Nana Daryanani, gadis dari keluarga kelas menengah, berusia 21 tahun seorang mahasiswi fakultas ekonomi dan bisnis di salah satu perguruan tinggi terkenal di Indonesia. Nana memiliki wajah yang cantik, mata yang indah, rambut panjang dan tubuh yang tidak terlalu tinggi tapi sangat pas untuk remaja seusianya.
Nana gadis lugu sudah sejak lama diam-diam naksir dosen yang banyak digilai oleh kaum hawa dikampusnya, wajar saja banyak yang menyukai sang dosen selain ramah tapi kadang arogan, sang dosen juga sangat sempurna bak pangeran di negeri dongeng, satu lagi yang paling penting dia masih single.
Tak heran siapapun wanita yang memandangnya baik itu dosen wanita maupun mahasiswi bisa tergila-gila padanya termasuk Nana yang dicap sebagai mahasiswi paling bodoh di kampus karna nilai ujiannya selalu berada diurutan paling bawah.
Suatu hari surat cinta yang Nana buat untuk mengutarakan isi hatinya pada sang dosen tiba-tiba saja direbut oleh salah satu teman sekelasnya yang usil dengan urusan pribadi Nana. Padahal Nana menulis surat itu hanya untuk disimpannya dalam buku dairynya bukan untuk diberikannya pada pak Hessel, Nana tau apa akibatnya jika surat itu bisa sampai ke tangan pak Hessel.
"Surat apaan ini?" Jessi merebut kertas yang sedang Nana tulisi dengan paksa.
"Jess, kembalikan!" pinta Nana berusaha mengambilnya dari tangan Jessi.
"Widih SURAT CINTA UNTUK PAK HESSEL." Ujar Jessi membacanya dengan lantang sontak suasana kelas riuh menyoraki Nana.
"Si stupid naksir Pak Hessel, wahhh gak tau malu." sorak teman sekelas Nana sambil menertawainya
"Jessi berikan padaku..." teriak Nana tanpa peduli dirinya dibully.
Nana berusaha mengejar Jessi yang berlari membawa surat cinta dan membacakannya dengan nyaring hingga didengar oleh murid-murid yang lain dan mereka sangat puas menertawakan Nana.
Namun apa daya Nana yang tidak kuat berlari untuk merebut suratnya karna itu bisa membuat nafasnya sesak hanya bisa tertunduk malu mendengar kalimat hinaan yang terlontar untuknya.
"Kenapa ribut-ribut? Cepat semuanya masuk ke kelas!" tegas seorang pria. Semua mata langsung tertuju padanya yang ternyata adalah Pak Hessel Steven dosen tampan itu, sedangkan Nana dia tertunduk malu serta sedih.
Pak Hessel berjalan dengan gagahnya sambil memasukkan tangan kedalam saku celananya bak seorang model profesional, lalu memubarkan murid-murid yang mengitari Nana.
"Nana, apa yang terjadi?" Hessel berjongkok dihadapan Nana, Nana mendengar suara yang tak asing lagi baginya dan mendongakkan kepalanya ternyata Hessel tepat berada di depannya.
"Nana, kau menangis? apa mereka menyakitimu?" tanya Hessel sambil memegang pundak Nana tapi Nana hanya diam, dia malu jika pak Hessel sampai tau masalahnya.
"Apa yang kalian lakukan padanya?" tanya Hessel dengan tegas.
"Kalian semua sudah dewasa, jangan seperti anak SMA yang masih suka membully orang lain, Nana ini juga teman kalian, teman sekelas dan teman kampus, apa Nana pernah membuat kesalahan pada kalian, apa Nana suka mengganggu kalian, tidak pernahkan? kenapa kalian suka mengganggunya?"
Murid-murid hanya diam tidak berani menjawab, kecuali Jessi dia bicara terang-terangan.
"Asal bapak tau Nana itu suka sama bapak, bukankah dia tidak tau malu jatuh cinta sama dosennya sendiri." ungkap Jessi. Pak Hessel tercekat kaget apa benar Nana salah satu anak didiknya ini menyukai dirinya, Nana pun semakin tertunduk malu serta takut.
"Kalau bapak tidak percaya ini pak suratnya." Jessi mengunjukkan surat cinta Nana pada Hessel namun Hessel tidak mengambilnya karna bagaimanapun dia seorang dosen dan dihadapannya ada anak didiknya yang sedang dibully, jadi Hessel tidak akan membiarkannya.
Sudah, sudah! Semuanya masuk ke kelas masing-masing! Berhenti mempermalukan Nana di depan umum." kata Hessel.
Setelah semuanya bubar Hessel membantu Nana berdiri.
"Terima kasih pak." Ucap Nana canggung lalu berlari masuk ke kelasnya sedangkan Hessel menatap Nana dengan curiga sambil berjalan menuju kelas Nana.
"Apa benar yang dikatakan Jessi, Nana menyukaiku?" Ucap Hessel dalam hati sebelum melangkah masuk ke dalam kelas.
"Selamat pagi semuanya..." Sapa Hessel, disambut dengan semangat oleh anak didiknya, terkecuali Nana hanya diam, pandangan Hessel langsung tertuju pada Nana kebetulan tempat duduk Nana saling berhadapan dengan mejanya.
"Ya Tuhan apa gadis bodoh sepertiku tidak berhak jatuh cinta? Kenapa aku harus jatuh cinta padanya, apa yang salah dengan cintaku, aku hanya jatuh cinta aku tidak pernah memaksa orang lain untuk jatuh cinta juga padaku." Ucap Nana dalam hati, wajahnya tampak sedih Hessel sedari tadi menatapnya tanpa Nana ketahui.
"Bapak harus membaca surat cinta dari Nana pak." sorak teman sekelas Nana membuat Nana semakin kesal.
"Silent! jangan buat keributan." kata Hessel menenangkan murid-muridnya.
Jessi bangkit dari duduknya dan menyerahkan surat cinta Nana pada pak Hessel.
"Bapak pasti sangat terkejut saat membaca isinya, kelihatannya saja Nana itu lugu tapi setelah bapak membacanya baru bapak akan percaya kalau keluguannya itu hanya topeng." kata Jessi yang membuat Nana dipermalukan.
"Benar itu pak, Nana menggunakan sihir keluguannya untuk menarik perhatian laki-laki, jangan sampai bapak tertarik padanya." sahut teman sekelas Nana yang juga tidak menyukai Nana.
"Jangan ada yang membully Nana lagi, dia berhak untuk jatuh cinta pada siapapun." Ucap Hessel dengan tegas.
"Dan kamu Jessi kembali ketempat dudukmu!" Tegas Hessel memerintah Jessi.
Hessel mengalihkan pandangannya melihat kearah Nana, sebenarnya Hessel kasihan pada Nana meskipun dia cantik tapi selalu dibully oleh teman-temannya. Setelah membaca surat cinta yang ditulis oleh Nana membuat Hessel juga merasa tidak nyaman. Tapi Hessel tetap profesional, dia tidak akan menunjukkan rasa tidak nyamannya pada Nana dihadapan anak-anak didiknya.
"Pak Hessel pasti akan memarahiku, setelah ini pasti aku akan di DO dari kampus." Batin Nana.
"Nana, kau harus siap-siap angkat kaki dari sini." gumam Nana pasrah.
Jika suka ceritanya tolong biasakan like dan favoritkan😊 sebagai tanda kalian menghargai karya author, asal kalian tau 1 like itu sangat berharga untuk kami para author, kami sangat berterima kasih untuk itu. Jadi tolong jangan pelit-pelit jempol🙏
Rumah Nana
"Ibu, Nana pulang." Ucap Nana saat memasuki rumah lalu merebahkan tubuhnya di atas kursi dan ibu langsung menghampirinya.
"Kenapa pulangnya sampai malam Na, gak biasanya?" tanya ibu.
"Nana dihukum dosen bu."
"Ya ampun Nana, kenapa kamu selalu membuat masalah? masalah nilai belum selesai sekarang kamu membuat ulah yang lain, jangan membuat ibu dan ayah malu Na."
"Maaf bu Nana gak nakal kok, Nana dihukum karna Nana ketahuan suka sama dosen Nana, Nana dihukum menulis kalimat saya berjanji tidak akan jatuh cinta pada dosen lagi, sebanyak seribu kali." ucap Nana menekankan kalimatnya.
"Nana, Nana! kamu juga sih ada-ada saja masa naksir sama dosen, emangnya di kampus tidak ada cowok lain?" Ibu malah menertawakan Nana.
"Ada sih bu walau dia mahasiswa paling pintar dan populer, tapi Nana tidak menyukainya."
"Ayah mana bu?"
"Ayahmu sudah tidur Na."
"Tumben bu ayah tidur lebih awal?"
"Ayahmu kurang sehat Na."
"Ayah sudah minum obat bu?"
"Sudah Na, ibu memberinya obat warung."
"Andai Nana punya uang, Nana akan membawa ayah berobat ke dokter."
"Kamu jangan pikirkan soal uang Na fokus saja dengan kuliahmu, kamu masih tanggung jawab ibu dan ayah."
"Iya bu, Nana janji tidak akan mengecewakan ayah dan ibu"
Rumah Hessel
Seperti biasa Hessel sibuk bermain dengan laptopnya karna selain menjadi seorang dosen ternyata Hessel juga CEO sekaligus direktur utama menggantikan posisi ayahnya di kantor Shine Group yang bergerak dibidang produksi alat kecantikan, seperti makeup, parfum, dan lain sebagainya.
"Sibuk sekali Hes?" Mama dan papa datang duduk disamping Hessel.
"Gak kok ma, Hessel cuma membuat grafik buat rapat besok."
"Hessel, lebih baik kamu berhenti jadi dosen fokus saja mengurus perusahaan papa."
"Kenapa pa, selama ini Hessel nyaman-nyaman saja tidak pernah mengalami kendala apapun."
"Papa mau kamu fokus pada perusahaan." tegas papa.
"Tidak pa, Hessel tetap akan menjadi PNS karna itu cita-cita Hessel sekarang saat Hessel sudah menggapainya papa seenaknya saja menyuruh Hessel berhenti, Hessel tidak akan menuruti kemauan papa."
"Sudahlah pa, Hessel bisa menangani pekerjaan, papa tidak jangan memaksanya, lebih baik kita bicarakan hal lain." Ujar Mama.
Hessel diam kembali fokus pada laptopnya.
"Hes, kapan kamu akan menikah, mama dan papa semakin tua kami ingin sekali segera menimang cucu." ujar mama.
Hessel kaget mendengarnya, Hessel sama sekali belum terpikir untuk menikah.
"Nikah? Hessel sama sekali belum berpikir sejauh itu ma, Hessel mau fokus dulu dengan pekerjaan."
"Ini yang papa tidak suka dari kamu, kamu selalu mikirin pekerjaan sudah berapa usiamu sekarang, usia papa dan mama juga sudah tidak muda lagi."
"35, target Hessel menikah di usia 40 pa ma."
"Mama jadi khawatir setelah kamu ditinggal nikah oleh Laras semenjak itu juga kamu tidak pernah dekat dengan perempuan, atau jangan-jangan kamu tidak lagi tertarik pada perempuan Hes."
"Mama asal bicara saja, belum mau nikah bukan berarti Hessel tidak tertarik pada perempuan tapi Hessel tidak mau salah dalam memilih pasangan, sudah cukup Laras mempermainkan Hessel."
"Kalau kamu takut tersakiti lagi, mama dan papa punya solusinya agar kamu bisa segera mendapatkan jodohmu."
"Maksud mama?"
"Perjodohan, ya kami harus mencarikan jodoh yang baik untukmu."
"Gak ma, Hessel tidak mau, lebih biak tidak menikah sama sekali dari pada dijodohkan."
"Kalau mama dan papa harus menunggu kamu mencarinya keburu mama dan papa tua."
"Pokoknya Hessel tidak mau pa, ma."
"Ah kamu, sekarang saja kamu menolak tapi nanti setelah kamu bertemu dengan calonnya kamu tidak akan bisa menolaknya, percaya sama mama."
"Astaga ma, biarkan Hessel mencari calonnya sendiri." bantah Hessel.
"Ayo pa kita harus tidur lebih awal dan pagi-pagi besok kita akan kerumah calonnya." Ujar mama memapah papa kedalam kamar.
"Pa, ma, ini tidak adil seenaknya saja kalian membuat keputusan." teriak Hessel namun tidak di dengarkan oleh mama dan papanya.
Hessel kesal, Devan datang mengganggu Hessel.
Devan adik Hessel sekarang dia duduk dibangku SMP, Devan sangat manja dan sangat sayang pada kakaknya sehingga dia tidak akan membiarkan kakaknya salah dalam memilih pendamping hidup.
"Kak, sebaiknya kakak buat persyaratan saja."
"Syarat apa Dev, memangnya kita bisa menolak keputusan mama dan papa."
"Yang mau nikah siapa? kakak kan. Jadi kakak harus meminta mama dan papa mencarikan gadis yang sesuai dengan kriteria kakak."
"Pertama calon istri kakak harus cantik, sexy, pintar memasak, dan dia harus fasih bahasa inggris agar dia bisa mengajariku belajar setiap hari." Ucap Devan.
"Adik kakak memang paling pintar, tapi banyak wanita diluar sana yang cantik, sexy, dan juga pintar pasti mama dan papa bisa dengan mudah mencarinya."
"Kakak percaya padaku mereka tidak akan menemukannya."
"Terserah kamu saja Dev, kakak pusing."
Esok Hari
Dosen-dosen menggosipkan tentang kejadian kemarin, mereka tidak ada habisnya membahas Nana.
"Pak Hessel, kau yakin menolak cinta Nana?" goda salah satu dosen wanita.
"Nana itu cantik loh, tapi dia bodoh dan tidak tau malu isi suratnya itu loh bikin gemes." ujar dosen yang lainnya sambil tertawa.
"Nana mencatat sejarah baru dikampus kita, sepanjang kampus ini didirikan hanya Nana satu-satunya murid yang berani menyatakan cinta terang-terangan pada dosennya sendiri." sahut dosen wanita lainnya tapi Hessel tidak menanggapi mereka.
"Pak Hessel sepertinya kau perlu mengajari muridmu itu agar dia tau diri, nilainya saja selalu dibawah eh sukanya sama dosen."
"Kalau bapak mau nikah, jangan sama Nana ya kami disini siap jadi istri bapak, pokoknya jangan Nana." ujar mereka.
Hessel membulatkan tangannya dia benar-benar kesal, Nana tidak hanya mempermalukan diri sendiri tapi Hessel juga ikut menanggung malu.
*****
"Nana, pak Hessel menyuruhmu ke ruangannya." Ujar Arin teman Nana yang baru saja balik dari ruangan Hessel.
Dag dig dug jantung Nana berdebar takut, takut pak Hessel akan menambah hukuman untuknya.
"Ada apa ya pak Hessel memanggilku lagi?" tanya Nana.
"Aku tidak tau Na, kau temui saja siapa tau ada hal penting lainnya."
"Palingan pak Hessel akan menambah hukuman untukmu, secara dosen-dosen sekarang heboh gosipin ulahmu itu, gara-gara kamu pak Hessel juga ikut-ikutan dibully, sungguh malang nasib pak Hessel dia itu tampan, cool, smart, tidak ada kekurangan sama sekali tapi gadis ini malah mempermalukannya." Sahut Jessi tiba-tiba datang.
"Heh! Jessi, berhenti mengganggu Nana atau aku akan menyumpal mulutmu dengan tong sampah." Sahut Arin, Arin benar-benar sudah tidak tahan lagi melihat temannya terus dibully.
"Kalian semua, jika ada yang membully Nana kalian harus berhadapan dengan saya." Ancam Arin.
Arin sahabat Nana, dia memang sedikit tomboi selama ini dia diam saja melihat Nana dibully, tapi sekarang Arin tidak akan membiarkan Nana mendapat bullyan lagi.
.
.
.
BERSAMBUNG
Tok... tok... tok...
"Pak, ini Nana" kata Nana.
Nana dengan hati-hati mengetuk pintu ruangan Hessel.
"Masuk, pintu tidak dikunci." sahut Hessel dari dalam.
Nana berjalan secara perlahan untuk menghadap Hessel yang terduduk di kursi putarnya.
"Ada apa ya pak, bapak manggil saya lagi?" tanya Nana gugup sambil menundukkan kepalanya.
Hessel bangkit dari duduknya dan sekarang berdiri di depan Nana sambil memegang surat cinta Nana.
"Kamu ingat ini apa?"
"Su-surat saya pak."
"Gara-gara ini saya ikut-ikutan dibully."
"Maafkan saya pak, saya tidak bermaksud membuat bapak malu, tapi jujur pak saya tidak pernah berniat untuk menyerahkan surat itu Jessi datang merampasnya dari saya."
"Jangan membuat alasan dengan menyalahkan orang lain."
"Iya pak, saya hanya berusaha mengatakan yang sebenarnya."
"Nana, saya sangat menghargai perasaanmu kamu, tapi maaf Nana sepertinya kamu salah sudah jatuh cinta pada saya, saya bukan orang yang tepat buat kamu, kamu masih muda Nana perjalanan kamu masih panjang, kamu tidak mau masa depanmu cerah dan bisa membahagiakan orang tuamu? saran saya Nana kamu jangan jatuh cinta dulu fokus saja dengan kuliahmu dan perbaiki nilai-nilaimu." ucap Hessel secara halus.
"Iya pak, saya mengerti."
"Bagus kalau mengerti, saya kembalikan surat ini, dan lupakan saja kamu pernah menyukai saya, saya juga akan melupakan kejadian ini."
"Baik pak, saya tidak akan mengulanginya lagi."
Di Sisi Lain
Kepala Rektor dan Wakil Rektor berniat untuk membantu meningkatkan nilai Nana mengingat IP Nana yang selalu anjlok. Mereka sangat mengkhawatirkan kelulusan Nana apalagi sekarang Nana sudah masuk semester 7 tidak akan lama lagi wisuda, mereka tidak mau Nana sampai tidak lulus nanti karna Nana anak dari keluarga kelas menengah tentunya orang tua Nana sudah susah payah membiayai kuliahnya.
"Pak, bagaimana jika kita mencarikan mentor atau guru privat atau semacamnya untuk Nana?" Ucap Wakil Rektor.
"Saya sangat setuju pak, Nana memang memerlukan guru pembimbing, tapi siapa ya?"
"Pak Hessel pak, dia sangat tepat menjadi mentornya Nana."
"Benar sekali... Tolong panggilkan mereka."
Wakil Rektor pun pergi ke ruangan Hessel.
"Permisi pak Hessel." Ucap Wakil Rektor juga melihat Nana.
"Silakan masuk pak." Ujar Hessel.
"Ah... sangat kebetulan ada Nana disini, pak Rektor memanggil kalian keruangannya."
"Ada apa ya pak?" tanya Hessel heran tiba-tiba saja mereka di panggil.
"Mari pak, Nana, kalian sudah ditunggu." kata wakil rektor.
Mereka pun pergi menghadap pak Rektor. Hessel dan Nana tegang khawatir pak Rektor akan membahas kasus Nana yang sudah menggegerkan seisi kampus.
"Nana, bapak sangat kecewa dengan nilai IP mu yang selalu turun bagaimana kamu bisa lulus dengan nilai 1,5? sekarang kamu sudah memasuki semester akhir tidak akan lama lagi ada ujian setelah itu wisuda."
"Maaf pak, Nana usahakan lagi belajar yang giat agar Nana bisa lulus." jawab Nana.
"Itu harus, bapak tidak bisa meluluskan nilai terendah seperti itu." kata pak rektor.
"Dan pak Hessel, bapak seharusnya memperhatikan lagi nilai Nana, jika Nana dinyatakan tidak lulus maka itu juga salah bapak karna tidak peduli dengan nilai-nilai muridnya." lanjut pak rektor.
"Iya pak, saya akan memperbaikinya lagi, saya akan membantu dan membimbing Nana dalam proses belajar mengajar." jawab Hessel.
"Itu yang saya maksud, saya mau bapak menjadi guru privat untuk Nana, dan Nana kamu akan mengikuti les tambahan dengan pak Hessel." dengan mudahnya pak rektor memerintah, tapi sulit untuk Hessel dam Nana menerimanya.
"Apa pak, saya jadi guru privatnya dia? pasti becanda ya pak?" Hessel kaget.
"Saya serius, saya mau pak Hessel jadi guru privat Nana."
"Pak Rektor, maaf jika saya menolak, saya tidak perlu guru les, saya yakin saya bisa lulus dengan kerja keras saya sendiri." ucap Nana menimpal, dia tau pak Hessel masih kesal padanya lalu bagaimana jika harus menjadi guru privatnya pasti masalah mereka semakin ribet.
"Kami tidak ingin kamu bekerja keras sendirian Nana, semua mahasiswa adalah tanggung jawab kami termasuk kamu, kami pikir kamu lebih memerlukan seorang mentor makanya kami ingin pak Hessel yang membantumu."
"Ya tapi kenapa harus saya pak? dosen-dosen yang lain kan banyak yang lebih hebat dari saya." bantah Hessel.
"Kami lihat bapak dan Nana sangat dekat, sehingga kalian tidak perlu beradaptasi lagi, jika Nana diajar oleh dosen yang lain maka dia harus beradaptasi dulu dan saya tidak mau seperti itu."
"Tapi pak kasus Nana itu....." belum selesai Hessel bicara pak Rektor melanjutkannya.
"Kasus itu hanya kasus kecil pak Hessel jangan terbebani, jika memang pak Hessel tidak suka sama Nana seharusnya bapak tidak perlu sampai mengintrogasi Nana, apalagi kemarin saya lihat bapak memberi Nana hukuman, bapak harus profesional itu hanya masalah surat tidak perlu dibesar-besarkan."
"Baiklah pak, saya akan jadi mentornya, tapi saya tidak janji saya bisa membuat nilai Nana meningkat semua itu tergantung Nana." kata Hessel pasrah.
"Nana, bapak tidak mau mendengar IPmu anjlok lagi, tahun ini kamu harus lulus." Ujar kepala Rektor menepuk pundak Nana.
Nana hanya diam dan mengangguk sedangkan Hessel terus saja sinis menatapnya.
"Teman-teman sini." Ucap Jessi memanggil teman-temannya ternyata Jessi sedari tadi mengintip ruangan pak Rektor.
"Ada apa Jes?" tanya temannya.
"Pak Rektor gak adil masa Nana sendiri yang diberi les tambahan, udah gitu pak Hessel yang jadi mentornya kan gak adil sedangkan kita gak diajak." ucap Jessi kesal.
"Wah benar, aku gak rela dosen tampan kita dekat-dekat dengan si stupid itu." ujar teman Jessi juga kesal.
.
.
.
Author sangat berterima kasih atas like dan komentar yang diberikan😉😊😊😊
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!