NovelToon NovelToon

Asterisk I'M The Antagonist

Ch.1 - Prolog

Awal mula kisah ini adalah tentang Jein. Seorang siswi SMA yang mati akibat kecelakaan. Ya, ini aku. Aku Jein, perempuan, anak yang baru saja mati ditabrak oleh Truk-kun. Klasik.

Ini bukan kehidupan pertamaku. Sudah empat kali aku merasakan mati dan selalu saja bereinkarnasi menjadi orang lain. Dan parahnya, di setiap reinkarnasi ku, aku selalu saja bernasib sial.

Pertama menjadi anak dari keluarga terpandang, namun itu hanya tampak diluarnya, di dalamnya keluarga itu menyiksa anaknya sendiri, aku mati karena di tenggelamkan di kolam saat berusia sebelas tahun.

Kedua aku bereinkarnasi menjadi seorang pengemis jalanan di sebuah kota besar. Aku mati karena kelaparan.

Ketiga, aku bereinkarnasi lagi menjadi seorang anak sultan. Maksud ku anak pimpinan perusahaan besar. Kali ini bukan karena disiksa atau kelaparan, aku mati karena tubuh yang lemah. Sialan.

Keempat, aku bereinkarnasi lagi menjadi seorang siswa SMA biasa. Tiga tahun aku tinggal di dunia itu, tidak terjadi apapun. Aku kira akan hidup selamanya di dunia itu, namun aku salah. Aku tertabrak sebuah Truk karena seseorang mendorongku dari belakang. Hah.. banyak banget yang benci padaku ya.

Aku membuka kedua mataku, yang terlihat adalah dimensi putih. Aku bangkit duduk.

"Ini dimana? Aku tidak bereinkarnasi lagi? Hiks.. akhirnya aku masuk surga mak.."

"Heh kenapa kau sangat percaya diri sekali masuk ke surga?"

Kesenangan ku terpotong oleh sosok laki-laki dewasa yang berdiri di sampingku, dia tampan. "Uwa!" Sontak aku menjauh darinya.

"Kau siapa!? Kenapa kau di sini? Kau juga mati? Wah.. semoga amal ibadahmu diterim-"

"Aku tidak mati! Aku ini malaikat!"

Aku langsung terdiam. Mengernyitkan dahi tidak mengerti. "Kau.. apa tadi?" Aku bertanya memastikan.

"Malaikat. Telingamu bermasalah ya?" Dia menjawab dengan sebal. Aku terdiam. "Malaikat juga bisa mati ternyata."

"Heh! Jangan buat emosi ngapa ni anak!"

Lah, dia marah? Aku membuang muka darinya, sebal. "Lalu kenapa kau disini? Sana pergi lakukan tugasmu. Aku ingin menikmati surga ini"

Dia menepuk jidat. Menghela nafas sabar berkali-kali. "Aku di sini sedang melakukan tugas. Kau saja yang membuatku ingin melepas tugas ini. Dengar, kau akan hidup kembali ke dunia-"

"Akh! Kenapa selalu begini! Hei kau yang katanya malaikat! Bawa saja aku ke neraka daripada memintaku untuk kembali dan hanya dijadikan sebagai sampah masyarakat lalu akhirnya mati!"

Aku berteriak tidak terima. Siapa juga yang ingin dihidupkan kembali untuk sebuah kesialan?

"Kau tenanglah. Karena itu aku akan memberimu kemampuan 'Khusus'. Lakukan kehidupanmu ini dengan benar dan bersenang-senanglah."

Aku menatapnya, tertarik. "Kemampuan apa?" Tanyaku.

"Kau akan tahu nanti. Jadi kau menyetujuinya kan?"

Aku terdiam berpikir. "Apa persyaratannya?"

Dia terdiam sejenak, lalu menggeleng. "Tidak ada. Kau hanya harus bahagia itu saja. Setuju?" Dia mengulurkan tangannya, jabat tangan.

Hanya itu? Aku tersenyum miring, menerima jabat tangan itu. "Setuju."

Cahaya tiba-tiba muncul dan menabrak tubuhku.

"Bersenang-senanglah, manusia"

Aku memejamkan kedua mata karena terlalu silau. Tak lama, tubuhku terasa sangat berat. Rasanya tubuhku seperti terbaring di suatu tempat yang empuk. Aku membuka perlahan kedua mataku. Perlahan pandangan ku mulai terlihat jelas.

Hal yang aku lihat pertama kali adalah sebuah atap berwarna coklat emas. Emas?! Beneran emas!

Aku segera bangkit, duduk. "Gila.." Aku berbinar melihat ruangan ini. Interiornya terlihat kuno, namun ini sangatlah mewah.

"Ha! Kalau begini, aku akan mudah untuk bersenang-senang."

Tling!

...| Welcome Player |...

Tling!

...| Tag Name |...

...|Sentuh Layar Dimanapun|...

Aku sedikit terperanjat kaget. Layar seperti di game rpg tiba-tiba muncul melayang di depanku. "Ha? Nani kore?" Aku menyentuh layar itu. Tak lama, Layar itu menampilkan sebuah data. Status Character.

[ Nani kore? \= Apa ini? ]

"Jadi ini kemampuan yang dibicarakan malaikat? Keren jug- !"

Pandangan mataku tertuju pada nama Character itu. Aku seperti mengingat satu tokoh di buku novel duniaku sebelumnya.

"Clea Luxia? Clea... Clea.. Clea.. Antagonis itu?! Hah?! Bagaimana bisa?!" Aku bergegas turun dari tempat tidur. Kakiku sangat pendek jadi harus berhati-hati. Aku berlari kecil ke depan cermin besar.

Sosok anak kecil muncul di bayangan cermin. Rambut putih dengan manik abu-abu silver. Tak salah lagi. Tubuh ini milik Clea Luxia, anak seorang Duke ternama yang dikenal juga sebagai Antagonis di novel 'Light Show'.

"Bagaimana bisa? Akh! Sialan malaikat itu katanya disuruh bersenang-senang, apa ini?! Sialan!"

Yah.. kisah ini akan segera dimulai, dengan penuh drama dan drama dan drama dan drama. Aku tidak tahu sebenarnya genre ni cerita apa. Yah sudahlah, sampai bertemu lagi.

^^^つづく^^^

Arigato for reading~(◕ᴗ◕✿)

Ch.2

"Dia bukan malaikat, tapi syaiton"

Aku merasa sebal. Clea Luxia, anak perempuan dari keluarga Duke Luxia yang dikenal dengan pembuat onar di kerajaan Belios. Kekejamannya tidak diragukan lagi. Yang dia bilang hukuman kecil, bagi pendengarnya itu adalah sebuah neraka.

Duke Luxia tidak memperdulikan Clea. Dia mengabaikannya sejak Clea terlahir hanya karena Clea adalah anak dari wanita yang tidak di cintanya. Duke dan Ibu Clea menikah karena pernikahan politik.

Ibu Clea, Rosette meninggal karena bunuh diri. Dia frustasi karena di abaikan oleh orang yang dicintainya, Duke.

"Bodoh. Orang seperti Duke tidak patut di cintai. Lihatlah, anak perempuan satu-satunya dibuang di tempat lain."

Clea Luxia memiliki satu kakak laki-laki yang akan menjadi pewaris selanjutnya keluarga Luxia, bukan kakak sih, tapi karena peraturan anak laki-laki yang menjadi pewaris keluarga, maka Clea dijadikan anak kedua, padahal usia mereka lebih tua Clea dua bulan. Lalu juga satu adik laki-laki. Mereka berbeda Ibu dengan Clea. Ibu mereka berdua adalah Irene, Duchess Luxia, wanita yang dicintai oleh Duke. Namun dia telah meninggal karena sebuah penyakit dan itu saat usia adik Clea satu tahun dua bulan.

...| Status Character |...

...Name : Clea Luxia...

...Age : 15th...

...Height : 155cm...

...Level Character : 0...

...Skill : Dark Magic...

...+...

Usia Clea sekarang adalah lima belas tahun. Berarti kakak Clea juga berusia lima belas tahun, tahun ini, mereka selisih dua bulan. Lalu adiknya berusia empat belas tahun.

"Bagus syaiton itu menempatkan ku di saat ini. Namun saat usia ini Clea diusir dari rumah induk ke paviliun barat tanpa pelayan. Haduh.. terserahlah, mau diusir atau tidak itu tidak penting. Aku akan Menjadi pengangguran kaya yang damai."

Itu adalah cita-cita semua orang bukan? Mereka bilang tempat ini adalah paviliun terbengkalai yang sudah lama tidak dihuni. Tapi apa yang mereka katakan itu sepertinya tidak benar. Ini bahkan susah termasuk mewah. Sultan mah BIASALAH!.

Maunya sih begitu, tapi sepertinya itu tidak akan mudah. Banyak sekali kemungkinan jika takdir Clea akan seperti dalam novel, atau berubah karena aku yang masuk ke dalam tubuhnya.

"Ya sudah pasti akan berubah. Secara beda orang yang ada di sini-"

Tiba-tiba cacing pita dalam perut demo menandakan lapar. Aku menepuk jidat. "Aku lupa kalau Clea jarang sekali makan karena terkadang tidak ada makanan disini. Baiklah, baiklah aku akan mencari makanan untuk perutmu.... Eh, sudah jadi perutku yak." Aku tertawa pada diriku. Mempersiapkan diri. Di sini hanya ada gaun dengan banyak renda. Aku jijik melihatnya.

"Dia terlalu.. akh! Seleranya sangat membagongkan!" Aku sebal melempar kesana kemari gaun-gaun itu, akhirnya aku menemukan satu gaun yang tak berenda. Aku akan memakai itu saja.

Aku menyisir rambut pajang putihku dengan rapi. Masih terurai dengan anggun. Selesai. Aku membawa sekantung uang koin perak ke dalam ta-

"Eh? Kan aku punya.. Inventory."

...| Inventory |...

Aku memasukkan kantong koin itu ke dalam inventory, seketika kantong itu lenyap di udara kosong. "Sempurna. Saatnya pergi."

Aku keluar dari kamar, berjalan menyusuri lorong-lorong yang sepi tanpa penghuni. Sialnya..

"Sebenarnya... Pintu keluarnya kemana?"

Aku tersesat. Ah sial. Katanya paviliun terbengkalai, nah ini apa? Istana terbengkalai iya. Luas banget tempatnya. Aku berdecak sebal, melihat sebuah jendela di dinding lorong itu. Aku mendekat, membuka jendela, melihat ke luar. Ternyata ini masih lorong lantai dua.

"Ah sialan. Haduh.. sabar-sabar. Kalau begitu.."

Aku naik ke atas jendela. Bahasanya apa sih? Daun jendela? Bingkai? Atau apa? Ah terserah yang penting aku naik hendak melompat. Aku mengambil ancang-ancang. "Ikke-"

"Apa yang kau lakukan bodoh! Cepat turun dari sana!"

Gerakanku terhenti, aku langsung memegang bingkai kanan jendela, hampir saja terjatuh. Aku menunduk kebawah, melihat seorang anak laki-laki. Entah kenapa, dia menatapku dengan kebencian dan rasa tidak sukanya sangat terlihat. Anak kecil itu, dari mana dia mendapatkan tatapan itu? Lah, dia siapa?

...| Anda bertemu Character lain |...

...Devian Luxia...

Ah, jendela gameku muncul. Dia ternyata anak pertama keluarga ini. Pantas saja dia menatap benci.

"Aku ingin lompat, jadi minggir saja kau-"

"Kau bodoh ya? Ha! Ternyata benar kau sudah gila."

Dia menyebalkan. Tampan, tapi menyebalkan. Itu tidak bisa dikatakan tampan. "Kau, kenapa kau disini? Seharusnya kau ada di rumah induk." Aku bicara, masih naik di bingkai jendela.

"Ayah memanggilmu untuk makan bersama. Ck. Kenapa kau harus ikut sih." Devian menggerutu protes.

Lah, dia yang ngundang dia yang protes. Aku menggeleng heran. "Lalu kenapa kau yang menyampaikan hal itu? Dimana Lubert dan pelayan lain?"

Lubert adalah kepala pelayan di keluarga Luxia. Dia sangat kompeten.

Devian mengangkat bahu. "Ayah yang memintaku langsung. Cepat turun aku sudah lelah mendongak. Dan perhatikan rok mu it- ! "

Devian menunjuk. Aku segera melompat ke bawah, memegang rok. Mendarat dengan sempurna tepat di depan Devian.

...| Skill up |...

...Jump...

Devian tercengang, dia terdiam beku. Aku tersenyum miring. "Cepatlah. Aku lapar."

Aku berjalan melewati Devian. Dia masih terdiam di tempat akhirnya tersadar dari keterkejutannya.

"H-hei kau! Tadi itu- Hei!"

Aku akhirnya pergi dengan Devian ke rumah induk. Jarak saat kami berjalan itu sangat jauh, tiga meter dan tidak berbincang sama sekali.

Sampai di ruang makan rumah induk. Mereka menyiapkan makanan yang lumayan mewah. Daging steak dengan saus barbeque di panggang sampai matang. Duke dengan dua putranya sudah siap dengan makanan mereka. Aku menatap ke arah meja. Lah, kemana jatah makananku? Hanya piring kosong dengan jejeran sendok, garpu, dan pisau makan di sampingnya.

Aku menoleh ke sana kemari. Samar aku dapat mendengar suara tawa dari para pelayan di belakangku. Aku menghela nafas, melihat sepiring buah di depan Devian. Tak tanggung-tanggung, aku mengambil satu buah apel di sana. Mereka bertiga terkejut tertahan. Masa bodoh. Aku kembali duduk memakan buah apel itu. Para pelayan di ruangan menatapku tidak percaya. Abaikan, hanya tatapan syaiton.

"Dasar tak tahu malu." Devian bicara pelan. Aku melirik ke arahnya.

"Maaf, saya lapar jadi tidak bisa menahannya. Ah benar, jika saja anda tidak mengundang makan saya kemari, mungkin saja saya tidak akan kelaparan." Aku tersenyum lembut. Tentu saja ini hanya akting. Aku melanjutkan memakan apel.

"Iblis" Anak kecil di sampingku bicara. Ah, bocil.

...| Dua Character Bertambah |...

...Liven Luxia ( Duke Luxia )...

...+...

...Alvin Luxia...

"Ada yang ingin aku katakan pada kalian."

Duke menyudahi makannya. Mereka berdua menatap Duke, memperhatikan. Aku acuh tak acuh, tetap memakan apel ku.

Samar, aku mendengar helaan nafas dari seorang Duke. Aku abaikan.

"Malam nanti, baginda raja dan yang mulia putra mahkota akan datang ke pesta ulang tahun Devian. Devian, Alvin, kalian harus menyiapkan diri sebaik mungkin. Dan kau, jangan membuat ulah."

Ok. Duke adalah orang yang menyebalkan. Dia bahkan tidak memanggil nama putrinya. Devian terlihat tak senang dengan keputusan Duke.

"Ayah, kenapa dia harus ikut? Itu akan membuat bencana." Devian protes.

"Benar. Dia akan membuat onar sama di pesta ulang tahun ku dulu, ayah." Alvin ikut protes. Aku tidak membantah karena itu benar. Di pesta Alvin yang lalu, Clea membuat keributan dengan menghukum pelayan yang tidak sengaja menumpahkan air minum di depannya. Hanya karena ujung sepatunya basah dia menghukum cambuk pelayan itu sampai terluka parah. Aku menghela nafas tipis. Padahal usianya masih tujuh tahun waktu itu. Kenapa jiwa antagonisnya sudah muncul?

"Ini sudah keputusanku." Duke bicara singkat. Aku terdiam, ini sangat menyebalkan.

^^^つづく^^^

Arigato for reading~(◕ᴗ◕✿)

Ch.3

"Tapi.."

"Devian, jangan menolak keputusan ku." Duke dengan tegas bicara. Devian terdiam kesal. Dia menatapku tak senang. Aku menghela nafas tipis, berdiri dari kursi.

"Jika sudah selesai, saya undur diri. Terimakasih makanannya Tuan Duke." Aku dengan datar bicara. Tanpa hormat, pergi meninggalkan ruangan penuh ketidaknyamanan itu.

Aku keluar dari rumah induk. Di sepanjang lorong hanya ada tatapan tajam dari para pelayan. Mereka tahu majikannya yang satu ini sangat kejam, tapi masih saja berani menatapnya seperti itu.

"Menyebalkan. Ck. Aku masih lapar, mereka bahkan tidak menyajikan air minum untukku."

Aku kembali ke depan paviliun, kemudian menyadari satu hal. Ibu kota. Tempat berbagai jajanan di jual. Aku tersenyum bangga dengan diriku yang pintar ini.

"Baiklah. Mari kita berbelanja. Tapi aku malas berjalan kaki. Andai aku bisa Teleportas- !"

Tiba-tiba pandangan di depanku seperti bergerak lalu berubah. Awal sebuah paviliun yang sepi, namun sekarang sangat ramai. Entah kenapa aku sedikit pusing.

"Ha? Apa yang-"

"Hanya hari ini! Beli dua hanya satu koin Argenti!"

"Buah segar, baru saja dipetik!"

"Mama! Ayo beli itu!"

...| Skill Up |...

...Teleportation...

Aku tertawa tidak percaya. Aku baru saja berteleportasi hanya dengan memikirkannya. "Tidak bisa dipercaya ternyata ini sangat berguna."

Baik. Aku akan menikmati ini. Aku berjalan ke salah satu kedai makanan yang menarik perhatianku. Sate.

"Silakan dibeli, Nona."

Mataku berbinar melihat makanan itu. Terlihat lezat. "Bibi, tolong dua satenya." Aku memesan. Wanita paruh baya itu mengangguk, tersenyum ramah.

Aku menunggu beberapa menit. Tak lama, bibi itu memberikan ku dua tusuk sate. Aku menerimanya dengan tidak sabar. Mataku semakin berbinar. "Berapa semuanya, Bibi?" Aku bertanya, kemudian memakan satu tusuk sate.

"Sepuluh Aes, Nona." Bibi itu menjawab. Aku mengangguk, diam-diam mengeluarkan dua koin Argenti di dalam Inventory, memberikannya pada Bibi itu.

Dia terlihat terkejut. "N-nona.."

Aku yang tengah menghabiskan satu tusuk sate itu mendongak, melihat Bibi penjual itu. Aku bingung, menelan makanan ku. "Iya? Apa uangnya kurang? Maaf, sebentar-"

"Bukan Nona. Anda terlalu banyak memberikan uangnya"

Aku tersentak. Aku lupa mata uang disini sudah berbeda. "T-tidak apa-apa, Bibi. Kembaliannya untuk Bibi saja. Sate ini sangat enak! Terimakasih Bibi, sampai jumpa."

Aku berlari menjauh, melambaikan tangan pada Bibi pedagang itu. Aku lari bukan karena selesai di sana, tapi karena malu. Aku kira mata uang disini semua sama. Ternyata.

...| Information |...

...100 Aes \= 1 Argenti...

...100 Argenti \= 1 Aurum...

"Terlambat sialan! Aku sudah malu tadi!" Aku sebal karena jendela game itu baru muncul. Aku menghela nafas, mau bagaimana lagi, ini sudah terjadi. Aku memakan sisa sateku. Membuang tusuknya di tempat sampah. Aku sudah kenyang.

"Ok, sekarang apa?"

Pandanganku tertuju pada kakek tua yang menjual barang-barang antik hanya dengan beralas tikar. Orang-orang hanya melewatinya dan acuh tak acuh dengannya. Melihatnya aku jadi teringat saat reinkarnasi ku yang ke dua. "Mari kita lihat."

Aku berjalan mendekat ke penjual itu. Melihat-lihat barang yang dia jual.

...| Penjual Barang Antik |...

...Jam analog...

...Kotak musik antik...

...Vas (berusia 250 tahun)...

Entah kenapa rasanya aku tertarik. Seperti jam antik itu, atau kotak musik antik. Wah! Ada juga vas berusia ratusan tahun! Gila! Kalau ini dijual di duniaku sebelumnya, pasti aku akan langsung kaya.

"Kakek, apa yang kakek jual?" Aku bertanya polos.

"Hoho.. kakek menjual barang antik Nona. Anda tertarik?"

Aku mengangguk semangat. Kakek penjual itu tertawa khas. "Silakan dilihat-lihat Nona. Ini adalah barang-barang langka dari kerajaan seberang."

Ok. Kakek itu tidak berbohong. Aku dapat melihat sejarah barang-barang itu dari jendela game. Dan semua yang dikatakan kakek penjual itu benar-benar fakta. Aku semakin tertarik. Kemudian secara tidak sengaja melihat dua benda yang sangat menarik perhatianku.

...| 2 Aksesoris Pedang |...

...Langka...

...Meningkatkan kekuatan pedang 2x lipat dari sebelumnya jika diberi sedikit mana...

"Hm.. mungkin benda ini bisa untuk hadiah para bocil itu." Aku bicara pelan. Kakek penjual itu bingung melihatku berbicara sendiri.

"Kakek, saya akan beli dua aksesoris pedang ini. Berapa harganya?" Aku tersenyum semangat. Kakek itu tertawa khas lagi.

"Pilihan yang bagus, Nona. Itu semua dua Argenti."

Aku tercengang dengan harganya. "K-kakek, apa benar harga dua benda ini dua Argenti? Bukankah seharusnya dua Aurum? Kakek?"

Kakek itu bertanya-tanya. "Apa ada yang salah, Nona?"

Aku menepuk jidat. "Kakek, banyak yang salah. Kakek lihat, ini barang langka dari kerajaan seberang, usianya tiga puluh tahun namun kualitasnya masih sangat baik. Dua benda ini terdapat sihirnya kakek. Ya meskipun lemah tapi jika digunakan oleh orang yang berbakat maka akan sangat berguna. Apa kakek masih mau menjualnya dengan harga serendah itu?"

Aku menjelaskan panjang lebar tanpa jeda. Kakek penjual itu kembali tertawa khasnya. "Nona.. ternyata anda sangat mengenal benda itu. Benar, itu adalah benda yang mengandung sihir, namun sangat lemah. Tapi untuk penjualannya, harga itu sudah pas. Para bangsawan tidak tertarik dengan barang rosok jadi saya memberikan harga rendah." Jelas kakek penjual. Aku mendengus pelan, sebal. Entah sebal dengan para bangsawan bodoh atau dengan kakek yang menjual barang berharga ini dengan harga rendah.

"Baiklah, baiklah. Dua keping Aurum untuk dua aksesoris pedang ini." Aku mengeluarkan dua keping koin emas (Aurum) dari Inventory secara diam-diam tanpa diketahui oleh siapapun. Ku berikan pada kakek penjual itu. Kakek itu menolak.

"Tidak Nona. Ini terlalu banyak untuk orang rendah seperti saya."

Ya ampun.. kenapa di dunia ini begitu banyak sekali perbedaan kasta!? Mereka sama-sama manusia kenapa dibeda-bedakan?! Sial!

"Kakek. Tolong terima ini. Harga ini cocok untuk barang berharga ini. Jangan pedulikan bangsawan bodoh yang hanya bisa menilai buku dari sampulnya itu!" Ups, aku kelepasan, aku menoleh kesana kemari, tidak ada yang dengar kan? Jika ada mampus aku. Bisa saja aku di hukum mati sekarang. Kakek itu terdiam tercengang. Aku mengalihkan pandangan gugup.

Kakek itu tertawa. "Anda sangat baik, Nona. Baiklah kalau begitu, saya akan menerimanya tapi nona juga harus menerima pemberian saya."

Aku berkedip beberapa kali. Bingung. Kakek penjual itu menerima koin yang aku berikan lalu mengambil sesuatu di tas tuanya. Dia memberikan sesuatu di telapak tanganku. Aku menatapnya. Sebuah kalung dengan bandul pedang.

"Kakek, ini-"

...| Sword Magic |...

...| Magicae Gladio |...

...Legend...

...Level tak terbatas...

...Alirkan mana di dalamnya maka akan berubah...

"E? Eeh?! Ini kan!" Aku teriak terkejut, kemudian menoleh ke sana dan kemari, memastikan tidak ada orang yang mendengar.

"K-kakek yakin memberikan ini pada saya? Saya baru berusia lima belas tahun dan sihir saya adalah 'Hitam'." Aku memastikan, masih dengan rasa terkejutku. Kakek penjual itu tertawa khas.

"Sudah saya duga anda akan tahu apa itu, Nona. Saya sangat yakin anda bisa menggunakannya. Ah, dan saya juga merasakan kekuatan yang besar dalam diri Nona tidak hanya hitam, namun masih banyak sekali warna dalam diri Nona." Jelas kakek penjual itu tersenyum. Aku tercengang. Lucky!

Kedua mataku berbinar. "Terimakasih kakek. Saya janji akan menjaganya dengan sangat baik." Ah.. rasanya aku ingin menangis karena terlalu senang. Mendapatkan senjata dengan level tak terbatas ini sungguh Jackpot!

Kakek penjual itu mengangguk tersenyum senang padaku. Aku pamit untuk pergi, balik badan manjauh. Langkah kakiku terhenti. "Kakek, dimana rumah kakek? Eh?"

Saat aku balik badan untuk menanyakannya, kakek penjual itu tidak ada. Dia menghilang. "Sihir. Keren! Sudah aku duga kakek itu penyihir!" Aku berseru yakin.

Entah kemana perginya, tapi aku sangat berterimakasih. Aku melanjutkan ke toko gaun, membeli gaun-gaun yang sedikit sederhana untuk mengganti gaun renda itu. Aku pulang ke paviliun di jam empat sore.

^^^つづく^^^

Arigato for reading~(◕ᴗ◕✿)

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!