundukkan kepalanya dalam-dalam. Yang ada di pikirannya sekarang adalah, bahwa ia akan di pecat oleh Lingga atas kejadian dua Minggu lalu yang telah ia perbuat.
"Pak Lingga, ini Nindi karyawan yang bapak maksud bukan?", tanya kepala staf tersebut.
"Ya, anda boleh keluar sekarang", Lingga menyuruh kepala staf itu untuk keluar.
"Baik pak, saya permisi", tanpa menunggu jawaban dari Lingga kepala staf itu langsung keluar.
Tinggallah Nindi dan Lingga yang berada di ruangan itu. Lingga bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah Nindi yang masih berdiri didepan mejanya itu.
Lingga berjalan mendekat.. mendekat... dan semakin dekat dengan Nindi. Yang membuat Nindi sedikit memundurkan langkahnya kebelakang.
"Kenapa kamu mundur?", tanya Lingga sedikit pelan.
"Ti.. tiidak apa-apa pak", Nindi semakin gugup.
Saking dekatnya Lingga, Nindi bisa merasakan aroma maskulin yang sangat menyengat dari tubuh Lingga. Lingga yang berdiri sambil bersandar di meja itu pun memperhatikan Nindi dari ujung rambut hingga ujung kaki. Cantik juga ni perempuan, pikir Lingga.
"Lulusan apa kamu", tanya Lingga.
"Saya lulusan SMA sederajat pak".
"Kamu duduk di sofa itu, dan pelajari berkas-berkas yang ada di depannya, sekarang". Perintah Lingga.
"Tapi pak, pekerjaan bersih-bersih saya belum siap pak, ngga enak sama teman lainnya?".
"Saya tanya sama kamu, siapa disini bosnya?".
"ehhmm anu pak.. eh itu", Nindi bingung menjawabnya.
"Una anu Una anu, udah cepat kerjakan yang saya perintah tadi!!".
"Ehm baik baik pak, saya kerjakan".
Nindi langsung menuju sofa dan mulai membuka berkas-berkas yang ada di depannya tersebut.
"Berkas setebal ini harus gua pelajari sekarang? apa ngga gila tuh orang mentang-mentang dia yang punya perusahaan". Gerutu Nindi tapi masih bisa sedikit didengar oleh Lingga.
"bicara apa kamu, hah!!", Lingga menegur dengan suara baritonnya.
"Ehhmm tidak pak", semakin membuat Nindi kesal dengan Lingga.
Saat Nindi sedang asik mempelajari berkas-berkas yang ada di depannya, tanpa ia sadari diam-diam Lingga memperhatikannya dari meja kerjanya.
"Kalo dilihat-lihat, cantik juga ni cewek", pikir Lingga.
Rambut hitam lurus, mata coklat, bibir tipis, hidung yang mancung, dan tak lupa body yang lumayan lah. Nindi memang terbilang cantik untuk ukuran gadis biasa seperti dia, sudah cantik terbilang cukup pintar pula. Karena keadaan ekonomi saja yang membuatnya tak bisa meneruskan pendidikan seperti teman-temannya yang lain. Tanpa diduganya, Lingga tertangkap basah sedang memperhatikan Nindu.Tatapan mata mereka bertemu, Nindi jadi salah tingkah sendiri dibuatnya, sekaligus risih.
Sebenarnya Lingga adalah pria yang tampan, dan berbodi sixpack. Perempuan mana yang tidak tergila-gila padanya. Ditambah lagi dia adalah sebagai penerus satu-satunya perusahaan terbesar tersebut. Terkadang pertanyaan yang sering muncul adalah, "apa yang tidak bisa ia dapatkan?". Semua sudah ada pada dirinya.
Tidak terasa waktu sudah menunjukkan jam istirahat.
kruuuukkk.. kruuukk... Suara perut Nindi berbunyi, yang dapat didengar Lingga. Karena ruangan tersebut memang sangat sunyi. Jangankan suara perut, deru napas saja kedengaran.
Nindi merasa sangat malu dan gugup setengah mati. Tanpa pikir panjang lagi, Lingga langsung memesan makanan lewat telepon kantor.
"Tolong antar makanan keruangan saya untuk dua porsi", langsung menutup telpon.
Di benak Nindi, "sudah jam makan siang gua belum disuruh keluar. Apa jangan-jangan gua disuruh makan disini juga dengan Pak Lingga??". Karena tadi Nindi mendengar Lingga bilang dua porsi, "Apa salah satunya untuk dirinya makan??".
Nindi tidak mau memikirkan hal-hal aneh, mana mungkin sih dia makan satu ruangan dengan Lingga, atasannya itu.
Tak lama kemudian makanan yang tadi di pesan oleh Lingga pun datang, pelayan yang mengantarkan makanan itu tak lain halnya bik Sri.
Setelah menaruh makanan itu dia atas meja Lingga, bik Sri langsung berbalik melewati sofa yang diduduki Nindi dan mengerlingkan sebelah matanya.
Nindi tambah bingung dan kepo setengah mati pada bik Sri. Resek juga ya bik Sri, wkwkkk. Setelah bik Sri keluar, Lingga langsung menghampiri Nindi dan membawa makanan tersebut dan ditaruh di depan Nindi.
"Nih makan dulu, nanti baru lanjut lagi".
Nindi tidak menjawab, melainkan hanya bengong. Ia tak percaya dengan apa yang ada di depannya itu. Pemandangan yang luar biasa. Bagaimana tidak, seorang atasan membawa piring makanan untuk pelayan di kantornya sendiri.
"Udah ngga usah bengong, ntar masuk lalat tu mulut", sambil tersenyum lebar ke arah Nindi.
Nindi merubah posisi duduknya sambil menutup mulutnya yang setengah terbuka itu, Nindi semakin bingung dibuat tingkah atasannya tersebut, ia hanya mengangguk dan menjawab, "Ia pak".
"Kamu mulai besok jadi asisten pribadi saya, membantu segala sesuatu keperluan dan kebutuhan saya selama didalam dan luar kantor".
"Haa???, apa saya ngga salah denger nih pak??"". Tanya Nindi pada Lingga yang tak percaya dengan apa yang di dengarnya barusan.
"Emangnya kamu tuli apa, ngga denger apa yang saya omong?", Lingga balik bertanya pada Nindi.
"Ah oh iya iya.. pak saya denger".
"Udah terusin lagi makannya". Lingga berkata seraya memasukkan makanan ke dalam mulutnya.
Saat sedang asik makan, mereka dikejutkan dengan suara pintu ruangan tersebut terbuka. Romi, yang sering masuk tanpa permisi ke dalam ruangan Lingga. Ia adalah asisten sekaligus sahabat Lingga sejak kecil. Mereka sangat akrab hingga kemanapun pergi pasti selalu berdua. Lingga paham betul kelakuan asistennya tersebut, jadi ia tidak merasa heran.
"Wah wah wah... siapa nih Ling?". Ujar Romi sambil memperhatikan Nindi.
Romi berniat duduk disebelah Nindi, tapi rencananya gagal karena sofa disebelah Nindi sudah diduduki Lingga. Yang awalnya Lingga duduk di depan Nindi langsung dengan secepat kilat pindah disebelahnya.
"Ehhmm... gua curiga Samo lu Ling?", Romi berkata sambil mengerutkan keningnya.
"Curiga apaan lu? Biasa aja kali!", jawab Lingga dengan santai.
"Kalo biasa aja, ngapain lu pindah ha, ada apa?".
"Ngga, gua ngga ada apa-apa. Udah lu mau ngapain datang kemari?". Lingga mencoba mengalihkan topik pembicaraan.
"Oh iya, ini gua ada berkas yang harus lu tanda tangani dari babe lu".
"Ngga harus sekarangkan tanda tangannya, tarok aja disitu ntar gua tanda tangan.
"Oke, gua mau keluar bentar ada urusan".
"hemm..". Lingga menjawab tanpa menoleh kearah Romi.
Selesai makan, Nindi kembali melanjutkan pekerjaannya tadi mempelajari berkas-berkas yang diberikan Lingga.
Jam pulang kantor pun tiba, Nindi diberikan waktu pulang kerja. Ia keluar dari ruangan Lingga menuju ruangannya untuk mengambil tasnya yang ada di sana.
Saat mau mengambil tasnya, ternyata disitu ada Joni dan Ayu yang juga mau bersiap-siap untuk pulang.
"Eh, Nin lu dari tadi pagi ke mana aja lu, nggak kelihatan batang hidung lu?", tanya Ayu pada Nindi.
"Iya ni Nin, lu curang ah hari ini lu ngga ada ngerjain apa-apa di kantor", Joni menyambung omongan Ayu, karna dia merasa dialah orang yang paling sengsara hari ini karena menggantikan tugas-tugas Nindi.
"Uluh uluh uluuuhh... gitu aja ngambek jadi cowok", jawab Nindi sambil mentoel kening Joni.
"Gini ya, jadi tadi pagi aku di panggil ke ruangannya pak Lingga.."
Belum selesai Nindi berbicara langsung di potong oleh Ayu.
"Ngapain lu di sana, apa lu di pecat apa di apain Nin?", tanya Ayu panik.
"Ngomong sama gua Nin, lu di apain sama pak Lingga, biar gua hajar tu orang beraninya cuma sama cewek!!!. Ngomong aja ngga usah takut, ada gua disini". Joni berkata dengan tegas.
"Eh, ketoprak gosong!! Biasa aja kali, emangnya lu berani sama pak Lingga hah??, inget lu tuh cuma upilnya pak Lingga tau ngga!!". Ayu
berkata sambil mengangkat tas yang ada di tangannya tersebut hendak memukul ke kepala Joni.
"Aduh duuh... Eh, lu tu ya Yu, ngomongin gua ketoprak gosong, emang lu ngga liat muka gua yang ganteng gini. Lu tu yang kaya gentong penyok, huuuh!!".
"Sok ganteng amat sih, jadi cowok iihhhh", Ayu sambil bergidik geli.
"Hahahaha... kalian nih ada-ada aja tau ngga. Entar jodoh loh", Nindi tertawa melihat tingkah kedua temannya itu.
Langsung di jawab oleh Ayu, "Idih amit-amit dah jodoh sama dia!!".
"Udah udah udah ah, berantemnya. Ngga malu apa kalo ada orang denger?. Sekarang denger ya kalian, gua tadi disuruh keruangannya pak Lingga tuh cuma disuruh mempelajari beberapa berkas tentang kantor ini, dan juga mulai besok gua ngga jadi tukang cleaning servis lagi. Gua besok jadi asisten pribadinya pak Lingga. Nah cuma itu doang ngaa ngapa-ngapain kok", tutur Nindi.
"Haa??? apaa??? Jadi asisten pribadinya pak Lingga???. Ucap Ayu dan Joni berbarengan.
"kok pada kaget gitu sih, biasa aja kali".
"Habis ini fenomena alam yang langkah loh Nin?", sahut Joni.
"Ada-ada aja sih kalian, emang kenapa sih? Apa karena aku bukan orang berpendidikan terus ngga pantes gitu buat jadi asisten?", raut wajah Nindi agak sedikit sedih.
Ayu menyikut lengan Joni pelan.
"Aduhhh.. bukan gitu Nin. Maaf ya, gua ngga bermaksud ngomong gitu", sesal Joni.
"Luh juga sih Jon, dasar ketoprak gosong!". Ayu mulai menjelaskan kekagetan mereka tersebut.
"Gini Nin, maka kita berdua kaget itu, kok tumben-tumbenannya pak Lingga mau bicara dengan perempuan lagi gitu loh". tutur Ayu.
"Loh, maksud lu gimana sih Yu?", tanya Nindi dengan bingung.
"Elu ingetkan gua pernah bilang sama lu kalo pak Lingga selama ini ngga pernah mau bicara sama perempuan. Itu gara-gara dia pernah gagal bertunangan sama pacarnya setahun yang lalu, kalo masalahnya karena apa kita juga pada ngga tau, tapi yang jelas akibat kejadian itu pak Lingga langsung jadi orang pendiem gitu kalo sama cewek, jangankan mau ngobrol jawab pertanyaan aja ngga pernah kalo ada karyawan wanita yang tanya tentang pekerjaan, gitu Nin maksud kita", Ayu mencoba menjelaskan.
"Ohh kalo itu ya gua inget, tapi gua juga ya ngga tau kenapa bisa gua jadi asisten pribadinya dia, langsung tunjuk gitu aja", Nindi juga merasa bingung
"Secara kan dia juga udah punya asisten, dan kalo emang perlu nambah asisten lagi kenapa ngga nerima yang dari kemarin udah masukin berkas lamaran ke HRD nya langsung??", tutur Ayu.
""Apa jangan-jangan Pak Lingga suka sama elu Nin?", Joni berkata seraya menunjuk ke arah Nindi.
"Apaan sih lu Jon, ngga mungkin banget lah pak Lingga suka sama gua. Perbedaan antara gua sama dia juga sangat jauh tau ngga??".
"Ngga ada yang ngga mungkin di dunia ini. Mungkin aja loh Nin dia emang beneran suka sama elu, ya ngga ketos?", Ayu balik bertanya pada Joni yang ada disebelahnya.
"Apaan tuh (ketos), ketua OSIS maksud lu?", Joni berkata dengan bingung.
"Ketos alias ketoprak gosong".
"Eh dari pada elu (Entok)".
"Apaan tuh, bebek Entok maksud lu?" tanya Ayu bingung.
"Pletaak... Gentong penyok lah oon!!", Joni berkata seraya menjitak kepala Ayu.
"Aduhhh... Dasar kampret lu!!", Ayu hendak membalas memukul kepala Joni pakai tangkai sapu yang ada di belakangnya, tapi gagal karena di hadang oleh Nindi.
"Udah udah ah, kalian udah pada tua tapi masih aja kaya anak kecil tingkahnya tau ngga, entar jodoh loh?", Nindi berkata sambil tertawa kecil melihat tingkah kedua temannya itu.
"Idiiihh amit amit dah jodoh sama dia, mending gua jadi perawan tua tau ngga. Udah ayok pulang Nin, ngeladeni tuh orang kagak kelar-kelar?", Ayu berkata sambil menarik tangan Nindi keluar untuk pulang.
"Emangnya gua juga mau apa sama elu?", Joni berkata sambil mengekor dua wanita di depannya itu.
Hari ini Nindi mengajak Ayu menginap di rumahnya untuk yang kedua kalinya, setelah dua Minggu yang lalu Ayu pernah menginap dirumahnya yang pertama kali.
Hubungan mereka semakin akrab, dan Nindi pun senang melihat temannya tersebut tidak merasa kesepian lagi karena ada ibu bapaknya yang sudah di anggap sebagai orang tuanya sendiri oleh Ayu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!