NovelToon NovelToon

Jodoh Emily

PRO-LOE-GUE

^^^Kering airmataku mengingat tentangmu^^^

^^^Tentang kita yang tak jodoh^^^

^^^Dulu pernah bermimpi^^^

^^^Saling memiliki^^^

^^^Nyatanya pun tak kesampaian^^^

^^^Rela...^^^

^^^Relakanlah masa itu^^^

^^^Biarkanlah jadi masalalu^^^

^^^(Tak Jodoh-T2)^^^

"Sean ingin menikah dengan Emily saat sudah besar nanti, Mom!"

"Sean ingin selalu menjaga Emily!"

Emily kembali harus tersenyum kecut saat mengingat kata-kata manis yang pernah meluncur dari bibir seorang Sean Arthurian Kyler. Gadis berambut hitam serta bermata coklat tersebut memejamkan matanya sejenak dan kembali harus menghela nafas panjang, saat netranya menangkap sosok Sean yang kini berdiri dengan gagah diatas panggung pelaminan mengenakan setelan jas pengantin warna putih.

Seharusnya Emily juga berdiri disana. Disamping Sean.

Mengenakan gaun pengantin indah itu.

Menjadi mempelai wanita untuk Sean.

Tidak!

Itu semua hanya masalalu, Em!

Sean bukan lagi kekasihmu!

Sean adalah suami Rachel sekarang.

Rachel.

Ya, Rachel Stefanie, sahabatmu.

Kekasihmu akhirnya menikah dan bersanding di pelaminan bersama sahabatmu sendiri.

Bukankah ini kisah cinta yang tragis?

"Kau tidak harus naik ke atas sana, Sayang!" Bunda Naya menggenggam erat tangan Emily seolah sedang menyalurkan kekuatan untuk Emily yang kini rapuh.

Hanya hati Emily sebenarnya yang rapuh. Selebihnya Emily sudah berusaha tegar. Setidaknya Emily sudah berhenti menangis sejak satu minggu yang lalu.

"Emily harus memberi selamat pada Sean dan Rachel, Bund! Mereka sahabat Emily," jawab Emily menatap sang bunda dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

Oh, jangan lagi!

Dasar airmata sialan!

"Ayah dan Bunda yang akan menyampaikan ucapan selamatmu pada Sean dan Rachel," ujar Ayah Satria yang sudah merangkulkan lengannya di pundak Emily.

Pria paruh baya itu juga menyodorkan tisu untuk menyeka airnata yang sudah menggenang di pelupuk mata Emily.

"Seharusnya kita tadi juga tak perlu datang ke acara ini," imbuh Ayah Satria lagi yang seakan paham dengan kesakitan yang kini tengah ditanggung Emily.

"Emily baik-baik saja, Ayah!" Ujar Emily nyaris tanpa suara.

Apanya yang baik-baik saja?

Hatimu sedang hancur berkeping-keping dan kau bilang baik-baik saja?

Apa kau sedang berlatih menjadi malaikat?

"Emily akan naik ke atas sana dan memberi ucapan selamat pada Sean dan Rachel," Emily menyeka airmatanya dengan kasar, dan sedikit memperbaiki penampilannya.

Gadis dua puluh tiga tahun tersebut sudah akan melangkah menuju panggung pelaminan, saat Ayah Satria mencekal tangan Emily seolah sedang mencegah sang putri.

"Apa kau yakin, Emily?" Tanya Ayah Satria yang masih menggenggam erat tangan sang putri.

Emily mengangguk dengan yakin.

"Emily yakin, Ayah!"

"Ayah dan Bunda akan ikut di belakangmu," ujar Bunda Naya yang sudah merangkul sang putri menuju panggung pelaminan. Sedangkan Ayah Satria mengekor di belakang dua wanita yang ia sayangi tersebut.

Dari kejauhan, Sean tak berhenti menatap pada Emily yang kini sedang berjalan menuju ke arahnya. Sean mengepalkan erat tangannya, berusaha menahan emosinya sendiri.

Dasar bodoh!

Lihatlah hasil kebodohanmu, Sean!

Kau sudah menyakiti Emily dan mengingkari semua janjimu pada gadis itu.

Kau juga sudah membuat kecewa semua orang!

Emily akan membencimu seumur hidup, sama seperti Abang Kyle yang kini membencimu!

"Sean!" Sapaan dari Emily yang tiba-tiba sudah ada di depannya, segera membuyarkan semua lamunan Sean.

Sean menatap linglung ke arah Emily yang hari ini mengenakan gaun berwarna lilac.

"Selamat atas pernikahanmu dengan Rachel," ucap Emily yang langsung memeluk Sean dengan canggung.

Namun Emily juga tidak mau berlama-lama memeluk Sean. Emily sudah beralih ke Rachel dan ganti memeluk sahabatnya tersebut dengan sangat erat.

"Maafkan aku, Emily! Maafkan aku!" Ucap Rachel terbata-bata sambil masih memeluk Emily.

"Bukan sepenuhnya salahmu, oke!" Emily sudah melepaskan pelukannya pada Rachel.

Gadis itu benar-benar bisa bersikap tegar sekarang.

Ya, sejak awal Emily selalu bisa tegar saat di depan Rachel.

Meskipun setelahnya Emily akan menangis berjam-jam.

Emily hanya tidak ingin membebani pikiran Rachel dan membuat sahabatnya tersebut menanggung rasa bersalah.

Bagaimanapun juga, ini bukan sepenuhnya salah Rachel.

Emily yakin, kalau Rachel hanya ingin menolong Sean saat itu. Dan yang terjadi selanjutnya pasti juga diluar dugaan Rachel.

"Hiduplah bahagia bersama Sean!" Ucap Emily lagi yang masih menggenggam erat tangan Rachel.

"Kau cantik sekali hari ini!" Puji Emily sebelum gadis itu berlalu dari hadapan Rachel.

Mom Bi yang sedari tadi berdiri di samping Rachel segera meneluk Emily dengan erat.

"Kau tetap akan menjadi putri kami sampai kapanpun, Em!" Ucap Mom Bi yang justru malah membuat hati Emily terasa mencelos.

Sejak dulu, Emily memang menjadi putri kesayangan untuk ayah bunda dan juga untuk Mom Bi dan Dad Nick.

Mom Bi dan Dad Nick yang tidak mempunyai anak perempuan, selalu menjadikan Emily tuan putri saat Emily menginap atau hanya sekedar berkunjung ke rumah besar mereka.

Namun setelah hari ini, mungkin Emily bukan lagi tuan putri di keluarga Sean.

Sudah ada Rachel yang menjadi menantu untuk Mom Bie dan Dad Nick. Dan Emily rasa, sudah saatnya untuk Emily menjaga jarak dengan keluarga itu. Emily tidak mau menyakiti hati Rachel.

Emily dan kedua orangtuanya sudah turun dari panggung pelaminan. Gadis itu menghela nafas panjang sekali lagi.

"Kau baik-baik saja?" Tanya Bunda Naya khawatir.

Emily mengangguk dengan cepat.

"Emily hanya haus, Bund! Emily akan mengambil minum," tukas Emily yang langsung berjalan menuju ke arah meja yang penuh dengan minuman.

Hanya tinggal beberapa langkah sebelum Emily mencapai meja itu, saat ia tak sengaja bertubrukan dengan seorang pria yang mengenakan setelan jas hitam dengan dasi kupu-kupu.

"Ouh, maaf! Aku tak sengaja!" Ucap Emily cepat karena tak sengaja menumpahkan minuman pria tersebut.

"Gadis ceroboh," gumam pria itu seraya berdecak.

"Aku sudah minta maaf!" Sahut Emily sedikit kesal pada pria sombong tersebut.

Namun pria itu tak menjawab dan hanya tersenyum miring ke arah Emily.

Apa maksudnya?

Emily baru saja akan mengganti minuman pria itu, saat seorang wanita paruh baya yang mungkin seusia dengan Bunda, datang tergopoh-gopoh dan menghampiri pria sombong tersebut.

"Kenapa lama sekali mengambil minumnya, Galen? Kau ingin membuat papamu pingsan kehausan?" Gerutu wanita paruh baya tersebut.

"Jangan lebay, Mom!"

.

.

.

Yuk yang kangen sama Galen merapat 😂

Galen atau Galendra Biantara adalah anaknya Mia dan Bian, gaees. Judul karyanya "Nona Mia", silahkan dibaca yang belum membacanya.

Rachel Stefanie adalah anaknya Eve dan Steve masih di karya "Nona Mia" juga.

Jadi Rachel dan Galen ini sepupu ya!

Sekian perkenalannya.

Habis ini flashback dulu tentang hubungan Sean, Emily, dan Rachel.

Terima kasih yang sudah mampir.

Dukung othor dengan like dan komen di bab ini.

PERTEMUAN PERTAMA

Seorang gadis berdiri dengan gelisah di sebuah halte bus yang tak jauh dari area kampus. Langit yang sudah berubah menjadi gelap karrna mendung dan hari yang beranjak malam, membuat gadis itu kian gelisah. Berulang kali, gadis berambut lurus sepunggung tersebut melihat arloji di pergelanga tangannya, dan menatap ke arah kendaraan yang berallu lalng seakan sedang menunggu seseorang.

Suasana halte sudah semakin mencekam, saat gerimis mulai turun membasahi bumi. Ditambah gadis itu yang kadang duduk, kadang berdiri, dan hanya tinggal ia sendirian di sana.

Dan saat lalu lalang mobil sedikit sepi, segerombolan pemuda tiba-tiba melintasi halte, membuat gadis itu semakin gelisah. Mau kabur, tidak ada celah. Diam di tempat sama saja cari mati.

Sepertinya gadis sembilan belas tahun itu benar-benar dalam masalah besar sekarang.

"Hai, cewek! Kok sendirian? Sedang menunggu angkot atau bus?" Goda salah satu pemuda yang berambut gondrong.

"Pweeeet! Seksi banget sih kamu! Ikut kita saja, yuk! Daripada disini digigitin nyamuk, mending gigitin kita-kita." Goda pemuda yang lain.

Gadis yang ketakutan itu merapatkan jaket yang membalut tubuhnya dan berusaha menjauh dari pemuda-pemuda tak jelas yang mulutnya bau alkohol tersebut.

Namun hujan yang semakin ders mengguyur bumi, membuat gadus utu tak bisa lati kemana-mana.

Sial!

"Cewek! Namanya siapa? Nggak usah jual mahal begitu, dong!" Seorang pemuda sudah berani mencolek lengan gadis itu. Pemuda yang lain ikut mencolek, dan gadis itu semakin ketakutan. Hingga sebuah suara membuat para pemuda nakal itu terkejut.

"Woy! Jangan gangguin gadis itu!" Sean turun dari motornya, mengabaikan tubuhnya yang basah kuyup terkena air hujan.

"Siapa kamu betani ikut campur? Nantangin, heh?" Salah satu dari pemuda yan mearsa terusik tersebut menghampiri Sean dan hendak memukul wajah, Sean. Namun gerakan Sean lebih gesit dan dengan satu tendangan, pemuda yang mabuk itu langsung jatuh tersungkur di lantai halte.

Teman-temannya yang merasa tak terima segera menyerang Sean dan main keroyokan. Satu lawan empat, rasanya memang tak seimbang. Namun Sean ternyata punya ilmu beladiri yang mumpuni hingga akhirnya bisa membuat para pemuda yang mabuk itu jatuh tersungkur.

Hingga akhirnya para pemuda mabuk itu lari tunggang lanngang meninggalkan halte.

Gadis yang tadi ditolong oleh Sean masih berdiri mematung di sudut halte dan masih ketakutan.

"Hai, kau baik-baik saja?" Tanya Sean khawatir memindai kondisi gadis yang ketakutan itu dari ujung kepala hingga ujung kaki. Namun gadis itu sepertinya begitu pemalu, hingga ia terus-terusan menundukkan wajahnya.

"Aku Sean!" Sean mengulurkan tangannya pada gadis itu sebagai tanda perkenalan.

"Rachel! Terima kasih!" Ucap gadis itu seraya menjabat tangan Sean secara singkat sebekum menarik kembali tangznnya dan masih menundukkan wajah.

Sebuah mobil warna silver berhenti tepat di depan halte. Rachel berjalan cepat menghampiri mobil silver tersebut tanoa berpamitan pada Sean.

Gadis aneh!

"Maaf, Papa terlambat, Rachel! Tadi mendadak ada korban kecelakaan, jadi Papa harus menanganinya sebentar," ujar dokter Steve pada Rachel yang sudah masuk ke mobil dan memasang sabuk pengaman.

"Apa terjadi sesuatu? Siapa pemuda yang di halte bersamamu tadi?" Tanya dokter Steve lagi karena Rachel hanya diam dan seperti ketakutan.

"Rachel juga tidak tahu, Pa!" Jawab Rachel tergagap.

"Kita pulang sekarang kalau begitu." Dokter Steve sudah mengemudikan mobilnya meninggalkan halte dan meninggalkan Sean yang masih berdiri sendirian di halte.

****

Emily berjalan riang masuk ke pelataran kampus seraya mengedarkan pandangannya ke sekeliling kampus yang masih sepi. Tadi Emily ke kampus di antar oleh Ayah Satria, jadilah Emily datang kepagian. Biasanya kalau berangkat bareng Sean, Emily datangnya tidak akan sepagi ini.

Bruuk!

Emily yang tak memperhatikan langkahnya, tak sengaja menabrak seorang gadis yang membawa beberapa buku di tangannya. Gadis itu jatuh terduduk dan bukunya juga ikut jatuh berserakan.

"Eh, maaf!" Ucap Emily cepat yang langsung membantu gadis itu berdiri dan memunguti buku-bukunya yang berserakan.

"Maaf, ya! Aku nggak sengaja tadi," ucap Emily sekali lagi setaya mengangsurkan buku-buku yahg sudah selesai ia kumpulkan pada sang empunya.

"Tidak apa! Aku juga jalannya kurang hati-hati tadi," jawab gadis itu mengulas senyum.

"Oh, ya! Aku Emily," Emily mengulurkan tangan sekaligus menyebutkan namanya sebagai tanda perkenalan.

"Aku Rachel," ucap gadis itu masih mengulas senyum di bibirnya dan membalas jabat tangan Emily.

****

"Rachel, pulang bareng kami, yuk!" Ajak Emily pada Rachel yang masih duduk di halaman depan kampus dan sepertinya tengah menunggu jemputan.

Rachel melirik arloji di tangannya sebelum menjawab pertanyaan Emily,

"Papa datang bentar lagi, kok! Kamu duluan aja, Em!"

Rachel mendongakkan kepalanya dan sedikit terkejut melihat pria yang bergandengan tangan dengan Emily.

"Oh, iya! Kenalin, ini Sean. Pacar aku," Emily memperkenalkan Sean dengan nada bangga.

"Pacar?" Gumam Rachel setengah percaya.

Rachel tentu masih ingat dengan wajah ganteng itu. Pria itu yang tempo hari menyelamatkan nyawa Rachel.

Dan, apa kata Emily barusan?

Dia pacarnya Emily?

Dunia sempit sekali.

"Sean, ini Rachel. Yang sering aku ceritain ke kamu itu," Emily ganti memperkenalkan Rachel pada Sean.

"Oh, yang kata kamu sahabat baikmu itu, ya? Baru kenal udah langsung jadi sahabat," tebak Sean yang sepertinya langsung paham.

"Hai, aku Sean!" Sean mengulurkan tangannya pada Rachel.

"Aku Rachel," jawab Rachel sedikit malu.

"Kok wajah kamu kayak nggak asing, ya? Kita pernah bertemu sebelum ini?" Sean terlihat mengingat-ingat sesuatu, namun Rachel sudah menggeleng dengan cepat.

"Mungkin perasaan kamu aja, Sean! Wajah aku memang pasaran," ujar Rachel sedikit meringis.

"Hahaha! Bisa aja kamu, Rachel!" Timpal Emily yang langsung tergelak mendengar kalimat Rachel tentang wajah pasaran.

Sementara Rachel hanya menundukkan wajahnya dan sedikit merasa kecewa karena ternyata Sean tidak ingat kepadanya.

Ah, tapi untuk apa juga Sean mengingat Rachel.

Saat di halte itu saja, Rachel bersikap ketus dan cuek setengah mati pada Sean. Jadi wajar saja, jika Sean langsung malas mengingat-ingat nama serta wajah Rachel.

Bim bim!

Suara klakson mobil warna putih yang berhebti di depan Rachel, Emily, dan Sean membuyarkan lamunan Rachel.

Papa Rachel sudah datang ternyata.

"Aku duluan, Em!" Pamit Rachel seraya mengulas senyum pada Emily dan Sean.

"Oke, bye!" Emily melambaikan tangan pada Rachel yang sudah masuk ke dalam mobil.

Mobil putih itu segera melaju meninggalkan area kampus.

"Kita pulang juga yuk, Sean!" Ajak Emily seraya menggamit lengan Sean dan bergelayut manja pada kekasihnya tersebut.

"Pulang ke rumah Mom apa ke rumah Bunda?" Tanya Sean yang sudah merangkul mesra Emily.

Pasangan kekasih itu berjalan sambil bersenda gurau menuju ke tempat parkir.

"Enaknya kemana? Ke rumah Mom aja kayaknya, sambil nunggu Abang Kyle pulang kerja. Nanti bisa minta traktir sama Abang Kyle," usul Emily pada Sean.

"Lah, ngapain nunggu Abang Kyle kalau mau minta traktir. Aku juga bisa kok traktir kamu mau makan apa?" Tanya Sean dengan nada sedikit sombong.

"Yang enak apa?" Emily malah balik bertanya pada Sean.

"Yang enak masakan Bunda. Pulang ke rumah Bunda aja, yuk! Aku kangen masakannya Bunda," gantian Sean yang mengajukan usul.

"Lebay! Mom suruh belajar masak juga, biar kamu juga bisa kangenin masakan Mom," kikik Emily yang langsung membuat Sean tergelak.

"Hancur nanti dapur di rumah kalau Mom masak. Dad bisa ngamuk juga trus ngomel 'Ngapain bayar selusin maid mahal-mahal kalau istriku tercinta masih harus turun memasak di dapur?'" Sean menirukan gaya Dad Nick saat sedang marah atau mengomel.

Terang saja, hal itu langsung membuat Emily tertawa terbahak-bahak.

"Aku juga belum bisa masak, lho. Jangan-jangan aku juga titisannya Mom Bi," kekeh Emily sok serius.

"Nggak usah belajar masak!" Sean masih merangkul Emily dengan lebay.

"Besok kalau kita udah nikah, aku bakalan bayar dua lusin maid buat kamu. Jadi kamu nggak perlu memasak atau beres-beres rumah." Lanjut Sean dengan nada sedikit lebay.

"Siapa juga yang mau nikah sama kamu," cibir Emily sedikit menggoda Sean.

"Kamulah! Kan kamu udah jadi calon istriku sejak bayi!" Klaim Sean masih dengan nada lebay.

"Kalau akunya nggak mau bagaimana?" Emily masih tak berhenti menggoda Sean.

"Harus mau, dong! Nanti kalau ngga mau aku bikin kamu jadi mau! Kayak yang dilakukan Abi ke Anne itu," Sean menaikturunkan alisnya ke arah Emily.

"Yeee! Dasar mesum! Aku laporin abang Kyle nanti!" Ancam Emily seraya membuka pintu mobil Sean karena kini mereka sudah tiba di tempat parkir.

Emily sudah masuk dan duduk di dalam mobil Sean, dan Sean segera menyusul masuk juga ke dalam mobil.

Tak butuh waktu lama, dan mobil Sean sudah meninggalkan area kampus.

.

.

.

Terima kasih yang sudah mampir.

Dukung othor dengan like dan komen di bab ini.

SIKAP MANIS SEAN

"Sean ingin menikah dengan Emily saat sudah besar nanti, Mom!"

Celetukan polos seorang Sean kembali terngiang di kepala Emily, dan gadis itu tersenyum sendiri.

Kalau dipikir-pikir, hubungan Sean dan Emily itu terbilang lucu. Sean dan Emily punya abang sambung yang sama tetapi mereka bukan saudara dan tak ada hubungan darah sama sekali.

Sean dan Abang Kyle adalah saudara satu ibu tapi beda ayah.

Sedangkan Emily dan Abang Kyle adalah saudara seayah tapi beda ibu.

Lucu bukan?

"Hang out, yuk!" Celetuk Sean tiba-tiba yang langsung membuyarkan lamunan Emily.

Saat ini Emily, Sean, Rachel dan Valeria sedang berkumpul di Rainer's Resto.

"Nonton film aja gimana? Aku suntuk habis kerjain tugas kuliah yang menggunung," usul Emily sedikit mengeluhkan tugasnya yang begitu banyak.

"Ngerjain tugas suntuk, giliran pacaran aja nggak suntuk ya, Em!" Sindir Valeria yang langsung membuat Emily nyengir.

"Chel, kok diam saja? Mau ikutan hang out nggak? Sekalian nonton film?" Emily ganti menegur Rachel yang duduk di samping Valeria yang sedari tadi hanya diam.

Saat ini yang paling bawel diantara mereka adalah Emily.

Dulu yang paling bawel itu Anne. Tapi sejak Anne hamil dan menikah dengan Abi, otomatis sepupu Valeria itu sudah tidak pernah ikut kumpul-kumpul seperti ini. Sepertinya Anne sedang sibuk belajar menjadi ibu rumah tangga yang baik.

"Aku minta izin Mama dulu," Rachel lanhsung mengambil ponselnya di dalam tas dan mengetikkan sesuatu di sana.

"Anak Mama memang beda, ya? Kemana-mana harus izin Mama dulu," kekeh Sean yang langsung membuat Emily ikut-ikutan terkekeh.

"Aku juga anak bunda. Tapi asal perginya sama kamu, ya pasti dikasih izinlah, sama Bunda," timpal Emily yang sudah menggamit lengan Sean.

"Udah macam kembar siam memang kalian berdua itu," cibir Valeria yang hanya tersenyum tipis.

"Mama udah kasih ijin. Tapi pulangnya nggak boleh malam-malam," lapor Rachel pada Emily.

"Paling jam tujuh atau jam delapan udah balik, kok, Chel! Nanti kita antar kamu sampai rumah," sahut Sean seraya tersenyum pada Rachel.

"Kak Valeria ikut juga, kan?" Tanya Emily selanjutnya pada Valeria.

Valeria tanpa berpikir sejenak.

"Ikut aja, Vale! Nanti aku teleponin Abang Kyle biar nyusul," timpal Sean ikut-ikutan membujuk Valeria.

"Mana bisa? Abang Kyle sibuk!" Sahut Valeria seraya meraih tasnya.

"Yaudah aku ikut juga. Tapi nanti kamu anterin aku sampai rumah juga ya, Sean! Kayak Rachel," Valeria mengajukan syarat dan segera bangkit dari duduknya.

"Gampang itu. Ayo berangkat!"

"Aku ke toilet sebentar!" Pamit Emily yang langsung memberikan tasnya pada Rachel dan ngacir ke arah toilet resto.

"Masih sempat kebelet dia. Ayo, Chel!" Sean merangkul pundak Rachel dan mengajak gadis itu menyusul langkah Valeria.

Rachel benar-benar berjenggit kaget saat tiba-tiba Sean merangkulnya.

Sebenarnya bukan sekali ini saja, Sean bersikap manis pada Rachel. Sudah berulangkali Sean menunjukkan sikap manisnya pada Rachel.

Dan Rachel berusaha untuk tidak terlalu baper dengan semua sikap manis Sean tersebut.

Meskipun jauh di dalam hatinya, Rachel tetap menyimpan sebuah perasaan pada Sean. Namun Rachel sedang berusaha keras untuk membuang jauh perasaan yang tak semestinya tersebut.

Bagaimanapun juga, Sean adalah kekasih Emily, dan Emily adalah sahabat baik Rachel. Jadi rasanya keterlaluan sekali jika Rachel juga menyimpan sebuah perasaan pada Sean.

Sean dan Rachel sudah tiba di halaman parkir saat mendadak mereka menyaksikan dua orang gadis yang sedang berseteru atau mungkin sedang baku hantam, karena salah satu dari gadis tersebut jatuh terduduk di halaman parkir.

Bergegas Sean membantu gadis yang jatuh itu untuk bangkit berdiri, meskipun Sean sedikit tergelak, dan gadis yang tadi dibantu berdiri oleh Sean terlihat menggerutu pada gadis gendut yang sedang berurai airmata di hadapannya.

Valeria berusaha menenangkan gadis yang menangis tersebut dan sepertinya mereka kenal baik.

Namun gadis bertubuh chubby itu ternyata malah ngeloyor pergi tanpa pamit masih dengan wajah penuh airmata.

Aneh!

"Va, jadi hang out, nggak?" Tanya Sean pada Valeria yang sibuk mengutak-atik ponselnya.

"Wah, mau hang out, ya? Aku ikut, dong!" Timpal gadis yang ribut dengan gadis chubby tadi yang ternyata bernama Chelsea tersebut.

Sok akrab sekali dengan Sean dan Valeria.

Atau memang mereka adalah teman akrab?

"Ayo ikut sekalian, Chel! Biar ramai!" ajak Sean ramah.

"Aku nggak jadi ikut, Sean! Kalian pergi saja sana!" Ujar Valeria pada Sean, Rachel, dan Chelsea.

"Kok nggak jadi, Va?" Sean sedikit kecewa.

"Aku mendadak ada urusan! Bye!" Valeria berbalik dan masuk kembali ke dalam resto. Di pintu utama resto, Valeria tak sengaja berpapasan dengan Emily.

"Va, nggak jadi hang out?" Tanya Emily menghentikan langkah Valeria.

"Nggak jadi, Em! Aku ada urusan!" Jawab Valeria seraya berlalu masuk ke dalam resto. Valeria terlihat sedang menelepon seseorang.

Emily hanya mengendikkan bahu dan segera bergabung bersama Sean dan yang lainnya.

"Lah, ada Chelsea juga?" Emily menatap tidak senang ke arah Chelsea centil yang sok akrab dengan Sean.

"Chelsea mau ikut hang out, Em!" Ujar Sean memberi laporan pada Emily.

"Apa?" Emily terlihat kaget dan kini merengut.

Emily memang kurang suka dengan Chelsea sejak dulu. Menurut Emily, Chelsea itu terlalu centil dan sok akrab dengan Sean. Benar-benar mrmbuat illfeel pokoknya.

"Kita pulang ajalah, Sean! Aku jadi malas hang out karena Vale nggak ikut," ajak Emily yang sebenarnya merasa malas jika harus hang out bareng si centil Chelsea.

"Ayo, Rachel!" Emily merangkul Rachel yang hanya diam sejak tadi dan mengajak gadis itu masuk ke dalam mobil Sean.

"Lah, kenapa semua nggak jadi hang out?" Sean menggaruk kepalanya sendiri dan merasa bingung.

"Yaudah, Chel! Aku mau anter dua cewek itu tadi pulang. Kamu kalau mau hang out pergi aja sendiri! Bye!" Pamit Sean pada Chelsea yang terlihat merengut.

Namun Sean hanya acuh dan segera menyusul Emily dan Rachel masuk ke mobilnya.

.

.

.

Ini timingnya pas Yumi di bully Chelsea sampai nangis itu, trus Valeria lapor ke Liam.

Ingat dong, di "Gadis Gendut Milik Sang Idola" bab 42

Terima kasih yang sudah mampir.

Dukung othor dengan like dan komen di bab ini.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!