Di sebuah ruangan VVIP sebuah hotel ternama di kota ini ada beberapa orang berada di dalam ruangan tersebut.
"Apakah kamu yakin jika dia masih gadis dan belum kamu apa-apakan?" tanya Endaru Septian dengan menyilangkan kedua kakinya, sementara tangan kanannya mengisap rokok. Ia melihat semua detail gadis yang ia beli, seperti membeli permen saja.
'Aneh sekali, coba aku lihat dari dekat nanti seperti apa parasnya?' Endaru tersenyum licik melihat berkas yang ada di tangannya.
"Yakin seratus persen bos jika dia masih gadis dan belum aku apa-apakan selama aku dengannya enam bulan terakhir ini!" jawab Andy menanti jika bos barunya ini bisa memberikan uang yang pastinya tidak ada secuil kuku di hidupnya.
"Cih... laki-laki seperti kamu matre juga ya, aku akan bawa gadis itu dulu. Aku harus mencobanya dulu jika benar masih gadis aku berikan uang secuil itu." Endaru pergi begitu saja usai bertemu dengan orang yang tidak penting.
Sekretaris dan 2 body guard nya setia mendampinginya.
'Dasar laki-laki gila, masih ada jaman sekarang demi uang kekasih di jual begitu saja.' Endaru tidak mudah di provokasi, tapi sebelum ia mencicipi lebih dulu ia tidak akan percaya begitu saja dengan orang yang baru ia temui 2 kali saja itu.
Endaru Septian adalah ahli waris keluarga Septian, ia berumur 30 tahun masih singel dan belum menikah apalagi memiliki kekasih itu rasanya belum ada di benaknya. Ada beberapa perusahaan Properti yang di kuasai oleh keluarga Septian di kota besar ini, karena hanya usaha Properti yang sudah bisa di jamin bakal laku dan rugi hanya kemungkinan kecil saja.
Malam harinya.
Adhisti meremas kuat ujung pakaian yang ia kenakan, jantungnya berdegup kencang saat ia memasuki rumah mewah bergaya Spanyol tersebut.
'Apakah kehidupanku akan berakhir di sini di tempat menjijikkan seperti ini?' Tanya pada diri sendiri.
Adhisti Rossa gadis manis dan cantik berumur 21 tahun, namun takdir apa yang ia pegang sampai-sampai ia harus di jual oleh kekasih yang teramat ia cintai itu. Setelah ia di tuduh menyebabkan kedua orang tuanya masuk penjara dan meninggal, kini ia harus mendekam di tempat ini karena keserakahan mantan kekasihnya itu.
"Selamat malam Nona, silahkan masuk sesuai petunjuk yang Nona pegang." Ucap seorang asisten rumah ini.
Adhisti memang sedang memegang peta, benar-benar seperti mencari harta karun yang akan membawanya ke dunia yang penuh kebencian dan kehancuran.
Tak
Tak
Tak
Suara langkah kaki menuju tempat titik terakhir Adhisti berhenti mencari petunjuk, lalu ia buka ruangan yang sudah Adhisti perkirakan itu adalah kamar tuannya yang sudah membelinya.
Ceklek.
Suara pintu Adhi buka namun yang ia lihat hanyalah kegelapan semata, tidak ada setitik cahaya dari kamar tersebut.
Endaru sudah menunggu dari setengah jam yang lalu.
"Lambat." Suara berat dan ciri khas laki-laki mengejutkan Adhisti.
"Maaf ... maaf ... Tuan," Adhisti menundukkan kepalanya seraya meminta maaf dengan tulus.
"Cih." Endaru berdecak kesal sendiri.
"Berbaring di ranjang itu, aku ingin melihatmu dengan baik." Tunjuknya pada ranjang yang berukuran king size tersebut.
Adhisti menelan ludahnya. 'Dimana tempat tidurnya, apa dia buta atau bagaimana? Jelas-jelas aku saja yang bisa melihat tidak dapat menemukan ranjangnya, apa dia tidak dapat melihat jika ruangan ini gelap tanpa ada cahaya.' Gerutu dalam hati.
"Maaf, Tuan. Saya tidak dapat menemukan tempat tidur anda, terus bagaimana saya harus bagaimana saya menuju tempat tidur anda?" Pertanyaan lucu serta terdengar bodo* terlontar begitu saja.
"Merepotkan, apa tidak ada senter di ponselmu!" Endaru yang di buat kesal langsung menyalakan lampu di kamarnya dan membuat Adhisti kesilauan.
Endaru terkejut bukan main, gadis secantik dan semenarik ini di jual oleh kekasihnya. Benar-benar kurang waras orang itu, apa dia matanya bermasalah saat melihat uang.
"Sini." Sambil menepuk-nepuk ranjangnya.
Adhi menelan salivanya dengan kasar, benar-benar sial kehidupannya. Lepas dari buaya mata duitan malah masuk ke sarang Raja Singa.
'Takdir apa ini, apakah aku harus benar-benar menyerahkan tubuhku ini?' Dengan perlahan Adhisti mendekati tempat pria tersebut menyandarkan badannya di tepi tempat tidur.
"Kamu sudah ke salon dan membersikan tubuh kamu dengan bersihkan? Ayo cepat lepas pakaian kamu." Perintahnya yang enggan di tolak.
...BERSAMBUNG...
...Dukungannya ya untuk emak muda biar makin semangat up-nya....
...Matur sembah nuwun....
...SELAMAT MEMBACA...
Adhisti ketakutan setengah mati saat ia di suruh melepas semua pakaiannya, harga diri sebagai seorang perempuan terampas jika ini benar-benar terjadi dalam hidupnya.
"Saya mohon Tuan berbaik hati." Adhisti memperlihatkan wajah tertindasnya.
"Heh... kamu ini menguji kesabaran saya ya. Sebagai pengusaha dan ahli waris keluarga Septian harus teliti memilih barang, apakah kualitas dan kuantitas barang yang di pilih bagus dan produk unggul," Endaru terlihat sangat beringas dan menakutkan sekali.
Ia berjalan mendekati Adhisti yang masih ketakutan, terlihat getaran hebat dari tubuh gadis mungil itu.
'Kenapa dia semenggemaskan ini saat ketakutan, tapi aku tidak bisa luluh dengan mudah pada wanita ini.' Endaru tetap memperlihatkan sifat menakutkan pada Adhisti.
"Aku yang buka atau kamu sendiri?" pertanyaan Endaru membuat Adhisti ketakutan bukan main.
"Baik ... baik ... saya akan buka. Tapi ...!" Adhisti menutupi kedua benda bagian atasnya yang sudah sedikit terbuka.
"Tapi apa, jangan bilang kamu menyuruh aku menikahimu. Baik saya segera persiapkan pernikahan ini secepatnya, tapi satu yang harus kamu berikan pada saya. Yaitu kegadisan kamu." Endaru tersenyum licik kemudian ia pergi mengambil ponselnya.
Adhisti langsung terduduk di lantai, ada perasaan lega tapi tertekan sekaligus dalam dirinya sekarang.
Endaru berjalan ke arah balkon dan menyuruh asisten sekaligus sekretarisnya untuk menyiapkan pernikahan sederhana di rumah ini.
"Siapkan pernikahan saya dengan gadis mungil itu besok dan jangan lupa panggil penghulu yang bisa di tutup mulutnya, saya tidak mau sampai pernikahan ini bocor ke publik apalagi jika Papa saya tau." Endaru berbicara pelan namun dapat di dengar jelas oleh Adhisti.
'Sabar Adhi, kamu harus kuat menghadapi ini. Kamu hanya seorang yatim piatu yang di jual dan tertindas, berdoa yang baik jangan sampai orang lain terkena doa yang buruk yang dari kamu ucapkan.' Adhisti berpikir jernih.
Adhisti segera bangkit dari lantai yang ia duduki, ia tidak berani mendekati Tuan muda yang sedang menyesap rokok di tangannya.
'Kenapa aku merasa Tuan ini kesepian, terlihat jelas dari raut wajahnya. Tampan ....' Adhisti tersenyum.
•
•
Sekitar 1 jam ia berdiri di tempat semula, ia mau mengeluh tapi tidak bisa.
"Aduh sakit kaki aku sampai keram, apa dia tidak kembali masuk ke kamar?" Adhisti menatap arah balkon. Tapi dia tidak kunjung masuk ke dalam kamarnya.
Endaru yang sudah selesai merokok kini masuk ke dalam, ia ingin melihat apakah gadis yang masuk ke kamarnya sudah pergi.
"Kenapa masih diam disitu, pergilah keluar dari kamar ini. Tunggu besok baru boleh masuk usai menikah." Endaru masuk ke dalam kamar mandi, lebih tepatnya kamar mandi kecil yang terlihat transparan dari luar.
Secepat kilat Adhisti keluar dari kamar yang akan mengajaknya mendayung lautan luas.
Adhisti membuka peta yang ia pegang sedari tadi, ia bingung harus pergi kemana di tambah lagi rasa kantuk menyelimuti kedua matanya.
"Rasanya ingin sekali tidur, tapi dimana tempat tidurku?" ia bejalan menelusuri satu persatu sudut ruangan.
Seorang pelayan rumah ini menghampiri Adhisti.
"Nona, saya di perintahkan Pak bos untuk mengantar Nona ke kamar anda." Sambil menunjukkan tempat tidur Adhisti.
Adhisti tercengang dengan apa yang ia lihat, bukannya kamar seperti ini adanya di televisi yang sering ia tonton.
"Memang ya orang kaya seperti ini, apa tidak sayang beli perabot seperti ini. Em ... mbak Nita, berapa kira-kira perabot di ruangan ini?" tanya Adhisti sambil menunjuk ruangan itu.
"Saya kurang tau Nona, tapi semua perabot di sini harganya puluhan sampai ratusan juta dan ada juga yang sampai miliaran Nona, itu setau saya Nona!" Jawab Nita dengan hormat.
"Oh ... mbak Nita jangan panggil saya Nona, seperti saya Nona di rumah ini. Saya cuma gadis yang di beli Tuan kamu, jangan panggil seperti itu. Dan satu lagi mbak Nita, apa saya boleh tau sesuatu?" Adhisti bertanya lagi.
"Nona ingin saya menjawab apa!" Nita bingung sendiri.
"Siapa nama Tuan muda rumah ini?" sambil menampilkan gigi putihnya.
"Nona tidak tau nama Pak bos? apakah Nona tidak bertanya saat Nona di beli pak bos?" Nita memastikan namun hanya gelengan kepala yang ia dapati.
'Nona ini lucu sekali, apakah nona tidak pernah melihat media sosial jika pak bos sangat di kagumi oleh banyak wanita.' Nita tertawa kecil.
"Nona akan tau besok siapa nama pak bos, apakah nona tidak punya ponsel?" Nita bertanya lagi, tapi lagi-lagi Adhisti menggelengkan kepalanya.
"Segeralah istirahat nona, bukannya besok nona harus bangun pagi untuk acara pernikahan nona." Nita tersenyum lalu menutup pintu tersebut.
•
•
Adhisti berpikir keras, siapa namanya dan seperti apa asal usul keluarga ini sampai-sampai mantan gilanya itu menjualnya pada Tuan ini.
"Sudahlah ... lebih baik aku tidur saja, lumayan untuk mengistirahatkan tubuhku ini."
...BERSAMBUNG...
...Harap tinggalkan jejak biar emak makin semangat ngetiknya ya....
...SELAMAT MEMBACA...
Pagi hari.
Adhisti terkejut bukan main saat dirinya ternyata sudah berada di bak kamar mandi atau bath tub sepertinya tadi malam tidurnya sangat nyenyak sekali, sampai-sampai ia tidak sadar jika dirinya di mandikan seperti orang yang tidak bisa apa-apa.
"Apakah sebegitu nyenyaknya tadi malam aku tidur, haduh ... malunya aku saat ini." Gumam Adhisti lirih saat beberapa orang sedikit menjauh darinya.
"Nona." Nita membawa jubah handuk dengan menampilkan senyum terbaiknya.
"Eh... iya mbak Nita, ada apa?" Adhisti mati gaya antara canggung dan malu bercampur jadi satu.
"Ini handuknya Nona!" jawab Nita.
"Mbak Nita, saya mohon jangan panggil saya dengan sebutan Nona." Adhisti ngedumel sedikit geram.
"Maaf Nona, kalau begitu saya panggil dengan sebutan apa nona?" Nita jadi bingung.
"Adhi saja mbak, lebih enakkan panggil nama saja!" Adhisti mengambil jubah handuk sebelum ia membilas tubuhnya di kucuran shower .
"Maaf Nona, tapi saya tidak enak jika hanya memanggil nama. Lebih baik saya panggil dengan sebutan Ibu Adhi saja atau mbak Adhi."
"Mbak saja, ya sudah saya keluar dulu kalau begitu," rasa malu Adhisti sudah tidak ada dari tadi malam.
Dari pada nanggung lebih baik sekalian saja rasa malu ini di hilangkan dari dalam hidupnya.
Suasana rumah tidak ramai karena hanya ada satpam, asisten rumah ini dan juga beberapa body guard sebagai saksi pernikahan ini. Adhisti hanya tertunduk sedih sambil menatap rok kebaya yang ia gunakan, rasanya berat menuruni anak tangga. Benarkah hari ini hari terakhir ia lajang bahkan tinggal menunggu detik saja.
Pernikahan berjalan lancar sampai selesai ijab qabul dengan mahar yang tidak biasa bahkan semua jumlah melebihi dirinya saat di jual sang mantan kekasih.
Antara terkejut dan ingin berteriak saat menerima angka yang nol nya sulit di baca.
'Hore... nikah dapat rejeki nomplok, tau begini kenapa tidak dari dulu aku di jual laki-laki buaya mata duitan itu. Jadi nama dia Endaru Septian, bagus juga namanya apalagi orangnya.' Adhisti tersenyum sendiri dalam hati.
Jangan tanyakan Adhisti iya atau tidak? jawabnya tentu iya, dia terkagum-kagum dengan sosok pria ini meski banyak laki-laki tampan dan menawan di dunia ini tatap yang paling tampan orang yang mengucapkan ijab qabul (secara sah di Agama) untuk dirinya.
Jika aku di posisi Adhisti aku berpikir berlipat-lipat deh, sepertinya akan sulit ia mencairkan uang yang ada di cek tersebut. Nasib-nasib malang menimpa dirinya, mau menangis tapi susah dan juga sudah terlanjur menikah sah pula di Agama.
Malam pengantin.
Adhisti hanya menatap wajahnya dari pantulan kaca besar di meja rias, ia sedikit berpikir sekarang.
"Bagaimana caraku mencairkan uang ini, sementara aku tidak dapat keluar dari rumah. Kemarin saat aku masuk rumah besar ini mata aku di tutup pakai kain?" Adhisti bingung sendiri jadinya.
Di tambah lagi saat ijab qabul di ruangan tertutup seperti hall hotel ternama.
"Apa semua kehidupan orang kaya seperti ini saat menikah diam-diam, ah ... sudahlah jadi pusing sendirikan jadinya." Adhi segera menuju ke kamar mandi untuk mencuci wajahnya.
Endaru yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya kini masuk ke dalam kamar, tanpa adanya riasan seperti pengantin pada umunya yang menikah.
'Sepertinya sudah tidur, eh... kemana dia tidurnya?' Endaru menatap kesana kemari mencari sang pengantin mungilnya itu.
"Apa dia kabur dari rumah ini? tidak... tidak... rasanya mustahil ia kabur. Masuk ke dalam rumah ini saya pakai penutup mata." Endaru bergegas ke kamar Adhisti untuk mengecek saja, hanya mengecek pengantin mungilnya kabur atau tidak.
Endaru yang mulai emosi bergegas ke kamar yang di pakai Adhisti tadi malam. Ia masuk begitu saja tanpa mengetuk atau bersuara.
'Sepertinya harus di hukum si mungil ini.'
...BERSAMBUNG....
...Ayo dong dukungannya biar emak semakin di depan karyanya....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!