Milly menguap di depan Lemari Es. Lalu membuka pintu dibagian atas mengeluarkan sebuah botol plastik berembun. Tangannya yang lemas meraih gelas dan menuangkan isi botol di sana, kemudian meletakkan botol itu lagi ke dalam lemari es dan menutupnya dengan siku.
Milly menikmati air dingin mengalir melalui tenggorokannya yang terasa kering. Kemudian mendesah lega. Mulutnya kembali terbuka lebar mengeluarkan udara kosong tanda ia masih mengantuk. 2 jam telah ia pakai untuk tidur sore terasa kurang. Rasa segar setelah minum air dingin hanya menyegarkan tubuhnya sesaat, tak lama lemas kembali menghinggap dan mendamba sentuhan kasur yang lembut dan empuk.
Memenuhi jadwal kelas sampai jam 5 sore berhasil menggerogoti energi Milly. Sesampai di rumah langsung bergegas mandi dan menempelkan badannya ke tempat tidur. Sehingga Milly baru bangun jam 8 malam. Harusnya tadi bukan disebut tidur sore. Entahlah, Milly sendiri juga bingung.
Menjelang ujian akhir sekolah sungguh menyita waktu Milly. Waktu yang harusnya ia pakai untuk bermain telah terganti dengan jam pelajaran tambahan. Belum lagi jika pihak guru memberi tugas dan PR demi meningkatkan nilai para siswa-siswi. Bisa dibilang waktu Milly hampir penuh akan belajar dan berlatih menjawab soal. Dan Milly juga harus mengorbankan waktu menonton drakor demi angka cantik di buku rapor dan selembar ijazahnya nanti.
Saat ini Milly hanya bersabar. Menunggu waktu demi menjalankan kewajibannya sebagai seorang siswi kelas 3 SMA di sekolah negeri terbaik. Bahkan Milly sudah berjanji pada dirinya, setelah ia melewati semua ujian dan praktek Milly akan men-download semua drakor terpopuler dan akan ditonton secara maraton. Rela begadang demi melihat oppa Lee Min Ho, Yoo Seung Ho dan Park Seo Joon.
Mengingatnya lagi Milly mengelus dada untuk menahan diri. Milly pasti bisa, sepuasnya bisa nonton oppa setelah ujian. Semangat 45 berkobar di dalam hati.
Kedua tangan Milly menyatukan helaian rambut panjang sebahu. Lalu digulung dan diikat ke belakang kepala. Melirik jam dinding di ruang tengah menunjukan pukul 9 malam, Milly mulai bersiap menghangatkan makanan yang sudah disimpan oleh Bi Ana di dalam lemari. Sebentar lagi Adit - kakak nya akan pulang ke rumah. Pasti Adit belum makan malam, karena Adit tidak ada memberikan kabar kalau sudah makan diluar. Bergegas Milly meraih penggorengan lalu menyalakan kompor gas.
Beberapa menit kemudian pintu rumah terbuka, menampilkan sosok pria berpakaian kemeja lecek masuk ke dalam rumah. Milly melihat Adit sudah pulang dengan wajah suntuk, terlihat begitu lelah. Seutas dasi sudah digenggaman pria berumur 25 tahun itu, kemudian dibuang asal ke arah sofa dan berjalan menuju meja makan.
Kemudian Milly terpaku sejenak, di belakang Adit ada seorang pria mengikuti langkah Adit dari belakang. Wajah pria itu juga terlihat lelah, pakaiannya juga sama leceknya, dasi longgar bertengger di leher yang kokoh, kedua lengan kemeja digulung sampai siku menampilkan guratan disana, dan rambut yang belum dipotong rapih terlihat berantakan.
Namun bagi pandangan Milly, penampilan pria itu terkesan seksi. Ayam bakar diatas meja makan saja mengalahkan apa yang Milly lihat. Pria itu jauh lebih menggugah selera.
"dek, aku baru pulang."
Milly langsung menghampiri Adit setelah lamunannya buyar. Dengan piawai Milly meletakkan piring bersih diatas meja Adit dan meja pria itu. Seolah sudah menjadi kebiasaan, Milly menyiapkan peralatan makan kedua pria itu lalu menyendokan nasi ke piring mereka.
Lalu kegiatan Milly terhenti ketika pria itu menunjukan telapak tangan nya, mengisyaratkan bila Milly tidak perlu menyendokan nasi ke atas piringnya.
Mengerti akan keinginannya Milly hanya mengganguk sekilas dan kembali menaru sendok nasi ditempat. Membiarkan pria itu melakukannya sendiri. Milly memperhatikan kegiatan pria itu, lalu pandangannya berpindah ke Adit yang sudah menyantap makanannya hingga sudah setengah piring ia habiskan.
Mereka asik mengobrol, walau sudah di rumah pembicaraan mereka tak luput dari bahas pekerjaan. Sekilas Milly menangkap percakapan mereka ketika Milly melanjutkan cuci piring di dapur, membahas pencapaian hasil kinerja mereka di tempat mereka bekerja. Mereka bekerja di kantor yang sama namun berbeda divisi. Milly mendengar dimana Adit memuji kinerja teman nya yang sudah berhasil memenangkan tender. Dimana produk minuman kemasan yang mereka produksi dipesan dengan jumlah besar oleh sebuah perusahaan media terkemuka di Jakarta. Produk mereka menjadi sponsor utama.
"gue akuin otak lo emang cemerlang. Ngga salah Pak Dwi cepet-cepet angkat lo jadi pimpinan."
Pria itu menaikan sudut bibir kanan nya. Sekilas terlihat sinis. Tapi bagi Milly, smirk nya berhasil mengepakkan hatinya seperti kupu-kupu mau terbang. Sampai suara piring berbentur wastafel terlepas dari tangan nya ketika sedang membilas. Milly buru-buru membalikkan badannya ke depan wastafel agar tidak tertangkao saat sedang memperhatikan mereka.
"Mil, pelan-pelan nyucinya." keluh Adit. Kepala nya celingak-celinguk melihat Adiknya bergerak kikuk di depan wastafel. Memastikan juga jika Milly baik-baik saja.
"i..iya kak. Tangan ku licin," alibi Milly.
Buru-buru gadis itu membilas semua peralatan makan dan penggorengan. Setelah selesai ia mengeringkan tangan dengan handuk kecil lalu bergegas menaiki tangga menuju kamar.
"dek,"
Milly menoleh ke belakang saat Adit memanggil namanya. Tapi arah tatapan Milly bukan pada Adit, melainkan kepada pria itu yang juga membalas tatapannya.
Sorot matanya kaya penggaris. Lurus dan sejajar.
Menggoyahkan hati Milly.
"kamu mau tidur dek ?"
Milly mengalihkan pandangannya lalu mengangguk sebanyak 2 kali.
"yasudah tidur gih. Besok pagi kamu sekolah."
"night, Mil"
Milly kembali mengangguk dan kembali menaiki sisa anak tangga kemudian memasuki kamar. Membanting badannya sedikit keras ke atas kasur hingga decitan peer kasur terdengar.
Wajahnya dibenamkan ke bantal empuk kesayangan yang sedikit bau-bau asem. Lalu ia berteriak di dalam bantal itu dan memukul kasur dengan kedua tangan.
Kemudian Milly membalikkan badannya. Wajahnya memerah dan menghela nafas berkali-kali. Lalu menaru kedua tangan diatas dada yang berdetak kencang nggak karuan.
Mengingat tatapan datar memandangi Milly mengguncang hatinya. Dan aroma musk dari tubuhnya ketika berdekatan masih menempel di indera penciuman Milly. Memikirkan pria itu tak akan ada habisnya untuk Milly seorang.
Pria dingin sedingin gunung es Everest berhasil mencuri hati Milly. Walau pria itu hanya menatapnya saja, detak jantung Milly terus berdentum kencang seolah memohon untuk minta dikeluarkan.
Mungkin dianggap berlebihan, tapi memang begitu adanya. Berdekatan dengannya seolah dapat melelehkan tubuh Milly. Jika Milly tak memiliki urat malu, pasti Milly akan histeris. Atau mungkin akan menangis.
Kemudian Milly menghela nafas. Meredakan detak ini membutuhkan waktu yang cukup lama, mata saja masih terus melek belum ingin terpejam. Padahal sebelum mereka berdua datang Milly kembali terkantuk. Mata Milly seperti dikasih cabe, berkobar api dan panas seketika.
Tapi lagi-lagi Milly menghela nafas. Mengingat gejolak ini hanya ia rasakan sendiri. Entah tahu apa yang dirasakan pria itu ketika melihat Milly. Sikap dingin dan tak acuh menyiutkan perasaannya.
Teman Adit sedari SMA hanya menganggap Milly seperti seekor lalat. Akan dikibas jika terlalu menganggu. Bahkan Milly meringis sendiri kalau pria itu seolah tidak melihatnya seperti makhluk tak kasat mata.
Miris.
Milly memejamkan kedua mata seraya memikirkan dirinya yang diambang keraguan. Lalu sesaat mood nya langsung berubah, tiba-tiba menjadi optimis jika suatu saat perasaannya akan terbalaskan.
Kalau perlu Milly akan menunggu. Menunggu saat dimana pria itu benar-benar melihat Milly seorang.
"Suatu saat Elkana Bramawan akan membalas perasaan ku. Pasti." yakin Milly dalam hati.
**********************************
Sebuah mobil sedan hitam berhenti di parkiran sekolah SMA Sawarna. Milly keluar dari pintu penumpang dan berdiri di barisan pintu depan mobil. Wajah Adit terlihat setelah kaca mobil diturunkan. Milly membungkukkan badannya, berpamitan untuk segera masuk ke gedung sekolah sebelum bel berbunyi.
"semangat sekolahnya yah dek, kabarin kakak kalau kamu udah pulang ke rumah."
Milly mengangguk atas perintah Adit.
"hati-hati kak Adit. Hati-hati kak El, makasih tumpangannya."
Tanpa menoleh atau menyahut tanda terima kasih Milly, El langsung menginjak pedal gas mobil. Meninggalkan Milly yang masih berdiri membelalak menatap mobil El. Namun Adit sempat melambaikan tangan pada Milly setelah meninggalkan gadis itu.
Milly menghela nafas lalu tersenyum kecut atas sikap El barusan. Tapi itulah El, tak akan pernah membalas atau menyahut sedikitpun. Dan El pun tidak melirik Milly, tidak tersenyum dan tidak akan melakukan apapun yang Milly lakukan padanya.
Langkah kaki jenjang itu berjalan lesu memasuki gedung sekolah. Pikirannya kembali mengingat kejadian saat sarapan di rumah.
El memutuskan menginap di rumah mereka karena El mengadu lelah dan nggak kuat untuk menyetir mobil. Oleh karena itu Milly menyiapkan sarapan lebih. Nasi goreng suwiran Ayam dan kerupuk udang dihidangkan di atas meja.
Saat sarapan berlangsung, Milly meminta ongkos taksi pada Adit. Karena Milly kewalahan membawa beberapa buku tebal yang akan dibawanya saat jam pelajaran hari ini. Milly sudah mengeluh duluan, membayangkan ia akan berangkat ke sekolah menggunakan metro mini sambil menenteng buku-buku tebal. Belum lagi berdesakan dengan pengguna metro mini lain.
Memikirkannya saja sudah sesak duluan.
Namun Adit tidak memberikan ongkosnya, justru ia menyarankan dan membujuk El untuk berangkat bersama menggunakan mobil El. Mumpung nanti berangkat kerja naik mobil El jadi Adit nggak perlu bawa mobil juga.
"El, nanti bareng Milly yah. Kita anterin dulu ke sekolah,"
El hanya berdeham singkat tanpa menoleh kearah Adit ataupun Milly.
Mengingat itu Milly menghela nafas berat. Mungkin El keberatan mengantarkan Milly ke sekokah. Bahkan selama diperjalanan El hanya membungkam bibirnya meski Adit mengajaknya mengobrol panjang. Dari situ Milly merasa bersalah.
Aku menyusahkannya, keluh Milly dalam hati.
Milly telah duduk di kursi kelasnya, berada di posisi tengah melewati 3 baris meja. Lalu mengeluarkan beberapa buku tebal dan diletakkan diatas meja. Ia membuka salah satu buku dengan asal, tak minat membaca ia letakkan lagi ditempat semula lalu menutupi wajahnya dengan melipat lengan diatas meja.
Reaksi dingin El berputar-putar di kepala Milly. Rasa senang dan sedih menyatu, senang karena bisa berangkat bareng El dan sedih karena wajah El merungut tidak suka saat mengantar Milly.
Milly asik dengan dunianya membiarkan hiruk pikuk suasana kelas begitu ramai. Kelas Milly dikategorikan sebagai kelas terpopuler, karena diisi oleh siswa siswi berprestasi dan memiliki The Prince and The Princess seantero sekolah SMA Sawarna.
Princess yang dimaksud bukanlah Milly. Baru saja gadis yang dimaksud memasuki kelas dan duduk di sebelah Milly. Melihat Milly menenggelamkan wajahnya dibalik lengan mengerutkan kening gadis yang dikenal cantik dan berada itu.
"Mil, lo sakit ?"
Milly mendongak melihat Princess of The School bertanya padanya.
Milly menghela nafas berat, "nggak kok. Baru dateng Rub ?"
Gadis itu mengangguk. Lalu meletakkan tas ransel dipenuhi bulu-bulu tebal berwarna hitam dan mengeluarkan beberapa buku dari dalam sana.
"galauin si Aa El lagi yah ?" goda gadis itu kemudian, melihat Milly menghela nafas membuatnya sedikit sendu.
"kenapa lagi sih ? Ngga ada tanda-tanda perubahan dari dia ke lo ?" tanya Rub penasaran. Kedua tangan nya masih sibuk mencari buku lain didalam tas. Kemudian mengeluarkan kotak pensil dan mengambil bulpoin hitam.
"gue udah ngerepotin dia Rub. Tadi gue minta ongkos taksi ke Kak Adit tapi Kak Adit malah ngajak gue numpang di mobil Kak El. Trus wajahnya kaya ngga suka gitu,"
Kali ini Rub menghela nafas. Milly sering bercerita pada Rub perihal sosok El, bahkan Rub pernah bertemu dengan pria itu.
Rub akui jika pria yang disukai Milly sangatlah tampan, jika Rub tidak memiliki seseorang yang ia sukai pasti dia juga akan menyukai El sama seperti Milly. Dan Rub juga sudah tahu bagaimana sikap El pada Milly. Menurut Rub, Milly ini dianggap hantu. Jika tak terlihat tidak peduli, jika terlihat Milly akan dianggap sebagai hal yang tidak perlu dilihat. Tinggal dibacain doa langsung menghilang sekejap.
Rub hanya bisa menatap miris pada Milly.
"jadi .."
".. Lo mau gimana sama dia ?" tanya Rub merubah posisi duduknya menjadi menghadap Milly, lalu menatapnya intens. Bagaimana pun dia tidak tega membiarkan sahabatnya sedari SMP terus galauin pria yang tidak jelas.
Jelas sih orangnya, tapi nggak punya hati aja.
Punya hati sih, tapi rasa untuk Milly nggak ada di dalam sana.
Milly belum menjawab, dia pun ikut bingung. El memang dingin padanya tapi pria itu tidak pernah memperlakukan hal-hal yang aneh. Jadi kurang pantas saja jika El dibilang jahat pada Milly. Milly nya saja yang terlalu berharap pada El, itu masalahnya.
"gini yah Milly. Lo udah suka sama dia selama setahun ini, tapi sikapnya ke lo makin keras kaya karang. Hatinya makin sulit lo kikis untuk luluh.."
"..dan lo juga ngga ada ungkapin perasaan lo ke dia. Bahkan perasaan lo itu terrutup rapat agar Kak Adit nggak tau tentang perasaan lo."
"jadi ngga salah kalau Kak El ngeliat lo bukan sebagai perempuan. Yang dia tau lo adiknya Kak Adit. That's it,"
Milly kembali menenggelamkan wajahnya. Ucapan Rub memang benar, El makin sulit Milly gapai.
Bertanya-tanya di dalam hati siapakah sosok perempuan yang bisa menaklukan hati si keras karang itu. Begitu beruntung perempuan itu disukai oleh El.
"mending lo liat yang ada didepan mata lo aja. Dia lebih jelas dan beneran suka sama lo,"
Milly menaikan kepalanya dan melihat sosok yang sering dipanggil The Prince of The School. Dia berjalan santai mendekati tempat duduknya, tepat di berada samping duduk Milly persis. Laki-laki itu tersenyum tulus, menyapa Milly.
"hai Mil,"
"hai," balas Milly tersenyum simpul. Lalu beralih menatap teman sebangkunya yang sedari tadi memperhatikan sahabatnya.
Sembari tersenyum menggoda ala-ala.
"Nathan sudah sangat jelas bukan ?! Kalau gue jadi lo sih mending gue suka sama Nathan aja," bisik Rub mengingatkan. Milly menghela nafas berat.
Berbeda dengan sekolah lain atau kisah cerita novel romantis. Yang menceritakan sosok laki-laki yang terkenal di sekolahnya menyukai gadis tercantik di sana. Di tempat Milly bersekolah, justru 2 tokoh itu tidak seperti di dalam cerita. Mereka tidak memiliki perasaan satu sama lain, murni hanya berteman saja.
Nathan-lah yang menjadi The Prince of The School di SMA Sawarna. Jika dijelaskan sosok Nathan sesuai dengan cerita novel atau film: selain tampan, otaknya encer kaya air. Banyak prestasi yang Nathan peroleh untuk menaikan nama sekolah dan namanya menjadi langganan di piala pajangan. Aktif sebagai anggota Osis dan juga suka mengikuti kegiatan sekolah seperti perlombaan dan perkumpulan.
Dan laki-laki itu menyukai Milly. Namun hanya beberapa teman Milly dan teman Nathan saja yang mengetahui hal itu, dan mungkin saja sudah menjadi rahasia umum jika Nathan menyukai Milly.
Bukan karena Nathan membocorkan perasaannya kepada orang lain, sikap Nathan terlihat berbeda saat sedang bersama Milly. Apalagi Milly dan Nathan menyukai hobi yang sama. Yaitu bermain alat musik.
Bahkan Milly tak jarang merespon sikap baiknya Nathan. Milly tidak menghindar jika ada beberapa temannya mengatakan kalau Nathan menyukainya, tapi Milly tidak mengatakan jika dia juga suka sama Nathan. Membuat semua orang di sekolah menganggap Milly "menggantungkan" perasaan Nathan.
"Mil, nanti datang ke tempat khursus kan ? Tadi aku udah di whatsapp sama Pak Nandar untuk datang ke sana buat bantu ajarin main musik di kelas baru,"
Ada jeda sesaat sebelum Milly mengangguk. Barusan Milly mengecek ponselnya dan mendapatkan notif jika guru les nya meminta Milly untuk datang juga.
Dan lebih memperkuat dugaan jika Nathan memang menyukai Milly adalah Nathan rela berpindah tempat khursus musik nya ke tempat yang sama dengan Milly. Bahkan mereka ditempatkan di kelas yang sama.
"iya aku datang kok. Pak Nandar minta aku buat bantu ajarin main Drum juga."
Nathan tersenyum. Kemudian bersiap di kursi nya setelah bel sekolah berbunyi.
Milly kembali menoleh ke arah temannya yang sedang senyum-senyum sendiri memandanginya. Kemudian Milly menyikut lengan gadis itu.
"oh iya Mil,"
Milly dan Rub menoleh lagi ke arah Nathan.
"nanti pulang sekolah kita bareng aja. Aku bawa mobil kok,"
"Ruby mau ikut juga nggak apa-apa," tambah Nathan.
Ruby melambaikan kedua tangannya, "lah gue mau ngapain ? Kan gue nggak les di tempat kalian. Kalian pergi aja, gue pulang bakal dijemput kok,"
Ruby kembali menggoda Milly yang sudah memperhatikan arah depan kelas. Guru Matematika memulai membuka kelas dengan memberikan catatan di papan tulis.
Milly menghela nafas, lagi.
*********************************
Sebuah ruang kedap suara menyembunyikan nada lagu instrumen gitar dan drum. Nathan menoleh ke arah Milly dan memanggilnya setelah menyelesaikan permainan gitarnya. Semua jemari Nathan sudah terasa panas dan pegal menjalar dari lengan sampai ke bahu.
Milly mengangguk setelah dipanggil. Kedua tangan dan bahunya juga sudah pegal karena terus memukul drum. Kemudian tubuh kecil Milly meninggalkan bangku dan langsung menyampir sebuah tas ransel. Memasukan dua stik drum kesayangannya ke dalam tas kemudian ia tengger di bahu kanan. Kemudian berjalan menyusul Nathan yang sudah keluar dari ruangan.
Tibalah mereka di kantin. Nathan membeli dan memberikan sebuah botol minuman dingin kepada Milly, tanpa berpikir panjang Milly meraihnya.
Nathan mendudukan badannya bersebelahan dengan Milly, mereka sibuk meneguk air minum itu agar rasa lelah dan haus mereka mereda. Meski mereka sedang di kantin namun suasana disana cukup sepi. Semua murid khursus sudah pulang dari satu jam yang lalu. Namun karena Milly merindukan bermain drum di tempat khursus jadi Nathan memutuskan untuk menemani Milly bermain sebentar disana.
"nanti aku anterin pulang yah," tawar Nathan tulus. Dibalas anggukan oleh Milly yang masih sibuk meminum air botolnya sampai habis.
"kamu udah kasih tau kak Adit kalau kamu pulang telat ?" tanya Nathan. Ia masih memandangi Milly meremas botol kemasan itu kemudian dibuang ke tempat sampah.
Milly berfikir sejenak. Sepertinya ia lupa mengabari Adit. Milly menatap Nathan.
"kayaknya aku lupa kabarin," jawab Milly polos. Nathan tak kuat untuk tidak tersenyum. Wajah polos Milly terlihat menggemaskan.
Hari mulai menampaki gelapnya, memaksakan mereka untuk segera pulang ke rumah masing-masing.
Nathan mengantar Milly sampai depan rumahnya. Tak lupa Milly mengucapkan terima kasih pada Nathan.
Setelah mobil Nathan pergi, Milly melihat ada 2 mobil terparkir di halaman rumahnya. Salah satu mobil tersebut begitu familiar di mata gadis berusia 17 tahun itu, jantungnya seketika berdegup kencang saat wajah si sang pemilik mobil terbayang di dalam pikirannya. Bahkan Milly sudah sangat hapal dengan plat nomor hingga tanggal masa berlaku.
Milly juga menduga bila teman-teman Adit sedang berada didalam rumahnya, sehingga ia memutuskan untuk masuk ke dalam rumah melalui pintu belakang. Saat ini Milly belum siap berpapasan dengan mereka karena ia sedang mengenakan crop tee longgar berwarna putih dengan celana legging hitam. Rambutnya digulung asal ke atas kepala seperti dicepol. Alasan khususnya Milly malu menampakkan diri di depan sang pangeran hati dengan penampilannya seperti ini.
Merasa kumal dan kusam.
Milly berjalan sedikit mengendap-ngendap menuju pintu belakang. Kemudian ia membuka pagar dan menutupinya lagi. Beberapa langkah Milly berjalan melewati jalan setapak menuju taman belakang.
Lalu Milly membuka pintu pagar yang lain lalu segera menutupnya perlahan.
"Milly,"
Tiba-tiba Milly terlonjak kaget dan berbalik, melihat Adit sudah berdiri di belakangnya. Lalu pandangannya menangkap sosok 2 pria berdiri tengah halaman, yang Milly kenal dengan nama Wahyu dan Edwin. Teman kerja Adit.
Lalu Milly juga melihat sosok wanita cantik yang sedang duduk di bangku taman sembari tersenyum kearah Milly, namanya Karmila. Cantiknya pake sopan banget, anggun dan lembut.
Dan pria yang duduk bersebelahan dengan Karmila, menghiraukan semua orang yang berada di sekitarnya.
El.
"kok kamu masuk lewat pintu belakang ?"
Milly menggaruk kepalanya yang tidak gatal, sudut bibir kanannya ditarik ke dalam, Milly menjadi tergagap menjawab pertanyaan Adit yang masih memandanginya curiga.
"ehmm itu.. Ehmmm.. Aku.."
"yaudah lah Dit," timpal Karmila yang telah mendekati Milly dan menyentuh bahunya.
"ini Milly udah keliatan capek butuh istirahat. Kamu ngga kasian liat adik kamu apa ?" bela Karmila. Karmila tahu jika Milly malu jika berpapasan dengan teman-teman kakaknya, oleh sebab itu dia masuk melalui pintu belakang. Senyum cantiknya Karmila tak memudar sedikitpun pada Milly, membuat Milly yang berada di dekatnya jadi canggung.
Adit melirik ke arah Karmila lalu berpindah ke arah Milly. Kemudian Adit berkacak pinggang.
"jadi, kamu habis dari mana ? Kenapa kamu ngga kabari kakak kalau kamu pulang jam segini ? Kakak juga telepon kamu tapi hp mu ngga aktif," selidik Adit dengan menyipitkan matanya. Adit tipikal kakak posesif, harus tau apapun yang Milly lakukan.
"kamu habis jalan yah sama Nathan ? Apa jangan-jangan kalian udah resmi pacaran ?!"
"ngga kak. Jangan nuduh aku yang aneh-aneh deh," kesal Milly sambil menggeleng keras atas tuduhan Adit. Milly merengut karena Adit menyebut nama Nathan di dekat El.
Meski El terlihat tidak peduli.
Sebenarnya Adit sudah tahu jika Milly ke tempat khursus bersama Nathan. Diam-diam Nathan memberikan kabar pada Adit jika mereka diminta guru khursus mereka untuk bantu mengajari anak baru disana. Nathan sudah mengira bahwa Milly lupa mengabari Adit, oleh karena itu Nathan berinisiatif memberi kabar melalui chat pada Adit.
Tapi sebagai seorang kakak, Adit lebih ingin Milly yang langsung memberinya kabar. Bukan orang lain.
"Milly ke tempat khursus kak. Diminta bantu ajarin murid baru disana. Baterai Hp Milly habis, lupa bawa powerbank." jelasnya singkat. Sesuai apa yang disampaikan Nathan pada Adit.
"maaf ya kak, aku-"
"Dit,"
Semua orang menoleh ke sumber suara. Melihat El sedang duduk santai di bangku taman. Posisi duduknya ia ditegakan ke senderan bangku, lalu memandangi wajah Adit dengan tatapan datar.
"jadi pergi gak lo ? Gue udah laper ini," keluh El jujur. Sudah setengah jam El menahan diri dari kicauan perutnya. Sudah tidak kuat.
Adit berdecak kesal pada El, "iya bawel, bentar."
Adit kembali menatap Milly. Kemudian menghela nafasnya, "yaudah kamu masuk gih. Kakak mau beli pizza dulu, ada promo. Kamu mau ngga ?"
Milly menggeleng. Sebelum pulang ke rumah ia sudah makan di luar bersama Nathan. Perutnya masih kenyang.
Wahyu dan Edwin langsung dipanggil oleh Adit untuk ikut pergi ke restoran Pizza. Meninggalkan El dan Karmila di taman belakang.
Sesekali Milly melirik El yang sedang memetik senar gitar, tanpa melihat Milly yang sedang berjalan melewatinya.
Sejenak Milly mengatur nafas. Ia tersipu malu melihat penampilan El yang selalu terlihat tampan. Hanya dengan mengenakan kaos hitam dengan celana jeans membungkus kaki jenjangnya. Tatapannya berfokus memainkan gitar. Seperti seorang pemain musik yang handal.
Milly menaiki tangga memasuki kamar dan segera membersihkan diri.
********************************
Milly menyiapkan beberapa piring, sendok dan garpu. Disusun rapih di atas nampan untuk dia bawa ke taman belakang.
Sebelumnya Karmila memaksa Milly agar ia berisitirahat saja sambil menunggu Adit dan teman-temannya datang membawakan pizza. Dan membiarkan Karmila yang menyiapkan alat makan tersebut.
Namun Milly tidak mendengar ucapan Karmila, dengan semangat penuh tubuh kecilnya sigap membuka laci dan mengambil piring untuk dipakai saat makanan datang.
Dan juga sebagai alasan Milly supaya bisa melihat El dari dekat.
Milly meminta Karmila menunggu di taman saja. Nampan sudah terisi oleh peralatan makan dan tambahan minuman sebagai pelengkap. Lalu ia angkat dan membawanya menuju taman.
"gue suka lo Mil,"
Langkah Milly terhenti ditempat. Degup jantungnya berdetak cepat ketika namanya seperti disebut dari arah taman. Milly mengendap mendekati pintu kaca dan mengumpat dibalik tirai, perlahan melihat El dan Karmila sedang duduk bersebelahan di bangku taman.
Jarak mereka sangat dekat. Terlihat posisi duduk Karmila menghadap El, membelakangi Milly yang mengintip obrolan mereka disana. El hanya berkutat memainkan ponselnya, sibuk bermain games.
"lo itu pria atau es batu sih, dingin banget cara nembak lo. Ngga romantis lo," sudut Karmila kesal. Gadis berambut panjang itu menggeleng pelan akan cara nembak El padanya tapi mata dan tangannya masih sibuk bermain games di ponselnya.
Tak terima dengan ucapan Karmila, El meletakkan ponselnya diatas meja lalu memandangi wajah Karmila yang berubah canggung setelah ditatap oleh El. Wajah El berubah menjadi serius, namun sedikit terkesan datar.
"Mil, gue suka sama lo,"
Mereka berdua terdiam sejenak, memberi jeda.
"udah ?"
"udah."
Karmila jengah dengan El, terlihat ia memutarkan matanya setelah melihat El kembali berkutat dengan ponselnya. Melanjutkan kegiatannya yang sempat tertunda.
Di satu sisi tempat Milly mematung. Pikirannya melayang mencerna ucapan El pada Karmila.
"Mil, gue suka sama lo,"
"Mil.. Gue suka sama lo,"
Dengan tertatih langkah kakinya memundurkan tubuhnya perlahan dengan nafas yang tercekat. Milly bergegas menuju meja makan untuk meletakkan nampan yang ia bawa sebelumnya. Sekujur tubuh Milly terasa lemas dan sangat sesak dibagian dada, seolah ia mendapat kabar berita duka.
Ya, hati Milly berduka.
Milly tidak menyangka bahwa selama ini pria yang ia sukai selama 1 tahun ini ternyata menyukai Karmila. Dan barusan pria itu mengutarakan perasaannya pada gadis cantik itu di taman belakang di rumah Milly sendiri.
Hanya mereka berdua di taman belakang, dan Milly menjadi saksi meski secara tak sengaja ia mendengar ungkapan perasaan itu.
Mata Milly memanas, mulai nampak cairan bening yang akan mau pecah disana. Milly langsung berlari menuju kamar nya lalu mengunci pintu rapat-rapat.
Badannya dibanting ke atas kasur dan menenggelamkan wajahnya dibalik bantal kesayangannya. Kenyataan bahwa El menyukai wanita lain berhasil menghujam hatinya.
Milly hanya bisa meluapkan kesedihannya di dalam kamarnya, membiarkan rasa pilu ini menemaninya sepanjang malam.
***********************************
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!